KELOMPOK K
FANESA VERNANDA
Pembimbing Akademik
2021
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan primer yang menjadi
syarat dari kelangsungan hidup manusia guna memelihara homeostasis
tubuh. Kebutuhan fisiologis ini wajib terpenuhi. Jika tidak maka akan
berdampak pada kebutuhan lainnya. Kebutuhan fisiologis tersebut meliputi
oksigen, cairan, makanan, eliminasi, istirahat dan tidur. Salah satu
kebutuhan fisiologis yang perlu dipenuhi adalah kebutuhan terhadap cairan
karena tubuh terdiri dari 60% cairan yang tersebar didalam sel maupun
diluar sel. Karena cairan diperlukan tubuh untuk mengangkut makanan
kedalam sel, sisa metabolisme, memelihara suhu tubuh, mempermudah
eliminasi, membantu pencernaan dan sebagai pelarut elektroli dan non
elektrolit (Asmadi, 2008).
Cairan dan elektrolit merupakan komponen tubuh yang berperan
dalam memelihara fungsi tubuh dan homeostasis. Tubuh terdiri atas sekitar
60% air yang tersebar didalam sel maupun diluar sel. Namun demikian,
besarnya kandungan air tergantung usia, jenis kealamin, dan kandungan
lemak. Elektrolit merupakan mineral bermuatan listrik yang ditemukan
didalam dan diluar sel tubuh. Mineral tersebut dimasukan dalam cairan
dan makanan dan dikeluarkan utamanya melalui ginjal, sedangkan
elektrolit lait juga dapat dikeluarkan melalui hati, kulit dan paru-paru
dalam jumlah yang sedikit (Vaughans, 2011).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gangguan pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit ?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan konsep cairan dan elektrolit
2. Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pemenuhan cairan dan
elektrolit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
1. Pengertian Cairan dan Elektrolit
Air memiliki molekul yang kecil, sangat mudah berdifusi dan bersifat
membentuk benda cair. Fungsi vital air adalah pelarut yang sangat baik karena
molekulnya dapat bergabung dengan protein, hidrat arang, gula, dan zat yang
terlarang lainnya. Dalam homeostatis jumlah air tubuh selalu diupayakan konstan
karena air tubuh yang keluar akan sama dengan jumlah air yang masuk.
c. Distribusi cairan
Total cairan tubuh bervariasi menurut umur, berat badan (BB) dan jenis
kelamin. Jumlah cairan tergantung pada jumlah lemak tubuh, lemak tubuh tidak
berair, jadi semakin banyak lemak maka semakin kurang cairan. Air adalah
komponen tubuh yang paling utama. Air merupakan pelarut bagi semua zat
terlarut dalam tubuh baik dalam bentuk suspensi maupun larutan. Air tubuh total
(Total Body Water/TBW) yaitu presentase dari berat air dibandingkan dengan
berat badan total, bervariasi menurut jenis kelamin, umur, dan kandungan lemak
tubuh. Pada orang dewasa 60% dari berat badan adalah air (air dan elektrolit).
(cairan dalam sel) dan ruang ekstraseluler (cairan di luar sel). Kurang lebih dua
pertiga (2/3) dari cairan tubuh berada dalam kompartemen cairan intraseluler, dan
kebanyakan terdapat pada masa otot skelet. Pada orang dewasa cairan intraseluler
±25 liter dengan ukuran rata-rata atau ±40 % BB. Kompartemen ekstraseluler
ekstraseluler di dalam tubuh berjumlah sepertiga (1/3) dari TBW (Total Body
Water) atau sekitar 20% BB. Ruang intravaskuler (cairan dalam pembuluh darah)
mengandung plasma (5%). Kurang lebih 3 liter dari rata-rata 6 liter cairan darah
terdiri dari plasma, tiga liter sisanya terdiri dari eritrosit, leukosit, dan trombosit.
Ruang interstisiel mengandung cairan yang mengelilingi sel dan berjumlah sekitar
8 liter pada orang dewasa. Cairan ini terletak di antara sel sebanyak 15%. Limfe
dari cairan ekstraseluler yang mengandung ±1 liter cairan setiap waktu (1%
sampai 2% BB). Contoh dari cairan transeluler adalah cairan serebrospinal,
membawa oksigen dalam hemoglobin sel darah merah dari paru dan membawa
sel. Plasma juga akan membawa produk sampah seperti karbondioksida dari sel
1) Rasa haus
Rasa haus adalah keinginan yang disadari terhadap kebutuhan akan
cairan. Rasa haus biasanya muncul apabila osmolalitas plasma mencapai
295 mOsm/kg. Osmoreseptor yang terletak di pusat rasa haus
hipotalamus sensitif terhadap perubahan osmolalitas pada cairan ektrasel.
Bila osmolalitas meningkat, sel akan mengkerut dan sensasi rasa haus
akan muncul akibat kondisi dehidrasi. Mekanismenya adalah sebagai
berikut:
a) Penurunan perfusi ginjal merangsang pelepasan renin, yang akhirnya
menghasilkan angiostensin II. Angiostensin II merangsang
hipotalamus untuk melepaskan substrat neuron yang bertanggung
jawab meneruskan sensasi haus.
b) Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan
osmotik dan mengaktivasi jaringan saraf sehingga menghasilkan
sensasi haus.
c) Rasa haus dapat diinduksi oleh kekeringan lokal pada mulut akibat
status hipersomolar. Selain itu, rasa haus bisa juga muncul untuk
menghilangkan sensasi kering yang tidak nyaman akibat penurunan
saliva.
