PENDAHULUAN
seorang wanita yang melahirkan bayi yang dapat hidup pada setiap kehamilan.
salah satu faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum. Resiko terjadi perdarahan
post partum akan menjadi empat kali lebih besar pada paritas lebih dari atau sama
Buraidah, Arab Saudi periode 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2012 (Ika, 2016).
bahwa populasi ibu bersalin yang tergolong primiparitas dan multiparitas lebih
Angka Paritas yang tinggi dilaporkan menjadi faktor risiko bagi ibu dan
perinatal. Faktor ini Bisa menjadi predisposisi ibu terhadap anemia, diabetes mellitus
1
Grande Multipara, dalam literatur yang lebih tua didefinisikan sebagai paritas
yang lebih dari 7. Definisi grande multipara telah berubah dalam beberapa literatur
yang lebih baru disampaikan bahwa paritas 5 kali atau diatas 4 kali. Dengan
meningkatnya keterampilan dan antenatal care grande multipara tidak lagi dianggap
sebagai faktor risiko untuk hasil ibu yang buruk. Namun sebagian besar laporan di
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uterus
Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit gepeng
kearah depan belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.
Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7 7,5 cm,
lebar di atas 5, 25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding uterus adalah 1,25 cm. Letak
membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri kedepan dan membentuk
a. Fundus uteri, adalah bagain uterus proksimal di atas muara tuba uterina
yang mirip dengan kubah, di bagian ini tuba Fallopi masuk ke uterus. Fundus
bagian inferior dekat ostium internum dan berlanjut sebagai serviks. Pada
(rongga rahim).
3
Pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di atas
vagina
Uterus sebenarnya terapung didalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan
yang terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat
tebal yang berjalan dari serviks dan puncak vagina kearah lateral dinding
pelvis. Didalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, yaitu vena dan arteri
uterina
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian
menahan uterus dalam antefleksi. Berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan
terasa sakit di daerah inguinal pada waktu berdiri cepat karena uterus
mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada persalinan pun teraba kencang
tuba, berjalan dari uterus kearah lateral, tidak banyak mengandung jaringan
ikat. Sebenarnya ligamentum ini adalah bagian dari peritoneum viserale yang
meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian
4
dekstrum). Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini tidak banyak
artinya.
ovarica.
Ismus adalah bagian uterus antara servik dan korpus uteri, diliputi oleh
peritoneum viserale yang mudah digeser dari dasarnya atau gerakan di daerah
plika vesikouterina. Di tempat yang longgar inilah dinding uterus dibuka jika
Uterus diberi darah oleh arteri uterine kiri dan kanan yang terdiri atas ramus
asenden dan ramus desenden. Pembuluh darah ini berasal dari arteri iliaka interna
(disebut juga dengan arteri hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum
masuk ke dalam uterus didaerah cervics kira kira 1,5 cm diatas forniks lateralis
vagina. Pembuluh darah lain yang memperdarai adalah arteri ovarika kiri dan
kanan. Arteri ini berjalan dari dinding lateral pelvis, melalui dinding ligamentum
arteri uterine disebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama sama dengan arteri
tersebut diatas terdapat vena-vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena
Inervasi uterus terutama terdiri atas sistem saraf simpatik dan untuk sebagian
dalam panggul sebelah kiri dan kanan os sacrum, berasal dari saraf sakral 2,3 dan 4
5
yang selanjutnya memasuki pleksus Frankenhauser. Sistem simpatik masuk ke
rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui melalui bifurcatio aorta dan
atas ganglion-ganglion berukuran besar dan kecil yang terletak terutama pada dasar
mengandung unsur motorik dan sensorik yang bekerja secara antagonis. Saraf
Sarwono, 2014).
Saraf yang berasal dari torakal 11 dan torakal 12 mengandung saraf sensorik
dari uterus dan meneruskan perasaan sakit dari uterus dari uterus ke pusat
(cerebrum). Saraf sensorik dari serviks dan bagian atas vagina melalui saraf sakral
2,3, dan 4, sedangkan yang berasal dari bagian bawah vagina melalui nervus
Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi harus ada kerjasama antara
Lutenizing Hormon (LH) dan Follicle Strimulating Hormon (FSH) dari hipofisis.
6
Siklus haid normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas dua
fase dan 1 saat, yaitu fase folikular, saat ovulasi dan fase luteal. Perubahan kadar
menyebabkan umpan balik negative jika kadarnya rendah dan umpan balik positif
Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikular ini, beberapa folikel
berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat. Peningkatan FSH ini disebabkan
FSH; folikel yang akan berovulasi melindungi dirinya sendiri terhadap atresia,
sedangkan folikel lain mengalami atresia. Pada waktu ini LH meningkat, namun
dengan cepat mencapai puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap
terjadinya ovulasi. LH meninggi itu menetap kira-kira 24 jam dan menurun pada
fase luteal. Dalam beberapa jam setelah LH meningkat, estrogen menurun dan
Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel sel granulusa membesar, membentuk
vakuola dan bertumpuk pigmen kuning (lutein); menjadi korpus luteum. Luteinzed
theca cell membuat pula estrogen yang banyak, sehingga kedua hormone itu
7
meningkat pada fase luteal. Mulai 10-12 hari setelah ovulasi korpus luteum
dan diikuti oleh penurunan sekresi progesterone dan estrogen (Ilmu Kebidanan
Sarwono, 2014).
