Anda di halaman 1dari 9

Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan

Secara garis besar diklasifikasikan menjadi dua tipe:4

A) Anemia patologis dalam kehamilan

1) Anemia Defisiensi Besi, asam folat, B12, dan protein.

2) Perdarahan; perdarahan akut (perdarahan pada awal bulan kehamilan) dan

perdarahan kronik seperti infeksi cacing tambang, perdarahan gastrointestinal.

3) Herediter: thalassemia, hemoglobinopati, anemia hemolitik herediter defek RBC.

4) Insufisiensi sumsum tulang diakibatkan oleh radiasi dan obat penekan sumsum.

5) Anemia pada infeksi; seperti malaria & tuberkulosis.

6) Penyakit kronis seperti nefropati dan penyakit neoplastik.

B) Anemia fisiologis dalam kehamilan

Ekspansi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologik dalam

kehamilan. Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit, konsentrasi

hemoglobin, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau

eritrosit sirkulasi. Anemia fisiologis dalam kehamilan bertujuan menurunkan viskositas

darah maternal sehingga meningkatkan perfusi plasenta dan membantu penghantaran

oksigen dan nutrisi ke janin.7

Selama hamil terdapat peningkatan disproporsi pada volume plasma 50%, RBC

33%, Hb 18-20%. Terdapat peningkatan kebutuhan zat besi tambahan ketika hamil

terutama trimester kedua. Anemia secara fisiologis disebabkan kombinasi efek

hemodilusi dan ketidakseimbangan zat besi. Kriteria anemia fisiologis: Hb 10 gr/dL,

RBC 3,2-3,5 juta/mm3, morfologi RBC normokrom normositer dengan central

pallor.4,5

Anemia pada kehamilan dikategorikan menjadi beberapa kategori:

Kategori Keparahan anemia Tingkat Hb (gr/dL)


1 Mild 10,0 10,9

2 Moderate 7,0 10,0

3 Severe < 7,0

4 Very severe (dekompensata) < 4,0

Tabel 2.2 kategori anemia menurut Indian Council of Medical Research (Sharma J.B. 2010)5

2.5 Efek Anemia Pada Kehamilan

Efek anemia pada kehamilan dipelajari lebih dari 27.000 wanita dan mendapatkan

peningkatan ringan risiko persalinan kurang bulan pada anemia anemia trimester kedua.

Anemia pada trimester pertama terutama usia kehamilan 13-18 minggu secara signifikan

meningkatkan risiko kematian janin, aborsi spontan, berat lahir rendah, persalinan kurang

bulan atau prematuritas, dan kecil masa kehamilan. Anemia pada wanita hamil mempengaruhi

vaskularisasi plasenta dengan mengubah angiogenesis selama awal kehamilan.1,2,4,8

Efek anemia pada ibu hamil adalah peningkatan risiko infeksi, dengan tanda dan gejala

beragam dari asimptomatik sampai gejala seperti nyeri kepala, lemas, mudah lelah, letargi,

paresthesia, takikardi, takipnea, rambut rontok, dan pucat. Pada anemia parah dengan Hb

kurang dari 6 gr/dL, dapat berakibat gagal jantung dan penurunan jaringan yang teroksigenasi

termasuk otot jantung. Kondisi seperti ini terjadi karena komplikasi dari plasenta previa,

persalinan operatif, dan perdarahan pasca persalinan, tidak semata-mata disebabkan oleh

defisiensi besi saja. Kondisi ini dapat berakibat kematian bila tidak diobati dengan transfusi

darah dan suplementasi zat besi.1,4

Ibu hamil dengan anemia ringan mengalami penurunan kapasitas kerja ringan, tetapi

masih bisa melalui persalinan tanpa komplikasi karena masih terkompensasi dengan baik. Ibu

hamil dengan anemia sedang mengalami penurunan kapasitas kerja, lebih rentan terhadap

infeksi, waktu pemulihan infeksi yang memanjang, persalinan berat lahir rendah, kematian

akibat perdarahan pasca persalinan, dan sepsis.4


Pada anemia berat dapat terjadi dekompensasi jantung jika Hb < 5 gr/dL. Curah jantung

meningkat meskipun saat istirahat, stroke volume meningkat, detak jantung meningkat,

palpitasi dan sesak saat istirahat. Mekanisme kompensasi tidak cukup untuk mengatasi

penurunan Hb. Kekurangan oksigen menghasilkan metabolisme anaerob dan akumulasi laktat

terjadi, sehingga kegagalan sirkulasi terjadi dan membatasi kerja jantung. Jika tidak tertangani,

dapat berakibat pada edema paru dan kematian. Jika Hb < 5 gr/dL, bahkan perdarahan hanya

