Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Rumah sakit merupakan terminal terakhir dalam menanggulangi pasien gawat darurat.

Oleh karena itu, fasilitas rumah sakit khususnya instalasi gawat darurat dan intensive care

unit serta seluruh bagian rumah sakit harus dilengkapi sehingga dapat menanggulangi kasus

gawat darurat. Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan profesional yang ditujukan

kepada pasien yang mempunyai masalah yang mengancam kehidupan, terjadi secara

mendadak atau tidak diperkirakan. Salah satu kasus kegawatdaruratan yang memerlukan

tindakan segera adalah syok.

Syok adalah kegagalan system kardiovaskuler untuk menghantarkan zat yang penting

seperti oksigen ke seluruh tubuh. Syok juga didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang

mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah yang

bersirkulasi secara efektif. Kegagalan memperbaiki perfusi menyebabkan kematian sel yang

progresif, gangguan fungsi organ dan akhirnya kematian penderita.

Tanda-tanda dari syok adalah penurunan tekanan darah, akral dingin, kulit pucat,

penurunan cardiac output. Pada syok yang kurang parah, kompensasi tubuh dapat berupa

peningkatan laju jantung dan konstriksi pembuluh darah perifer (keduanya secara reflek),

sehingga dapat memelihara tahanan perifer dan aliran darah ke organ-organ vital tetapi ketika

syok bertambah parah kompensasi ini akan gagal.

Dengan memahami patofisiologi, mengetahui tanda dan gejala, serta mengetahui respon

yang hendak dilakukan akan membantu memberikan hasil yang baik pada penanganan pasien

syok (Kelley, 2005). Dalam melakukan penanganan terhadap kasus syok, penting untuk
mengidentifikasi penyebab terjadinya syok agar syok dapat tertangani dengan cepat dan

tepat.

Oleh karena itu, sebagai calon dokter dan tenaa yang terampil, dokter muda perlu

membekali dirinya dengan pengetahuan yang baik berhubungan dengan syok agar dokter

muda dapat menangani syok dengan cepat dan tepat untuk menghindari komplikasi dan

bahkan kematian.

Berdasarkan uraian diatas, penulis mengangkat topik referat syok untuk mengetahui dan

mempelajari lebih dalam patofisiologi serta tata cara penanganan syok yang baik dan tepat.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari jenis-jenis syok

1.3 Manfaat penelitian

Referat ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

a. Bagi Institusi

1. RSUD Moh. Saleh

Hasil referat ini dapat menjadi masukan dan bahan evaluasi untuk meningatkan mutu

rumah sakit

2. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Hasil referat ini dapat menjadi masukan dan bahan evaluasi untuk memperbaiki

program pendidikan bagi dokter muda

b. Bagi Masyarakat

Hasil referat ini dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat yang dapat

disampaikan oleh dokter muda kepada masyarakat, khususnya masyarakat probolinggo


c. Bagi penulis

Hasil dari referat ini dapat mengembangkan kemampuan dalam membuat referat serta

memperluas wawasan penulis mengenai materi syok.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 DEFINISI

2.2 PATOFISIOLOGI SYOK

Syok didefinisikan sebagai tidak cukupnya substrat dan oksigen untuk memenuhi

kebutuhan metabolism jaringan. Ketika sel-sel kekurangan oksigen dan substrat, sel-sel

tersebut tidak bisa lagi mempertahankan produksi energi aerobik. Metabolism aerobic

menghasilkan 36 ATP molekul. Pengiriman oksigen terganggu pada syok sehingga sel

memasuki jalur metabolisme anaerob, dimana hanya menghasilkan 2 molekul ATP. Tanpa

adanya energy yang cukup fungsi sel normal tidak dapat dipertahankan. Hal ini

menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan pompa potassium-sodium, yang berakibat pada

hilangnya potassium dari dalam sel. Sel akan membengkak dan permeabilitas membrane sel

meningkat karena terjadi peningkatan sodium di intraseluler. Aktivitas mitokondria menjadi

turun dan membrane lisosom menjadi rusak. Hal ini akan menyebabkan rilisnya enzim-enzim

yang nantinya merusak sel. Akhirnya terjadi kematian sel yang diikuti dengan pengaktifan

kaskade asam arachnoid, keluarnya mediator inflamasi, dan produksi radikal bebas, yang

nantinya akan memperluas kerusakan seluler di seluruh tubuh. Setelah kerusakan seluler,

pada jaringan terjadi nekrosis. Nekrosis jaringan akan berdampak pada gagalnya fungsi

semua organ. Semua penyebab syok akan menyebabkan pengiriman oksigen yang tidak

memadai ke organ dan jaringan. Hal ini akan menyebakan suatu keadaan yang disebut

kegagalan sirkulasi (Guyton & Hall, 2010).