vivipara, janin lah yang mengatur kapan persalinan akan terjadi. kemungkinan
HHA janin sebelum dimulainya proses persalinan dan kondisi semacam ini
(dehidroepiandrostenedione sulfat).
estradiol 17 beta terutama berasal dari androgen C19 ibu (testosteron dan
8
DHEAS janin. Estrogen tidak menyebabkan kontraksi uterus namun
(Errol, 2016).
ekspresi CRH plasenta (efek stimulai kortisol terhadap CRH plasenta harus di
kontras kan dengan inhibisi umpan balik kortisol pada CRH ibu) Oksitosin
PGF2 alpha terutama dihasilkan oleh desidua dan bekerja pada miometrium
plasenta janin dan mungkin paling penting dalam mendorong maturasi serviks
9
2.2 Grande Multipara
2.2.1 Definisi
melahirkan bayi lebih dari lima kali, dimana bayi yang dilahirkannya dapat
hidup dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan berat badan bayi lebih
dari 1000 gram. Bagi ibu yang sudah melahirkan lebih dari sepuluh kali
dengan bayi yang dapat hidup (viable) digolongkan pada grande multiparity
kesadaran norma keluarga kecil. Sebagian besar ibu grande multipara dari
antara lain adalah grande multipara. Risiko kematian ibu hamil dari golongan
ini adalah delapan kali lebih tinggi dibandingkan ibu yang hamil kurang dari
lima kali. Hal ini disebabkan banyaknya komplikasi yang dapat dijumpai pada
(masa nifas) sehingga ibu dengan riwayat persalinan lebih dari lima kali atau
telah memiliki lebih dari lima orang anak digolongkan dalam kehamilan risiko
10
Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan grande multipara juga
kehamilan juga pada persalinan pada ibu grande multipara dengan sendirinya
juga berpengaruh pada bayi yang akan dilahirkan. Komplikasi yang dapat
timbul seperti kelainan letak, karena dinding rahim atau perut ibu yang telah
tempat perlekatan plasenta yang normal (di daerah fundus dan corpus rahim)
kehamilan yang lebih dari lima kali, plasenta melekat di bagian bawah rahim.
berisiko tinggi sehingga jalan yang harus ditempuh untuk dapat melahirkan
bayi tersebut adalah melalui pembukaan dinding perut (seksio sesarea). Hal
ini untuk menghindari bahaya yang dapat terjadi jika tidak dilahirkan secara
seksio sesarea, misalnya gawat janin yang dapat berakhir dengan kematian.
(Manubala, 2001).
sosial ekomoni yang rendah. Adanya kepercayaan dan budaya masyarakat dan
enam anak atau lebih tentulah akan mendapat kesulitan dalam hal kehidupan
tingkat pendidikan dan kesehatan dari anak, sehingga anak akan rentan
11
terhadap penyakit akibat gizi yang buruk, akan banyak terdapat anak terlantar
Ibu yang telah melahirkan lebih dari lima kali anak yang dapat hidup
komplikasi yang mungkin akan timbul akibat kehamilannya baik bagi ibu,
terutama antepartum adalah anemia (terutama bila jarak kehamilan kurang dari
dipercepat atau keduanya, distosia persalinan karena tonus otot yang buruk,
bayi besar pada masa kehamilan dan perdarahan pasca partum (Morgan et all
2009)
2.4. DISTOSIA
2.4.1. Definisi
Kekuatan kontraksi uterus atau his ibu hamil dengan anemia kurang dari
normal, lemah dan dalam durasi yang pendek sehingga tidak cukup kuat untuk
melahirkan janin dan ibu hamil akan cepat lelah, akibatnya persalinan dapat
12
Persalinan disfungsional atau yang lebih dikenal dengan distosia
berkembang. Persalinan yang sulit atau macet dan berlangsung lama termasuk
salah satu dari lima penyebab utama kematian ibu di negara berkembang,
pada power (kontraksi uterus), passenger (posisi, ukuran dan presentasi janin)
dan passage (pelvis). Distosia akibat kelainan tenaga terdiri atas dua tipe pola
kontraksi yag berbeda yaitu hypertonic dan hypotonic. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Knapp dan Warenski pada tahun 1963 pada 71 orang ibu hamil
(Mega, 2015).