200 mL dapat berakibat syok dan kematian. Morbiditas meningkat pada ibu hamil dengan Hb

< 8 gr/dL, dan mortalitas meningkat pada ibu hamil dengan Hb < 5 gr/dL. Anemia berakibat

langsung sebanyak 20% pada kematian ibu hamil.4

Mortalitas janin meningkat signifikan pada ibu hamil dengan Hb < 8 gr/dL sebanyak 2-

3 kali lipat dibanding pada ibu hamil dengan Hb < 11 gr/dL. Kematian janin pada ibu hamil

dengan Hb < 5 gr/dL meningkat 8-10 kali lipat.4

2.6 Anemia Defisiensi Besi

2.6.1 Definisi

Defisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan baik di

negara maju maupun negara berkembang. Risikonya meningkat pada kehamilan dan berkaitan

dengan asupan zat besi yang tidak adekuat dibandingkan kebutuhan pertumbuhan janin yang

cepat.7

Anemia defisiensi besi pada kehamilan merupakan penurunan konsentrasi hemoglobin

sirkulasi dibawah normal (Hb < 11 gr/dL) yang terjadi ketika kehamilan karena defisiensi besi

pada tubuh ibu hamil. Defisiensi besi dapat didefinisikan sebagai berkurangnya cadangan zat

besi tubuh dan keterbatasan suplai zat besi ke berbagai jaringan tubuh.1,9

Centers for Disease Control and Prevention (CDC, 1989) memperkirakan hingga 8 juta

wanita Amerika usia subur mengalami defisiensi besi. Pada gestasi tunggal yang khas, rerata

kebutuhan ibu akan besi meningkat dibanding wanita tidak hamil, mendekati 1000 mg. Dari
jumlah ini, 300 mg untuk janin dan plasenta, 500 mg untuk ekspansi massa Hb ibu, dan 200

mg dibuang secara normal melalui usus, urin dan kulit.2

Absorpsi Zat Besi Kehilangan Zat Besi

Zat besi dari makanan sehari-hari - Faktor fisiologis kehamilan


Pembuangan zat besi normal melalui usus, urin,
- Peningkat absorpsi: kulit
Protein, daging, asam askorbat, fermentasi,
alkohol, cadangan zat besi rendah, peningkatan Menstruasi
aktivitas eritropoetik (dataran tinggi, hemolisis,
perdarahan) Persalinan

- Inhibitor absorpsi: Menyusui


Kalsium, tannin, teh, kopi, minuman herbal,
- Faktor patologis
suplementasi besi Perdarahan dari saluran cerna, alergi, occult
blood lost, infeksi cacing

Tabel 2.3 Faktor yang mempengaruhi status zat besi pada wanita hamil (Sharma J.B. 2010)5

Gejala yang paling sering terjadi pada anemia defisiensi besi adalah letargi dan lelah,

nyeri kepala, paresthesia, sensasi terbakar pada lidah, dan pica yang muncul pada anemia berat

setelah 20 minggu kehamilan. Gejala lainnya yaitu glossitis, pucat, cheilitis (inflamasi pada

bibir), koilonikia (spoon nail). Pada anemia berat (Hb < 5 gr/dL), gejala disertai perdarahan

retina, konjunctivitis, takipnea, takikardi, gagal jantung, sepsis, dan splenomegali dapat

terjadi.1,5

Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi terparah, ditandai dengan

penurunan cadangan besi, konsentrasi serum besi (Fe serum), saturasi transferrin yang rendah,

dan konsentrasi hemoglobin atau hematokrit yang menurun. Pada kehamilan, kehilangan zat

besi terjadi akibat pengalihan besi maternal ke janin untuk eritropoiesis, kehilangan darah pada

saat persalinan, dan laktasi yang jumlah keseluruhannya dapat mencapai 900 mg atau setara

dengan 2 liter darah. Oleh karena sebagian besar perempuan mengawali kehamilan dengan

cadangan besi yang rendah maka kebutuhan tambahan ini berakibat pada anemia defisiensi

besi.7

2.7 Anemia Akibat Kehilangan Darah Akut


Pada kehamilan dini, anemia akibat kehilangan darah akut merupakan hal yang umum

pada kasus-kasus abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa. Anemia pascapartum jauh

lebih sering disebabkan oleh perdarahan obstetri. Perdarahan masif mengharuskan terapi

segera. Jika seorang ibu hamil dengan anemia derajat sedang (Hb >7 gr/dL) secara

hemodinamik stabil, dapat beraktivitas tanpa gejala menyimpang, dan tidak sepsis, transfusi

darah tidak diindikasikan, tetapi diberi terapi preparat besi selama setidaknya 3 bulan.