2) Hormon ADH
3) Hormon aldosteron
Hormone ini disekresi oleh kelenjar adrenal dan bekerja pada tubulus
ginjal untuk meningkatkan absorpsi natrium. Retensi natrium
mengakibatkan retensi air. Pelepasan aldosterone dirangsang oleh
perubahan konsentrasi kalium, kadar natrium serum, dan sistem renin-
angiotensi.
4) Prostaglandin
Prostaglandin merupakan asam lemak alami yang terdapat di banyak
jaringan dan berperan dalam respons radang, pengontrolan tekanan
darah, kontraksi uterus, dan motilitas gastrointestinal. Di ginjal,
prostaglandin berperan mengatur sirkulasi ginjal, resorpsi natrium.
5) Glukokortikoid
1) Kulit
Pengeluaran cairan melalui kulit diatur oleh kerja saraf simpatis yang
merangsang aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan pada kelenjar
keringat ini disebabkan oleh aktivitas otot, temperatur lingkungan yang
tinggi, dan kondisi demam. Pengeluaran cairan melalui kulit dikenal
dengan istilah insensible water loss (IWL). Hal yang sama juga berlaku
pada paru-paru. Sedangkan pengeluaran cairan melalui kulit berkisar 15-
24 ml/24 jam atau 350-400 ml/hari.
2) Paru-paru
Meningkatnya jumlah cairan yang keluar melalui paru-paru
merupakan suatu bentuk respons terhadap perubahan kecepatan dan
kedalaman napas karena pergerakan atau kondisi demam. IWL untuk
paru-paru adalah 350-400 ml/hari.
3) Pencernaan
Dalam kondisi normal, jumlah cairan yang hilang melalui sistem
mencernaan setiap harinya berkisar 100-200 ml. Perhitungan IWL secara
keseluruhan adalah 10-15 ml/kg BB/24 jam, dengan penambahan 10%
dari IWL normal setiap kenaikan suhu 1oC.
4) Ginjal
merupakan organ pengekskresi cairan yang utama pada tubuh.
Pada individu dewasa, ginjal mengekskresikan sekitar 1500 ml per
hari.Pengeluaran cairan dalam tubuh manusia berlangsung dalam tiga
cara. Cara pertama melalui insensible water loss (IWL). Pada proses ini,
cairan keluar melalui penguapan di paru-paru. Cara kedua melalui
noticeable water loss (NWL); cairan diekskresikan melalui kringat. Cara
ketiga melalui feses, tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit. Pengeluaran
cairan pada orang dewasa berlangsung empat cara, yakni melalui urine
(1500 ml), feses (200 ml), udara ekspirasi (400 ml), dan keringat (400
ml). Jadi, total pengeluaran cairan tubuh adalah 2500 ml (Mubarak, 2007).
2. Epidemiologi/Insidensi Kasus
Selama satu tahun didapatkan 742 responden, dan yang mengalami
gangguan elektrolit sebesar 637. Usia termuda 60 tahun dan usia tertua 85 tahun.
Kelompok usia terbanyak yang mengalami gangguan elektrolit adalah kelompok
usia 65-69 tahun sebanyak 240 (37,7%). Laki-laki yang mengalami gangguan
elektrolit sebesar 420 (65,9%), perempuan sebesar 217 (34,1%). Jenis gangguan
elektrolit yang terjadi adalah hiperklorida sebesar 224 (35,2%), kemudian
hiponatremi sebesar 133 (20,9%) (Aras, 2007).
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Status cairan, elektrolit, dan asam basa bukan berada dalam keadaan statis
atau dalam kesatuan fisiologis yang tunggal. Faktor utama yang dapat
mempengaruhi status normal cairan, elektrolit, dan asam basa (Potter dan Perry,
2006).
a. Usia
Usia mempengaruhi distribusi cairan tubuh dan elektrolit. Perubahan
cairan dan elektrolit terjadi secara normal seiring dengan perubahan
perkembangan seseorang.
1) Bayi
Total proporsi air dalam tubuh bayi lebih besar daripada total
proporsi air dalam tubuh anak usia sekolah, remaja, atau orang
dewasa. Namun, meski bayi memiliki proporsi air tubuh lebih besar,
mereka tidak terhindar dari kehilangan cairan (misalnya pada diare),
karena mereka setiap hari mengkonsumsi dan mengekskresi volume
air dalam jumlah yang relatif lebih besar daripada orang dewasa.
2) Anak-Anak
Pada penyakit di masa kanak-kanak, respon pengaturan dan
kompensasi mereka terhadap ketidakseimbangan menjadi kurang
stabil, dan dalam perubahan keseimbangan yang lebih besar, anak-
anak tersebut cenderung berespon dalam rentang yang lebih sempit
denga toleransi yang rendah. Seringkali respon anak-anak terhadap
penyakit adalah mereka menjadi demam dengan suhu yang lebih
tinggi atau dengan durasi demam yang lebih lama daripada orang
dewasa. Pada usia berapapun, demam di masa anak-anak dapat
meningkatkan kecepatan kehilangan air yang tidak dirasakan.