proses persalinan terhenti dan janin terlantar akibat adanya kelainan his pada
rahim ibu, berupa kekuatan yang tidak adekuat untuk melakukan pembukaan
mulut rahim atau mendorong janin keluar. Salah satu penyebab kelainan his
13
2.4.2. Etiologi
primigravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat
inersia uteri. Faktor herediter mungkin memegang peranan pula dalam kelainan
his. Sampai seberapa jauh faktor emosi (ketakutan dan lain-lain) mempengaruhi
kelainan his, khususnya inersia uteri, ialah apabila bagian bawah janin tidak
berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti pada kelainan letak
janin atau pada disproporsi sefalopelvik. Peregangan rahim yang berlebihan pada
uteri yang murni. Akhirnya, gangguan dalam pembentukan uterus pada masa
his. Akan tetapi, pada sebagian besar kasus kurang lebih separuhnya, penyebab
2.4.2 Patofisiologi
a. Kelainan tenaga (kelainan His), His yang tidak normal dalam kekuatan atau
c. Kelainan jalan lahir, kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa
14
2.4.3. Jenis-jenis kelainan his
a. Inersia uteri
Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih
kuat dan lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap
singkat dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya baik dan
rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak
berbahaya baik bagi ibu maupun janin, kecuali persalinan berlangsung terlalu
lama; dalam hal terakhir ini morbiditas ibu dan mortalitas janin baik. Keadaan
Ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonis uterine contraction. Kalau
Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama, dan hal itu
uterus, maka inersia uteri sekunder seperti yang digambarkan dibawah jarang
ditemukan, kecuali pada ibu yang tidak diberi pengawasan baik waktu
diberikan waktu yang pasti yang dapat dipakai sebagai pegangan untuk
membuat diagnosis inersia uteri atau untuk memulai terapi aktif (Ilmu
Kontraksi uterus yang disertai dengan rasa nyeri, tidak cukup untuk menjadi
dasar utama diagnosis bahwa persalinan sudah dimulai. Untuk sampai pada
15
kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu
merupakan penyebab distosia. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien
menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat. Partus yang
sudah selesai kurang dari 3 jam dinamakan partus presipitatus yang ditandai
oleh sifat his yang normal, tonus otot diluar his juga biasa kelainannya terletak
pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu ialah terjadi perlukaan
luas pada jalan lahir, khususnya vagina dan perineum. Bayi bisa mengalami
Batas antara bagian atas dan segmen bawah rahim atau lingkaran
Ligamenta rotunda menjadi tegang serta lebih jelas teraba, penderita merasa
16
c. Incoordinate uterine action
Di sini sifat his berubah. Tonus otot terus meningkat, juga diluar his,
dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi
atas, tengah, dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan
Disamping itu. Tonus otot yang terus menaik menyebabkan rasa nyeri
yang lebih keras dan lama lagi bagi ibu dapat pula menyebabkan hipoksia
pada janin. His jenis ini juga disebut sebagai hypertonic uterine contraction.
Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah,
penyempitan kavum uteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi
atau lingkaran kontriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-
mana, tetapi biasanya ditemukan pada batas bagian atas dengan segmen bawah
dimasukkan dalam kavum uteri. Oleh sebab itu, jika pembukaan belum
lengkap, biasanya tidak mungkin mengenal kelainan ini dengan pasti. Ada
kalanya persalinan tidak maju karena kelainan pada serviks yang dinamakan
distosia servikalis. Kelainan ini bisa primer atau sekunder. Distosia servikalis
seorang primigravida. Kala I menjadi lama , dan dapat diraba jelas pinggir
serviks yang kaku. Kalau keadaan ini dibiarkan, maka tekanan kepala terus-
17
mengakibatkan lepasnya bagian tengah serviks secara sirkuler. Distosia
karena jaringan parut atau karena karsinoma. Dengan his kuat serviks bisa
robek dan robekan ini dapat menjalar kebagian bawah uterus. Oleh karena itu,
setiap ibu yang pernah operasi pada serviks, selalu harus diawasi
2.4.3 Penatalaksanaan
a. Inersia uteri
dalam menghadapi inersia uteri selama ketuban masih utuh. Pendapat ini
dianut karena bahaya besar yang menyertai tindakan pembedahan pada waktu
itu. Sekarang kebenaran sikap menunggu itu ada batasnya, karena didasari
bahwa menunggu terlalu lama dapat menambah bahaya kematian janin dan
karena resiko tindakan pembedahan kini sudah lebih kecil dari dahulu (Ilmu
serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul, dan
yang lamban ini. Apabila ada disproporsi sefalopelvik yang berarti, sebaiknya
18
lancar. Pada waktu pemeriksaan dalam ketuban boleh dipecahkan. Namun
diberikan secara infus intravena dengan kecepatan kira-kira 12 tetes per menit
Kalau 50 tetes tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka tidak banyak
gunanya memberi oksitosin dalam dosis yang lebih tinggi (Ilmu Kebidanan
Sarwono, 2014).