2.3 TAHAP-TAHAP SYOK

1. Tahap non-progresif (kompensasi)

Selama fase ini tubuh akan mempertahankan fungsi organ-rgan vital. Mekanisme

kompensasi dilakukan dengan cara menjaga tekanan darah dengan meningkatkan curah

jantung dan resistensi vascular sistemik. Tubuh juga berupaya mengoptimalkan

pengiriman oksigen ke jaringan dengan meningkatkan ekstraksi oksigen dan

mendistribusikan aliran darah ke otak, jantung, dan ginjal (dengan mengorbankan aliran

darah ke kulit dan saluran cerna). Mekanisme kompensasi tercepat yang dilakukan tubuh

merangsang saraf simpatis dan sistem renin. Kedua hal ini akan mempertahankan cardiac

output dan tekanan darah .

2. Tahap progresif

Akibat mempertahankan organ vital seperti otak, jantung dan ginjal sehingga organ-organ

(kulit, otot, dan saluran cerna) akan terjadi iskemia yang nantinya terjadi pengeluaran zat-

zat beracun yang akan mempertahankan syok. Fungsi seluler akan memburuk dan

akhirnya akan terjadi disfungsi organ. Sehingga pada tahap ini jika tidak segera di terapi

maka syok akan semakin memnuruk sampai timbul kematian.

3. Tahap ireversibel

Ketika syok telah jauh berkembang maka transfusi atau bentuk terapi lain apa pun tidak

akan mampu lagi untuk menolong hidup orang tersebut.

2.4 KLASIFIKASI SYOK


1. Syok Hipovolemik

Sindrom klinis syok yang terjadi akibat berkurang atau hilangnya volume

intravaskuler secara signifikan. Kondisi tersebut dapat berupa perdarahan, obstruksi usus

halus, luka bakar hebat, dehidrasi berat. Tanda dan gejala klinis pada syok hipovolemik :

a. Pada stadium awal (<20% volume darah), pasien dapat mengalami perubahan

tingkat kesadaran, misalnya agitasi dan gelisah, atau depresi sitem saraf pusat.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda seperti kulit dingin, lembab,

takikardia ringan.

b. Pada stadium sedang (20-40% volume darah), pasien menjadi gelisah, agitasi, dan

takikardia, takipnea, oliguria, hipotensi ortostatik.

c. Pada stadium berat (>40% volume darah) pasien mengalami semua gejala diatas

ditambah hemodinamik tidak stabil, takikardia bergejala, hipotensi, perubahan

kesadaran.

2. Syok Kardiogenik

Sindroma klinis akibat penurunan curah jantung yang menyebabkan hipoksia jaringan

dengan volume intravaskuler yang adekuat. Syok kardiogenik terjadi akibat penurunan

kontraktilitas miokardium, misalnya akibat iskemia atau infark, sehingga curah jantung

dan tekanan arteri juga menurun. Tanda dan gejala klinis dapat bervariasi sesuai etiologi

yang mendasari. Pasien dapat mengeluhkan nyeri dada, sesak napas, hingga perubahan

status mental. Pada pemeriksaan tanda vital dapat ditemukan nadi teraba lemah, dan cepat

atau malah bradikardia pada kasus blok konduksi jantung derajat berat. Tekanan sistolik

menurun (<90 mmHg) dengan tekanan nadi yang menyempit (<30 mmHg). Pernafasan

Cheyne-Stokes dan distensi vena jugular dapat ditemukan. Pada auskultasi jantung dapat
terdengar S3 gallop, dan atau murmur sistolik pada kasus regurgitasi mitral berat dan

ruptur septum ventrikel. Dapat pula ditemukan bunyi ronki pada kasus gagal ventrikel

kiri.