3) Remaja
Pada masa remaja, perubahan utama dalam proses anatomis dan
fisiologis berlangsung dengan cepat. Peningkatan kecepatan
pertumbuhan akan meningkatkan proses metabolik, dan akibatnya,
sejumlah air dihasilkan sebagai produk akhir metabolisme.
Perubahan keseimbangan cairan pada remaja perempuan lebih besar
karena adanya perubahan hormonal yang berhubungan dengan siklus
menstruasi.
4) Lansia
Risiko lansia mengalami ketidakseimbangan cairan elektrolit
berhubungan erat dengan fungsi ginjal dan ketidakmampuan untuk
mengonsentrasi urine. Klien lansia yang mungkin mengalami
penyakit kronis, dapat merusak keseimbangan cairan. Faktor risiko
lain yang mempengaruhi adalah penggunaan obat-obatan diuretik,
laksatif dan enema yang berlebihan, dan prosedur pembersihan kolon
yang dilakukan dalam persiapan untuk pemeriksaan diagnostik.
b. Ukuran Tubuh
Ukuran dan komposisi tubuh berpengaruh pada jumlah dan total air dalam
tubuh. Lemak tidak mengandung air, karena itu, klien yang gemuk
memiliki proporsi air tubuh yang lebih sedikit. Wanita memiliki lebih
banyak cadangan lemak pada payudara dan paha daripada pria. Akibatnya
jumlah total air pada tubuh wanita lebih kecil daripada pria walaupun usia
mereka sama.
c. Temperatur Lingkungan
Tubuh berespon terhadap temperatur lingkungan yang berlebihan dalam
bentuk perubahan cairan. Tubuh meningkatkan vasodilatasi perifer yang
memungkinkan lebih banyak darah memasuki permukaan tubuh yang
sudah menjadi dingin. Berkeringat akan meningkatkan kehilangan cairan
tubuh, yang menyebabkan kehilangan ion natrium dan klorida. Tubuh juga
meningkatkan curah jantung dan denyut nadi, terjadi peningkatan sekresi
aldosteron, menyebabkan retensi natrium dan ekskresi kalium yang
dilakukan oleh ginjal.
d. Gaya hidup
1) Diet
Ketika asupan nutrisi tidak adekuat, tubuh berupaya
mempertahankan cadangan protein dengan memecah cadangan
glikogen dan lemak. Apabila kelebihan asam lemak bebas
dilepaskan, dapat terjadi asidosis metabolik karena hati mengubah
asam lemak bebas menjadi keton. Namun setelah sumber tersebut
habis, tubuh mulai menghancurkan simpanan protein. Apabila kadar
protein serum menurun dalam darah, terjadi hipoalbuminemia,
tekanan osmotik menurun, cairan berpindah dari volume darah
sirkulasi dan masuk ke ruang interstitial pada rongga abdomen.
2) Stres
Stes dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan
pemecahan glikogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan
natrium dan retensi air, sehingga bila berkepanjangan dapat
meningkatkan volume darah.
3) Olahraga
Olahraga meningkatkan pengeluaran cairan melalui keringat. Klien
yang melakukan olahraga dapat berespon terhadap mekanisme rasa
haus dan membantu mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit dengan meningkatkan asupan cairan.
e. Keadaan sakit
Pada keadaan sakit terdapat banyak sel yang rusak sehingga untuk
memperbaiki sel yang rusak tersebut dibutuhkan adanya proses
pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup. Keadaan sakit menimbulkan
ketidakseimbangan sistem dalam tubuh, seperti ketidakseimbangan
hormonal, yang dapat mengganggu keseimbangna kebutuhan
cairan.Kondisi sakit yang dapat memengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit antara lain luka bakar, gagal ginjal, dan payah jantung.
f. Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh,dikarenakan
kehilangan darah selama pembedahan.
4. Patofisiologi
Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan
elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi
seperti ini disebut juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan
kehilangan cairan intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan cairan
interseluler menuju intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan
ekstraseluler. Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan
pemindahan cairan intraseluler. Secara umum, kekurangan volume cairan
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit,
penurunan asupan cairan, perdarahan dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga
(lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikanya ke
lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat
berpindah dari lokasi intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura,
peritonium, perikardium, atau rongga sendi. Selain itu, kondisi tertentu,
seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi akibat
obstruksi saluran pencernaan (Price dan Wilson, 2006).
Kelebihan volume cairan akan terjadi apabila tekanan hidrostatik
intravaskuler meningkat, tekanan osmotik koloid plasma menurun, dan
gangguan aliran limfe. Meningkatnya tekanan hidrostatik cenderung
memaksa cairan masuk ke dalam ruang interstitial. Penyebab peningkatan
tersebut diantaranya adalah kegagalan jantung, penurunan perfusi ginjal,
aliran darah yang lambat misalnya karena ada sumbatan dan lain-lain.
Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma disebabkan menurunnya kadar
albumin plasma. Penurunan kadar albumin plasma diakibatkan oleh
kehilangan albumin serum yang berlebihan atau pengurangan sintesis
albumin serum. Kondisi ini misalnya dapat ditemukan pada penyakit nefrotik
sindrom, penyakit hati dan pankreas, serta kekurangan protein yang berat dan
lain-lain (Asmadi, 2008).