dapat membuka, satu ciri khas oksitosin ialah bahwa hasil pemberiannya
tampak dalam waktu singkat. Oleh karena itu, tidak ada gunanya memberikan
dapat beristirahat. Kemudian dicoba lagi untuk beberapa jam, kalau masih
tidak ada kemajuan, lebih baik dilakukan seksio sesaria. Oksitosin yang
uterine action. Akan tetapi, ada kalanya terutama dalam kala II, hanya
kontraksi uterus terlalu kuat dan lama, dan dapat pula menyebabkan timbulnya
ruptura uteri. Pemberian intravena dengan jalan infus (intavenous drip) yang
19
memungkinkan masuknya dosis sedikit demi sedikit telah mengubah
gambaran ini dan dan sudah pula dibuktikan bahwa oksitosin dengan jalan ini
biasanya bayi sudah lahir tanpa adanya penolong. Pada persalinan keadaan
diawasi dengan cermat, dan episiotomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk
menghindari terjadinya ruptura perinei tingkat ke 3. Bilamana his kuat dan ada
patologik, yang merupakan tanda bahaya akan terjadi ruptura uteri. Dalam
trauma minimal bagi ibu dan anak (Ilmu Kebidanan Sarwono, 2014).
Kelainan ini hanya dapat diobati secara simptomatis karena belum ada
uterus. Usaha yang dapat ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi
seperti morfin dan petidin. Akan tetapi, persalinan tidak boleh berlangsung
berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dalam hal ini dalam
konstriksi dalam kala I biasanya tidak diketahui, kecuali kalau lingkaran ini
terdapat dibawah kepala janin sehingga dapat diraba melalui kanalis servikalis,
20
kala II baru diketahui setelah usaha melahirkan dengan cunam gagal. Dengan
tangan yang dimasukkan kedalam kavum uteri untuk mencari sebab kegagalan
dengan cunam. Apabila tindakan gagal dan janin masih hidup, terpaksa
sesarea sebelum jaringan parut serviks sobek, yang dapat menjalar ke atas
serviks. Tahap persalinan ini mumgkin peka terhadap sedasi dan anestesi
berlangsung paling cepat, tidak dipengaruhi oleh sedasi atau anestesi regional.
fleksi, penurunan, rotasi internal (putaran paksi dalam), ekstensi, dan rotasi
21
panggul. Namun , dalam praktik sebenarnya awitan tahap panggul jarang
persalinan normal adalah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviks adalah
fase laten yang sesuai dengan tahap persiapan dan fase aktif yang sesuai
dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase
ketika ibu mulai merasakan kontaksi yang teratur. Selama fase ini orientasi
Kriteria minimum friedman untuk fase laten kedalam fase aktif adalah
kecepatan pembukaan serviks 1,2 cm/jam bagi nulipara dan 1,5 cm/jam untuk
pembukaan labih cepat dan telah mencapai kecepatan fase aktif pada
dengan persepsi ibu yang bersangkutan akan adanya his yang teratur disertai
oleh pembukaan serviks yang progresif, walaupun lambat, dan berakhir pada
22
5 cm, sehingga apabila tidak terjadiperubahan progresif, perlu
2014).
apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nullipara dan 14 jam pada
nulipara. Durasi rata-ratanya adalah 8,6 jam dan rentangnya dari 1 jam smapai
44 jam. Dengan demikian, lama fase lsten sebesar 20 jam pada ibu nulipara
dan 14 jam pada ibu multipara mencerminkan nilai maksimum secara statistik.
anestesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk
(misal tebal, tidak mengalami pendataran atau tidak membuka), dan persalinan
Dengan sedatif kuat, 85 % dari para ibu ini akan memulai persalinan aktif.
23
b. Fase aktif memanjang
serviks antara 3-4 cm.dalam hal ini, fase aktif persalinan, dari segi kecepatan
mengalami pembukaan 3 sampai 4 cm. Kemiripan yang agak luar biasa ini
aktif, dimulai pada sekitar 7 sampai 8 cm pada nulipara dan paling cepat
setelah 8 cm. Friedman membagi lagi masalah fase aktif menjadi gangguan
lambat, yang untuk nulipara adalah kecepatan pembukaan kurang dari 1,2 cm
per jam atau penurunan kurang dari 1 cm per jam. Untuk multipara, protraksi
24
didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan kurang dari 1,5 cm per jam atau
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir
dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan
20 menit untuk multipara, tetapi angka ini juga sangat bervariasi. Pada ibu
dengan paritas yang tinggi yang vagina dan perineumnya sudah melebar, dua
atau tiga kali usaha mengejan setelsh pembukaan lengkap mungkin cukup
sempit atau janin besar, atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anestesia
regional atau sedasi yang berat, maka kala dapat sangat memanjang.seperti
melibatkan banyak gerakan pokok yang penting agar janin dapat melewati
jalan lahir. Selama ini terdapat aturan-aturan yang membatasi durasi kala II.
