Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kehilangan cairan dapat terjadi setiap saat dan mutlak diganti agar
metabolisme tubuh dapat berlangsung normal. Harus ada keseimbangan antara
jumlah air yang masuk serta dari hasil oksidasi karbohidrat, lemak dan protein dan
pada satu pihak lain dengan keluarnya air melalui ginjal, paru, kulit dan saluran
cerna.

Air di dalam tubuh terdapat didalam sel (intrasel) dan diluar sel
(ekstrasel), cairan extraselular meliputi cairan interstisial dan plasma yang
mempunyai komposisi yang sama. Natrium merupakan kation terpenting
sedangkan anion terpenting adalah klorida dan bikarbonant. Kation terpenting
pada intrasel adalah kalium dan magnesium sedangkan anion terpenting adalah
fosfat organik, protein dan sulfat.

Biasanya perubahan komposisi plasma darah mencerminkan perubahan


yang terjadi dalam semua cairan tubuh. Kehilangan cairan normal berlangsung
akibat pemakaian energi yang dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu kehilangan
cairan insensibel, produksi urin serta kehilangan cairan melalui tinja.

Selain itu dapat terjadi kehilangan cairan abnormal yang disebabkan oleh
berbagai penyakit yang berupa pengurangan masukkan cairan atau peningkatan
pengeluaran cairan. Pemenuhan cairan berdasarkan kehilangan cairan akibat
penyakit dan kehilangan yang tetap berlangsung secara normal.

Cara pemberian cairan akibat kehilangan oleh karena penyakit bisa


diberikan secara oral ataupun parenteral. Perlu diperhatikan bahwa sebaiknya
pemberian cairan diusahakan secara oral tapi pada keadaan yang tidak
memungkinkan, dapat pula diberikan secara intravena.Dalam pelaksanaannya
pemberian cairan secara intravena pada bayi dan anak yang sakit perlu
diperhatikan hal-hal seperti pemilihan jenis cairan, jumlah dan lama pemberian

1
yang disesuaikan dengan keadaan penyakit dan gejala klinik lainnya karena
terdapat perbedaan komposisi, metabolisme dan derajat kematangan sistem
pengaturan air dan elektrolit. Untuk itu keputusan yang tepat dan teliti dalam
menentukan hal diatas mutlak diperlukan.

Infus adalah adalah pemasukan suatu cairan atau obat ke dalam tubuh
melalui rute intravena dengan laju konstan selama periode waktu tertentu. Infus
dilakukan untuk seorang pasien yang membutuhkan obat sangat cepat atau
membutuhkan pemberian obat secara pelan tetapi terus menerus. Dalam
memberikan infus kepada pasien harus dalam keadaan steril baik alat-alat maupun
perawat.

Selain itu, juga harus memperhatikan berapa kebutuhan cairan yang


diperlukan oleh pasien. Dalam dunia kesehatan penting bagi kita untuk
mengetahui takaran yang sesuai dalam menggunakan suatu alat dalam dunia
kesehatan tersebut, seperti misalnya berapa cc yang harus disuntikkan atau berapa
banyak teteasan infus yang akan diberikan kepada pasien tersebut.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Cairan Tubuh

Cairan tubuh merupakan kebutuhan esensial bagi kesehatan, terdiri dari


air, bahan elektrolit dan non elektrolit. Cairan dan elektrolit tubuh (selanjutnya
digunakan istilah cairan saja) digunakan pada setiap proses fisiologis tubuh,
diantaranya sebagai:
1. Sarana untuk mengangkut zat-zat makanan ke sel-sel
2. Mengeluarkan buangan-buangan sel
3. Mmbentu dalam metabolisme sel
4. Sebagai pelarut untuk elektrolit dan non elektrolit
5. Membantu memelihara suhu tubuh
6. Membantu pencernaan
7. Mempemudah eliminasi
8. Mengangkut zat-zat seperti (hormon, enzim, SDP, SDM)

Cairan menempati proporsi yang besar dalam tubuh, persentasenya dapat berubah
tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi < 1
tahun cairan tubuh sekitar 80-85 % berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun
mengandung cairan sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang
persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun, yaitu pada
laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50% berat
badan. ( Tabel 1)

3
Tabel 1. Perubahan cairan tubuh total sesuai usia

Usia Kilogram Berat (%)


Bayi Prematur 80
3 bulan 70
6 Bulan 60
1-2 Tahun 59
11-16 Tahun 58
Dewasa 58-60
Dewasa dengan Obesitas 40-50
Dewasa Kurus 70-75

Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah,
maka resiko penderita akan lebih besar. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke
dalam kompartemen intraseluler dan kompartemen ekstraseluler. Lebih jauh
kompartemen ekstraseluler dibagi menjadi cairan intravaskular dan interstitial.
(Gambar 1)

Gambar 1 Cairan tubuh

4
Zat cair (60% BB), terdiri dari (Gambar 2):

 Cairan intrasel (ICF) : 40% dari BB


 Cairan ekstrasel (ECF) : 20% dari BB, terdiri dari:
- cairan intravaskuler (IVF): 5% dari BB
- cairan interstisial (IS) : 15%
dari BB
- cairan transselular (1-3% BB), terdiri
dari :
LCS, sinovial, gastrointestinal dan
intraorbital
 Cairan Intraseluler (CIS)

Cairan intraseluler merupakan bagian terbesar dari seluruh cairan


tubuh diperkirakan dua kali CES pada orang dewasa sedangkan pada bayi
sebesar 4/3 x CES. Cairan intraseluler (CIS) adalah cairan yang berada didalam
sel dan menyusun sekitar 40% dari jumlah cairan seluruhnya.