5. Pathway
6. Klasifikasi
a. Gangguan keseimbangan cairan
1) Hipovolemia
Hipovolemi atau dehidrasi merupakan kekurangan cairan
eksternal yang terjadi karena penurunan intake cairan dan kelebihan
pengeluaran cairan. Ada tiga macam kekurangan volume cairan
eksternal atau dehidrasi yaitu dehidrasi isotonik, hipertonik, dan
hipotonik. Dehidrasi isotonik terjadi jika kehilanga sejumlah cairan
dan elektrolitnya yang seimbang. Dehidrasi hipertonik terjadi jika
kehilangan sejumlah air yang lebih banyak daripada elektrolitnya.
Dehidrasi hipotonik yaitu keadaan dimana lebih banyak kehilangan
elektrolitnya dibanding airnya.
Selain jenis dehidrasi tersebut, kita juga mengenal macam
dehidrasi (kekurangan volume cairan) berdasarkan derajatnya yaitu
berat, sedang, dan ringan. Dehidrasi berat jika pengeluaran/
kehilangan cairan 4-6 liter, serum natrium 156-166 mEq/lt,
hipotensi, turgor kulit buruk, oliguri, nadi dan pernafasan meningkat,
dan kehilangan cairan mencapai lebih dari 10% dari berat badan.
Dehidrasi sedang jika kehilangan cairan 2-4 liter atau diantara 5-10%
dari berat badan, serum natrium 152-158 mEq/lt dan mata cekung.
Dehidrasi ringan jika kehilangan cairan mencapai 5% dari berat
badan atau 1,5-2 liter.
2) Hipervolemia
Hipervolemia atau overhidrasi terdapat dua manifestasi yang
ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu hipervolume (peningkatan
volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada interstitial).
Normalnya, cairan interstisial tidak terikat dengan air, tetapi elastis
dan hanya terdapat di antara jaringan. Pitting edema merupakan
edema yang berada pada daerah perifer atau akan berbentuk cekung
setelah ditekan pada daerah yang bengkak, hal ini disebabkan oleh
perpindahan cairan ke jaringan melalui titik tekan. Edema anasarka
adalah edema yang terdapat di seluruh tubuh.
Pada kelebihan ekstrasel, gejala yang sering ditimbulkan
adalah edema perifer (pitting edema), asites, kelopak mata
membengkak, suara napas ronchi bacah, penambahan berat badan
secara tidak normal/sangat cepat, dan nilai hematokrit pada
umumnya normal, akan tetapi menurun bila kelebihan cairan bersifat
akut.
b. Gangguan kebutuhan elektrolit
1) Hiponatremia
Merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam plasma
darah ditandai dengan adanya rasa kehausan yang berlebihan, rasa
cemas, takut dan bingung, kejang perut, denyut nadi cepat,
hipotemsi, konvulsi, membran mukosa kering, kadar natrium dalam
plasma kurang dari 135 mEq/lt. Dapat terjadi pada pasien yang
mendapat obat diuretik dalam jangka waktu yang lama tanpa
terkontrol, diare jangka panjang.
2) Hipernatremia
Suatu keadaan dimana kadar natrium dalam plasma tinggi yang
ditandai dengan adanya mukosa kering, rasa haus, turgor kulit buruk
dan permukaan kulit membengkak, kulit kemerahan, lidah kering
dan kemerahan, konvulsi, suhu badan naik, kadar natrium dalam
plasma lebih dari 145 mEq/lt. Dapat terjadi pada pasien dehidrasi,
diare, pemasukan air yang berlebihan sedang intake garam yang
sedikit.
3) Hipokalemia
Suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah ditandai
dengan denyut nadi lemah, tekanan darah menurun, tidak nafsu
makan dan muntah-muntah, perut kembung, otot lemah dan lunak,
denyut jantung tidak beraturan (aritmia), penurunan bising usus,
kadar kalium plasma menurun kurang dari 3,5 mEq/lt.
4) Hiperkalemia
Suatu keadaan dimana kadar kalium dalam darah tinggi yang
ditandai dengan adanya mual, hiperaktifitas sistem pencernaan,
aritmia, kelemahan, jumlah urine sedikit sekali, diare, kecemasan,
kadar kalium dalam plasma lebih dari 5 mEq/lt.
5) Hipokalsemia
Kekurangan kalsium dalam plasma darah yang ditandai dengan
adanya kram otot dan kram perut, kejang, bingung, kadar kalsium
dalam plasma kurang dari 4,3 mEq/l dan kesemutan pada jari dan
sekitar mulut yang dapat disebabkan oleh pengaruh pengangkatan
kelenjar gondok, kehilangan sejumlah kalsium karena sekresi
intestinal.
6) Hiperkalsemia
Suatu keadaan kelebihan kadar kalsium dalam darah, yang ditandai
dengan adanya nyeri pada tulang, relaksasi otot, batu ginjal, mual-
mual, koma dan kadar kalsium dalam plasma lebih dari 4,3 mEq/l.
Dapat dijumpai pada pasien yang mengalami pengangkatan kelenjar
gondok, dan konsumsi vitamin D yang berlebihan.
7) Hipomagnesia
Kekurangan kadar magnesium dalam darah yang ditandai dengan
adanya iritabilitas, tremor, kram pada kaki dan tangan, takikardi,
hipertensi, disorientasi dan konvulsi. Kadar magnesium dalam darah
kurang dari 1,3 mEq/l.
