Anda di halaman 1dari 33

Askep Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan

Elektrolit

DISUSUN OLEH:

Nama Anggota Kelompok 3:


1. ROSALIA METE (2211B006)
2. A.R BAGAS AWANG TRI ADMOJO (2211B009)
3. NAYA ADHISA PARAMITHA (2211B0012)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
IIK STRADA INDONESIA
2023
1. Anatomi dan fisiologi yang mendukung pemenuhan kebutuhan dasar (kebutuhan cairan dan
elektrolit)
Air (H₂O) merupakan komponen utama yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia. Air merupakan pelarut bagi semua zat terlarut dalam tubuh baik
dalam bentuk suspensi maupun larutan. Air beserta unsur-unsur di dalamnya yang
diperlukan untuk kesehatan sel disebut cairan tubuh dan cairan ini sebagian berada di
dalam dan sebagian di luar sel. Air membentuk sekitar 60% dari total berat badan
orang dewasa. Pada orang tua, air tubuh total (TBW, Total Body Water) 40-50% dari
berat badannya. Namun, bergantung kepada kandungan lemak dan otot yang terdapat
di dalam tubuh, nilai presentase ini dapat bervariasi antara 50-70% dari total berat
badan orang dewasa. Oleh karena itu, tubuh yang terlatih dan terbiasa berolahraga
seperti tubuh seorang atlet biasanya akan mengandung lebih banyak air jika di
bandingkan tubuh non-atlet (Butterworth JF, 2013).
Di dalam tubuh, sel-sel yang mempunyai konsentrasi air paling tinggi antara
lain adalah sel-sel otot dan organ-organ pada rongga badan, seperti paru-paru atau
jantung, sedangkan sel-sel yang mempunyai konsentrasi air paling rendah adalah sel-
sel jaringan seprti tulang atau gigi. Konsumsi cairan yang ideal untuk memenuhi
kebutuhan harian bagi tubuh manusia adalah mengkonsumsi 1 ml air untuk setiap 1
kkal konsumsi energi tubuh atau dapat juga diketahui berdasarkan estimasi total
jumlah air yang keluar dari dalam tubuh. Secara rata-rata tubuh orang dewasa akan
kehilangan 2,5 liter cairan perharinya. Sekitar 1.5 liter cairan tubuh keluar melalui
urine, 500ml melalui keluarnya keringat, 400 ml keluar dalam bentuk uap air melalui
proses respirasi (pernasafan) dan 100ml keluar bersama feses (tinja). Sehingga
berdasarkan estimasi ini, konsumsi antara 8-10 gelas (1 gelas = 240 ml) biasanya
dijadikan sebagai pedoman dalam pemenuhan kebutuhan cairan perhariannya
(Butterworth JF, 2013).
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh
tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan
salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit
melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah
larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah
zat kimia yang menghasilkanpartikel-partikelbermuatan listrik yang disebut ion jika
berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui
makanan,minuman,dan cairan intravena (IV) dan di distribusi ke seluruh bagian
tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari
air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.Keseimbangan cairan dan
elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu maka
akan berpengaruh pada yang lainnya (Butterworth JF, 2013). Cairan tubuh dibagi
dalam dua kelompok besar yaitu:
1. Cairan intraseluler
2. Cairan ekstraseluler.
Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel diseluruh tubuh,
sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari
tiga kelompok yaitu: cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan
transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam system vaskuler,
cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler
adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal,cairan intraokuler,dan sekresi
saluran cerna (Sunita Almatsier, 2009).
Anatomi Ginjal :

2. Definisi dari kebutuhan dasar manusia (konsep Cairan dan Elektrolit)

Pengertian Cairan dan Elektrolit


Cairan tubuh adalah cairan yang terdiri dari air dan zat terlarut (Price, 2006).
Kemudian elektrolit itu sendiri adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan (Price, Silvia, 2006).
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat.Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu
bagian dari fisiologi homeostatis.
Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan
berbagai cairan tubuh. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui
makanan,minuman,dan cairan intravena (IV) dan di distribusi ke seluruh bagian
tubuh.Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari
air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.Keseimbangan cairan dan
elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu maka
akan berpengaruh pada yang lainnya (Alimul, 2005).
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah
satu bagian dari fisiologi homeostatis. Cairan adalah volume air bisa berupa kelebihan
atau kekurangan air. Air tubuh lebih banyak meningkat tonisitus adalah terminology
guna perbandingan osmolalitas dari salah satu cairan tubuhyang normal. Cairan tubuh
terdiri dari cairan eksternal dan internal. Sedangkan elektrolit adalah substansi yang
menyebabkab ion kation (+) dan anion (-) (Alimul, 2005).

Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


Tubuh harus mampu memelihara konsentrasi semua elektrolit yang sesuai didalam
cairan tubuh, sehingga tercapai keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengaturan ini
penting bagi kehidupan sel karena sel harus secara terus menerus berada didalam
cairan dengan komposisi yang benar, baik cairan didalam maupun diluar sel (A, Aziz
Alimul H.2009).
1. Daya tarik elektrolit terhadap air
Tubuh menggunakan elektrolit untuk mengatur keseimbangan cairan tubuh. Sel-
sel tubuh memilih elektrolit untuk ditempatkan diluar terutama natrium dan
klorida dan didalam sel terutama kalium, magnesium,fosfat, dan sulfat.
2. Air mengikuti elektrolit
Air akan bergerak ke arah larutan elektrolit yang berkonsentrasi lebih tinggi. Hal
ini dilakukan melalui membran sel semipermeable yaitu yang bersifat permeable
untuk air tetapi tidak permeable untuk elektrolit.
3. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit oleh protein
Membran sel mengandung alat transport berupa protein yang mengatur
penyeberangan ion positif dan bahan lain melalui membran sel tersebut.
4. Pemeliharaan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit
Tubuh mempunyai suatu mekanisme yang mengatur agar konsentrasi semua
mineral berada dalam batas-batas normal. Pengaturan ini terutama dilakukan oleh
saluran cerna dan ginjal.

