Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar belakang

Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan, yang berfungsi menjadi pengangkut

zat makanan ke seluruh sel tubuh dan mengeluarkan bahan sisa dari hasil metabolisme sel

untuk menunjang berlangsungnya kehidupan. Jumlah cairan tubuh berbeda-beda tergantung

dari usia, jenis kelamin, dan banyak atau sedikitnya lemak tubuh. Pada bayi prematur

jumlahnya sebesar 80% dari berat badan, bayi normal sebesar 70-75% dari berat badan,

sebelum pubertas 65-70% dari berat badan, orang dewasa normal sekitar 50-60% dari berat

badan. Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah dari pada kandungan air di dalam sel

otot, sehingga cairan total pada orang gemuk lebih rendah dari pada mereka yang tidak

gemuk.

Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan ekstrasel dan

intra sel. Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solute berupa kation dan anion

(elektrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel.

Gangguan keseimbangan cairan adalah adanya ketidakseimbangan antara air yang

masuk dan keluar dari tubuh, ketidakseimbangan antara cairan intra dan ekstrasel serta

ketidakseimbangan antara cairan interstisium dan intravaskular.Gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi

dari faktor-faktor preoperatif, perioperative dan postoperatif..

Terapi cairan terutama dibutuhkan jika tubuh tidak mendapatkan masukan air,

elektrolit dan zat-zat makanan lain secara oral, misalnya pada keadaan pasien yang harus

puasa lama karena persiapan pembedahan, atau keadaan lain seperti perdarahan banyak, syok

hipovolemik, anoreksia berat, diare berat, mual muntah tak berkesudahan dan lain-lain. Pada
1
saat melakukan terapi cairan, perlu diperhatikan pula jenis cairan yang digunakan untuk

penggantinya. Cairan tersebut dapat berupa kristaloid atau koloid yang masing-masing

mempunyai keuntungan tersendiri yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien. Dalam

keadaan tertentu adanya terapi cairan dapat pula digunakan sebagai tambahan untuk

memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau dapat juga untuk menjaga keseimbangan

asam basa.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara ataupun mengganti cairan tubuh

dengan pemberian cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara

intravena untuk mengatasi berbagai masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,

meliputi mengantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi atau syok.

Terapi cairan perioperative meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada masa pra-

bedah, selama pembedahan, dan pasca bedah. Dalam pembedahan dengan anestesia yang

memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan, maka terapi cairan berfungsi untuk

mengganti cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin

saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke

rongga ketiga.

II.2. Anatomi Cairan Tubuh

Total Body Water ( TBW )

Air merupakan komponen utama dalam tubuh yakni sekitar 60% dari berat badan pada laki-

laki dewasa. Persentase tersebut bervariasi bergantung beberapa faktor diantaranya:

- TBW pada orang dewasa berkisar antara 45-75% dari berat badan. Kisaran ini

tergantung pada tiap individu yang memiliki jumlah jaringan adipose yang berbeda,

yang mana jaringan ini hanya mengandung sedikit air. TBW pada wanita lebih kecil

3
dibanding dengan laki-laki dewasa pada umur yang sama, karena struktur tubuh

wanita dewasa yang umumnya lebih banyak mengandung jaringan lemak.

- TBW pada neonatus lebih tinggi yaitu sekitar 70-80% berat badan

- Untuk beberapa alasan, obesitas serta peningkatan usia akan menurunjkan jumlah

kandungan total air tubuh

TBW dibagi dalam 2 komponen utama yaitu cairan intraseluler (CIS) dan cairan ekstra

seluler (CES) seperti terlihat pada gambar

Cairan intra seluler merupakan 40% dari TBW. Pada seorang laki- laki dewasa dengan berat

70 kg berjumlah sekitar 27 liter. Sekitar 2 liter berada dalam sel darah merah yang berada di

dalam intravaskuler. Komposisi CIS dan kandungan airnya bervariasi menurut fungsi

jaringan yang ada. Misalnya, jaringan lemak memiliki jumlah air yang lebih sedikit dibanding

jaringan tubuh lainnya.

Komposisi dari CIS bervariasi menurut fungsi suatu sel. Namun terdapat perbedaan

umum antara CIS dan cairan interstitial. CIS mempunyai kadar Na+, Cl- dan HCO3- yang

lebih rendah dibanding CES dan mengandung lebih banyak ion K+ dan fosfat serta protein

yang merupakan komponen utama intra seluler.