8) Hipermagnesia
Kadar magnesium yang berlebihan dalam darah yang ditandai
dengan adanya koma, gangguan pernafasan, dan kadar magnesium
lebih dari 2,5 mEq/l.
c. Gangguan keseimbangan asam basa
Dalam aktivitasnya, sel tubuh memerlukan keseimbangan asam
basa. Keseimbangan asam basa diukur dengan pH (derajat keasama)
dengan nilai normal 7,35-7,45. Masalah keseimbangan asam basa
diantaranya (Tarwoto dan Wartonah, 2006):
1) Asidosis respiratorik
Disebabkan karena kegagalan sistem pernapasan dalam membuah
CO2 dari cairan tubuh. Kerusakan pernapasan, peningkatan PCO 2
arteri di atas 45 mmHg dengan penurunan pH < 7,35. Penyebab:
penyakit obstruksi, restriksi paru, polimielitis, penurunan aktivitas
pusat pernapasan (trauma kepala, pendarahan, narkotik, anestesi, dan
lain-lain).
2) Alkalosis respiratorik
Disebabkan karena kehilangan CO2 dari paru-paru pada kecepatan
yang lebih tinggi dari produksinya dalam jaringan. Hal ini
menimbulkan PCO2 arteri <35 mmHg, pH >7,45. Penyebab:
hiperventilasi alveolar, anxietas, demam, meningitis, keracunan
aspirin, pneumonia, dan emboli paru.
3) Asidosis metabolik
Terjadi akibat akumulasi abnormal fixed acid atau kehilangan basa.
pH arteri <7,35, HCO3 menurun di bawah 22 mEq/lt. Gejala:
pernapasan kusmaul (dalam dan cepat), disorientasi, dan koma.
4) Alkalosis metabolic
Disebabkan oleh kehilangan ion hidrogen atau penambahan basa
pada cairan tubuh. Bikarbonat plasma meningkat >26 mEq/lt dan pH
arteri >7,45. Penyebab: mencerna sebagian besar basa (misalnya
BaHCO3, antacid, soda kue) untuk mengatasi ulkus peptikum atau
rasa kembung. Gejala: apatis, lemah, gangguan mental, kram dan
pusing.
7. Gejala Klinis
Parameter yang digunakan untuk mengetahui adanya gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi (Mubarak, 2007):
a. Tanda-tanda vital yang abnormal
b. Asupan dan haluaran cairan yang tidak seimbang
c. Volume dan konsentrasi urine yang tidak normal
d. Turgor kulit yang buruk
e. Penurunan/peningkatan berat badan yang tiba-tiba (±2% ringan; ±5%
sedang; ±10% berat)
f. Temperatur tubuh yang sangat tinggi akibat kehilangan cairan berlebihan
g. Edema
h. Nilai tekanan vena central (CVP) yang abnormal (normalnya 7-15
mmHg)
Kekurangan volume cairan Kelebihan volume cairan
Batasan karakteristik Batasan karakteristik
- Haus - Ada bunyi jantung S3
- Kelemahan - Anasarka
- Kulit kering - Ansietas
- Membran mukosa kering - Asupan melebihi haluaran
- Peningkatan frekuensi nadi - Azotemia
- Peningkatan hematokrit - Bunyi napas tambahan
- Peningkatan konsentrasi urine - Dispnea
- Peningkatan suhu tubuh - Dispnea nocturnal paroksimal
- Penurunan berat badan tiba- - Distensi vena jugularis
tiba - Edema
- Penurunan haluaran urine - Efusi pleura
- Penurunan pengisian vena - Gangguan pola napas
- Penurunan tekanan darah - Gangguan tekanan darah
- Penurunan tekanan nadi - Gelisah
- Penurunan turgor kulit - Hepatomegali
- Penurunan turgor lidah - Ketidakseimbangan elektrolit
- Penurunan volume nadi - Kongesti pulmonal
- Perubahan status mental - Oliguria
- Ortopnea
- Penambahan berat badan dalam
waktu sangat singkat
- Peningkatan tekanan vena
sentral
- Penurunan hematokrit
- Penurunan hemoglobin
- Perubahan berat jenis urine
- Perubahan status mental
- Perubahan tekanan arteri
pulmonal
- Refleks hepatojugular positif
Sumber: Herdman, T. Heather, Nanda International Inc. Diagnosis
Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017 (2015)
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit antara lain
(Asmadi, 2008):
a. Sistem kardiovaskuler: pengkajian pada system ini meliputi pengukuran
distensi vena jugularis, frekuensi denyut nadi, tekanan darah, bunyi
jantung disritmia, dan lain-lain.
b. Sistem pernapasan: pengkajian pada system ini antara lain frekuensi
pernapasan, gangguan pernapasan seperti dispnea, rales, dan bronki.
c. Sistem persarafan: pengkajian pada sistem ini antara lain perubahan
tingkat kesadaran, gelisah atau kekacauan mental, refleks-refleks
abnormal, perubahan neuromuscular misalnya berupa kesemutan,
paresthesia, fatigue, dan lain-lain.
d. Sistem gastrointestinal: pengkajian pada sistem ini antara lain meliputi
riwayat anoreksia, kram abdomen, abdomen cekung, abdomen distensi,
muntah, diare, hiperperistaltik, dan lain-lain.
e. Sistem perekemihan: pengkajian pada sistem perkemihan antara lain
perlu dikaji adakah oliguria atau anuria, berat jenis urine.
f. Sistem muskuluskeletal: pengkajian pada sistem ini antara lain adakah
kram otot, kesemutan, tremor, hipotonisitas atau hipertonisitas, refleks
tendon, dan lain-lain.
g. Sistem integumen: pengkajian pada sistem ini antara lain suhu tubuh,
turgor kulit, kelembaban pada bibir, adanya edema, dan lain-lain.