3. Kebutuhan cairan dan elektrolit pada manuasia

Cairan dan Elektolit dalam Tubuh


a. Cairan dalam Tubuh Manusia
Agar dapat mempertahankan kesehatan dan kehidupannya, manusia
membutuhkan cairan dan elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang tepat di berbagai
jaringan tubuh. Hal tersebut dapat dicapai dengan serangkaian manuver fisika-kimia
yang kompleks. Air menempati proporsi yang besar dalam tubuh. Seseorang dengan
berat 70 kg bisa memiliki sekitar 50 liter air dalam tubuhnya. Air menyusun 75%
berat badan bayi, 70% berat badan pria dewasa, dan 55% tubuh pria lanjut usia.
Karena wanita memiliki simpanan lemak yang relative banyak (relative bebas-air),
kandungan air dalam tubuh wanita 10% lebih sedikit dibandingkan pria (Mubarak,
2008). Air tersimpan dalam dua kompartemen utama dalam tubuh, yaitu :
Cairan intraselular (CIS). CIS adalah cairan yang berada dalam sel di seluruh tubuh.
Cairan ini berfungsi sebagai media penting dalam proses kimia. Jumlahnya sekitar 2/3
dari jumlah cairan tubuh atau 40% dari berat badan. Elektrolit kation terbanyak adalah
K+, Mg+, sedikit Na+. Elektolit anion terbanyak adalah HPO 42-, protein-protein, sedikit
HCO3-, SO42-, Cl- (Mubarak, 2008).
Cairan ekstraselular (CES). CES merupakan cairan yang terdapat di luar sel dan
menyusun sekitar 30% dari total cairan tubuh. CES meliputi cairan intravascular,
cairan interstisial, dan cairan transeluler. Cairan interstisial terdapat dalam ruang
antar-sel, plasma darah, cairan serebrospinal, limfe, serta cairan rongga serosa dan
sendi. Akan tetapi, jumlahnya terlalu sedikit untuk berperan dalam keseimbangan
cairan. Guna mempertahankan keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh serta
mempertahankan pH yang normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua arah
antara CIS dan CES. Elektrolit yang berperan adalah : kation dan anion (Mubarak,
2008).

b. Elektrolit Utama Tubuh Manusia


Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan nonelektrolit. Non
elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan
listrik, seperti: protein,urea,glukosa,oksigen,karbon dioksida dan asam-asam
organik.Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+),kalium (K+), Kalsium
(Ca++),magnesium (Mg++), Klorida (Cl-), bikarbonat(HCO3-), fosfat (HPO42-),
sulfat (SO42-) (Butterworth JF, 2013).
Konsenterasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian dengan bagian
yang lainnya,tetapi meskipun konsenterasi ion pada tiap-tiap bagian berbeda, hukum
netralitas listrik menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif harus sama dengan
jumlah muatan-muatan positif (Butterworth JF, 2013). Komposisi dari elektrolit-
elektrolit tubuh baik pada intarseluler maupun padaplasma terinci dalam tabel di
bawah ini :
No. Elektrolit Ekstraseluler Interstitial Intraseluler Plasma
1. Kation :
Natrium (Na+) 144,0 mEq 137,0 mEq 10 mEq
Kalium (K+) 5,0 mEq 4,7 mEq 141 mEq
Kalsium (Ca++) 2,5 mEq 2,4 mEq 0
Magnesium (Mg ++) 1,5 mEq 1,4 mEq 31 mEq
2. . Anion :
Klorida (Cl-) 107,0 mEq 112,7 mEq 4 mEq
Bikarbonat (HCO3-) 27,0 mEq 28,3 mEq 10 mEq
Fosfat (HPO42-)
Sulfat (SO42-) 2,0 mEq 2,0 mEq 11 mEq
Protein
0,5 mEq 0,5 mEq 1 mEq

1,2 mEq 0,2 mEq 4 mEq

D. Fungsi Cairan dan Elektrolit dalam Tubuh Manusia


1. Fungsi Cairan dalam Tubuh
a. Dalam proses metabolisme yang terjadi didalam tubuh,air mempunyai 2 fungsi
utama yaitu sebagai pembawa zat-zat nutrisi seperti karbohidrat,vitamin dan
mineral pembawa oksigen ke dalam sel-sel tubuh.
b. Selain itu, air didalam tubuh juga akan berfungsi untuk mengeluarkan produk
samping hasil metabolism juga dapat dikatakan berperan dalam proses
metabolisme seperti karbon dioksida (CO) dan juga senyawa nitrat
c. Sebagai pelembab jaringan-jaringan tubuh seperti mata,mulut dan hidung,
pelumas dalam cairan sendi 02 Sports Science Brief tubuh
d. Katalisator reaksi biologik sel,
e. Pelindung organ dan jaringan tubuh serta juga akan membantu dalam menjaga
tekanan darah dan konsentrasi zat terlarut.
f. Selain itu sebagai pengatur panas untuk menjaga agar suhu tubuh tetap berada
pada kondisi ideal yaitu ± 37C (Endang, 2021).