25
Kala II persalinan pada nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3
terganggu secara bermakna sehingga bayi tidak dapat lahir secara spontan
melalui vagina. Sedasi berat atau anestesia regional, epidural lumbal, kaudal,
mengejan, dan pada saat yang sama mungkin mengurangi kemampuan pasien
mengejan. Bagi ibu yang kurang dapat mengejan dengan benar setiap
manfaat. Mungkin pilihan paling aman untuk janin dan ibunya adalah nitrose
oksida, yang dicampur dengan volume yang sama dengan oksigen dan
diberikan saat setiap kali kontraksi. Pada saat yang sama, dorongan dan
26
2.4.8. Penatalaksanaan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan ibu yang
bersangkutan harus diawasi dengan saksama. Tekanan darah diukur tiap empat
jam, bahkan pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada gejala
preeklampsia. Denyut jantung janin dicatat setiap setengah jam dalam kala I dan
lebih sering dalam kala II. Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat
perhatian sepenuhnya. Karena pada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk
makan biasa melainkan dalam bentuk cairan.sebaiknya diberi infus larutan glukosa
rasa nyeri dapat diberikan petidin 50 mg yang dapat diulangi; pada permulaan kala
keadaan yang saksama tentang keadaan. Selain penilaian keadaan umum, perlu
ditetapkan apakah persalinan benar-benar sudah mulai atau masih dalam tingkat
false labour, apakah ada inersia uteri atau incoordinate uterine action; dan apakah
terakhir ini, jika perlu dilakukan pelvimetri roentgenologik atau MRI. Apabila
serviks sudah terbuka untuk sedikit-dikitnya 3 cm, dapat diambil keputusan apakah
perlu dilakukan seksio sesarea dalam waktu singkat atau persalinan dapat dibiarkan
27
2.5. MOW (Metode Operatif Wanita) / Tubektomi
2.5.1. Definisi
ialah dengan memotong kedua saluran sel telur (tuba falopi) dan menutup
kedua-duanya sehingga sel telur tidak dapat keluar dan sel sperma tidak dapat
pula masuk bertemu dengan sel telur, sehingga tidak terjadi kehamilan
(BKKBN, 2010)
sebagai berikut:
a. Sukarela.
Cara kerja :
c. Saluran telur yang membawa sel telur dalam rahim akan dipotong atau
diikat. Setelah operasi syang dihasilkan akan diserap kemabali oleh tubuh
anti bius saja. Luka yang diakibatkan sebaiknya tidak kena air selama 3-4
hari.
28
Kelebihan :
Kekurangan :
Yaitu membuat sayatan pada dinding perut tepat di atas rambut kemaluan
sepanjang 2,5 cm, kemudian tuba di cari tindakan pada tuba ialah lidasi dan
c. Kolkotomi Posterior
Yaitu membuat sayatan pada puncak vagina belakang sepanjang 2,5 cm.
tindakan pada tuba ialah lugasi dan eksisi reseksi sebagian. Cara ini sudah
jarang digunakan.
29
c. Kuldoskopi
Yaitu membuat sayatan pada puncak vagian belakang dan trokar. Alat khusus
yang dipakai ialah puldoskop. Tindakan pada tuba ialah ligasi dan eksisi
d. Laparoskop
Yaitu membuat sayatan pada dinding perut tepat dibawah pusat dengan trokar.
Alat khusus yang dipakai ialah laparoskop yang dimasukkan dalam rongga
perut melalui trokar. Tindakan pada tuba ialah oklusi dengan cincin falope
atau kauterisasi.
e. Histerokopi
Yaitu alat khusus yang dipakai ielah histeroskop yang dimasukkan ke dalam
rongga rahim (uterus) melalui mulut leher rahim. Tindakan pada tuba ialah
Yaitu dibuat sayatan pada dinding perut tepat dibawah pusar sepanjang 2,5 cm
tindakan pada tuba ialah lidasi dan eksisi serta reseksi sebagian
30
BAB III
LAPORAN KASUS
2.7. Subjektif
Keluhan Utama
Perut terasa kenceng-kenceng
31
Pada pertama kali mengalami menstruasi usia 13 tahun, pasien merasa haid
teratur, 28 hari 1 kali, selama 13 hari. siklus menstruasi teratur.
Riwayat Penggunaan Kontrasepsi
mengkonsumsi Pil KB selam 4 bulan
Riwayat Penyakit Dahulu
Diabetes Mellitus disangkal, Hipertensi disangkal, Asma disangkal, Alergi
disangkal, Penyakit Keturunan disangkal, Penyakit Kelainan Darah disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Diabetes Mellitus disangkal, Hipertensi disangkal, Ibu pasien menderita Asma,
Alergi disangkal, Penyakit Keturunan disangkal, Penyakit Kelainan Darah
disangkal, Riwayat memiliki tumor disangkal
Riwayat Sosial
Menikah 1 kali pada usia 14. Lama pernikahan 28 tahun.