3. Syok Anafilaktik

Sindrom klinis syok yang terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe 1, yakni reaksi

antigen dengan antibodi IgE. Alergen yang masuk ke dalam darah akan dikenali oleh

antigen-presenting cell (APC) di mukosa maupun darah. APC selanjutnya akan

mempresentasikan antigen ke sel limfosit Th2. Sel Th2 akan mengeluarkan sitokin-

sitokin (seperti IL-4 dan IL-3) yang akan memicu sel memori (limfosit B) menghasilkan

IgE.

Apabila alergen kembali muncul, maka alergen akan langsung berikatan dengan IgE,

ikatan antigen-antibodi IgE ini akan mengaktifkan sel mast untuk mengeluarkan

mediator-mediator anafilaksis seperti histamin, PGD2, bradikinin, leukotrin. Pelepasan

berbagai mediator itulah yang mendasari gejala pada kulit, saluran nafas, sistem vaskuler,

dan traktus gastrointestinal.

Tanda dan gejala syok anafilaktik adalah hipotensi, takikardia, akral dingin, dan

oligouria. Namun dapat juga disertai oleh gejala klinis akibat reaksis sistemik anafilaksis,

yaitu :

a. Reaksi sistemik ringan : rasa gatal serta hangat, rasa penuh di mulut dan

tenggorokan, hidung tersumbat dan terjadi edema disekitar mata, bersin.

b. Reaksi sistemik sedang : gejala sistemik ringan ditambah spasme bronkus dan

atau edema saluran nafas sehingga muncul keluhan sesak dan batuk, dapat pula

urtikaria menyeluruh, mual, muntah.


c. Reaksi sistemik berat : gejala sistemik ringan dan sedang yang lebih berat.

Spasme bronkus, edema laring, suara serak, stridor, sianosis, hingga terjadi henti

nafas. Edema dan hipermotilitas saluran cerna sehingga nyeri menelan, spasme

otot perut, diare, dan muntah. Gangguan kardiovaskuler, aritmia, hingga koma.

4. Syok Septik

Sindroma klinis yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas kebanyak daerah

tubuh, dengan infeksi yang disebarkan lewat darah dari satu jaringan ke jaringan lainnya,

dan menyebabkan kerusakan yang luas. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh syok septik

adalah suhu tubuh >380C atau <360C, frekuensi nadi >90 x/menit, frekuensi nafas >20

x/menit atau PaCO2 <32 mmHg, hipotensi yang tidak membaik dengan resusitasi cairan

awal,oligouria (keluaran urin <0,5 mL/kgBB/jam selama >2jam meski telah diberi

resusitasi cairan secara adekuat), jumlah hitung leukosit >12.000/mm3 atau <4.000/mm3

atau jumlah neutrofil batang >10%, acute lung injury (ALI) dengan PaO2 <200 (bila

tidak ada pneumonia) atau PaO2 <250 (bila terdapat pneumonia), kreatinin serum >2,0

mg/dL, bilirubin >2 mg/dL, hitung trombosit <100.000/mm3, dan koagulopati (INR >1,5)

5. Syok neurogenik

Pada syok neurogenik, vasodilatasi terjadi sebagai akibat kehilangan tonus simpatis.

Kondisi ini dapat disebabkan oleh cedera medula spinalis, anastesi spinal, dan kerusakan

sistem saraf. Syok neurogenik spinal ditandai dengan kulit kering, hangat, lembab, dan

bradikardi.

2.5 PENATALAKSANAAN SYOK


1. Syok Hipovolemik

Manajemen syok hipovolemik harus dilakukan simultan antara stabilisasi C-A-B dan

mengatasi sumber perdarahan (on-going-bleeding), bila ada.

a. Pastikan jalan napas dan pernapasan dalam kondisi baik. Kebutuhan oksigen

pasien harus terpenuhi dan bila dibutuhkan intubasi dapat dikerjakan.

b. Tempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi dan lakukan resusitasi cairan

segera melalui akses intravena, kateter vena sentral, maupun intraarterial. Cairan

yang diberikan adalah garam isotonus (NaCl 0,9%) yang ditetes dengan cepat

(hati-hati terhadap asidosis hiperkloremia) atau dengan cairan garam seimbang

seperti RL (Ringer’s Laktat) dengan jarum infus yang besar. Pemberian 2-4 L

dalam 20-30 menit diharapkan dapat mengembalikan keadaan hemodinamik.