4
Komposisi CIS ini dipertahankan oleh membran plasma sel dalam keadaan stabil

namun tetap ada pertukaran. Transpor membran terjadi melalui mekanisme pasif seperti

osmosis dan difusi, yang mana tidak membutuhkan energi sebagaimana transport aktif.

Sekitar sepertiga dari TBW merupakan cairan ekstraseluler (CES), yaitu seluruh cairan di luar

sel. Dua kompartemen terbesar dari mairan ekstrasluler adalah cairan interstisiel, yang

merupakan tiga perempat cairan ekstraseluler, dan plasma, yaitu seperempat cairan

ekstraseluler. Plasma adalah bagian darah nonselular dan terus menerus berhubungan dengan

cairan interstisiel melalui celah-celah membran kapiler. Celah ini bersifat sangat permeabel

terhadap hampir semua zat terlarut dalam cairan ekstraseluler, kecuali protein. Karenanya,

cairan ekstraseluler terus bercampur, sehingga plasma dan interstisiel mempunyai komposisi

yang sama kecuali untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi pada plasma.

Cairan transeluler merupakan cairan yang disekresikan dalam tubuh terpisah dari

plasma oleh lapisan epithelial serta peranannya tidak terlalu berarti dalam keseimbangan

cairan tubuh, akan tetapi pada beberapa keadaan dimana terjadi pengeluaran jumlah cairan

transeluler secara berlebihan maka akan tetap mempengaruhi keseimbangan cairan dan

elektrolit tubuh. Cairan yang termasuk cairan transseluler yaitu :Cairan serebrospinal, cairan

dalam kelenjar limfe, cairan intra okular, cairan gastrointestinal dan empedu, cairan pleura,

peritoneal, dan perikardial.

5
Komponen cairan ekstraseluler terbagi menjadi seperti pada tabel berikut:

Berikut ini merupakan bagan perpindahan cairan Interstisiel dan plasma menurut hukum
Starling:

II.3. Komposisi Cairan Tubuh

Secara garis besar, komposisi cairan tubuh yang utama dalam plasma, interstitial dan
intraseluler ditunjukkan pada tabel berikut:(4)

6
II.4. Kebutuhan Air dan Elektrolit

Bayi dan anak:(7)

Pada bayi dan anak sesuai dengan perhitungan di bawah ini :

Berat badan Kebutuhan air perhari

Sampai 10 kg 100 ml/kgBB

11-20 kg 1000 ml + 50 ml/kgBB

( untuk tiap kg diatas 10 kg)

>20 kg 1500 ml + 20 ml/kgBB

( untuk tiap kg diatas 20 kg)

Kebutuhan kalium 2,5 mEq/kgBB/hari


Kebutuhan natrium 2-4 mEq/kgBB/hari

Orang dewasa:(2)

Pada orang dewasa kebutuhannya yaitu :

- Kebutuhan air sebanyak 30 -50 ml/kgBB/hari


7
- Kebutuhan kalium 1-2 mEq/kgBB/hari

- Kebutuhan natrium 2-3 mEq/kgBB/hari

II.5. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan

Yang menyebabkan adanya suatu peningkatan terhadap kebutuhan cairan harian diantaranya :

- Demam ( kebutuhan meningkat 12% setiap 10 C, jika suhu > 370 C )

- Hiperventilasi

- Suhu lingkungan yang tinggi

- Aktivitas yang ekstrim / berlebihan

- Setiap kehilangan yang abnormal seperti diare atau poliuria

Yang menyebabkan adanya penurunan terhadap kebutuhan cairan harian diantaranya yaitu :

- Hipotermi ( kebutuhannya menurun 12% setiap 10 C, jika suhu <370 C )

- Kelembaban lingkungan yang sangat tinggi

- Oliguria atau anuria

- Hampir tidak ada aktivitas

- Retensi cairan misal gagal jantung

II.6. Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme

transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energy sedangkan

mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme

transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang

memerlukan ATP.

8
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:

a. Osmosis

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran

semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan

berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler

permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen

sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun

tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.

Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan

osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat).

Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan

lebih tinggi disebut hipertonik.

b. Difusi

Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan

bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan

hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori

tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.

C.Pompa Natrium Kalium

Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion

natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium

dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah

keadaan hiperosmolar di dalam sel.

9
D. Asupan dan ekskresi cairan dan elektrolit fisiologis

Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres

akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-

paru, kulit atau traktus gastrointestinal.

Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml

per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata rata

250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak

disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.

