PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan, yang berfungsi menjadi pengangkut
zat makanan ke seluruh sel tubuh dan mengeluarkan bahan sisa dari hasil metabolisme sel
dari usia, jenis kelamin, dan banyak atau sedikitnya lemak tubuh. Pada bayi prematur
jumlahnya sebesar 80% dari berat badan, bayi normal sebesar 70-75% dari berat badan,
sebelum pubertas 65-70% dari berat badan, orang dewasa normal sekitar 50-60% dari berat
badan. Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah dari pada kandungan air di dalam sel
otot, sehingga cairan total pada orang gemuk lebih rendah dari pada mereka yang tidak
gemuk.
Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan ekstrasel dan
intra sel. Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solute berupa kation dan anion
(elektrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel.
masuk dan keluar dari tubuh, ketidakseimbangan antara cairan intra dan ekstrasel serta
cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi
Terapi cairan terutama dibutuhkan jika tubuh tidak mendapatkan masukan air,
elektrolit dan zat-zat makanan lain secara oral, misalnya pada keadaan pasien yang harus
puasa lama karena persiapan pembedahan, atau keadaan lain seperti perdarahan banyak, syok
hipovolemik, anoreksia berat, diare berat, mual muntah tak berkesudahan dan lain-lain. Pada
1
saat melakukan terapi cairan, perlu diperhatikan pula jenis cairan yang digunakan untuk
penggantinya. Cairan tersebut dapat berupa kristaloid atau koloid yang masing-masing
mempunyai keuntungan tersendiri yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien. Dalam
keadaan tertentu adanya terapi cairan dapat pula digunakan sebagai tambahan untuk
memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau dapat juga untuk menjaga keseimbangan
asam basa.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara ataupun mengganti cairan tubuh
dengan pemberian cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara
intravena untuk mengatasi berbagai masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
meliputi mengantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi atau syok.
Terapi cairan perioperative meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada masa pra-
bedah, selama pembedahan, dan pasca bedah. Dalam pembedahan dengan anestesia yang
memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan, maka terapi cairan berfungsi untuk
mengganti cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin
saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke
rongga ketiga.
Air merupakan komponen utama dalam tubuh yakni sekitar 60% dari berat badan pada laki-
- TBW pada orang dewasa berkisar antara 45-75% dari berat badan. Kisaran ini
tergantung pada tiap individu yang memiliki jumlah jaringan adipose yang berbeda,
yang mana jaringan ini hanya mengandung sedikit air. TBW pada wanita lebih kecil
3
dibanding dengan laki-laki dewasa pada umur yang sama, karena struktur tubuh
- TBW pada neonatus lebih tinggi yaitu sekitar 70-80% berat badan
- Untuk beberapa alasan, obesitas serta peningkatan usia akan menurunjkan jumlah
TBW dibagi dalam 2 komponen utama yaitu cairan intraseluler (CIS) dan cairan ekstra
Cairan intra seluler merupakan 40% dari TBW. Pada seorang laki- laki dewasa dengan berat
70 kg berjumlah sekitar 27 liter. Sekitar 2 liter berada dalam sel darah merah yang berada di
dalam intravaskuler. Komposisi CIS dan kandungan airnya bervariasi menurut fungsi
jaringan yang ada. Misalnya, jaringan lemak memiliki jumlah air yang lebih sedikit dibanding
Komposisi dari CIS bervariasi menurut fungsi suatu sel. Namun terdapat perbedaan
umum antara CIS dan cairan interstitial. CIS mempunyai kadar Na+, Cl- dan HCO3- yang
lebih rendah dibanding CES dan mengandung lebih banyak ion K+ dan fosfat serta protein
4
Komposisi CIS ini dipertahankan oleh membran plasma sel dalam keadaan stabil
namun tetap ada pertukaran. Transpor membran terjadi melalui mekanisme pasif seperti
osmosis dan difusi, yang mana tidak membutuhkan energi sebagaimana transport aktif.
Sekitar sepertiga dari TBW merupakan cairan ekstraseluler (CES), yaitu seluruh cairan di luar
sel. Dua kompartemen terbesar dari mairan ekstrasluler adalah cairan interstisiel, yang
merupakan tiga perempat cairan ekstraseluler, dan plasma, yaitu seperempat cairan
ekstraseluler. Plasma adalah bagian darah nonselular dan terus menerus berhubungan dengan
cairan interstisiel melalui celah-celah membran kapiler. Celah ini bersifat sangat permeabel
terhadap hampir semua zat terlarut dalam cairan ekstraseluler, kecuali protein. Karenanya,
cairan ekstraseluler terus bercampur, sehingga plasma dan interstisiel mempunyai komposisi
yang sama kecuali untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi pada plasma.