2. Fungsi Elektrolit dalam Tubuh


a. Membantu dalam perpindahan cairan antara ruangan dalam sel dan di luar sel
terutama denga adanya natrrium. Apabila jumlah natrium dalam CES meningkat
maka sejumlah cairan akan berpindah menuju CES untuk keseimbangan cairan.
b. Mengatur keseimbangan asam basa dan menentukan pH darah dengan adanya
sistem bufer.
c. Dengan adanya perbedaan komposisi elektrolit di CES dan CIS maka akan
terjadi perpindahan yang menghasilkan implus – implus saraf dan
mengakibatkan terjadinya kontraksi otot (Endang, 2021).

E. Pergerakan Cairan Dan Elektrolit Tubuh


Regulasi cairan dalam tubuh meliputi hubungan timbal balik antara sejumlah
komponen, termasuk air dalam tubuh dan cairannya, bagian-bagian cairan, ruang
cairan, membran, sistem transpor, enzim, dan tonisitas. Sirkulasi cairan dan elektolit
terjadi dalam tiga tahap. Pertama, plasma darah begerak di seluruh tubuh melalui
sistem sirkulasi. Kedua, cairan interstisial dan komponennya bergerak di antara
kapiler darah dan sel. Terakhir, cairan dan substansi bergerak dari cairan interstisial
ke dalam sel. Sedangkan mekanisme pergerakan cairan tubuh berlangsung dalam tiga
proses, yaitu :
a. Difusi. Difusi adalah perpindahan larutan dari area berkonsentrasi tinggi menuju
area berkonsentrasi rendah dengan melintasi membrane semipermiabel. Pada
proses ini, cairan dan elektrolit masuk melintasi membrane yang memisahkan dua
kompartemen sehingga konsentrasi di kedua kompartemen itu seimbang.
Kecepatan difusi dipenngaruhi oleh tiga hal, yakni ukuran molekul, konsentrasi
larutan dan temperature larutan.
b. Osmosis. Osmosis adalah perpindahan cairan melintasi membrane semipermiabel
dari area berkonsentrasi rendah menuju area yang berkonsentrasi tinggi. Pada
proses ini, cairan melintasi membrane untuk mengencerkan kedua sisi membrane.
Perbedaan osmotic ini salah satunya dipengaruhi oleh distribusi protein yang tidak
merata. Karena ukuran molekulnya yang besar, ketidakseimbangan tekanan
osmotic koloid (tekanan onkotik) sehingga cairan tertarik ke dalam ruang
intravaskular.
c. Transport Aktif. Transport aktif adalah proses pengangkutan yang digunakan
oleh molekul untuk berpindah melintasi membrane selmelawan gradient
konsentrasinya. Dengan kata lain, transport aktif adalah gerakan partikel dari
konsentrasi lain tanpa memandang tingkatannya. Proses ini membutuhkan energy
dalam bentuk adenosine trifosfat (ATP). ATP berguna untuk mempertahankan
konsentrasi ion natrium dan kalium dalam ruang ekstrasel dan intrasel melalui
suatu proses yang disebut pompa “natrium-kalium”. (Potter & Perry, 2009)

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit


Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit antara lain:
a. Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini, usia berpengaruh
terhadap proporsi tubuh, luas permukaan tubuh, kebutuhan metabolik, serta berat
badan. Bayi dan anak di masa pertumbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih
besar dibandingkan orang dewasa.Karenanya, jumlah cairan yang diperlukan dan
jumlah cairan yang hilang juga lebih besar dibandingkan orang dewasa. Besarnya
kebutuhan cairan pada bayi dan anak-anak juga dipengaruhi oleh laju metabolik yang
tinggi serta kondisi ginjal mereka yang belum atur dibandingkan ginjal orang dewasa.
Kehilangan cairan dapat terjadi akibat pengeluaran cairan yang besar dari kulit dan
pernapasan. Pada individu lansia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sering
disebabkan oleh masalah jantung atau gangguan ginjal
b. Aktivitas
Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan dan
elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam tubuh. Hal
ini mengakibatkan penigkatan haluaran cairan melalui keringat. Dengan demikian,
jumlah cairan yang dibutuhkan juga meningkat. Selain itu, kehilangan cairan yang
tidak disadari (insensible water loss) juga mengalami peningkatan laju pernapasan dan
aktivasi kelenjar keringat.
c. Iklim
Normalnya, individu yang tinggal di lingkungan yang iklimnya tidak terlalu panas
tidak akan mengalami pengeluaran cairan yang ekstrem melalui kulit dan pernapasan.
Dalam situasi ini, cairan yang keluar umumnya tidak dapat disadari (insensible water
loss, IWL). Besarnya IWL pada tiap individu bervariasi, dipengaruhi oleh suhu
lingkungan, tingkat metabolisme,dan usia. Individu yang tinggal di lingkungan yang
bertsuhu tinggi atau di dearah deangan kelembapan yang rendah akan lebih sering
mengalami kehilangan cairandan elektrolit. Demikian pula pada orang yang bekerja
berat di lingkungan yang bersuhu tinggi,mereka dapat kehilangan cairan sebanyak
lima litet sehaei melalui keringat. Umumnya, orang yang biasa berada di lingkungan
panas akan kehilangan cairan sebanyak 700 ml per jam saat berada ditempat yang
panas, sedangkan orang yang tidak biasa berada di lingkungan panas dapat
kehilangan cairan hingga dua liter per jam.
d. Diet
Diet seseorang berpengaruh juga terhadap asupan cairan dan elektrolit. Jika asupan
makanan tidak seimbang, tubuh berusaha memcah simpanan protein dengan terlebih
dahulu memecah simpanan lemak dan glikogen. Kondisi ini menyebabkan penurunan
kadar albumin.
e. Stress
Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Saat stress,
tubuh mengalami peningkatan metabolism seluler, peningkatan konsentrasi glukosa
darah, dan glikolisis otot. Mekanisme ini mengakibatkan retensi air dan
natrium.Disamping itu, stress juga menyebabkan peningkatan produksi hormone anti
deuritik yang dapat mengurangi produksi urine.
f. Penyakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh Misalnya : Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air
melalui IWL,penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses
regulator keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
g. Tindakan Medis
Beberapa tindakan medis menimbulkan efek sekunder terhadap kebutuhan cairan dan
elektrolit tubuh. Tindakan pengisapan cairan lambung dapat menyebabkan penurunan
kadar kalsium dan kalium.
h. Pengobatan
Penggunaan beberapa obat seperti Diuretik maupun laksatif secara berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan kehilangan cairan dalam tubuh.Akibatnya, terjadi defist
cairan tubuh. Selain itu, penggunan diuretic menyebabkan kehilangan natrium
sehingga kadar kalium akan meningkat. Penggunaan kortikostreroid dapat pula
menyebabkan retensi natrium dan air dalam tubuh.
i. Pembedahan
Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami ketidakseimbangan
cairan. Beberapa klien dapat kehilangan banyak darah selama perode operasi,
sedangkan beberapa klien lainya justru mengalami kelebihan beban cairan akibat
asupan cairan berlebih melalui intravena selama pembedahan atau sekresi hormon
ADH selama masa stress akibat obat- obat anastesia. (Potter & Perry, 2009)