II.7. Perubahan cairan tubuh

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

1. Perubahan volume

a. Defisit volume

Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling

umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah,

penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan

cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan

luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan

pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat

ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.

10
Dehidrasi

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium

menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik

(>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%),

sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.

Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan

konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama

dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.

Dehidrasi hipotonis (hiponatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan

natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi

kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar

natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen

ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.15

Dehidrasi hipertonis (hipernatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan

natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi

kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar

natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular,

sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.15

Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang hilang, maka dehidrasi dapat

dibagi atas :

1. Dehidrasi ringan (defisit 4%BB)

2. Dehidrasi sedang (defisit 8%BB)

3. Dehidrasi berat (defisit 12%BB)


11
Cara rehidrasi yaitu hitung cairan dan elektrolit total (rumatan + penggantian defisit) untuk

24 jam pertama. Berikan separuhnya dalam 8 jam pertama dan selebihnya dalam 16 jam

berikutnya. 9

b. Kelebihan volume

Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic

(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun

pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder

akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10

Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl

tetap atau berkurang.10

2. Perubahan konsentrasi

a.Hiponatremia

Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat
12
dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan

mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L

maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia

(SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third

space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan

restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan

untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12

Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan secara perlahan lahan,

sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang

dibutuhkan dapat menggunakan rumus :

Na= Na1 Na0 x TBW

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)

Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan

Na0 = Na serum yang aktual

TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)

b.Hipernatremia

Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika kadar natrium >

160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah.

Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes

insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi

keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x

BB x 0,6}: 140.12

13
c.Hipokalemia

Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan

ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda

dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen

melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria,

intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis,

hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild

hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan

monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG,

kelemahan otot yang hebat).13 Rumus untuk menghitung defisit kalium18 :

K = K1 K0 x 0,25 x BB

K = kalium yang dibutuhkan

K1 = serum kalium yang diinginkan

K0 = serum kalium yang terukur

BB = berat badan (kg)

d.Hiperkalemia

Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang

membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan

gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem

kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa

intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10

menit, atau diuretik, hemodialisis.

14
15
3. Perubahan komposisi

a. Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)

Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan

ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang

tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari

insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan.

Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal,

dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat

post operatif adalah sangat penting.

b. Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)

Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang

dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai

hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah

yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari

ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi.

c. Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)

Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan

bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus

kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah

peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok,

diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol.

Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi

16
bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah

kompensasi alkalosis respirasi digunakan.

d. Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)

Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan

bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien

bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi

yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan

potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran

pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.

II.8. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada

pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan postoperatif.

A.Faktor-faktorpreoperatif

1.Kondisi yang telah ada

Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres akibat

operasi.

2.Prosedur diagnostik

Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat

menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis

osmotik.

17
3.Pemberian obat

Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit

4.Preparasi bedah

Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari

traktus gastrointestinal.

5.Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

6.Restriksi cairan preoperatif

Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar

300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau

adanya kehilangan abnormal cairan.

7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya Harus dikoreksi sebelum operasi untuk

meminimalkan efek dari anestesi.

B. Faktor-faktor intraoperatif

1. Induksi anestesi

Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif

karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.

2. Kehilangan darah yang abnormal

3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan

ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)

18
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang

besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)

C. Faktor-faktor postoperatif

1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi

2. Peningkatan katabolisme jaringan

3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif

4. Risiko atau adanya ileus postoperatif

II.9. Terapi Cairan

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-

batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)

secara intravena. Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum

dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti

perdarahan yang terjadi,dan mengganti cairan yang pindah kerongga ketiga.

Terapi cairan resusitasi

Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh

atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya

pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian

infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg

19
selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.

-Terapi rumatan

Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang

dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2

mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti

cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit)

dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.

Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat

atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga

mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringers dextrose,

dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%.

Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga

dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.

Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena seperti

sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang

berbahaya. Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai

kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.

Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke

luar tubuh.

Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :


20
6-8 ml/kg untuk bedah besar

4-6ml/kg untuk bedah sedang

2-4 ml/kg untuk bedah kecil

Prinsip pemilihan cairan dimaksudkan untuk :

- Mengganti kehilangan air dan elektrolit yang normal melaui urine, IWL, dan feses

- Membuat agar hemodinamik agar tetap dalam keadaan stabil

Pada penggantian cairan, maka jenis cairan yang digunakan didasarkan pada :

1. Cairan pemeliharaan ( jumlah cairan yang dibutuhkan selama 24 jam )

2. Cairan defisit ( jumlah kekurangan cairan yang terjadi )

3. Cairan pengganti ( replacement )

o Sekuestrasi ( cairan third space )

21
o Pengganti darah yang hilang

o Pengganti cairan yang hilang melalui fistel, maag slang dan drainase

Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang dapat dilakukan penghitungan untuk menghitung

berapa besarnya cairan yang hilang tersebut :

Refraktometer

Defisit cairan : BD plasma 1,025 x BB x 4 ml

Ket. BD plasma = 0,001

Dari serum Na+

Air yang hilang : 0,6 Berat Badan x BB (Plasma Natrium 1 )

Ket. Plasma Na = 140

Dari Hct

Defisit plasma (ml) = vol.darah normal (vol.darah normal x nilai Hct awal )

Hct terukur

Sementara kehilangan darah dapat diperkirakan besarnya melalui beberapa kriteria klinis

seperti pada tabel di bawah ini ;

22
Jenis-jenis cairan yang digunakan

Penggolongan jenis cairan berdasarkan sifat osmolaritasnya :

a) Cairan hipotonik

Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion

Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan

osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan

sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai

akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi,

misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien
23
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang

membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,

menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada

beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

b) Cairan Isotonik

Cairan Isotonik osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian

cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada

pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus

menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit

gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan

normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

c) Cairan hipertonik

Cairan hipertonik osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik

cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan

tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).

Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%

hipertonik, Dextrose 5% + Ringer-Lactate, Dextrose 5% + NaCl 0,9%, produk darah (darah),

dan albumin.

24
Penggolongan jenis cairan berdasarkan kelompoknya :

a) Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler. Cairan kristaloid bila diberikan

dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian

cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di

ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.

Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk

resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan

intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di

hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%,

tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional

hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan

klorida.

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak

menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih

untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.

Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan

kristaloid akan masuk ruang interstitial sehingga timbul edema perifer dan paru serta

berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang

mendapat infus 1 liter NaCl 0,9. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat

menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.

b) Cairan Koloid

25
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute atau

plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat

molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan

agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.

Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada

syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan

kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar). Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2

jenis larutan koloid:

Koloid alami

Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh

virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%)

juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.

Koloid sintetis

1. Dextran

Dextran 40 dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 dengan berat molekul 60.000-

70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media

sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan

dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro

karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah.

Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet

adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan

aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match,

waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan

26
reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih

dahulu.

2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)

Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata 71.000,

osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada

orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam

waktu 8 hari. Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch,

mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan

berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar

dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih

sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.

3. Gelatin

Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000

dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.

Tabel 7 memperlihatkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing golongan cairan :

Nama Kristaloid Koloid


Keuntungan Tidak mahal Mempertahankan cairan
intravaskular lebih baik (1/3 cairan
Aliran urin lancar
bertahan selama 24 jam)
(meningkatkan volume
intravaskular) Meningkatkan tekanan onkotik
plasma
Pilihan cairan pertama untuk
resusitasi perdarahan dan trauma Membutuhkan volume yang lebih
sedikit
Mengurangi kejadian edema perifer

27
Dapat menurunkan tekanan
intrakranial
Kerugian Mengencerkan tekanan osmotik Mahal
koloid
Menginduksi koagulopati (dextran
Menginduksi edema perifer & helastarch)
Insidensi terjadinya edema Jika terdapat kerusakan kapiler,
pulmonal lebih tinggi dapat berpotensi terjadi perpindahan
cairan ke interstitial
Membutuhkan volume yg lebih
besar Mengencerkan faktor pembekuan
dan trombosit
Efeknya sementara
Berpotensi menghambat tubulus
renalis dan sel retikuloendotelial di
hepar
Kemungkinan adanya reaksi
anafilaksis (dextran)
Tabel 7 : keuntungan dan kerugian koloid dan kristaloid

28
II.10. Terapi Cairan pada pembedahan
Terapi Cairan Preoperatif

Defisit cairan dan elektrolit pra bedah dapat timbul akibat dipuasakannya penderita

terutama pada penderita bedah elektif (sekitar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang

seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan,

translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible

water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan

pra bedah ini harus segera diganti dengan rumus cairan rumatan sebelum dilakukan

pembedahan.

Terapi Cairan Intraoperatif

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar

ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan

penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur

pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.

29
a. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata

(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.

b. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan

sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk

pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam

berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat.

c. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk

kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10

ml/kgBB/jam.