Komponen intraseluler merupakan cadangan cairan tubuh yang


terbesar, komposisi ionnya berbeda dengan komponen ekstraseluler karena
mengandung ion kalium dalam konsentrasi tinggi (140-150 mmol/liter) dan ion
natrium dalam konsentrasi rendah (8-10 mmol/liter) dan ion klorida
(3mmol/liter). Jadi jika air diberikan bersama jnatrium dan klorida, maka
cenderung mengisi komponen ekstraseluler. Air yang diperlukan dalam bentuk
larutan glukosa akan didistribusikan kesemua bagian tubuh dan glukosa akan
dimetabolisme. Air murni tidak pernah diberikan secara intravena karena dapat
menyebabkan hemolisis masif.

 Cairan ekstraseluler (CES)

Cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada diluar sel dan


menyusun sekitar 20% dari cairan tubuh. Jumlah relatif cairan ekstraseluer
berkurang seeiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari

5
cairan tubuh terdapat di cairan ekstraseluler. Setelah usia 1 tahun, jumlah
cairan ekstraseluler menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total.

CES meliputi cairan intravaskular, cairan interstisial dan cairan


transeluler. Cairan extraselular terdiri dari cairan interstitial dan intravascular
dalam perbandingan 3:1 pada orang dewasa sedangkan pada bayi 5:1.
Perbandingan ini akan berubah sesuai dengan perkembangan tubuh, sehingga
pada dewasa cairan intrasel dua kali cairan ekstrasel. Ginjal berfungsi
mengatur jumlah cairan tubuh, osmolaritas cairan ekstrasel, konsentrasi ion-ion
penting dan keseimbangan asam basa. Fungsi ginjal sempurna setelah anak
mencapai umur satu tahun, sehingga komposisi cairan tubuh harus diperhatikan
pada saat terapi cairan.

a. Cairan Intravaskuler
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter
dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah,
sel darah putih dan platelet.

b. Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam cairan interstitial
Komponen interstitial lebih besar daripada komponen intravaskuler. Relatif
terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru
lahir dibandingkan orang dewasa.

c. Cairan Transeluler
Merupakan cairan yang terkandung di antara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokluar dan sekresi
saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu cairan ini terdiri dari 1-3% dari
berat badan (kurang lebih 15 ml/KgBB), tetapi cairan dalam jumlah banyak
dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.

6
Cairan ini terdapat oleh karena pengangkutan aktif cairan ekstraseluler
melalui epitel dari :
• 7 ml/KgBB pada saluran cerna
• 2 ml/KgBB pada saluran empedu
• 6 ml/KgBB pada saluran getah bening

Cairan transeluler
1-3%

Gambar 2. Distribusi cairan tubuh


1-3 %

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit. Elektrolit merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan
menghantarkan arus listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan
ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama
(diukur dalam miliekuivalen).
o Kation
Kation utama dalam cairan ekstraseluler adalah Natrium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intrasel adalah Kalium (K+). Suatu sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar natrium dan kalium
o Anion
Anion utama dalam cairan ekstraseluler adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat
(HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraseluluer adalah ion fosfat
(PO43-).

7
Kandungan elekrolit haruslah berada dalam kompartemennya masing-
masing dalam jumlah yang tepat agar sel tubuh dapat berfungsi normal, bila
kalium keluar dari sel, maka individu akan lemah dan bila tak diganti mungkin
bisa mati (myocard necrosis atau gagal sirkulasi ) karena otot dan syaraf tak aktif.

Ada dua kation yang penting yaitu natrium dan kalium. Keduanya
mempengaruhi tekanan osmotik cairan ektrasel dan intrasel serta langsung
berhubungan dengan fungsi sel. Untuk menjaga netralitas (elektronetral) didalam
cairan ekstrasel terdapat anion-anion seperti klorida, bikarbonat dan albumin.
Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh, ada pertukaran cairan antara CIS dan
CES. Cairan tubuh kita pada dasarnya terdiri dari air dan zat-zat yang terlarut
didalamnya.. (Tabel 2)

Tabel 2. Jumlah dan jenis kation dan anion dalam tiap kompartemen

Kation :

Natrium (Na+) 144,0 mEq 137,0 mEq 10 mEq

Kalium (K+) 5,0 mEq 4,7 mEq 141 mEq

Kalsium (Ca++) 2,5 mEq 2,4 mEq 0

Magnesium(Mg ++) 1,5 mEq 1,4 mEq 31 mEq

Anion :

Klorida (Cl-) 107,0 mEq 112,7 mEq 4 mEq

Bikarbonat (HCO3-) 27,0 mEq 28,3 mEq 10 mEq

Fosfat (HPO42-) 2,0 mEq 2,0 mEq 11 mEq

Sulfat (SO42-) 0,5 mEq 0,5 mEq 1 mEq

Protein 1,2 mEq 0,2 mEq 4 mEq

a. Natrium
Natrium merupakan kation utama di dalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma :
135-145 mEq/liter. Kadar natrium dalam tubuh 58,5 mEq/kgBB dimana = 70%