5. Konsep masalah penyakit gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit


a. Gangguan Keseimbangan Cairan
Hal ini dapat terjadi apabila mekanisme kompensasi tubuh tidak mampu
mempertahankan homeostatis. Gangguan keseimbangan cairan dapat berupa defisit
volume cairan atau sebaliknya.
1. Defisit volume cairan (fluid volume defisit [FVD])
Defisit volume cairan adalah suatu kondisi ketidakseimbangan yang ditandai
dengan defisiensi cairan dan elektrolit di ruang ekstrasel, namun proporsi antara
keduanya (cairan dan elektrolit) mendekati normal. Kondisi ini dikenal juga
dengan istilah hipovolemia. Pada keadaan hipovolemia, tekanan osmotik
mengalami perubahan sehingga cairan interstisial menjadi kosong dan cairan
intrasel masuk ke ruang interstisial sehingga mengganggu kehidupan sel
(Ambarwati, 2014). Secara umum, kondisi defisit volume cairan (dehidrasi)
terbagi menjadi tiga, yaitu :
a) Dehidrasi isotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang sebanding
dengan jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma 130-145 mEq/l.
b) Dehidrasi hipertonik. Ini terjadi jika jumlah cairan yang hilang sebanding
dengan jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma 130-150 mEq/l.
c) Dehidrasi hipotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang lebih sedikit
daripada jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na + dalam plasma darah adalah
130 mEq/l.
Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan dapat menimbulkan beberapa
perubahan. Di antaranya adalah penurunan volume ekstrasel (hipovolemia) dan
perubahan hematokrit. Pada dasarnya, kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak
faktor, seperti kurangnya asupan cairan, tingginya asupan pelarut (mis., protein
dan klorida atau natrium) yang dapat menyebabkan eksresi urine berlebih,
berkeringat banyak dalam waktu yang lama, serta kelainan lain yang
menyebabkan pengeluaran urine berlebih. Lebih lanjut, kondisi dehidrasi dapat
digolongkan menurut derajat keparahan menjadi :
a. Dehidrasi ringan. Pada kondisi ini, kehilangan cairan mencapai 5% dari berat
tubuh atau sekitar 1,5-2 liter. Kehilangan cairan sebesar 5% pada anak yang
lebih besar dan individu dewasa sudah dikategorikan sebagai dehidrasi berat.
Kehilangan cairan yang berlebih dapat berlangsung melalui kulit, saluran
pencernaan, perkemihan, paru-paru, atau pembuluh darah.
b. Dehidrasi sedang. Kondisi ini terjadi apabila kehilangn cairan mencapai 5-10%
dari berat tubuh atau sekitar 2-4 liter. Kaddar natrium serum berkisar 152-158
mEq/l. Salah satu gejalanya adalah mata cekung.
c. Dehidrasi berat. Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 4-6
liter. Kadar natrium serum berkisar 159-166 mEq/l. Pada kondisi ini penderita
dapat mengalami hipotensi (Ambarwati, 2014).