Jumlah anak
Umur
Jenis Penyulit hamil,
No Kehamil Penolong Tempat Umur BBL Jenis
Persalinan persalinan, nifas
an
spontan
2500
1 7 bulan Normal Dukun (-) 25 th belakang (-)
gram
kepala
spontan
3500
2 9 bulan Normal Bidan (-) 20 th belakang (-)
gram
kepala
spontan
3 9 bulan Normal Bidan (-) (-) (-) belakang Meninggal
kepala
Rsud
4 4 bulan Kuretase Dokter moch (-) (-) (-) Abortus
saleh
spontan
3500
5 9 bulan Normal Bidan (-) 9 th belakang (-)
gram
kepala
32
spontan
3500
6 9 bulan Normal Bidan (-) 6 th belakang (-)
gram
kepala
spontan
4000
7 9 bulan Normal Dukun 3 th belakang (-)
gram
kepala
2.8 Objektif
a. Status Generalis ( 23-05-2017 pukul 21.00 WIB)
- Keadaan umum : Cukup
- Kesadaran : Compos mentis
- Tensi : 130/80 mmHg
- Nadi : 84 kali/menit, nadi kuat isi cukup
- Suhu : 36,8C
- RR : 20 kali/menit
- Kepala/leher : a/i/c/d -/-/-/- pembesaran KGB (-), PCH (-),
Pembesaran kelenjar tiroid (-), trakea berada ditengah,
- Thorax : bentuk simetris (+), retraksi (-)
o Pulmo : Vesikuler/vesikuler Rh -/- Wh -/-
o Cor : S1S2 tunggal regular, murmur (-)
- Abdomen : Supel (+) BU (+) normal, hepar (TTB), lien (TTB)
- Ekstremitas : Akral hangat (+), CRT < 2 detik, oedem (-)
33
b. Status Obstetri ( 23-05-2017 pukul 21.00 WIB)
- Abdomen :
1. Inspeksi : Terdapat pembesaran pada abdomen, striae gravidarum (+)
Pergerakan abdomen mengikuti gerak nafas
2. Palpasi :
Leopold I : TFU 32 cm 4 jari dibawah processus xyphoideus, teraba lunak
kesan bokong
Leopold II : teraba bagian memanjang di kiri ibu
Leopold III : teraba keras bulat tidak melenting
Leopold IV : masuk PAP
3. Auskultasi :
Bising Usus (+) normal
4. HIS :
2 kali dalam 10 menit selama 20 detik
5. DJJ :
149x/menit
- Pemeriksaan Genital Eksterna: benjolan (-), bersih (+), infeksi kulit (-), tanda
peradangan (-) bekas luka/sikatrix (-), Rambut Pubis (dbn), Ostium uretra eks (dbn),
bengkak (-), Peradangan (-) Klitoris (dbn)
34
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan 23 Mei 2017 24 Mei 2017 25 Mei 2017
Gula Darah Acak - - 111 mg/dl
HbsAg Negatif - -
Diff Count 2/0/61/27/10 - -
Hemoglobin (Hb) 10,2 g/dl 10.9 g/dl -
Lekosit 7.630 /cmm 14.500 /cmm -
PCV (Hematokrit) 32% 32% -
Trombosit 84.000/cmm 295.000/cmm -
35
d. Partograf
36
2.9 Assesment
G VIII P5105 Ab1x UK 40-41 minggu, J/T/H, preskep, inpartu kala I fase aktif
memanjang, Usia > 35 tahun, secondary arest (Distosia ec power) Grande
multigravida,
2.10 Planning
a. Pro sectio ceasarea + MOW (24 maret 2017)
b. Cefazolin 1 gram pre op
c. Injeksi dexamethason 2 ampul IV
d. Infus RL 20 tetes per menit
e. Sedia darah WB 2 kolf
f. Pro sc sedia cytotec 4 tab
2.11 Prognosis
Dubia ad bonam
37
Rabu , 24 Mei 2017 Kamis, 25 Mei 2017
Perawatan post SC 10.30 wib Perawatan Hari 1 post SC
S: Nyeri perut bekas operasi.. Pusing (-), S: Nyeri perut bekas operasi masih terasa . Pusing (-
mual/muntah (-), mobilisasi baik. ), mual/muntah (-) mobilisasi baik, BAK/BAB
(+)/(-),
O: KU : cukup Kesadaran : Compos Mentis
O: KU : cukup Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/80 mmHg Suhu : 36,50C .
TD : 120/70 mmHg Suhu : 36 0C .
RR : 20x/menit Nadi : 100x/menit
RR : 20x/menit Nadi : 80x/menit
K/L : a/i/c/d : -/-/-/-
K/L : a/i/c/d : -/-/-/-
Pemb. KGB
Pemb. KGB
Thorax : Simetris +/+ retraksi -
Thorax : Simetris +/+ retraksi -
Jantung : S1 S2 tunggal reg, murmur
Jantung : S1 S2 tunggal reg, murmur
Paru : Vesikuler +/+ Rh -/- Wz -/-
Paru : Vesikuler +/+ Rh -/- Wz -/-
Abdomen : Supel, BU (+) normal, Nyeri
tekan (+) Abdomen : Supel, BU (+) normal, Nyeri tekan
(+) perut bawah. Luka post op baik tidak
Ekstremitas: Akral hangat +/+, CRT < 2 merembes terpasang opsite
detik. Edema (-)
Ekstremitas: Akral hangat +/+, CRT < 2 detik.