8
atau 40,5 Meq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekskresi natrium dalam urine 100-
180 mEq/liter, faeces 35 mEq/liter dan keringat 58 mEq/liter. Kebutuhan setiap
hari 100 mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan intertitial maupun
ke dalam dan ke luar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium
(muntah, diare) sedangkan pemasukan terbatas maka akan terjadi keadaan
dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam
plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila
kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila
volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (90%) di dalam cairan ekstraseluler berperan
penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah
kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah
sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan
protein di dalam sel.
Kadar kalium dalam plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3
mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+
ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat utrine 60-90 mEq/liter, faeces 72
mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.
c. Kalsium
Kalsium dapat berasal dari makanan dan minuman, terutama susu 80-90 %
dikueluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme
klasium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-krlrnjar paratiroid, tiroid, testis,
ovarium dan hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan di dalam gigi dan +
1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk
pertumbuhan: 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
e. Karbonat

9
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil
akhir daripoada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit
sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh
paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa

2.2 Kebutuhan Air dan Elektrolit


Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak
2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan
kehilangan cairan rata-rata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir
600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan
paru-paru.
Asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari karbohidrat, protein
dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap hari
sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-1000 ml
tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml
tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik),
kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang
dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu
100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu di atas 37 derajat
celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis
aktivitas yang dilakukan), paru-paru sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss,
traktus gastrointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L
tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third space loses.
Kehilangan cairan (insensible water) :
Dewasa = 15 cc/kg BB/hari
Anak = (30 – usia (th)) cc/kg BB/hari
Jika ada kenaikan suhu  IWL = 200 (suhu badan sekarang – 36.8C)
Kebutuhan cairan pada dewasa, bayi dan anak :
a. Pada dewasa :
 Air : 30-35 ml/kg
Kenaikan 1 derajat celcius ditambah 10-15%

10
 Na⁺ : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9 g)
 K⁺ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5 g)
b. Pada bayi dan anak
 Air : (Rumus Holliday-segar)
 0-10 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)
 10-20 kg : 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg diatas 10 kg
(1000 ml + 50 ml/kg di atas 10 kg)
 >20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg diatas 20 kg
(1500 ml + 20 ml/kg di atas 20 kg)
 Na⁺ : 2 mEq/kg
 K⁺ : 2 mEq/kg

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keseimbangan cairan, agar


keseimbangan cairan di dalam tubuh tetap terjaga, yaitu:
1. Usia.
Kebutuhan cairan pada bayi akan berbeda dengan orang dewasa karena
perbedaan luas permukaan tubuhnya, kebutuhan metabolisme dan berat
badan. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan
dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
2. Temperatur.
Saat suhu udara dingin, kebutuhan cairan tidak sebanyak saat udara
panas.
3. Diet.
Diet seseorang berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika
intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan
lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan
menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses
keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan terjadi
pergeseran cairan dari interstisial ke interselular.
4. Stres.

11
Stres dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah dan
pemecaahan glikogen otot juga terjadi peningkatan produksi ADH.
Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga
bila terjadi berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah
5. Sakit.
Saat sakit ada sel tubuh yang rusak misalnya pada luka bakar akan
meningkatkan kehilangan air melalui IWL, sehingga untuk
pemulihannya diperlukan nutrisi dan cairan yang cukup.

Hal- hal yang perlu dikaji untuk mengetahui adanya gangguan


keseimbangan cairan tubuh adalah:
1. Tanda-tanda vital tidak normal. Suhu bisa meningkat akibat kehilangan
cairan berlebihan. Intake dan output tidak seimbang
2. Volume dan konsentrasi urine tidak normal
3. Penurunan atau peningkatan berat badan tiba-tiba
4. Turgor kulit buruk
5. Edema
6. Kelemahan otot.

2.3 REGULASI CAIRAN TUBUH :

Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur oleh ginjal,
kulit, paru-paru dan gastrointestinal.

1. Ginjal.
Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam pengaturan
kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini terletak pada fungsi ginjal yakni
sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah, pengatur
keseimbangan asam basa darah, dan pengaturan eksresi bahan buangan atau
kelebihan garam.
Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini diawali oleh
kemampuan bagian ginjal seperti glomerulus sebagai penyaring cairan.

12
Rata-rata setiap satu liter darah mengandung 500 cc plasma yang mengalir
melalui glomerulus, 10 persennya disaring keluar. Cairan yang
tersaring (filtrate glomerulus), kemudian mengalir melalui tubuli renalis
yang sel-selnya menyerap bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang
diproduksi ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan rata-
rata 1 ml/kg/bb/jam.
2. Kulit
Kulit merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang terkait
dengan proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas
yang disarafi oleh vasomotorik dengan kemampuan mengendalikan
arteriola kutan dengan cara vasodilatasi dan vasokontriksi. Banyak darah
yang mengalir melalui pembuluh darah dalam kulit mempengaruhi jumlah
keringat yang dikleluarkan. Proses pelepasan panas kemudian dapat
dilakukan dengan cara penguapan.
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah
pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat ini suhu dapat
diturunkan dengan melepaskan air yang jumlahnya kurang lebih setengah
liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat dapat diperoleh dari aktivitas
otot, suhu lingkungan dan melalui kondisi tubuh yang panas.
Proses pelepasan panas lainnya dilakukan melalui cara pemancaran yaitu
dengan melepaskan panas ke udara sekitarnya. Cara tersebut beupa
cara konduksi dan konveksi, cara konduksi yaitu pengalihan panas ke
benda yang disentuh, sedangkan cara konveksi yaitu mengalirkan udara
yang panas ke permukaan yang lebih dingin.
3. Paru-paru.
Organ paru-paru berperan dalam pengeluaran cairan dengan menghasilkan
insible water loss ± 400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan terkait dengan
respons akibat perubahan frekuensi dan kedalaman pernapasan
(kemampuan bernapas), misalnya orang yang melakukan olah raga berat.
4. Gastrointestinal