2. Volume cairan berlebih (fluid volume eccess[FVE])


Volume cairan berlebih (overhidrasi) adalah kondisi ketidakseimbangan yang
ditandai dengan kelebihan (retensi) cairan dan natrium di ruang ekstrasel. Kondisi
ini dikenal juga dengan istilah hipervolemia. Overhidrasi umumnya disebabkan
oleh gangguan pada fungsi ginjal. Manifestasi yang kerap muncul terkait kondisi
ini adalah peningkatan volume darah dan edema. Edema terjadi akibat peningkatan
tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotic. Edema sering muncul di
daerah mata, jari, dan pergelangan kaki. Edema pitting adalah edema yang muncul
di daerah perifer. Jika area tersebut ditekan, akan terbentuk cekungan yang tidak
langsung hilang setelah tekanan dilepaskan. Ini karena perpindahan cairan ke
jaringan melalui titik tekan edema pitting tidak menunjukkan kelebihan cairan
yang menyeluruh. Sebaliknya pada edema non-pitting, cairan di dalam jaringan
tidak dapat dialihkan ke area dengan penekanan jari. Ini karena edema non-pitting
tida menunjukkan kelebihan cairan ekstrasel, melainkan kondisi infeksi dan trauma
yang menyebabkan pengumpulan dan pembekuan cairan di permukaan jaringan.
Kelebihan cairan vascular meningkatkan tekanan hidrostatik dan tekanan cairan
pada permukaan interstisial. Edema anasarka adalah edema yang terdapat diseluruh
tubuh. Manifestasi edema paru antara lain penumpukan sputum, dispnea, batuk,
dan bunyi nafas ronkhi basah (Ambarwati, 2014).