9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan elektrolit untuk menentukan status hidrasi. Elektrolit yang
sering diukur adalah ion natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat.
b. Pemeriksaan darah lengkap meliputi jumlah sel darah merah,
hemoglobin (Hb), dan hematokrit (Ht).
1) Ht naik: adanya dehidrasi berat dan gejala syok.
2) Ht turun: adanya perdarahan akut, massif, dan reaksi hemolitik.
3) Hb naik: adanya hemokonsentrasi.
4) Hb turun: adanya perdarahan hebat, reaksi hemolitik.
c. Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam dan basa.
d. Pemeriksaan berat jenis urine untuk mengukur derajat konsentrasi urin.
e. Analisa gas darah.
Terapi cairan
Resusitas Rumatan
Pemilihan Cairan
Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid:
a. Kristaloid
Kristaloid merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan
inorganik dilarutkan dalam air. Larutan ini ada yang bersifat isotonik,
hipotonik, maupun hipertonik. Cairan kristaloid memiliki keuntungan
antara lain: aman, nontoksik, bebas reaksi, dan murah. Adapun kerugian
dari cairan kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah
kemampuannya terbatas untuk tetap berada dalam ruang intravaskular.
b. Koloid
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa
disebut “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam ruang
intravaskuler. Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih
efektif dan efisien daripada kristaloid, karena larutan koloid
mengekspansikan volume vaskuler dengan lebih sedikit cairan dari pada
larutan kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari
pembuluh darah dan hanya 1/4 bagian tetap tinggal dalam plasma pada
akhir infus. Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik
dan karenanya menghasilkan tekanan onkotik. Bila diberikan intravena,
sebagian besar akan menetap dalam ruang intravaskular. Meskipun
semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskular,
namun koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada
plasma akan menarik pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini
dikenal sebagai ekspander plasma, sebab mengekspansikan volume
plasma lebih dari pada volume yang diberikan.
Berikut ini tabel yang menunjukkan pilihan cairan pengganti untuk
suatu kehilangan cairan, yaitu:
Kandungan rata- rata
Kehilangan Cairan pengganti yang sesuai
(mmol/ L)
Na+ K+
Darah 140 4 Ringer asetat / RL / NaCl
0,9% / koloid / produk darah
11. Komplikasi
a. Gagal ginjal
b. Gangguan pertukaran gas
c. Gangguan eliminasi fekal
d. Batu ginjal
e. Gangguan proses berpikir (konfusi atau bingung)
f. Gangguan integritas kulit
g. Gangguan penglihatan
*Rumus IWL
[(10% x CM) x jumlah kenaikan suhu] + IWL normal
24 jam
3) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem kardiovaskuler: pengkajian pada system ini meliputi
pengukuran distensi vena jugularis, frekuensi denyut nadi,
tekanan darah, bunyi jantung disritmia, dan lain-lain.
b) Sistem pernapasan: pengkajian pada system ini antara lain
frekuensi pernapasan, gangguan pernapasan seperti dispnea,
rales, dan bronki.
c) Sistem persarafan: pengkajian pada sistem ini antara lain
perubahan tingkat kesadaran, gelisah atau kekacauan mental,
refleks-refleks abnormal, perubahan neuromuscular misalnya
berupa kesemutan, paresthesia, fatigue, dan lain-lain.
d) Sistem gastrointestinal: pengkajian pada sistem ini antara lain
meliputi riwayat anoreksia, kram abdomen, abdomen cekung,
abdomen distensi, muntah, diare, hiperperistaltik, dan lain-lain.
e) Sistem perekemihan: pengkajian pada sistem perkemihan antara
lain perlu dikaji adakah oliguria atau anuria, berat jenis urine.
f) Sistem muskuluskeletal: pengkajian pada sistem ini antara lain
adakah kram otot, kesemutan, tremor, hipotonisitas atau
hipertonisitas, refleks tendon, dan lain-lain.
g) Sistem integumen: pengkajian pada sistem ini antara lain suhu
tubuh, turgor kulit, kelembaban pada bibir, adanya edema, dan
lain-lain.