13
Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernaan yang berperan dalam
mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam
kondisi normal, cairan yang hilang dalam sistem ini sekitar 100-200 ml/
hari.Selain itu, pengaturan keseimbangan cairan dapat melalui mekanisme
rasa haus dikontrol oleh sistem endokrin (hormonal), yakni anti diuretik
hormon (ADH), aldosteron, prostaglandin, dan glukokortikoid.
a. ADH. Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air
sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon
ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang
mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan
menurunkan cairan ekstrasel.
b. Aldosteron. Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus ginjal
dan berfungsi pada absorbsi natrium. Proses pengeluaran aldosteron ini
diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem
angiotensin renin
c. Prostagladin merupakan asam lemak yang terdapat pada jaringan yang
berfungsi merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi
uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam
lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal.
d. Glukokortikoid Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi
natrium dan air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga
terjadi retensi natrium.

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan


mekanisme tranpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan
energi sedangkan mekanisme tranpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan
osmosis adalah mekanisme tranpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif
berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP. Proses pergerakan
cairan tubuh antar kompartemen dapat berlangsung secara

1. Difusi adalah pergerakan zat terlarut dari konsentrasi tinggi ke larutan


berkonsentrasi rendah melalui membran semipermiabel hingga terjadi

14
keseimbangan. Dinding pembuluh darah yang sifatnya semipermiabel
memungkinkan cairan dan elektrolit bergerak bebas. Membran
semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak
dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.
Kecepatan proses difusi bervariasi bergantung pada faktor ukuran molekul,
konsentrasi cairan, dan temperatur cairan. Zat dengan molekul yang besar
akan bergerak lambat dibanding molekul kecil. Molekul akan lebih mudah
berpindah dari larutan berkonsentrasi tinggi ke larutan berkonsentrasi rendah.
Larutan dengan konsentrasi yang tinggi akan mempercepat pergerakan
molekul, sehingga proses difusi berjalan lebih cepat.(Gambar 3)

Gambar 3. Difusi

2. Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran


semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah
menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadanya sama. Seluruh membran
sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan
tubuh seluruh kompatemen sama.
Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%,
Dekstrosa 5%, Ringer Laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah
disebut hipotonik (akuades), sedangkan yang lebih tinggi disebut
hipertonik.(Gambar 4)

15
Gambar 4. Osmosis

3. Transport aktif merupakan gerak zat yang akan berdifusi dan


berosmosis yang memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran energi
untuk menggerakkan berbagai materi guna menembus membran sel. Proses
ini terjadi secara aktif, oleh karena itu memerlukan energi dalam bentuk ATP
(Adenosin Tri Phosphat). Contoh dari transport aktif adalah penyerapan
kembali fosfat. ATP berguna untuk menjaga konsentrasi ion natrium dan
kalium dalam ruang zat-zat tertentu dalam tubulus ginjal.
Proses ini dapat menerima/memindahkan molekul dari konsentrasi rendah ke
konsentrasi tinggi. Proses ini penting untuk mempertahankan natrium dalam
cairan intra dan ekstrasel. Sebagaicontoh natrium dan kalium, di mana
natrium dipompa keluar sel dan kalium di pompa masuk di dalam sel.

Gambar 5. Transpor aktif

16
2.4 Etiologi Kehilangan Cairan

Secara garis besar dikenal 3 macam kehilangan cairan tubuh, yaitu :

a. Kehilangan cairan sebagai akibat kehilangan air dari badan baik karena
kekurangan pemasukan air atau kehilangan air berlebihan melalui paru,
kulit, ginjal atau saluran cerna. Keadaan ini sering disebut dengan pure
dehydration atau dehydration hypertonic atau water deficit atau water
deficiency atau pure water depletion. Kehilangan cairan tipe ini biasa
terjadi karena :

 Pemasukan air tidak mencukupi (kehabisan air minum dipadang pasir,


disfagia, koma, rangsangan haus yang hilang pada penyakit kerusakan
otak seperti tumor, meningitis, poliomeilitis tipe bulbar).

 Kehilangan cairan karena pengeluaran melalui ginjal berlebihan


(diabetes insipidus).

 Kehilangan cairan karena sebab lain seperti terlalu lama terkena sinar
matahari tanpa minum, hiperventilasi, demam, luka bakar,
gastroenteritis akut)

b. Kehilangan cairan karena kelebihan elektrolit (solute loading


hypertonicity). Kehilangan cairan karena ekstresi urin yang mengandung
banyak elektrolit.

c. Kehilangan cairan karena hiperosmolaritas. Hal ini terjadi jika cairan


ekstraselular karena suatu sebab menjadi hiperosmoler, misalnya karena
hiperosmoler hiperglikemia

Tabel di bawah ini memperlihatkan keadaan lain yang dapat menyebabkan


kebutuhan cairan bertambah dan berkurang (Tabel 3).