Pemberian feri karboksimalat intravena setiap minggu sama efektifnya dengan tablet fero sulfat

peroral setiap hari untuk regenerasi hemoglobin pada anemia pascapartum.2

Transfusi sel darah merah atau darah lengkap diindikasikan untuk hipovolemia akibat

kehilangan darah atau satu prosedur operasi darurat harus segera dilakukan pada ibu hamil

dengan anemia berat. Untuk mengganti cadangan besi, terapi oral perlu dilanjutkan selama 3

bulan setelah anemia terkoreksi.2

2.8 Anemia Terkait Penyakit Kronik

Karakteristik penyakit kronik disertai rasa lesu, penurunan berat badan, dan pucat.

Beragam penyakit seperti gagal ginjal kronik, kanker, kemoterapi, infeksi HIV, dan peradangan

kronik seperti supurasi penyakit radang usus (inflammatory bowel disease), artritis rematoid,

menyebabkan anemia derajat sedang dan kadang berat. Biasanya degan eritrosit yang sedikit

hipokromik mikrositer. Anemia kronik biasanya meningkat seiring dengan ekspansi volume

plasma yang melebihi ekspansi massa sel darah merah. Konsentrasi besi serum menurun, kadar

ferritin meningkat, dengan morfologi sumsum tulang tidak berubah.2

2.9 Anemia Megaloblastik


Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan defisiensi vitamin B12 dan

asam folat. Anemia jenis ini ditandai dengan adanya sel megaloblast dalam sumsum tulang

belakang. Sel megaloblast adalah sel prekursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar. Anemia

ini ditandai dengan kelainan darah dan sumsum tulang akibat gangguan sintesis DNA.2,6

Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena terjadi

gangguan sintesis DNA sel-sel eritoblast akibat defiensi asam folat dan vitamin B12 dimana

vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus

untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan myelin. Akibat gangguan sintesis DNA pada

inti eritoblast ini maka maturasi inti lebih lambat, sehingga kromatin lebih longgar dan sel

menjadi lebih besar karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang

lebih besar serta susunan kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel megaloblast. Sel

megaloblast ini fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang

sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung pada

terjadinya anemia.6

2.9.1 Anemia Defisiensi Asam Folat

Dahulu penyakit ini disebut pernicious anemia of pregnancy. Penyakit ini biasanya

dijumpai pada wanita yang tidak mengkonsumsi sayuran hijau, leguminosa, atau protein

hewani. Seiring dengan memburuknya defisiensi folat dan anemia, anoreksia menjadi semakin

parah, membuat defisiensi gizi bertambah buruk. Pada sebagian kasus, konsumsi etanol

berlebihan dapat berperan dalam defisiensi folat.2

Pada wanita tak hamil, kebutuhan asam folat adalah 50-100 g/dL. Selama hamil,

kebutuhan folat meningkat hingga 5-10 kali lipat karena transfer folat dari ibu ke janin yang

menyebabkan dilepasnya cadangan folat maternal. Peningkatan lebih besar terjadi pada

kehamilan multiple, diet buruk, infeksi, adanya anemia hemolitik, atau pengobatan
antikonvulsi. Kadar estrogen dan progesteron tinggi selama kehamilan dapat menghambat

absorpsi folat. Defisiensi folat sangat umum terjadi pada kehamilan dan merupakan penyebab

utama anemia megaloblastik pada kehamilan. Perubahan morfologis dini biasanya mencakup

neutrofil yang mengalami hipersegmentasi dan eritrosit yang baru terbentuk yang makrositer.2,7

Gejala defisiensi asam folat sama dengan anemia secara umum ditambah kulit yang

kasar dan glositis. Pada pemeriksaan apusan darah tampak prekursor eritrosit secara morfologis

lebih besar (makrositer) dan perbandingan inti-sitoplasma yang abnormal dan normokrom.