e. Pemeriksaan Penunjang
Review nilai pemeriksaan laboratorium: berat jenis urine, pH serum,
analisa gas darah, elektrolit serum, hematokrit, BUN, kreatinin urine.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3. Rencana Tindakan
No Tujuan dan Kriteria
Diagnosa Intervensi
. Hasil
1. Kelebihan volume Setelah mendapatkan NIC label: Fluid
cairan asuhan keperawatan …x Management
berhubungan 24 jam, diharapkan 1) Pertahankan catatan
dengan kelebihan keadaan klien membaik intake dan output
asupan cairan dengan kriteria hasil: yang akurat
2) Monitor hasil
1) NOC label: Fluid laboratorium yang
Balance sesuai dengan retensi
a. Tekanan darah klien cairan (BUN,
mendekati kisaran hematokrit, dan
normal (sistol: 120- osmolalitas urin)
130 dan diastol: 80- 3) Monitor status
90) hemodinamik
b. Denyut nadi termasuk CVP, MAP,
mendekati kisaran PAP, dan PCWP
60-100 kali per 4) Monitor vital sign
menit 5) Monitor indikasi
c. Intake dan keluaran retensi/kelebihan
selama 24 jam cairan (cracles, CVP,
seimbang edema, distensi vena
d. Berat badan stabil leher, asites)
(sesuai rentang 6) Kaji lokasi dan luas
umur) edema
7) Monitor masukan
2) NOC label: makanan/cairan dan
Electrolyte and hitung intake kalori
Acid/Base Balance 8) Monitor status nutrisi
a. Laju pernapasan 9) Kolaborasi pemberian
mendekati 12-20 diuretik sesuai
kali per menit interuksi
b. Ritme pernapasan 10) Batasi masukan cairan
tidak bradipnea, pada keadaan
takipnea, atau apnea hiponatremi dilusi
c. Serum sodium (Na) dengan serum Na <
pada cairan 130 mEq/l
ekstraseluler 11) Kolaborasi dokter jika
mendekati 135-145 tanda cairan berlebih
mEq/L muncul memburuk
d. Serum potasium (K)
pada cairan NIC label: Fluid
ekstraseluler Monitoring
mendekati 3,5- 5 1) Tentukan riwayat
mEq/L jumlah dan tipe intake
e. Serum klorida (Cl) cairan dan eliminasi
pada cairan 2) Tentukan
ekstraseluler kemungkinan faktor
mendekati 95-105 resiko dari
mEq/L ketidakseimbangan
f. Serum kalsium (Ca) cairan (hipertermia,
pada cairan terapi diuretik,
ekstraseluler kelainan renal, gagal
mendekati 4,5-5,5 jantung, diaporesis,
mEq/L disfungsi hati, dll)
g. Serum magnesium 3) Monitor berat badan
(Mg) pada cairan 4) Monitor serum dan
ekstraseluler elektrolit urine
mendekati 1,5-2,5 5) Monitor serum dan
mEq/L osmolalitas urine
h. Serum bikarbonat 6) Monitor BP, HR dan
(HCO3) pada cairan RR
ekstraseluler 7) Monitor tekanan
mendekati 22-26 darah orthostatik dan
mEq/L (arteri) dan perubahan irama
24-30 mEq/L (vena) jantung
8) Monitor parameter
3) NOC label: hemodinamik infasif
Nutritional Status: 9) Catat secara akurat
Food and Fluid intake dan output
Intake 10) Monitor adanya
a. Intake makanan distensi leher, rinchi,
peroral yang edema perifer dan
adekuat, sesuai penambahan BB
kebutuhan 11) Monitor tanda dan
b. Intake cairan gejala dari edema
peroral yang
adekuat, sesuai
kebutuhan
2. Kekurangan Setelah mendapatkan NIC label: Fluid
volume cairan asuhan keperawatan …x Management
berhubungan 24 jam, diharapkan 1) Pertahankan catatan
dengan kehilangan keadaan klien membaik intake dan output
cairan aktif dengan kriteria hasil: yang akurat
2) Monitor status hidrasi
1) NOC label: Fluid (kelembaban membran
Balance mukosa, nadi adekuat,
a. Tekanan darah tekanan darah
klien mendekati ortostatik), jika
kisaran normal diperlukan
(sistol: 120-130 dan 3) Monitor vital sign
diastol: 80-90) 4) Monitor masukan
b. Denyut nadi makanan/cairan dan
mendekati kisaran hitung intake kalori
60-100 kali per 5) Kolaborasikan
menit pemberian cairan IV
c. Intake dan 6) Monitor status nutrisi
keluaran selama 24 7) Dorong keluarga untuk
jam seimbang membantu pasien
d. Elastisitas turgor makan
kulit baik 8) Kolaborasi dengan
e. Membran mukosa dokter
lembab
f. Tidak ada rasa NIC label: Hypovolemia
haus yang Management
berlebihan 1) Monitor status cairan
g. Konfusi menurun termasuk intake dan
h. Pusing teratasi output cairan
2) Monitor tingkat Hb
2) NOC label: dan hematokrit
Nutritional Status: 3) Monitor tanda vital
Food and Fluid 4) Monitor respon pasien
Intake terhadap penambahan
a. Intake makanan cairan
peroral yang 5) Monitor berat badan
adekuat, sesuai 6) Dorong pasien untuk
kebutuhan menambah intake oral
b. Intake cairan 7) Monitor adanya tanda
peroral yang dan gejala kelebihan
adekuat, sesuai volume cairan
kebutuhan 8) Monitor adanya tanda
gagal ginjal
3) NOC label: Tissue
Integrity: Skin and
Mucous Membranes
a. Temperatur kulit
mendekati kisaran
36o-38oC
b. Elastisitas kulit
kembali (sesuai
umur, kembali ke
keadaan semula
setelah ditarik tanpa
bekas atau kerutan
sisa)
c. Perspirasi terjadi
dengan jumlah dan
pada kondisi yang
tepat Tekstur kulit
kering dan halus
d. Ketebalan kulit
mendekati normal
BAB III
Seorang Ners B berdinas di ruangan interne penyakit dalam. Ners B Hari ini
berdinas malam dan mendapat pasien kelolaan dengan Keluhan utama pasien
Diare. Ners B melakukan pengkajian pada Nn. S, 18 tahun dengan BB 48 kg. Data
perut kembung.