b. Gangguan keseimbangan elektrolit


Gangguan keseimbangan elektrolit meliputi :
1. Hiponatremia dan hipernatremia
Hiponatremia adalah kekurangan kadar natrium di cairan ekstrasel yang
menyebabkan perubahan tekanan osmotic. Perubahan ini mengakibatkan
pindahnya cairan dari ruang ekstrasel ke intrasel sehingga sel menjadi
bengkak. Hiponatremia umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit
Addison, kehilangan natrium melalui pencernaan, pengeluaran keringat
berlebih, dieresis, serta asidosis metabolic. Penyebab lain yang berkaitan
dengan kelebihan cairan adalah sindrom ketidaktepatan hormon antidiuretik
(syndrome of inappropriate antidiuretic hormon [SIADH]), peningkatan
asupan cairan, hiperaldosteronisme, ketoasidosis diabetes, oliguria, dan
polidipsia psikogenik. Tanda dan gejala hiponatremia meliputi cemas,
hipotensi postural, postural dizziness, mual, muntah, diare, takikardi, kejang
dan koma. Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah kadar natrium serum
<136 mEq/l dan berat jenis urine <1,010. Hipernatremia adalah kelabihan
kadar natrium di cairan ekstrasel yang menyebabkan peningkatan tekanan
osmotic ekstrasel. Kondisi ini mengakibatkan berpindahnya cairan intrasel
keluar sel. Penyebab hipernatremia meliputi asupan natrium yang berlebihan,
kerusakan sensasi haus, disfagia, diare, kehilangan cairan berlebih dari paru-
paru, poliuria karena diabetes insipidus. Tanda dan gejalanya meliputi kulit
kering, mukosa bibir kering, pireksia, agitasi, kejang, oliguria, atau anuria.
Temuan laboratorium untuk kondisi ini kadar natrium serum >144 Meq/l,
berat jenis urine >11,30 (Abdurrahman, 2018).
2. Hipokalemia dan hiperkalemia
Hipokalemia adalah kekurangan kadar kalium di cairan ekstrasel yang
menyebabkan pindahnya kalium keluar sel. Akibatnya, ion hydrogen dan
kalium tertahan di dalam sel dan menyebabkan gangguan atau perubahan pH
plasma. Gejala defisiensi kalium pertama kali terlihat pada otot, distensi usus,
penurunan bising usus, serta denyut nadi yang tidak teratur. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan nilai kalium serum <3,0 mEq/l. hiperkalemia adalah
kelebihan kadar kalium di cairan ekstrasel. Kasus ini jarang sekali terjadi,
kalaupun ada, tentu akan sangat membahayakan kehidupan sebab akan
menghambat trasmisi impuls jantung dan menyebabkan serangan jantung. Saat
terjadi hiperkalemia, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
memberikan insulin sebab insulin dapat membantu mendorong kalium masuk
ke dalam sel. Tanda dan gejala hiperkalemia sendiri meliputi cemas,
iritabilitas, irama jantung ireguler, hipotensi, parastesia, dan kelemahan. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai kalium serum >5 mEq/l, sedangkan
pada pemeriksaan EKG didapat gelombang T memuncak, QRS melebar, dan
PR memanjang (Abdurrahman, 2018).
3. Hipokalsemia dan hiperkalsemia
Hipokalsemia adalah kekurangan kadar kalsium di cairan ekstrasel. Bila
berlangsung lama, kondisi ini dapat menyebabkan osteomalasia sebab tubuh
akan berusaha memenuhi kebutuhan kalsium dengan mengambilnya dari
tulang. Tanda dan gejala hipokalsemia meliputi spasme dan tetani,
peningkatan motilitas gastrointestinal, gangguan kardiovaskuler, dan
osteoporosis. Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar kalsium
serum <4,5 mEq/l atau 10 mg/100 ml serta memanjangnya interval Q-T.
Selain itu, hipokalsemia juga dapat dikaji dari tanda Trosseau dan Chvostek
positif. Hiperkalsemia adalah kelebihan kadar kalsium pada cairan ekstrasel.
Kondisi ini menyebabkan penurunan eksitabilitas otot dan saraf yang pada
akhirnya menimbulkan flaksiditas. Tanda dan gejala hiperkalsemia meliputi
penurunan kemampuan otot, anoreksia, mual, muntah, kelemahan dan letargi,
nyeri punggung, dan serangan jantung. Temuan laboratorium meliputi kadar
kalsium serum >5,8 mEq/l atau 10 mg/100 ml dan peningkatan BUN akibat
kekurangan cairan. Hasil rontgen menunjukkan osteoporosis generalisata serta
pembentukan kavitas tulang yang menyebar (Abdurrahman, 2018).
4. Hipomagnesemia dan hipermagnesemia
Hipomagnesemia terjadi apabila kadar magnesium serum urang dari 1,5
mEq/l. Umumnya, kondisi ini disebabkan oleh konsumsi alohol yang berlebih,
malnutrisi, diabetes mellitus, gagal hati, absorpsi usus yang buruk. Tanda dan
gejalanya meliputi tremor, refleks tendon profunda yang hiperaktif, konfusi,
disorientasi, halusinasi, kejang, takikardi, dan hipertensi. Temuan
laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar magnesium serum <1,4 mEq/l.
Hipermagnesemia adalah kondisi meningkatnya kadar magnesium di dalam
serum. Meski jarang ditemui, namun kondisi ini dapat menimpa penderita
gagal ginjal., terutama yang mengkonsumsi antasida yang mengandung
magnesium. Tanda dan gejala hipermagnesemia meliputi aritmia jantung,
depresi refleks tendon profunda, depresi pernapasan. Temuan laboratorium
untuk kondisi ini meliputi kadar magnesium serum >3,4 mEq/l (Abdurrahman,
2018).
5. Hipokloremia dan hiperkloremia
Hipokloremia adalah penurunan kadar ion klorida dalam serum. Secara
khusus, kondisi ini disebabkan oleh kehilangan sekresi gastrointestinal yang
berlebihan, seperti muntah, diare, dieresis, serta pengisapan nasogastrik.
Tanda dan gejala yang muncul menyerupai alkalosis metabolic, yaitu apatis,
kelemahan, kekacauan mental, kram, dan pusing. Temuan laboratorium untuk
kondisi ini adalah nilai ion klorida >95 mEq/l. Hiperkloremia adalah
peningkatan kadar ion klorida serum. Kondisi ini kerap dikaitkan dengan
hipernatremia, khususnya saat terdapat dehidrasi dan masalah ginjal. Kondisi
hiperkloremia menyebabkan penurunan bikarbonat sehingga menimbulkan
ketidakseimbangan asam-basa. Lebih lanjut, kondisi ini bisa menyebabkan
kelemahan, letargi, dan pernapasan Kussmaul. Temuan laboratoriumnya
adalah nilai ion klorida >105 mEq/l (Abdurrahman, 2018).
6. Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia
Hipofosfatemia adalah penurunan kadar fosfat di dalam serum. Kondisi ini
dapat muncul akibat penurunan absorpsi fosfat di usus, peningkatan ekskresi
fosfat, dan peningkatan ambilan fosfat untuk tulang. Hipofosfatemia dapat
terjadi akibat alkoholisme, malnutrisi, ketoasidosis diabetes, dan
hipertiroidisme. Tanda dan gejalanya meliputi anoreksia, pusing, parestesia,
kelemahan otot, serta gejala neurologis yang tersamar. Temuan laboratorium
untuk kondisi ini adalah nilai ion fosfat <2,8 mEq/dl. Hiperfosfatemia adalah
peningkatan kadar ion fosfat dalam serum. Kondisi ini dapat muncul pada
kasus gagal ginjal atau saat kadar hormon paratiroid menurun. Selain itu,
hiperfosfatemia juga bisa terjadi akibat asupan fosfat berlebih atau
penyalahgunaan laksatif yang mengandung fosfat. Karena kadar kalsium
berbanding terbalik dengan fosfat, maka tanda dan gejala hiperfosfatemia
hampir sama dengan hipokalsemia yaitu peningkatan eksibilitas sistem saraf
pusat, spasme otot, konvulsi dan tetani, peningkatan motilitas usus, masalah
kardiovaskular seperti penurunan kontraktilitas jantung/gejala gagal jantung,
dan osteoporosis. Temuan laboratoriumnya adalah nilai ion fosfat >4,4 mg/dl
atau 3,0 mEq/l (Abdurrahman, 2018).
6. Web of caution (Perjalanan penyakit patofisiologi sampai muncul masalah
keperawatan kebutuhan cairan dan elektrolit) buat bagan atau skema.

Faktor Fisiologis Faktor Perkembangan Faktor Perilaku Faktor Lingkungan

a. Riwayat a. Bayi a. Strees a. Temperatur


penyakit yang b. Anak-anak b. Aktifitas lingkungan
berhubungan c. Remaja tubuh
b. Rasa dahaga d. Dewasa muda c. Gaya hidup
c. Anti diuretic dan pertengahan d. Diet
hormone e. Lansia
d. Aldosteron
e. Prostaglandin
f. Glukokortikoid
g. Organ
pengeluaran
(ginjal, kulit,
paru-paru, dan
gastrointestinal)

Gangguan Pemenuhan
Cairan Dan Elektrolit

Kekurangan Kelebihan Resiko Kekurangan Resiko


Volume Cairan Volume Cairan Volume Cairan Ketidakseimbangan
(Hipovolemia) (Hipervolemia) Volume Cairan