MCH dan MCHC normal, dengan MCV meningkat. Adanya neutropenia dan trombositopenia

sebagai akibat dari maturasi granulosit dan trombosit yang abnormal. Tanda awal defisiensi

folat adalah kadar folat serum rendah < 3 ng/dL.7

Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio plasenta, dan

anomali kongenital seperti Neural Tube Defect (NTD). NTD yang terjadi bisa berupa

anensefali, spina bifida (kelainan tulang belakang yang tidak menutup), meningo-ensefalokel

(tidak menutupnya tulang kepala). Kelainan-kelainan tersebut disebabkan karena gagalnya

tabung saraf tulang belakang untuk tertutup. Selain itu, defisiensi folat dapat menyebabkan

kelainan pada jantung, saluran kemih, ekstremitas, dan organ lainnya.6,7

Penatalaksanaan defisiensi asam folat adalah pemberian folat secara oral sebanyak 1-5

mg per hari. Pada dosis 1 mg, anemia umumnya dapat dikoreksi meskipun pasien mengalami

malabsorpsi. Ibu hamil sebaiknya mendapat sedikitnya 400 g folat per hari. Dalam 4-7 hari

setelah permulaan terapi, hitung retikulosit akan meningkat dan leukopenia dan

trombositopenia terkoreksi.2,7

2.9.2 Anemia Defisiensi Vitamin B12

Anemia megaloblastik selama kehamilan akibat kekurangan vitamin B12 sangat jarang

dijumpai. Pada anemia pernisiosa Addison, terjadi kekurangan faktor intrinsik yang
menyebabkan kegagalan penyerapan vitamin B12. Ini adalah penyakit autoimun yang sangat

jarang pada wanita usia subur dan biasanya memiliki awitan setelah usia 40 tahun. Penyebab

defisiensi vitamin B12 adalah penyakit Crohn, reseksi ileum, reseksi lambung, dan

pertumbuhan berlebihan bakteri di usus halus.2

Selama kehamilan, kadar vitamin B12 lebih rendah dibandingkan kadar wanita tak

hamil karena berkurangnya kadar protein pengikat yang mencakup haptokorin dan

transkobalamin. Wanita yang pernah menjalani gastrektomi memerlukan 1000 g vitamin B12

intramuskular setiap bulannya.2,6,7

Anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat mempunyai gejala yang sama seperti

terjadinya ikterus ringan dan lidah berwarna merah. Tetapi pada defisiensi vitamin B12 disertai

dengan gejala neurologik seperti mati rasa.6

1) Sifakis S, Pharmakides G, Anemia in Pregnancy, Departement of Obstetrics adn

Gynecology University of Heraklion, Crete, Greece, Feb 2000, Available at:

http://www.researchgate.net/profile/Stavros_Sifakis/publication/12500357_Anemia_i

n_pregnancy/links/02e7e52e380e796a47000000.pdf

2) Cunningham F.G., Kenneth J.L., et al. Anemia in Pregnancy Williams Manual of Obstetrics,

23rd edition. Mc Graw Hill. United States. 2010. Hal. 1138-44

3) RA Pradaana, Gambaran Sosial Ekonomi Dan Kecacingan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia Di

Wilayah Kerja Puskesmas Gatak, 2014, available at: eprints.ums.ac.id/30844/2/BAB_I.pdf

4) Sabina Shaikh, et al, An Overview of Anemia in Pregnancy, Journal of Innovations in

Pharmaceuticals and biological Sciences, available at:

http://jipbs.com/VolumeArticles/FullTextPDF/78_JIPBSV2I208.pdf

5) Sharma J.B., Anemia in Pregnancy, JIMSA, 2010, available at:

medind.nic.in/jav/t10/i4/javt10i4p253.pdf
6) Naibaho SA, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Pada

Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kec. Habinsaran Kabupaten Toba

Samosir Tahun 2011, Universitas Sumatera Utara, available at:

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30073/4/Chapter%20II.pdf

7) Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. 2010. Hal. 774-80

8) Kozuma, Shiro. Approaches to Anemia in Pregnancy, JMAJ 52(4): 214218, 2009. Available

at: https://www.med.or.jp/english/journal/pdf/2009_04/214_218.pdf

9) Mirzoyan, Lusine. Iron-Deficiency Anemia in Pregnancy: Assessment of Knowledge, Attitudes

and Practices of Pregnant Women in Yerevan. Departement of Public Health American

University of Armenia. Yerevan, 1999. available at:

http://aua.am/chsr/PDF/MPH/1999/MirzoianLusine.pdf

10) Anonymous. Complication in Pregnancy. Women and Newborn Health Service King Edward

Memorial Hospital. Departement of Health Western Australia. 2015. Available at:

http://www.kemh.health.wa.gov.au/development/manuals/O&G_guidelines/sectionb/2/b2.23.

pdf

Anda mungkin juga menyukai