c. Nilai ketat hemodinamik dan amati tanda-tanda perbaikan syok, seperti tanda

vital, kesadaran, perfusi perifer, urine output, pulse oximetry, dan analisis gas

darah.

d. Atasi sumber perdarahan (ongoing bleeding). Hemostasis darurat secara operatif

diperlukan apabila terjadi perdarahan masif (≥40%). Kemungkinan adanya

perdarahan harus selalu dicurigai apabila kehilangan belum dapat teratasi.

e. Kehilangan darah dengan kadar hemoglobin (Hb) ≤10 g/dL perlu pergantian

dengan transfusi; pastikan sediaan telah menjalani uji cross-match (uji silang)

sebelumnya. Pada kondisi yang sangat darurat, transfusi packed red cell (PRC)

sesuai golongan darah dapat diberikan, atau pemberian PRC golongan darah O

dan rhesus negatif (harus memenuhi keduanya) hanya direkomendasikan pada

pasien yang golongan darahnya tidak dapat diketahui. Bila tersedia, analisis
golongan darah harus diprioritaskan dahulu misalnya dengan metode aglutinasi

sederhana. Selalu pertimbangkan antara manfaat dan resiko transfusi darurat ini

dalam situasi emergensi.

f. Pada kondisi hipovolemi yang berat dan berkepanjangan, pertimbangkan

dukungan inotropik dengan dopamin, vasopresin, atau dobutamin untuk

meningkatkan kekuatan ventrikel yang cukup setelah volume darah dicukupi

dahulu.

2. Syok Kardiogenik

Manajemen emergensi syok kardiogenik dapat mengikuti panduan dari American

Heart Association (AHA) tahun 2004, yang dimulai dengan identifikasi dan membedakan

syok kardiogenik (masalah pompa) dengan edema paru, hipovolemia, dan gangguan

irama jantung. Prinsip penanganan syok kardiogenik (gagal pompa) harus memperhatikan

hal-hal berikut :

a. Terapi dilakukan bersama dengan perbaikan frekuensi jantung dan volume

intravaskuler.

b. Koreksi penyulit, seperti hipoksia, hipoglikemia, keracunan obat.

c. Perbaikan kontraksi, baik dengan medikamentosa, alat bantu mekanik, atau

pembedahan.

Berikut adalah manajemen syok kardiogenik :

a. Pastikan Airway dan Breathing stabil. Posisikan pasien setengah duduk, pasang

akses vena dan kateter urin, serta berikan O2 hingga 8 L/menit melalui nasal

kanul atau sungkup.


b. Pasang kateter arteri pulmonalis (Swan-Ganz) untuk melihat tekanan pengisian

dan curah jantung, terutama pada pasien dengan hipotensi berat.

c. Terapi medikamentosa, meliputi pemberian inotropik dan vasopresor. Sesuai

profil farmakologisnya norepinefrin lebih terplih pada kasus hipotensi sangat

berat.

d. Apabila belum terdapat perbaikan secara adekuat, pertimbangkan intervensi

mekanik seperti intra-aortic ballon counterpulsation (IABP). Balon pada IABP

akan mengembang saat fase diastolik (perfusi ke koroner akan meningkat melalui

aliran retrograde), dan mengempis saat fase sistolik (mengurangi afterload

melalui efek vakum pada balon).

e. Pada syok kardiogenik akibat infark miokardium, pertimbangkan prosedur perfusi

segera dengan fibrinolitik, percutaneus coronary intervention (PCI), atau

coronary-artery bypass grafting (CABG).

3. Syok Anafilaktik

a. Tata laksana inisial :

1) Pastikan airway dan breathing dalam kondisi baik;

2) Pasang akses vena untuk resusitasi cairan atau pemberian obat-obatan;

3) Berikan epinefrin 1:1000 sebanyak 0,3-0,5 mg IM pada sepertiga medial

anterolateral paha. Rute pemberian alternatif adalah subkutan. Lokasi

alternatif adalah lengan atas. Tinggikan posisi tungkai/lengan bila

memungkinkan. Dosis dapat diulang 5-15 menit berikut apabila belum

ada perbaikan;
4) Bila pencetusnya adalah alergen seperti suntikan imunoterapi, penisilin,

atau sengatan serangga, segera berikan injeksi epinefrin kedua 0,1-0,3 mg

(1:1000) pada lokasi suntikan atau sengatan untuk mengurangi absorpsi

alergen. Bila mungkin dipasang torniket proksimal dari suntikan atau

sengatan dan kendurkan setiap 10 menit. Torniket dapat dilepas jika

keadaan sudah terkendali;

