PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pankreas tidak menghasilkan insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara
di dunia adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian DM tipe 2
adalah 95% dari populasi dunia yang menderita DM. Hasil riset Kesehatan
Prevalensi DM Tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar 3-6% dari orang
1
kekerapan diabetes berkisar antara 1,4%-1,6% kecuali di beberapa tempat
yang tidak dapat berubah misalnya jenis kelamin, umur dan faktor genetik,
yang kedua adalah faktor risiko yang dapat diubah misalnya kebiasaan
indeks masa tubuh, lingkar pinggang. Diabetes Melitus disebut dengan silent
killer karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dana
antara lain gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal,
pembuluh darah, stroke dan sebagainya (Restyana N. R., 2015). Untuk itu,
dari referat ini akan membahas tentang “Komplikasi Akut dan Kronik
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah
“Apa saja komplikasi akut dan kronik dari Diabetes Melitus Tipe 2?”
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui apa saja
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta
berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari
poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang
yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus
darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis,
3
namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali
Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL (11,1
mmol)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhatikan waktu makam terakhir.
2. Atau
Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa >126 mg/dl (7,0 mmol)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8
jam.
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dl (11,1 mmol)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke
dalam air.
Tabel 1: Kriteria Diagnosis DM
seperti biasa
menit
4
Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan
3 yaitu:
Masa Tubuh (IMT) >25 kg/m2 dengan faktor resiko lain sebagai berikut:
(1) aktivitas fisik kurang, (2) riwayat keluarga mengidap DM pada turunan
pertama (first degree relative), (3) masuk kelompok etnik resiko tinggi
Islander), (4) Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat >4000
5
(tekanan darah >140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat anti
hipertensi), (6) Kolesterol HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida >250
sewaktu atau TTGO. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan
sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor resiko,
kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar
6
7
Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus* dan Gangguan Toleransi
Glukosa
1. Konsentrasi glukosa darah sewaktu (plasma vena ≥200
mg/dl)
atau
2. Konsentrasi glukosa darah puasa >126 mg/dl atau
3. Konsentrasi glukosa darah >200 mg/dl pada 2 jam sesudah
beban glukosa 75 mg pada TTGO**
Tabel 2: Kriteria Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa
*Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
**Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk
diagnostik kadar glukosa darah puasa dan 2 jam pasca pembebanan untuk
2015).
b) Idioptik
8
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
kalkulus
g) Imunologi (jarang)
9
C. Farmakoterapi Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2
dengan kelainan dasar yang terjadi pada saat tersebut seperti pada gambar di
bawah ini:
jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau
10
intervensi farmakologi disamping tetap melakukan pengaturan makan dan
a) Biguanid
S., 2015).
Mekanisme Kerja
11
Metformin juga dapat menstimulasi produksi Glucagon
obat antihiperglikemik.
12
dan HbA1c (1-2%) dibandingkan dengan plasebo pada pasien
13
memberikan obat dimulai dengan dosis rendah dan diberikan
b) Glitazone
antara 3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7 jam bagi pioglitazon
Mekanisme Kerja
14
Glitazon (Thiazolidinediones), merupakan agonist
lemak viseral
di ginjal
15
menurunkan tekanan darah, meningkatkan fibrinolisis dan
infeksi saluran nafas atas (16%), sakit kepala (7,1%) dan anemia
16
dilusional (penurunan Hb sekitar 1 gr/dl) juga dilaporkan.
(ALT dan AST) lebih dari tiga kali batas atas normal (Sidartawan
S., 2015).
a) Sulfonilurea
Mekanisme Kerja
17
insulin. Golongan ini tidak dapat digunakan pada DM Tipe 1
Bila glukosa darag puasa > 200 mg/dl dapat diberikan dosis awal
18
kemungkinan hipoglikemia, apalagi pada orang tua dipilih obat
b) Glinid
19
berakibat efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan
d. Golongan Incretin
penghambat DPP-IV yang ada saat ini yaitu sitagliptin dan vildagliptin
HbA1c sebesar 0,79-0,94% dan memiliki efek pada glukosa puasa dan
20
alternatif bila terdapat intoleransi pada pemakain metformin atau pada
peningkatan risiko infeksi saluran kemih dan sakit kepala. Reaksi alergi
diberikan dalam bentuk injeksi subkutan satu atau dua kali sehari. Obat
Insulin telah digunakan sejak tahun 1992, lama sebelum obat anti
sekresi insulin endogen pada individu normal (Dante Saksono., dkk. 2015)
a. Jenis Insulin
21
Saat ini di Indonesia tersedia berbagai jenis insulin dan dapat
dikelompokkan berdasarkan:
a) Asal
Insulin manusia
Insulin analog
sebelum makan dengan lama kerja 6-8 jam), insulin analog kerja
6 jam).