Cairan transeluler merupakan cairan yang disekresikan dalam tubuh terpisah dari
plasma oleh lapisan epithelial serta peranannya tidak terlalu berarti dalam keseimbangan
cairan tubuh, akan tetapi pada beberapa keadaan dimana terjadi pengeluaran jumlah cairan
transeluler secara berlebihan maka akan tetap mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh. Cairan yang termasuk cairan transseluler yaitu :Cairan serebrospinal, cairan
dalam kelenjar limfe, cairan intra okular, cairan gastrointestinal dan empedu, cairan pleura,
5
Komponen cairan ekstraseluler terbagi menjadi seperti pada tabel berikut:
Berikut ini merupakan bagan perpindahan cairan Interstisiel dan plasma menurut hukum
Starling:
Secara garis besar, komposisi cairan tubuh yang utama dalam plasma, interstitial dan
intraseluler ditunjukkan pada tabel berikut:(4)
6
II.4. Kebutuhan Air dan Elektrolit
Orang dewasa:(2)
Yang menyebabkan adanya suatu peningkatan terhadap kebutuhan cairan harian diantaranya :
- Hiperventilasi
Yang menyebabkan adanya penurunan terhadap kebutuhan cairan harian diantaranya yaitu :
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme
transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energy sedangkan
mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme
transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang
memerlukan ATP.
8
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
a. Osmosis
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan
berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler
permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen
sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan
osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat).
Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan
b. Difusi
hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori
tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion
natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium
dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah
9
D. Asupan dan ekskresi cairan dan elektrolit fisiologis
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres
akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-
per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata rata
250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak
1. Perubahan volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling
umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah,
penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan
cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan
luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan
pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat
10
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium
(>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%),
Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan
konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama
natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar
natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar
Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang hilang, maka dehidrasi dapat
dibagi atas :
24 jam pertama. Berikan separuhnya dalam 8 jam pertama dan selebihnya dalam 16 jam
berikutnya. 9
b. Kelebihan volume
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun
pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder
akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10
Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl
2. Perubahan konsentrasi
a.Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat
12
dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan
mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L
maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia
(SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third
space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan
restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan secara perlahan lahan,
sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang
b.Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika kadar natrium >
160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah.
Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes
insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi
keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x
BB x 0,6}: 140.12
13
c.Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan
ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda
dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen
intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis,
hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan
K = K1 K0 x 0,25 x BB
d.Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang
gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem
intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10
14
15
3. Perubahan komposisi
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan
ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang
tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari
insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan.
Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal,
dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang
dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai
hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah
yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan
bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus
kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah
peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok,
16
bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah
bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien
potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada
pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan postoperatif.
A.Faktor-faktorpreoperatif
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres akibat
operasi.
2.Prosedur diagnostik
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis
osmotik.
17
3.Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit
4.Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari
traktus gastrointestinal.
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar
300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya Harus dikoreksi sebelum operasi untuk
B. Faktor-faktor intraoperatif
1. Induksi anestesi
18
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang
C. Faktor-faktor postoperatif
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-
batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)
secara intravena. Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh
atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya
pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian
infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg
19
selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
-Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang
dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2
cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit)
dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat
atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga
mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringers dextrose,
dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%.
Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena seperti
sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang
berbahaya. Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai
kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke
luar tubuh.
- Mengganti kehilangan air dan elektrolit yang normal melaui urine, IWL, dan feses
Pada penggantian cairan, maka jenis cairan yang digunakan didasarkan pada :
21
o Pengganti darah yang hilang
o Pengganti cairan yang hilang melalui fistel, maag slang dan drainase
Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang dapat dilakukan penghitungan untuk menghitung
Refraktometer
Dari Hct
Defisit plasma (ml) = vol.darah normal (vol.darah normal x nilai Hct awal )
Hct terukur
Sementara kehilangan darah dapat diperkirakan besarnya melalui beberapa kriteria klinis
22
Jenis-jenis cairan yang digunakan
a) Cairan hipotonik
Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan
sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi,
misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien
23
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang
membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada
b) Cairan Isotonik
cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada
pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus
menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit
gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan
c) Cairan hipertonik
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%
dan albumin.
24
Penggolongan jenis cairan berdasarkan kelompoknya :
a) Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler. Cairan kristaloid bila diberikan
dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian
cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk
resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di
hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%,
klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan
kristaloid akan masuk ruang interstitial sehingga timbul edema perifer dan paru serta
berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang
mendapat infus 1 liter NaCl 0,9. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat
b) Cairan Koloid
25
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute atau
plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan
Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada
kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar). Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2
Koloid alami
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh
virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%)
Koloid sintetis
1. Dextran
Dextran 40 dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 dengan berat molekul 60.000-
70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media
sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan
dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro
Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet
aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match,
waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan
26
reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih
dahulu.
