TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.2 Tahapan hubungan antara asupan kalsium dengan kejadian hipertensi pada
kehamilan
Sumber : Belizan et al, 1988
Keterangan : Ca=Kalsium ; PTH = hormon paratiroid ; BP = tekanan darah
Defisiensi kasium berperan terhadap terjadinya tekanan darah tinggi atau hipertensi.
Kadar kalsium yang rendah dalam darah akan merangsang hormon paratiroid dan
mengakibatkan kadar ion kalsium intrasel meningkat. Hal tersebut menyebabkan sel otot
polos pembuluh darah bekerja lebih aktif (vasokonstriksi), sehingga resistensi perifer
pembuluh darah meningkat dan akan meningkatkan tekanan darah (Belizan, 2008). Studi
menunjukkan bahwa pola makan yang cukup kalsium termasuk sayur dan buah-buahan
lebih efektif dan aman dibandingkan obat-obatan dalam menurunkan tekanan darah.
Suplemen atau bahan makanan yang mengandung kalsium dapat menurunkan tekanan
darah tinggi dengan mengekskresi natrium yang meningkat. Dengan kata lain, kalsium
akan bekerja seperti obat diuretik alami, membantu ginjal mengeluarkan natrium dan air
sehingga tekanan darah menurun (Braverman, 1996 dan Wirakusumah, 2001).
Dalam penyerapan kalsium dibutuhkan vitamin D dan magnesium. Tanpa vitamin
D, daya serap tubuh terhadap kalsium yang dikonsumsi hanya 10% -15% saja (Fiedler,
2012). Masyarakat Indonesia diketahui memiliki kadar vitamin D hasil sintesis sinar
matahari yang rendah (Sofoewan, 2009). Rendahnya kadar vitamin D disebabkan oleh
kurangnya pajanan sinar matahari dan/atau diet kurang baik. Selain itu, di Indonesia,
kebiasaan berpakaian, warna kulit, penghindaran sinar matahari karena cuaca yang panas
dan polusi yang berat dapat mempengaruhi jumlah sinar ultraviolet (UV) yang mencapai
permukaan kulit (Brown, 2002; Lenora, 2007).
2.6 Patofisiologi Hipertensi pada kehamilan
Selama kehamilan normal terdapat perubahan-perubahan dalam sistem
kardiovaskuler, renal dan endokrin. Perubahan ini akan berbeda dengan respons patologi
yang timbul pada hipertensi pada kehamilan (Elkayam, 2002; Sibai, 1996). Pada kehamilan
trimester kedua akan terjadi perubahan tekanan darah, yaitu penurunan tekanan sistolik
rata-rata 5 mmHg dan tekanan darah diastolik 10 mmHg, yang selanjutnya meningkat
kembali dan mencapai tekanan darah normal pada usia kehamilan trimester ketiga
(Elkayam, 2002; Kaplan, 2002; William et al, 2000). Selama persalinan tekanan darah
meningkat, hal ini terjadi karena respon terhadap rasa sakit dan karena meningkatnya
beban awal akibat ekspulsi darah pada kontraksi uterus.
Tekanan darah juga meningkat 4-5 hari post partum dengan peningkatan rata-rata
adalah sistolik 6 mmHg dan diastolik 4 mmHg (Elkayam, 2002; William et al, 2000). Pada
keadaan istirahat curah jantung meningkat 40% dalam kehamilan. Perubahan tersebut
mulai terjadi pada kehamilan 8 minggu dan mencapai puncak pada usia kehamilan 20-30
minggu (Elkayam, 2002; Kaplan, 2002; William et al, 2000). Sedangkan,
tahanan perifer menurun pada usia kehamilan trimester pertama. Keadaan ini
menyebabkan volume darah yang beredar juga meningkat 40%, peningkatan ini melebihi
jumlah sel darah merah, sehingga hemoglobin dan viskositas darah menurun.
Pada ibu hamil tertentu akan terjadi keadaan dimana terdapat peningkatan aktifitas
sistem reninangiotensin aldosteron dan juga sistem saraf simpatis. Meningkatkatnya
aktifitas sistem renin-angiotensin aldosterone dapat terjadi akibat empat teori yaitu teori
kegagalan invasi tropoblast, teori iskemik plasenta, teori maladaptasi immunologi, dan
teori adaptasi kardiovaskular (Kaplan, 2002; William et al, 2000). Peningkatan aktifitas
sistem reninangiotensin aldosteron dan juga sistem saraf simpatis akan merangsang
terjadinya vasokontriksi (penyempitan) pembuluh darah sehingga menyebabkan terjadinya
tekanan tinggi pada otot polos pembuluh darah. Hal tersebut akan memicu terjadinya
hipertensi pada kehamilan (William et al, 2000; Sedyawan, 1996).
2.7 Pencegahan Hipertensi pada Kehamilan
Pencegahan disini bermaksud untuk mencegah terjadinya hipertensi pada wanita
hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklamsi. Pencegahan dapat dilakukan dengan
(POGI, 2010):
1. Pencegahan dengan medikal berupa suplementasi diet
a. Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3,
PFA
b. Antioksidan : vitamin C, vitamin E, eta-carotene, CoQ10, N-Acetylcysteine,
asam lipoik.
c. Elemen logam berat : seng, magnesium, kalsium.
2. Pencegahan dengan non medical
Pengaturan pola makan dengan pendekatan Dietary Approach to Stop
Hypertension (DASH) dengan meningkatkan konsumsi makanan seperti sayur
dan buah-buahan yang tinggi kandungan mineral seperti kalium, kalsium dan
magnesium serta tinggi asupan serat dan protein serta membatasi asupan
natrium.
2.8 Metode Semi Quantitative Food Frequency Questionaire (SQ-FFQ)
Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi
sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu. Metode frekuensi
makanan sering digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi karena dapat memperoleh
gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif, dan dapat membedakan
individu berdasarkan rangking tingkat konsumsi zat gizi. Terdapat pula modifikasi dari
metode food frequency yatu Semi Quantitative Food Frequency Questionaire (SQ-FFQ).
SQ-FFQ berguna untuk mengetahui perhitungan konsumsi makanan baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Selain itu, SQ-FFQ juga dapat mengetahui kebiasaan asupan nutrisi
dari responden yang akan ditanyakan (Grootenhuis et al., 2004). Pada SQ-FFQ skor zat
gizi yang terdapat disetiap subyek dihitung dengan cara mengalikan frekuensi setiap jenis
makanan yang dikonsumsi yang diperoleh dari data komposisi makanan yang tepat. SQ-
FFQ ini memberikan gambaran ukuran porsi yang dimakan seseorang dan frekuensi makan
dalam waktu tahun, bulan, minggu dan hari makanan yang dimakan oleh responden, serta
memberikan gambaran ukuran yang dimakan oleh responden dalam bentuk besar, sedang,
dan kecil yang nantinya jenis dan berat dari makanan itu datanya akan dimasukkan ke
dalam komputer dengan mengalikan nutrisi yang terkandung dalam makanan tersebut
(Syukriawati, 2011). Kelebihan penggunaan SQ-FFQ yaitu keefektifan biaya lebih baik,
mengurangi terjadinya eror dalam pengolahan data, dan tidak terlalu menyusahkan
responden, karena asupan makanan yang ditanyakan oleh peneliti hanya dengan satuan
besar, sedang, dan kecil saja (Rankin et al., 2010).