hari sebelum tidur) atau 2 kali (pagi dan malam hari). Contoh:
22
pendek dan kerja menengah (insulin manusia) atau insulin kerja cepat
23
Humulin ®30/70 30-60 3-12 jam Vial 30/70
(30% regular, 70% menit penfil
NPH)
Mixtard ® 30/70
(30% regular, 70%
NPH)
Campuran (premixed
insulin analouge)
Humalog ® Mix 12-30 1-4 jam Vial 10 ml.
75/25 (75% menit Pen 3 ml
protamin lispro, 25 Penfil/flexpen
% lispro)
NovoMix® 30
(30% aspart, 70%
protamin aspart)
Tabel 3. Karakteristik sediaan Insulin
c. Insulin Biosimilar
24
dipertimbangkan dalam menggunakan insulin biosimilar (Agung
antarmakan dan pada malam sampai pagi hari. Insulin bolus untuk
25
dan jadwal olahraga, dan frekuensi suntikan dimulai dengan 2 kali
(actrapid, aspart, lispro atau gelulisine) pada jadwal makan utama yang
Hendro., 2015).
insulin, dari yang paling sederhana sampai yang paling canggih, antara
lain:
26
Laktat atau NaCl 0,9% dengan kecepatan 15-20 tetes/meit (bila
27
3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Obat Hipoglikemik Oral
bertahap.
b. Hatus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek
interaksi obat.
menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal, baru beralih kepada
insulin.
e. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien (Sidartawan S., 2015).
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
a) Definisi
b) Patofisiologi
28
Tubuh memerlukan kadar Glukosa Darah (GD) yang normal
c) Batasan
bawah 30 mg/dl.
29
Reaksi hipoglikemia = Hypoglicemic Reaction: gejala
Tanda
o Pallor
o Diaphoresis
Gejala Neuroglikopeni
o Gangguan kognitif
o Perubahan perilaku
o Gangguan psikomotor
o Kejang
o Koma
o Palpitasi
o Gemetar
Kolinergik
o Berkeringat dingin
o Lapar
o Parestesia
30
Apabila glukosa darah turun di bawah 70 mg/dl maka
e) Klasifikasi
normal kembali.
f) Diagnosis
g) Tata Laksana
air.
31
o Jika pada pemantauan gula darah mandiri setelah 15 menit
dilanjutkan.
parenteral.
diulang.
Rumus 3-2-1-1
mg/dl
32
o Rumus 1: diberikan 1 flakom bila kadar gula darah 70-90
a) Patogenesis
33
produksi glukosa oleh hati dan ginjal (via glikogenolisis dan
keton untuk sumber energi, sel-sel tubuh tetap masih lapar dan terus
34
metabolik tertentu, keberadaan insulin yang biasanya cukup untuk
b) Diagnosis
2015).
Gula darah lebih dari 250 mg/dl dianggap sebagai kriteria diagnosis
KAD. Derajat keasaman darah (pH) yang kurang dari 7,35 dianggap
keadaan seperti itu jika angka HCO3 kurang dari 18 mEq/l ditambah
dengan keadaan klinis lain yang sesuai, maka sudah cukup untuk
35
Pada saat masuk rumah sakit seringkali terdapat lekositosis pada
c) Tata Laksana
kardiak atau penyakit ginjal kronik berat, cairan salin isotonik (NaCl
sampai satu setengah liter pada jam pertama. Tindak lanjut cairan
Insulin
36
infektif dan terpilih. Jika dosis insulin intravena yang diberikan
Kalium
Bikarbonat
37
Jika asidosis memang murni karena KAD, maka koreksi
Fosfat
Juli, 2015).
kriteria gula darah < 200 mg/dl dan dua dari keadaan berikut:
dan anion gap hitung kurang atau sama dengan 12 mEq/l (Tri Juli,
2015).