Terapi Cairan Postoperatif

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:

a. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air

untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam.

Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian

karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan

dapat menekan pemecahan protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan

melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan

bila perlu larutan garamisotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat

minum dan makan.

b. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:

1. Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 12% setiap kenaikan 1C suhu

tubuh.

2. Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.

30
3. Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan

humidifikasi.

c. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang

belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan

transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.

Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut. Monitoring

organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis,

tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

II.11 Prognosis terapi cairan

Pada umumnya baik, terutama jika pendapat penanganan cepat dan adekuat. Kematian terjadi

jika mempunyai penyakit dasar yang berat dan penanganan yang tidak adekuat.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara ataupun mengganti cairan tubuh dengan

pemberian cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena

untuk mengatasi berbagai masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, meliputi

mengantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi atau syok.

31
Terapi cairan perioperative meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada masa pra-

bedah, selama pembedahan, dan pasca bedah. Dalam pembedahan dengan anestesia yang

memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan, maka terapi cairan berfungsi untuk

mengganti cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin

saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke

rongga ketiga

Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh

didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel,

sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.

Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan

ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan

elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-

faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.

Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau mengembalikan volume dan

komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai

usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk

terapi cairan adalah cairan kristaloid dan cairan koloid.

32
DAFTAR PUSTAKA

Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan. In:
Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed 15, jilid 2.
Jakarta: EGC; 258-266

Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi Klinik
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Hasan F. Terapi Cairan. 2008. Di unduh dari http://drfhasan.blogspot.com/2008/01/referat-


terapi-cairan.html.

Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.

Sudoyo W. A., Setiyohadi.B., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.5. Jilid 1.
Internal Publishing: Jakarta
33
Guyton AC dan Hell JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.11. Jakarta : EGC.
Sherwood L .2009. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi ke 6. Jakarta:EGC
Dobson, Michel B. 2012. Penuntun praktis Anestesi. Prinsip terapi cairan dan elektrolit.
Jakarta : EGC.
Kaswiyan U. 2010. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.Fakultas
Kedokteran Universitas padjajaran.
Mulyono, I. 2009. Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in
Traumatic Patients, Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM, Jakarta.
Guyton, A. Kompartemen Cairan Tubuh: Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler. Dalam: Buku
ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta: EGC; 1997. hal 375-7.

Pinnock, Colin, et al. Fundamentals of Anaaesthesia. GMM. 1999.

Graber, MA. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolik. Edisi 2. Jakarta: Farmedia. 2003.

Aitkenhead, Alan R, et al. Textbook of Anaethesia. Fifth Edition. United Kingdom :


Churchill Livingstone. 2007.

Stoelting, Robert K, and Ronald D. miller. Basics of Anesthesia. Fifth edition. California :
Churchill Livingstone. 2007.

Evers, AS, and Mervyn Maze. Anesthetic Pharmacology: Physiologic Principles and
Clinical Practice. United Kingdom : Churchill Livingstone. 2004.

Morgan, GE, et al. Clinical Aneshesiology : Fluid Management and Transfusion. Third
Edition. New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2002.

Lyon Lee. Resuscitation Fluids, Disorder of Fluid and Electrolyte Balance. Oklahoma
State University Center for Veterinary Health. 2006. Tersedia dari ;
http://member.tripod.com/-lyser/ivfs.htm

Anonim. Resusitasi Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Pegangan Pelatihan Bantuan hidup
Dasar dan Bantuan Hidup Lanjut bagi Dokter Umum se-Propinsi Sulawesi Selatan.
Makassar: Ikatan Dokter Spesialis Anestesiologi Indonesia Cabang Sulawesi Selatan; 2000.
hal 62-72.

Anonym. Electrolyte Disorders. Available from: URL: http://www.nejm.article.php. Accessed


Desember 14, 2005.

Anonym. Fluid and Electrolyte Therapy in Children. Available from: URL:


http://www.bmj.com/merckcourse.htm. Accessed Desember 14, 2005.

Anonym. Fluid and Electrolyte Therapy. Available from: URL:


http://www.cvm.okstate.edu/courses.vmed5412. Accessed Desember 14, 2005.

34
Anonim. Kebutuhan Harian Air dan Elektrolit, gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit,
dan Terapi Cairan. Dalam: Pedoman Cairan Infus edisi revisi VIII. Jakarta: PT. Otsuka
Indonesia; 2003. hal. 16-33.

35

Anda mungkin juga menyukai