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata 71.000,
osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada
orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam
waktu 8 hari. Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch,
mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan
berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar
dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000
27
Dapat menurunkan tekanan
intrakranial
Kerugian Mengencerkan tekanan osmotik Mahal
koloid
Menginduksi koagulopati (dextran
Menginduksi edema perifer & helastarch)
Insidensi terjadinya edema Jika terdapat kerusakan kapiler,
pulmonal lebih tinggi dapat berpotensi terjadi perpindahan
cairan ke interstitial
Membutuhkan volume yg lebih
besar Mengencerkan faktor pembekuan
dan trombosit
Efeknya sementara
Berpotensi menghambat tubulus
renalis dan sel retikuloendotelial di
hepar
Kemungkinan adanya reaksi
anafilaksis (dextran)
Tabel 7 : keuntungan dan kerugian koloid dan kristaloid
28
II.10. Terapi Cairan pada pembedahan
Terapi Cairan Preoperatif
Defisit cairan dan elektrolit pra bedah dapat timbul akibat dipuasakannya penderita
terutama pada penderita bedah elektif (sekitar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang
water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan
pra bedah ini harus segera diganti dengan rumus cairan rumatan sebelum dilakukan
pembedahan.
ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan
penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur
29
a. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata
(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
ml/kgBB/jam.
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam.
Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian
karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan
dapat menekan pemecahan protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan
melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan
bila perlu larutan garamisotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat
1. Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 12% setiap kenaikan 1C suhu
tubuh.
30
3. Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan
Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut. Monitoring
organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis,
tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
Pada umumnya baik, terutama jika pendapat penanganan cepat dan adekuat. Kematian terjadi
jika mempunyai penyakit dasar yang berat dan penanganan yang tidak adekuat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara ataupun mengganti cairan tubuh dengan
pemberian cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena
untuk mengatasi berbagai masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, meliputi
mengantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi atau syok.
31
Terapi cairan perioperative meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada masa pra-
bedah, selama pembedahan, dan pasca bedah. Dalam pembedahan dengan anestesia yang
memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan, maka terapi cairan berfungsi untuk
mengganti cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin
saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke
rongga ketiga
Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh
didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel,
ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-
Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau mengembalikan volume dan
komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai
usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk
32
DAFTAR PUSTAKA
Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan. In:
Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed 15, jilid 2.
Jakarta: EGC; 258-266
Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi Klinik
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.
Sudoyo W. A., Setiyohadi.B., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.5. Jilid 1.
Internal Publishing: Jakarta
33
Guyton AC dan Hell JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.11. Jakarta : EGC.
Sherwood L .2009. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi ke 6. Jakarta:EGC
Dobson, Michel B. 2012. Penuntun praktis Anestesi. Prinsip terapi cairan dan elektrolit.
Jakarta : EGC.
Kaswiyan U. 2010. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.Fakultas
Kedokteran Universitas padjajaran.
Mulyono, I. 2009. Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in
Traumatic Patients, Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM, Jakarta.
Guyton, A. Kompartemen Cairan Tubuh: Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler. Dalam: Buku
ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta: EGC; 1997. hal 375-7.
Graber, MA. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolik. Edisi 2. Jakarta: Farmedia. 2003.
Stoelting, Robert K, and Ronald D. miller. Basics of Anesthesia. Fifth edition. California :
Churchill Livingstone. 2007.
Evers, AS, and Mervyn Maze. Anesthetic Pharmacology: Physiologic Principles and
Clinical Practice. United Kingdom : Churchill Livingstone. 2004.
Morgan, GE, et al. Clinical Aneshesiology : Fluid Management and Transfusion. Third
Edition. New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2002.
Lyon Lee. Resuscitation Fluids, Disorder of Fluid and Electrolyte Balance. Oklahoma
State University Center for Veterinary Health. 2006. Tersedia dari ;
http://member.tripod.com/-lyser/ivfs.htm
Anonim. Resusitasi Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Pegangan Pelatihan Bantuan hidup
Dasar dan Bantuan Hidup Lanjut bagi Dokter Umum se-Propinsi Sulawesi Selatan.
Makassar: Ikatan Dokter Spesialis Anestesiologi Indonesia Cabang Sulawesi Selatan; 2000.
hal 62-72.
34
Anonim. Kebutuhan Harian Air dan Elektrolit, gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit,
dan Terapi Cairan. Dalam: Pedoman Cairan Infus edisi revisi VIII. Jakarta: PT. Otsuka
Indonesia; 2003. hal. 16-33.
35