38
c. Hiper Osmolar Non Ketotik (K.HONK)=Hyperglycemia Hyperosmolar
State (HHS).
a) Patogenesis
2015).
b) Faktor Pencetus
c) Diagnosis
Yes, 3 No yaitu:
39
Dehidrasi berat, hipotensi menjadi syok, tidak ada Kussmaul,
osmoralitas darah > 325-350 mOSM/L (Askandar T., Sri M., 2015).
d) Tata Laksana
Hampir sama dengan terapi KAD: Fase I ke fase II, tanpa infus
2. Komplikasi Kronis
a. Vaskular
a) Makro
PJK
40
aterosklerosis lebih tinggi pada pasien DM dibanding populasi
risiko terjadinya payah jantung dan strok pada pasien DM, antara
41
myocardial ischemia atau silent myocardial infarction (SMI).
disertai dengan faktor risiko,, dan PJK biasanya terjadi pada usia
rekomendasi ADA:
42
o Pengobatan hiperglikemia dengan diet, obat-obatan
o Pemberian aspirin
2015).
b) Mikro
Retinopati
o Patofisiologi
43
seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth
44
protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous
o Diagnosis
Nefropati
45
Nefropati diabetikum ditandai dengan adanya
2015).
o Patologi
46
berkembang karena pengaruh TGF-β yang merangsang
47
Tahap Albuminuria Karakteristik klinis
cut-off values
20-199 μg/menit Penurunan dan peningkatan BP
nokturnal yang abnormal
30-299 mg/24 Peningkatan trigliserida, kolesterol
jam total dan HDL serta lemak jenuh
Mikroalbuminuria
Peningkatan frekuensi komponen
sindrom metabolik
30-299 mg/g* Disfungsi endotel
Hubungan dengan DM retinopati,
amputasi, dan penyakit
kardiovaskular
Peningkatan mortalitas
kardiovaskular
GFR stabil
Makroalbuminuria
≥200μg/menit Hipertensi
≥300 mg/24jam Peningkatan TG, kolesterol total
dan LDL
>300 mg/g* Iskemia miokardial asimptomatik
Penurunan GFR progresif
2015).
o Diagnosis
o Tata Laksana
48
Tujuan dari terapi adalah untuk mencegah perkembangan
Terapi Target
Mikroalbuminuria Makroalbuminuria
ACE inhibitor Penurunan Proteinuria seminimal
dan/atau ARB albuminuria atau mungkin <0,5
dan diet rendah kembali menjadi g/24jam
protein (0,6-0,8 normal
g/kgBB/hari) Stabilisasi GFR Penurunan GFR <2
Obat-obatan ml/menit/tahun
antihipertensi Tekanan darah
<130/80 atau 125/75
Kontrol glukosa mmHg
ketat A1c <7%
Statin
Kolesterol LDL ≤100
Asam asetil mg/dl
salisilat Pencegahan trombosis
Hindari Pencegahan
merokok perkembangan
aterosklerosis
Tabel 6: Target Tata Laksana
Neuropati
o Patogenesis
49
rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah ND (Imam Subekti,
2015).
o Diagnosis
Refleks motorik
Subekti, 2015).
o Tata laksana
50
neuropati/nyeri neuropati diabetik setelah strategi kedua
o Terapi Medikamentosa
adalah:
paroxetine 40 mg/hari)
200 mg 4x/hari)
Subekti, 2015).
Kaki Diabetikum
paling ditakuti.
o Patofisiologi
51
Diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang
yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih
o Klasifikasi
Waspadji, 2015).
52
Stage 1: Normal Foot
Waspadji, 2015).
rawat inap, dan jelas sekali memerlukan suatu kerja sama tim
yaitu:
53
Mechanical control-pressure control
Metabolic control
Vascular control
Educational control
Wound control
Waspadji, 2015).
Stop merokok
Hiperglikemia
Hipertensi
Dislipidemia
Waspadji, 2015).
o Terapi Farmakologis
sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk
54
menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki
o Revaskularisai
b. Non Vaskular
a) Gastroparesis Diabetika
55
cepat kenyang, rasa tidak enak diperut bagian atas, rasa terbakar di
penurunan berat badan. Selain itu terdapat gejala disfagia, diare dan
namun sering, dengan kadar lemak dan serat yang rendah dan tetap
56
BAB III
KESIMPULAN
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta
pankreas, maka diabetes melitus tipe 2 dianggap sebagai non insulin dependent
diabetes mellitus.
Komplikasi diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan
badan keton dan asam lemak secara berlebihan. Akumulasi produksi badan keton
57
menjadi dua yaitu vaskular dan non vaskular. Komplikasi vaskular terbagi
DM yaitu gastroparesis.
58