Genitalia : dbn, Perdarahan (-) Edema (-)
Status obstetri : Genitalia : dbn, Perdarahan (-)
TFU : setinggi pusat Status obstetri :
Uterus contraction : baik TFU : 3 jari di bawah pusat
Urine production : 100 cc Uterus contraction : baik
Perdarahan : (-) Urine production : (-)
Perdarahan : (-)
a/
A: P7106 Ab100 post Sc secondary arest
i
(Distosia ec power) Grandemultigravida +
MOW
A: P7106 Ab100 post Sc a/i secondary arest
(Distosia ec power) Grandemultigravida +
P : Infus RL 500cc drip synto 2 ampul 20 tpm MOW
Cek DL pasca operasi
Injeksi cefazolin 3x1 gram P : Cefadroxil tab 3x500 mg
Injeksi ketorolac 3x1 ampul Methyl ergometrin tab 3x1
Misoprostol 3 tab/rectal/tiap 6 jam Asam mefenamat tab 3x500 mg
Observasi Nonemi tab 1x1
Waspada HPP
38
Rabu , 26 Mei 2017
Perawatan hari ke 2 post SC
S: Nyeri perut bekas operasi, Pusing (-), mual/muntah (-), mobilisasi baik.
O: KU : cukup Kesadaran : Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg Suhu : 36,50C .
RR : 20x/menit Nadi : 80x/menit
K/L : a/i/c/d : -/-/-/-
Pemb. KGB
Thorax : Simetris +/+ retraksi -
Jantung : S1 S2 tunggal reg, murmur
Paru : Vesikuler +/+ Rh -/- Wz -/-
Abdomen : Supel, BU (+) normal, Nyeri tekan (+)
Ekstremitas: Akral hangat +/+, CRT < 2 detik. Edema (-)
Genitalia : dbn, Perdarahan (-)
Status obstetri :
TFU : 3 jari di bawah pusat
Uterus contraction : baik
Perdarahan : (-)
a/
A: P7106 Ab100 post Sc i secondary arest (Distosia ec power) Grandemultigravida + MOW
P : Infus RL 500cc
Asam mefenamat tab 3x500 mg
Nonemi tab 1x1
39
BAB IV
ANALISA KASUS
Grande multipara merupakan salah satu risiko tinggi kehamilan Bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan grande multipara juga digolongkan dengan risiko tinggi.
Komplikasi yang dapat terjadi pada kehamilan juga pada persalinan pada ibu grande
multipara dengan sendirinya juga berpengaruh pada bayi yang akan dilahirkan.
Komplikasi yang dapat timbul seperti kelainan letak, karena dinding rahim atau perut
ibu yang telah longgar, kelainan letak plasenta (plasenta previa) karena dinding rahim
tempat perlekatan plasenta yang normal (di daerah fundus dan corpus rahim) sudah
pernah dilekati plasenta pada kehamilan sebelumnya sehingga pada kehamilan yang
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Moch Saleh dengan keluhan utama berupa
kenceng-kenceng. Kenceng-kenceng mulai terjadi pada 22 mei 2017 jam 07.00 pagi
tetapi kenceng-kenceng terasa hilang timbul dan tidak sering terjadi. Kenceng-
kenceng merupakan tanda dari adanya kontraksi uterus yaitu HIS. Kontraksi uterus
Pada tanggal 23 mei 2017 pukul 21.00 pasien datang ke ke IGD RSUD dr.
Keadaan umum pasien cukup, kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/80
mmHg, nadi 84x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu 368 c. Pada pemeriksaan palpasi
lunak kesan bokong, leopold II : teraba bagian memanjang dibagian kanan ibu,
leopold III : teraba keras menonjol kesan kepala, sudah masuk PAP, leopold IV :
sudah masuk PAP. Pada auskultasi menggunakan doppler didapatkan denyut jantung
40
janin 149x/menit, ini merupakan denyut jantung janin normal bayi, HIS teraba (+)
dengan 2 kali kontraksi dalam 10 menit selama 20 detik, hal ini merupakan tanda HIS
yang tidak adekuat, HIS yang adekuat adalah 3-4 kali dalam 10 menit selama 40-60
detik. Pada pemeriksaaan dalam: pembukaan 4cm, ketuban (+) menonjol, efficement
50 %, pervag blood slym, kepala Hodge 1. Pada pembukaan 4 cm berarti telah masuk
pada kala I fase aktif. Dimana jika sudah masuk pada kala 1 fase aktif pada primipara
pembukaan 4 cm, HIS : 2 kali dalam 10 menit selama 20 detik. Pada jam 02.30 wib
(24 mei 2017) dilakukan lagi pemeriksaan dalam dengan hasil, pembukaan 4 cm, HIS
2 kali dalam 10 menit selama 20 detik dengan hasil yang tetap sama. pada jam 06.00
wib dilakukan lagi pemeriksaan dalam dengan hasil, pembukaan 4 cm, HIS 2 kali
dalam 10 menit selama 20 detik dengan hasil yang tetap sama dan tidak ada
kemajuan dari pada pembukaan serviks serta pada HIS didapatkan HIS yang tidak
adekuat untuk membantu dalam melakukan persalinan normal dan pada partograf
sudah memotong garis bertindak ini merupakan indikasi untuk harus segera dilakukan
tindakan untuk menghindari terjadinya komplikasi pada ibu dan pada bayi.