17
Tabel 3 keadaan yang mempengaruhi cairan tubuh

Kebutuhan cairan meningkat Kebutuhan cairan menurun

o Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C ) o Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu 1C )
o Hiperventilasi o Kelembaban sangat tinggi
o Suhu lingkungan tinggi o Oligouri atau anuria
o Aktivitas ekstrim o Aktivitas menurun
o Setiap kehilangan abnormal (contoh : o Retensi cairan ( contoh : gagal jantung,
diare, poliuri, dll ) gagal ginjal, dll )

2.5 Gangguan keseimbangan air

Gangguan keseimbangan air dapat berupa hipovolume (dehidrasi) dan


hipervolume (overhidrasi). Dehidrasi merupakan keadaan dimana kurangnya
cairan tubuh dari jumlah normal akibat kehilangan cairan, asupan yang tidak
mencukupi atau kombinasi keduanya. Kekurangan cairan eksternal dapat terjadi
karena penurunan asupan cairan dan kelebihan pengeluaran cairan. Tubuh akan
merespons kekurangan cairan tubuh dengan mengosongkan cairan vaskular,
Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan interstisial, tubuh akan mengalirkan
cairan keluar sel. Pengosongan cairan ini terjadi pada pasien diare dan muntah.

Ada tiga macam kekurangan volume cairan eksternal atau dehidrasi, yaitu:

a. Dehidrasi isotonik, terjadi jika kehilangan sejumlah cairan dan


elektrolitnya yang seimbang.
b. Dehidrasi hipertonik, terjadi jika kehilangan sejumlah air yang lebih
banyak daripada elektrolitnya.
c. Dehidrasi hipotonik, terjadi jika tubuh lebih banyak kehilangan
elektrolitnya daripada air.

Kehilangan cairan ekstrasel yang berlebihan akan menyebabkan volume


ekstrasel berkurang (hipovolume). Pada keadaan ini, tidak terjadi perpindahan
cairan daerah intrasel ke permukaan, sebab osmolaritasnya sama. Jika terjadi
kekurangan cairan ekstrasel dalam waktu yang lama, maka kadar urea, nitrogen,

18
serta kreatinin akan meningkat dan menyebabkan terjadinya perpindahan cairan
intrasel ke pembuluh darah. Kekurangan carran dalam tubuh dapat terjadi secara
lambat atau cepat dan tidak selalu cepat diketahui. Kelebihan asupan pelarut
seperti protein dan klorida/natrium akan menyebabkan ekskresi atau
pengeluaran urine secara berlebihan, serta berkeringat banyak dalam waktu
yang lama dan terus-menerus. Kelainan lain yang menyebabkan kelebihan
pengeluaran urine adalah adanya gangguan pada hipotalamus, kelenjar gondok
dan ginjal, diare, muntah yang terus menerus, terpasang drainage, dan lain-lain.

Macam dehidrasi (kurang volume cairan) berdasarkan derajatnya (Tabel 4) :

Tabel 4 : klasifikasi diare

Klinis Dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi


Ringan (5%) Sedang (5-10%) Berat (> 10%)
Keadaan Umum Baik, Compos Gelisah, rewel Letargik, tak sadar
Mentis ,lesu
Mata cekung, Normal Cekung Sangat cekung
keing
Air mata Ada Kering Kering sekali
Mulut atau lidah Lembab Kering Sangat kering, pecah-
kering pecah
Haus Minum normal Haus Tak bisa minum
Turgor Baik Jelek Sangat jelek
Nadi Normal Cepat Cepat sekali
Tekanan darah Normal Turun Turun sekali
Air kemih Normal Kurang, oliguri Kurang sekali

Pada keadaan dehidrasi diperlukan penambahan cairan replacement yang


disesuaikan dengan derajat dehidrasi yang dialami oleh pasien (tabel 5).

19
Tabel 5. Kebutuhan cairan rehidrasi

Dehidrasi Dewasa Anak


Ringan 3 % dari TBW 5 % dari TBW
Sedang 6 % dari TBW 10 % dari TBW
Berat 10 % dari TBW 15 dari TBW
- TBW = Total Body Water : Bayi = 80 %X BB (dalam gram); Anak = 70 % X BB; Dewasa = 60 %
X BB

Strategi untuk rehidrasi dengan memperhitungkan defisit cairan, cairan rumatan


yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung disesuaikan.
Cara rehidrasi :

1. Nilai status rehidrasi (sesuai dengan tabel 6), banyak cairan yang diberikan
(D) = derajat dehidrasi (%) x TBW.
2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan untuk dewasa : 30-35 ml/kg
atau rumus holliday-segar untuk anak-anak.

Terdapat dua manifestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu


hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada
interstisial). Keadaan hipervolume dapat menyebabkan pitting edema, merupakan
edema yang berada pada darah perifer atau akan mencekung setelah ditekan pada
daerah yang bengkak. Hal ini disebabkan karena perpindahan cairan ke jaringan
melalui titik tekanan.

Kelebihan cairan vaskular dapat meningkatkan hidrostatik cairan dan akan


menekan`cairan ke permukaan interstisial, sehingga menyebabkan edema.
Peningkatan tekanan hidrostatik yang besar dapat menekan sejumlah cairan
hingga ke membran kapiler paru-paru, sehingga menyebabkan edema paru-paru
dan dapat mengakibatkan kematian. Manifestasi edema paru-paru adalah
penumpukan sputum, dispnea, batuk, dan suara ronkhi. Keadaan edema ini

20
disebabkan oleh gagal jantung yang mengakibatkan peningkatan penekanan pada
kapiler darah paru-paru dan perpindahan cairan ke jaringan paru-paru.

2.6. Tujuan terapi cairan

Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian


sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena
(pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan
dari tubuh.

Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan


infus adalah:

1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen


darah)

2. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen


darah)

3. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha)


(kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

4. “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)

5. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)

6. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)

7. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan


tubuh dan komponen darah)

Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain:

1. Pada seseorang dengan penyakit berat. Pemberian obat melalui intravena


langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus
infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan
keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Antibiotika oral

21
(dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien yang dirawat di
RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena,
dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya
perawatan, dan lamanya perawatan.

2. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika


dimasukkan melalui mulut) yang terbatas, atau hanya tersedia dalam
sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan
aminoglikosida yang sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui
jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka
harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.

3. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat
menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti
ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal,
sublingual, subkutan, dan intramuskular.

4. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak, obat masuk ke


pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.

5. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan
melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke vena). Peningkatan
konsentrasi yang cepat dari obat dalam darah dapat tercapai. Misalnya
pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa,
pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk
pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa
banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu
mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.

Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral


Venous Cannulation) :

1. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).

22
2. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam
jumlah terbatas.

3. Pemberian kantong darah dan produk darah.

4. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).

5. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya


pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus
intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan
pemberian obat)

6. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko


dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum
pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur
infus.

Kontraindikasi dan peringatan pada pemasangan infus melalui jalur pembuluh


darah vena

1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan


infus.

2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada
tindakan hemodialisis (cuci darah).

3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang


aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus:

1. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat


pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat
penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan”
berulang pada pembuluh darah.

23
2. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan
pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh
darah.

3. Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi


akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.

4. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi


akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh
darah.

2.7 Jenis-jenis cairan infus

Jenis-jenis cairan infus:

1. Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum


(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut
dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik”
dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya
mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami”
dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik,
juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial
(dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan
Dekstrosa 2,5%.

2. Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati


serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam
pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi
(kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada

24
penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan
Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl
0,9%).

3. Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum,


sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan
produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%,
produk darah (darah), dan albumin.

Pemberian cairan juga di bagi berdasarkan fungsinya.

a. Cairan pemeliharaan (maintenance therapy) / rumatan

Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan


nutrisi. Diberikan dengan kecepatan 80 ml/jam. Untuk anak gunakan rumus
4:2:1, yaitu :

 4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama

 2 ml/kg/jam untuk 10 kg kedua

 1 ml/kg/jam tambahan untuk sisa berat badan

Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan


kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja.
Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN,
dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan
yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa
elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga
dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.

Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan


karena seperti sudah dijelaskan kadar yang berlebihan atau kekurangan dapat

25
menimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional
RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus
KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.

Pada tindakan pembedahan akan menyebabkan perpindahan cairan ke


ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya
tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :

 6-8 ml/kg untuk bedah besar

 4-6 ml/kg untuk bedah sedang

 2-4 ml/kg untuk bedah kecil

b. Cairan pengganti (replacement therapy)

Ditujukan untuk mengganti kehilangan air tubuh akibat sekuestrasi atau


proses patologi lain seperti fistula, efusi pleura, asites, drainase lambung.
Sebagai cairan pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan yang bersifat
isotonik seperti, RL, NS, D5RL, D5%+NS.

Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya ada tiga jenis,


yaitu :

1. Kristaloid.

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES=CEF).


Keuntungan cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di
setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan
alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dapat disimpan lama.

Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan
koloid)ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk
mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid diruang
intravaskuler sekitar 20-30 menit.

26
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan koloid maka kristaloid
sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitial.

Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yangpaling banyak


digunakan untuk resusitasi cairan walaupun agak hipotonis dengan susunan
yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam
cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat.
Cairan krsitaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9 %, tetapi
bila diberikan berlebihan dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik
(delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat
plasama akibat peningkatan klorida. (Tabel 6 )

Tabel 6 .Komposisi cairan kristaloid

2. Koloid

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma
subtitute atau plasam expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hemoragik
atau pada penderita hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang
banyak (misal luka bakar).

27
Tabel 7. Keuntungan dan kerugian cairan koloid dan kristaloid

a. Ringer laktat (RL)

Ringer laktat adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan
ekstraseluler (cairan diluar sel). Larutan RL bisa di gunakan untuk menormalisasi
tekanan darah pada pasien combustio, 18 sampai 24 jam setelah terjadi cedera
luka bakar. Larutan RL juga termasuk salah satu cairan kristaloid yang bisa
digunakan untuk terapi sindroma syok, kombustio, serta hipovolemia dengan
asidosis metabolik.

Cairan RL berisi Natrium Laktat, C3H5NaO3, Natrium klorida, NaCL,


Kalium klorida, KCl, CaCI2.2H2O, serta air untuk injeksi. Tempat metabolisme
cairan RL terutama pada hati serta sebagian kecil pada ginjal. Kelebihan dalam
memberikan cairan ini dapat mengalami edema pada seluruh badan pasien
sehingga pemakaian larutan RL yang berlebih itu perlu di cegah.

b. NaCL.

Larutan NaCL Juga termasuk cairan kristaloid. Dianjurkan pada


penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, alkalosis metabolik

28
atau hipokhloremia. Keuntungan menggunakan cairan ini adalah harga lebih
murah, mudah di dapat, sedikit efek samping, tidak menyebabkan reaksi alergi,
serta mudah di pakai.

Cairan NaCL berisi sodium chloride beserta air untuk injeksi. Pada kasus
Gadar, biasanya cairan ini di gunakan untuk membantu proses penanganan serta
perawatan pada luka.

Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy) terutama pada


kasus:

 Kadar Na+ yang rendah

 Keadaan di mana RL tidak cocok untuk digunakan seperti pada alkalosis,


retensi kalium

 Cairan pilihan untuk kasus trauma kepala

 Dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi

Tetapi ia memiliki beberapa kekurangan yaitu:

 Tidak mengandung HCO3-


 Tidak mengandung K+
 Kadar Na+ dan Cl- relatif lebih tinggi sehingga dapat terjadi asidosis
hiperkloremia, asidosis delusional dan hipernatremia.

c. Dektrose.

Larutan dextrose juga bisa di gunakan sementara untuk mengganti


kehilangan cairan dengan cara melarutkan NaCl 0,45 % dalam larutan dextrose 5
%. Larutan Dektrose juga dapat diberikan untuk penanganan awal pada pasien
hipoglikemia (gula darah rendah).

Larutan dextrose berisi glukosa, C6H12O6, H2O, serta air untuk injeksi.
Jadi secara sederhana bisa kita simpulkan, tujuan dari pemberian terapi cairan di

29
bagi atas manajemen untuk mengganti kebutuhan harian, juga untuk mengganti
kehilangan cairan akut.

Digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien dengan pembatasan


intake natrium atau cairan pengganti pada pure water deficit. Penggunaan
perioperatif untuk:

- Berlangsungnya metabolisme

- Menyediakan kebutuhan air

- Mencegah hipoglikemia

- Mempertahankan protein yang ada, dibutuhkan minimal 100g karbohidrat


untuk mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh

- Menurunkan level asam lemak bebas dan keton

- Mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200g karbohidrat

Cairan infus mengandung dextrose, khususnya dextrose 5% tidak boleh


diberikan pada pasien trauma kapitis (neuro trauma). Dextrose dan air dapat
berpindah secara bebas ke dalam sel otak. Sekali berada dalam sel otak, dextrose
akan dimetabolisme dengan sisa air yang menyebabkan edema otak.

d. Asering

Indikasi: Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi:


gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok
hemoragik, dehidrasi berat, trauma.

Komposisi: Setiap liter asering mengandung: Na 130 mEq, K 4 mEq, Cl 109


mEq, Ca 3 mEq, Asetat (garam) 28 mEq

Keunggulan:

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang
mengalami gangguan hati

30
2. Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih
baik dibanding RL pada neonatus

3. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada
anestesi dengan isofluran

Asering empunyai efek vasodilator, pada kasus stroke akut, penambahan


MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas
larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral

e. KA-EN 1B

Indikasi:

1. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal
pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
2. < 24 jam pasca operasi
3. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan
sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
4. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100
ml/jam

f. KA-EN 3A & KA-EN 3B

Indikasi:

1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan


elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi
harian, pada keadaan asupan oral terbatas

2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)

3. Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A

4. Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B

g. KA-EN MG3

31
Indikasi :

1. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan


elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi
harian, pada keadaan asupan oral terbatas

2. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)

3. Mensuplai kalium 20 mEq/L

4. Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L

h. KA-EN 4A

Indikasi :

1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak

2. Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan


berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal

3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik

Komposisi (per 1000 ml): Na 30 mEq/L , K 0 mEq/L, Cl 20 mEq/L,


Laktat 10 mEq/L, Glukosa 40 gr/L

i. KA-EN 4B

Indikasi:

1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun

2. Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko


hipokalemia

3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik

Komposisi: Na 30 mEq/L, K 8 mEq/L, Cl 28 mEq/L, Laktat 10 mEq/L,


Glukosa 37,5 gr/L.

32
I. MARTOS-10

Indikasi:

1. Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik

2. Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor,


infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein

3. Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam

4. Mengandung 400 kcal/L

J. AMIPAREN

Indikasi:

1. Stres metabolik berat

2. Luka bakar

3. Infeksi berat

4. Kwasiokor

5. Pasca operasi

6. Total Parenteral Nutrition

7. Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit

K. AMINOVEL-600

Indikasi:

1. Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI

2. Penderita GI yang dipuasakan

3. Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca
operasi)

33
4. Stres metabolik sedang

5. Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)

L. PAN-AMIN G

Indikasi:

1. Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan

2. Nitrisi dini pasca operasi

3. Tifoid

2.8 Cara Menghitung Tetesan Cairan Infus

Rumus dasar menghitung jumlah tetesan cairan dalam satuan menit dan jam :

Rumus dasar dalam satuan menit :

Rumus dasar dalam satuan jam :

Infus set macro drip memiliki banyak jenis berdasarkan faktor tetesnya. Infus set
yang paling sering digunakan di instalasi kesehatan Indonesia hanya 2 jenis saja.
Berdasarkan merek dan faktor tetesnya :

Merek Otsuka  faktor tetes = 15 tetes/ml

Merek Terumo  faktor tetes = 20 tetes/ml

34
Infus Blood set untuk tranfusi memiliki faktor tetes yang sama dengan
merek otsuka yaitu 15 tetes/menit. Infus set macro drip dengan faktor tetes 10
tetes/menit jarang ditemui di Indonesia. Biasanya hanya terdapat di rumah sakit
rujukan pusat, rumah sakit pendidikan,atau rumah sakit internasional.

Penurunan rumus dewasa

Berikut ini adalah rumus cepat hasil penurunan dari rumus dasar (dalam satuan
jam), untuk pasien dewasa :

o) Merek Otsuka

o) Merek Terumo

Contoh soal 1:

Seorang pasien dengan berat 65 kg datang ke klinik dan membutuhkan 2.400 ml


cairan RL. Berapa tetes infus yang dibutuhkan jika kebutuhan cairan pasien mesti
dicapai dalam waktu 12 jam ? Di klinik tersedia infus set merek Otsuka.