5) Monitor ketat tanda vital dan hemodinamik setiap 15 menit, terutama

pada orang tua.

b. Apabila tekanan darah semakin turun (hipotensi) :

1) Posisikan pasien dalam posisi Trendelenburg;

2) Berikan resusitasi cairan secara agresif yaitu bolus 1000 mL cairan

isotonis salin normal, yang ditritasi hingga tekanan sistolik >90 mmHg;

3) Apabila belum membaik atau hipotensi berulang, berikan epinefrin

melalui cairan infus intravena. Dengan cara melarutkan 1 mL epinefrin

1:1000 dalam 250 mL dekstrose (konsentrasi 4 mg/mL) diberikan dengan

infus 1-4 mg/menit atau 15-60 mikrodrip/menit (dengan infus mikrodrip),

bila diperlukan dosis dapat dinaikkan sampai maksimum 10 mg/mL.

4) Pada pasien yang mengkonsumsi β-blocker non-selektif gejalanya sering

sukar diatasi dengan epinefrin atau bahkan menjadi lebih buruk karena

stimulan reseptor adrenergik alfa tidak terhambat. Dalam keadaan

demikian inhalasi agonis beta-2 atau sulfas atropin akan memberikan

manfaat disamping pemberian aminofilin dan kortikosteroid secara

intravena.
c. Pada pasien denga sesak hebat, curigai adanya spasme bronkus atau edema

saluran nafas :

1) Trakeostomi, karena trakeostomi hanya dikerjakan oleh dokter ahli atau

yang berpengalaman maka tindakan yang dapat dilakukan dengan segera

adalah melakukan punksi membran krikotiroid dengan jarum besar.

Kemudian pasien segera dirujuk.

4. Syok Septik

Penatalaksanaan syok septik merupakan bagian dari penatalaksanaan sepsis yang

komprehensif, mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi, eliminasi sumber infeksi,

dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai,

resusitasi bila terjadi kegagalan organ, vasopresor dan inotropik, terapi suportif terhadap

kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respon imun

maladaptif pejamu terhadap infeksi.

Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu

dilakukan segera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama,

dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway, breathing,

circulation, oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik

dan transfusi bila diperlukan.

Early Goal Directed Treathment, merupakan tatalaksana syok septik dengan

pemberian terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload, dan

kontraktilitas dengan oxygen delivery dan demand. Protokol tersebut mencakup

pemberian cairan kristaloid dan koloid 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan

vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65
mmHg maka diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila MAP >90 mmHg berikan

vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi oksigen vena sentral (ScvO2), bila ScvO2 <70%

dilakukan koreksi hematokrit hingga diatas 30%. Setelah CVP, MAP, dan hematokrit

optimal namun ScvO2 <70%, dimulai pemberian inotropik. Inotropik diturunkan bila

MAP <65 mmHg atau frekuensi jantung >120 kali/menit.

5. Syok Neurogenik

a. Baringkan pasien dengan posisi Trendelenberg.

b. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen.

c. Untuk keseimbangan dinamik sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.

Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau ringer laktat sebaiknya diberikan per

infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap

tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap

terapi.

d. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat

simpatomimetik seperti norepinefrin dan epinefrin. Pada syok ini, sistem saraf

simpatis menjadi sangat tertekan, sehingga pemberian obat simpatomimetik

menggantikan kerja simpatis yang menurun dan seringkali dapat memulihkan

seluruh fungsi sirkulasi.

2.6 sahdhas
Suplementasi oksigen ±intubasi
endotrakeal dan ventilasi mekanik

Kateterisasi arteri dan vena


sentral

Sedasi, paralisis (jika


diintubasi) atau
kekurangan kristaloid

Kristaloid

CVP
Koloid

MAP Obat vasoaktif

Transfusi eritrosit sampai


ScvO2
hematokrit >30%

Obat inotropik

Target
tercapai

Perawatan RS

Anda mungkin juga menyukai