Pada jam 06.00 dilaporkan pada dokter penanggung jawab, dan diarahkan
untuk melakukan operasi sectio cesarea sekaligus MOW. MOW yaitu Sterilisasi pada
wanita disebut juga tubektomi atau Tubal Ligation. Caranya ialah dengan memotong
kedua saluran sel telur (tuba falopi) dan menutup kedua-duanya sehingga sel telur
tidak dapat keluar dan sel sperma tidak dapat pula masuk bertemu dengan sel telur,
41
sehingga tidak terjadi kehamilan. Pasien menyetujui untuk operasi sectio cesarea dan
MOW. Operasi dilakukan jam 09.00 pagi (24 mei 2017), sebelum operasi diberikan
injeksi cefotaxim 1 gram dalam Pz 100cc. Operasi selesai pukul 09.40, lahir bayi
berjenis kelamin perempuan, berat badan 4000 gram, panjang badan 51 cm, lingkar
Pasien lalu dipindahkan dari OK keruang melati pada pukul 10.30 wib, lalu
diperiksa, keadaan umum cukup, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 84 x/menit,suhu
37C, tinggi fundus uteri setinggi pusat, kontraksi uterus baik, tidak ada perdarahan
yang terjadi. Pasien diberikan terapi infus RL 500cc serta drip oxytosin didalamnya
sebanyak 20 IU, injeksi cefotaxim 3x1 gram, injeksi ketorolak 3x1 ampul,
misoprostol 3 tablet dimasukkan melalui rektal setiap 6 jam. Lalu dilakukan observasi
2 jam post partum untuk menilai keadaan umum dari ibu serta menghindari adanya
berlebihan.
Tujuan utama dilakukannya operasi sectio caesarea pada pasien ini adalah
untuk menghindari terjadinya komplikasi teburuk pada ibu dan janin seperti akibat
dari persalinan kala I yang memanjang disebabkan karena pembukaan dari serviks
yang tidak maju dan HIS yang tidak adekuat. Begitu juga dengan dilakukannya
MOW yaitu Sterilisasi pada wanita disebut juga tubektomi atau Tubal Ligation.
Caranya ialah dengan memotong kedua saluran sel telur (tuba falopi) dan menutup
kedua-duanya sehingga sel telur tidak dapat keluar dan sel sperma tidak dapat pula
Sehingga tidak terjadi kehamilan dan untuk menurunkan resiko juga yang
terjadi akibat kehamilan yang lebih dari 8 kali seperti Kelainan letak janin,
42
disebabkan oleh karena dinding rahim dan atau dinding perut yang telah longgar
akibat dari persalinan yang terdahulu, Anemia dalam kehamilan, Kelainan endokrin,
kelainan jantung, tekanan darah tinggi (hipertensi), Kelainan letak plasenta (plasenta
previa) karena dinding rahim tempat perlekatan plasenta yang normal (di daerah
fundus dan corpus rahim) sudah pernah dilekati plasenta pada kehamilan sebelumnya
sehingga pada kehamilan yang lebih dari lima kali, plasenta melekat di bagian bawah
Rahim, Solutio plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan dimana plasenta yang
tempat perlekatannya yang normal (pada fundus dan corpus uteri) terlepas sebelum
waktunya (pada kala III), Robekan pada rahim (ruptura uteri), penyebabnya adalah
dinding rahim pada ibu yang telah melahirkan beberapa kali bayi yang dapat hidup
Rintangan yang sangat kecil pada kehamilan maupun pada proses persalinan
karena kontraksi rahim kurang, Rahim tidak berkontraksi setelah proses persalinan
oleh karena berkurangnya kemampuan otot-otot dinding perut (otot-otot dinding perut
menjadi lemas) sehingga dapat terjadi kesalahan letak janin, kepala janin tidak masuk
43
DAFTAR PUSTAKA
Andrew H Mgaya, Siriel N Massawe, Hussein L Kidanto, and Hans N Mgaya. 2013.
KB.
Universitas Lampung.
Mega Redha Putri, Joserizal Serudji, Efrida. 2015. Gambaran Kejadian Persalinan
Jakarta: EGC.
44
Nola Eriza, Defrin, Yuniar Lestari. 2015. Hubungan Perdarahan Postpartum dengan
Rita Lal, Sweta Lal, Ruchi Birendra. 2015. Grand Multipara: Still A Major Risk
Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, Hal.
115-128, 562-575.
Tri Indah Idi Retnani. 2013. Hubungan Antara Umur Dan Paritas Ibu Bersalin Dengan
45
,
46