Diketahui : jumlah cairan = 2400 ml (cc)

35
Waktu = 12 jam

Faktor tetes Otsuka = 15 tetes/ml

Jawab:

Jadi, pasien tersebut membutuhkan 50 tetes infus untuk menghabiskan cairan


2400 ml dalam waktu 12 jam dengan menggunakan infus set Otsuka.

Contoh soal 2.

Seorang pasien datang ke RSUD dan membutuhkan 500 ml cairan RL. Berapa
tetes infus yang dibutuhkan jika kebutuhan cairan pasien mesti dicapai dalam
waktu 100 menit? Di rsud tersedia infus set merek Terumo.

Diketahui:

Cairan = 500 ml(cc)

Waktu =100 menit

Faktor tetes Terumo = 20 tetes / ml

Jawab:

36
Jadi, pasien tersebut membutuhkan 100 tetes infus untuk menghabiskan cairan
500 ml dalam waktu 100 menit dengan menggunakan infus set Terumo.

Anak (micro drip).

Lain halnya dengan dewasa, anak dengan berat badan di bawah 7 kg


membutuhkan infus set dengan faktor tetes yang berbeda

Faktor tetes micro drip= 60 tetes/ml

Penurunan rumus anak. Berikut ini adalah rumus cepat hasil penurunan dari
rumus dasar (dalam satuan jam) untuk pasien anak :

Contoh soal anak

Seorang ibu datang membawa bayinya yang sakit ke IGD dengan keluhan diare
lebih dari 5 kali. Anak bayi tersebut membutuhkan cairan RL sebanyak 100 ml.
Berapa tetes infus yang dibutuhkan jika kebutuhan cairan pasien mesti dicapai
dalam waktu 1 jam?

37
Jadi, pasien tersebut membutuhkan 100 tetes infus untuk menghabiskan cairan
100 ml dalam waktu 1 jam dengan menggunakan infus set micro drip.

Biasanya bila terjadi demam perlu penambahan 12,5% dari maintainance setiap
kenaikan satu derajat C, diatas suhu tubuh normal. Dan bila terjadi dehidrasi pada
pasien, harus diperhitungkan kebutuhan cairan rehidrasinya berdasarkan tingkat
dehidrasinya.

Contoh :

Bayi 6 bulan, BB 7 kg, dehidrasi berat, t= 38 derajat celcius.berapakah kebutuhan


cairan yang diperlukan?

Jawab :

Maintenance :7X100cc= 700 cc/hari

Koreksi (dehidrasi berat) : 15 % dari TBW

15 % X ( 80%X 7000gram) = 840 cc

Rencana pemberian cairan dalam 6 jam : (700 cc : 24 jam) X 6 jam = 175 cc .

175 cc + 840 cc = 1015 cc / 6 jam

Kenaikan t = 1 derajat :12,5 % X 1015 cc = 126, 875 cc

Jadi total kebutuhan dehidrasi untuk pasien tersebut adalah :

1015 + 126 = 1141 cc/ 6 jam

38
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter


penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel.
b. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan
keseimbangan garan dan mengontrol osmolaritas ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan
keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine
sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal
dari air dan garam tersebut.
c. Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah
paru-paru dengan mengeksresikan ion hidrogen dan CO2 dan sistem buffer
kimia dalam cairan tubuh.
d. Menghitung tetesan infus adalah Pemberian cairan intravena yaitu
memasukkan cairan atau obat langsung kedalam pembuluh darah vena
dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set. Tindakan
ini dilakukan pada klien dengan dehidrasi, sebelum transfusi darah, pra
dan pasca bedah sesuai pengobatan, serta klien yang tidak bisa makan dan
minum melaui mulut.
e. Cara Menghitung tetesan Cairan Infus

Rumus untuk mengetahui beberapa tetes per menit


N = ( Jumlah cairan yang diperlukan x Faktor tetesan)
Waktu dalam menit
N = Jumlah tetesan dalam menit
Rumus untuk mengetahui beberapa ml per jam
ml / jam = ( tetes x 60 )
factor tetes
Rumus untuk mencari beberapa ml / 24 jam

39
ml / 24 jam = ( tetes x 24 x 60 )
factor tetes

FaktorTetesan
Blood set 1cc : 15 tts/mnt
Makro/Dewasa
 faktortetes Otsuka — 1cc = 15 tetes
 faktortetes Terumo — 1 cc = 20 tetes
Mikro/Pediatric set 1cc : 60 tts/mnt

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Pandey, CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh.
2003;47(5):380-387
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Parktis Anestesiologi, Edisi
Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta 2001.
3. Leksana E. Terapi Cairan dan Darah. SMF/Bagian Anestesi dan Terapi
Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. 2000 Mei.
4. Sherwood, Lauralee. (2004). Human Physiology: From cells to system. 5th
ed. California: Brooks/Cole-Thomson Learning, Inc.
5. Silverthorn, D.U. (2004). Human Physiology: An Integrated approach. 3th ed.
San Fransisco: Pearson Education.
6. Irawan, Anwari. (2005). Cairan Tubuh, Elektrolit, dan Mineral. Jakarta:
PSSP-LAB
7. Sloane, Ethel. 1995. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC

41

Anda mungkin juga menyukai