Pengkajian
Riwayat Keperawatan :
RKS
Pasien Nn. S 18 tahun datang ke RS bersama keluarga dalam keadaan
lemas dengan keluhan diare sejak 3 hari yang lalu setelah sebelumnya
pasien mengkonsumsi es cendol. Keluarga mengatakan jika pasien
mengalami mencret yang semakin bertambah, mual dan perut
kembung, serta pasien mengeluhkan kram pada perut dan otot.
RKD
Ini merupakan pertama kalinya pasien di rawat di RS.
RKK
Keluarga mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit menular
maupun tidak menular (DM dan HT).
Hasil Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Lemas dan Pucat
Kesadaran : Komposmentis
TTV :
TD = 90 mmhg/ palpasi
RR = 32x/menit
N = < 100x/ menit
T = 38ºC
BB sebelum sakit: 52 kg
Perut :
Auskultasi: Peristaltik meningkat 40x/mnt
Palpasi : Turgor kulit tidak langsung kembali dalam 2 detik, nyeri
bila ditekan (kram perut)
Perkusi: Hipertimpan,perut kembung
DS :
1. Pengertian :
Tindakan pemasangan jalur pemberian cairan melalui pembuluh vena perifer
2. Tujuan :
3. Persiapan Alat :
4. Persiapan Pasien :
Sebelumnya pasien sudah dikontrak dan dijelaskan terkait prosedur yang akan
dilakukan. Pasien dalam keadaan sadar dan mampu menelan. Siapkan lingkungan
5. Prosedur Tindakan :
Tindakan Rasional
1. Periksa instruksi dokter dan Memastikan prosedur yang benar
rencana asuhan keperawatan dilakukan pada pasien yang tepat
2. Memperkenalkan diri
3. Mengidentifikasi pasien
4. Jelaskan kepada klien tentang Mengurangi kecemasan dan memastikan
prosedur dan sensasi yang akan kerjasama pasien
dirasakan selama pemasangan infus
5. Atur posisi pasien / berbaring
6. Cuci tangan
Mencegah perpindahan mikroorganisme
7. Dekatkan alat
8. Siapkan cairan dengan
menyambung botol cairan dengan
selang infus dan gantungkan pada
standar infus
9. Menentukan area vena yang Sangat sulit untuk menusuk dan
akan ditusuk mempertahankan akses vena jika
10. Pasang alas menggunakan vena sklerotik
- Alat :
Alat telah dibereskan, tidak ada alat yang tertinggal di bed pasien. Sampah
infeksius dibuang ke kantong kuning dan sampah non infeksius dibuang ke tempat
sampah nn infeksius. Dan jarum suntik dibuang di box khusus untuk sampah
benda tajam.
- Pasien :
Terpasang infus dengan jenis cairan Nacl 0,9% 30 tpm pada tangan kiri pasien
- Tindakan :
PEMBAHASAN
Gejala klinis pada diare berupa mulas sampai nyeri seperti kolik, mual,
muntah, tetenus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Berdasarkan kasus, pasien
mengalami diare dengan derajat dehidrasi berat, dimana pasien memiliki tanda
dan gejala yakni lesu/lemas, mata cekung dan turgor kulit kembali sangat lambat
(CRT = 5 detik) (DEPKES RI, 2011). Untuk mengatasi masalah gangguan
kebutuhan cairan dan elektrolit pada pasien maka diangkat diagnosa keperawatan
yakni kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,
diare berhubungan dengan parasit dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan berat badan yang tiba-tiba
dikarenakan penurunan intake makanan dan mual- muntah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kebutuhan cairan tubuh tak hanya berasal dari konsumsi air putih
saja, melainkan juga dari makanan dan minuman yang mengandung air.
Meskipun begitu, akan jauh lebih baik bila kita memilih untuk
mengkonsumsi air putih ketimbang jenis minuman lainnya yang banyak
mengandung gula, kalori, kafein dan zat-zat lainnya. Namun, juga harus
berhati-hati dalam mengkonsumsi sesuatu, sehingga nantinya tidak terjadi
masalah kesehatan terkhusus yang menyangkut pemenuhuan kebutuhan
cairan dan elektrolit.
DAFTAR PUSTAKA
Aras, Sriwaty. 2007. Artikel Ilmiah: Prevalensi dan Distribusi Gangguan
Elektrolit pada Lanjut Usia di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi
Semarang. Semarang.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Herdman, T. Heather. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Hidayat, Aziz Alimul dan Musrifatul Ulliyah. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia. Surabaya: Health Book.
Kozier, B. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan
Praktik, alih bahasa Pamilih Eko Karyuni. Edisi Ketujuh. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NANDA. Jogjakarta: Mediaction
Publishing.
Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A, dan Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiolog: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 2 Volume 5. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzane C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth:
Edisi 8. Alih Bahasa Agung Waluyo. (et al); editor edisi bahasa Indonesia
Monica Ester. (et al). Jakarta: EGC
Tarwoto dan Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Vaughans, B. W. 2011. Keperawatan Dasar. Edisi Pertama. Yogyakarta: Rapha
Publishing.