7. Pengkajian kebutuhan cairan dan elektrolit


A. Riwayat Kesehatan
1. Asupan cairan dan makanan (oral dan Parental).
2. Tanda dan gejala gangguankeseimbangancairan dan elektrolit.
3. Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan elektrolit.
4. Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat mengganggu status cairan.
5. Status perkembangan (usia atau kondisi sosial).
6. Faktor psikologis (perilaku emosional).
B. Pengukuran Klinik
1. Berat Badan (BB)
Peningkatan atau penurunan 1 kg BB setara dengan penambahan atau
pengeluaran 1 liter cairan, ada 3 macam masalah keseimbangan cairan yang
berhubungan dengan berat badan :
a. Ringan : ± 2%
b. Sedang : ± 5%
c. Berat : ±10%
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama dengan
menggunakan pakaian yang beratnya sama.
2. Keadaan Umum
Pengukuran tanda-tanda vital seperti suhu, nada, pernapasan, dan tekanan darah
serta tingkat kesadaran.
3. Asupan cairan
Asupan cairan meliputi:
a. Cairan oral : NGT dan oral
b. Cairan parental : termasuk obat-obat intravena
c. Makanan yang cenderung mengandung air
d. Iritasi kateter
4. Pengukuran keluaran cairan
1).Urin : Volume, kejernihan/kepekatan
2).Feses : Jumlah dan konsistensi
3).Muntah
4).Tube drainage dan IWL
5. Ukuran keseimbangan cairan dengan akurat : normalnya sekitar 200 cc.

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan pada :
1. Integument : Keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan, otot, tetani
dan sensasi rasa.
2. Kardiovaskuler : Distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin dan bunyi
jantung.
3. Mata : cekung, air mata kering.
4. Neurology : Reflek, gangguan motorik dan sensorik, tingkatkesadaran.
5. Gastrointestinal : Keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah

D. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan elektrolit serum
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar natrium, kalium, klorida, ion
bikarbonat.
b. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini meliputi jumlah sel darah merah, hemoglobin (Hb), hematrokit
(Ht).
Ht naik : adanya dehidrasi berat dan gejala syok.
Ht turun : adanya perdarahan akut, masif, dan reaksi hemolitik.
Hb naik : adanya hemokonsentrasi
Hb turun : adanya perdarahan habat, reaksi hemolitik.
c. pH dan berat jenis urine
Berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal untuk mengatur konsentrasi urine.
Normalnya, pH urine adalah 4,5-8 dan berat jenisnya 1,003-1,030 (Syaifudin &
Anas, 2009).

8. Sebutkan dan jelasan diagnosis keperawatan yang muncul pada SDKI yang berkaitan
dengan kebutuhan cairan dan elektrolit yang terdiri dari definisi, penyebab, gejala
tanda mayor dan minor, kondisi klinis terkait.
DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan yang mungkin terjadi pada masalah kebutuhan nutrisi,
sebagaimana menurut SDKI adalah sebagai berikut:

No Diagnosis Keperawatan Faktor yang Berhubungan Batasan Karakteristik (Data


. (Problem/P) (Etiologi/E) Subjektif/Objektif/Symptom/
S)

1. Hipervolemia  Gangguan mekanisme Gejala dan Tanda Mayor


Definisi : peningkatan volume
regulasi Subjektif
cairan
 Kelebihan asupan cairan 1. Ortopnea
intravaskuler,interstisial,dan /
2. Dispenea
intraseluler.  Kelebihan asupan 3. Paroxysmal nocturnal
dyspnea (PND)
(D.0022)
natrium
Objektif
 gangguan aliran balik
1. Ederma anasarka dan/atau
vena ederma perifer
2. Berat badan meningkat
 Efek agen farmakologis dalam waktu singkat
3. Jugular Venous Pressure
(mis. kartikosteroid, (JVP) dan/atau Cental
Venous Pressure (CVP)
chlorpropamide, meningkat
4. Refleks hepatojugular
tolbutamide, vincristine, positif

tryptilinescarbamazepin Gejala dan Tanda Minor

e) Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

1. Ditensi vena jugularis


2. Terdengar suara nafas
tembahan
3. Hepatomegali
4. Kadar Hb/Ht turun
5. Oliguria
6. Intake lebih banyak dari
output (balans cairan
positif)
7. Kongesti paru

Kondisi Klinis Terkait

1. Penyakit ginjal : gagal


ginjal akut/kronis,
sindrome nefrotik
2. Hipoalbuminemia
3. Gagal jantung kongestif
4. Kelainan hormon
5. Penyakit hati (mis. sirosis,
asites, kanker hati)
6. Penyakit vena perifer
(mis. varises vena,
trombus vena, plebtis)
7. Imobilitas

2. Hipovolemia  Kehilangan cairan  Gejala dan Tanda Mayor


aktif
Definisi : suatu kondisi akibat  Kegagalan mekanisme Subjektif
kekurangan volume cairan regulasi
 Peningkatan (tidak tersedia)
ekstraseluler(ces) dan dapat
permeabilitas kapiler
terjadi karna kehilangan cairan  Kekurangan intake Objektif

melalui kulit, cairan


1. Frekuensi nadi meningkat
 Evaporasi
ginjal,gastrointrestinal. 2. Nadi teraba lemah
3. Tekanan darah menurun
(D.0023) 4. Tekanan Nadi menyempit
5. Turgor kulit menyempit
6. Membran mukosa kering
7. Voluem urin menurun
8. Hemtokrit meningkat

 Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus

Objektif

1. Pengisian vena menurun


2. Status mental berubah
3. Suhu tubuh meningkat
4. Konsentrasi urin
meningkat
5. Berat badan turun tiba-
tiba

 Kondisi Klinis Terkait

1. Penyakit Addison
2. Trauma/pendarahan
3. Luika bakar
4. AIDS
5. Penyakit Crohn
6. Muntah
7. Diare
8. Kolitis ulseratif
9. Hipoalbuminemia

3. Risiko Ketidakseimbangan Faktor Risiko Kondisi Klinis Terkait


Cairan
 Prosedur pembedahan 1. Prosedur pembedahan
Definisi :
mayor mayor
penurunan,peningkatan/percepat
an perpindahan cairan yang  Trauma/pembedahan 2. Penyakit ginjal dan
diakibatkan oleh disfungsi kelenjar
 Luka bakar
intestinal pada anak dengan
 Aferesis 3. Perdarahan
demam tifoid.
4. Luka bakar
(D.0036)  Obstruksi intestinal

 Peradangan pankreas

 Penyakit ginjal dan

kelenjar

 Disfungsi intestinal

 Rumus perhitungan cairan dan elektrolit :

 Rumus Watson untuk pria:


2,447 - (0,09145 x usia) + (0,1074 x tinggi dalam cm) + (0,3362 x
berat dalam kg) = berat total tubuh (TBW) dalam liter

 Rumus Watson untuk wanita:


-2,097 + (0,1069 x tinggi dalam cm) + (0,2466 x berat dalam kg) =
berat total tubuh (TBW) dalam liter
9. Tindakan Keperawatan berkaitan dengan kebutuhan cairan dan elektrolit (Misalnya
SOP pemasangan Infus = Ditampilkan video dari youtube)

PEMASANGAN INFUS (INTRAVENOUS FLUID DRIP)


Pemasangan infus termasuk salah satu prosedur medis yang paling sering dilakukan sebagai
tindakan terapeutik. Pemasangan infus dilakukan untuk memasukkan bahan-bahan larutan ke
dalam tubuh secara kontinyu atau sesaat untuk mendapatkan efek pengobatan secara cepat.
Bahan yang dimasukkan dapat berupa darah, cairan atau obat-obatan. Istilah khusus untuk
infus darah adalah transfusi darah. Indikasi infus adalah menggantikan cairan yang hilang
akibat perdarahan, dehidrasi karena panas atau akibat suatu penyakit, kehilangan plasma
akibat luka bakar yang luas.
 Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tindakan pemasangan infus adalah:
a. Sterilitas :
Tindakan sterilitas dimaksudkan supaya mikroba tidak menyebabkan infeksi local pada
daerah tusukan dan supaya mikroba tidak masuk ke dalam pembuluh darah mengakibatkan
bakteremia dan sepsis. Beberapa hal perlu diperhatikan untuk mempertahankan standard
sterilitas tindakan, yaitu :
1) Tempat tusukan harus disucihamakan dengan pemakaian desinfektan (golongan iodium,
alkohol 70%).
2) Cairan, jarum dan infus set harus steril.
3) Pelaku tindakan harus mencuci tangan sesuai teknik aseptik dan antiseptik yang benar dan
memakai sarung tangan steril yang pas di tangan.
4) Tempat penusukan dan arah tusukan harus benar. Pemilihan tempat juga
mempertimbangkan besarnya vena. Pada orang dewasa biasanya vena yang dipilih adalah
vena superficial di lengan dan tungkai, sedangkan anak-anak dapat juga dilakukan di daerah
frontal kepala.
b. Fiksasi :
Fiksasi bertujuan agar kanula atau jarum tidak mudah tergeser atau tercabut. Apabila kanula
mudah bergerak maka ujungnya akan menusuk dinding vena bagian dalam sehingga terjadi
hematom atau trombosis.
c. Pemilihan cairan infus :
Jenis cairan infus yang dipilih disesuaikan dengan tujuan pemberian cairan.
d.Kecepatan tetesan cairan :
Untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh maka tekanan dari luar ditinggikan atau
menempatkan posisi cairan lebih tinggi dari tubuh. Kantung infus dipasang ± 90 cm di atas
permukaan tubuh, agar gaya gravitasi aliran cukup dan tekanan cairan cukup kuat sehingga
cairan masuk ke dalam pembuluh darah. Kecepatan tetesan cairan dapat diatur sesuai dengan
kebutuhan. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa volume tetesan tiap set infus satu dengan
yang lain tidak selalu sama dan perlu dibaca petunjuknya.
e. Selang infus dipasang dengan benar, lurus, tidak melengkung, tidak terlipat atau terlepas
sambungannya.
f. Hindari sumbatan pada bevel jarum/kateter intravena. Hati-hati pada penggunaan kateter
intravena berukuran kecil karena lebih mudah tersumbat.
g. Jangan memasang infus dekat persendian, pada vena yang berkelok atau mengalami
spasme.
h. Lakukan evaluasi secara periodik terhadap jalur intravena yang sudah terpasang. Prosedur
Pemasangan Infus

 Persiapan alat :
1. Cairan yang diperlukan, sesuaikan cairan dengan kebutuhan pasien.
2. Saluran infus (infus set) : infus set dilengkapi dengan saluran infus, penjepit selang infus
untuk mengatur kecepatan tetesan.
Jenis infus set berdasarkan penggunaannya :
a. Macro drip set
b. Micro drip set
c. Tranfusion Set
3. Kateter intravena (IV catheter):
Penggunaan ukuran kateter intravena tergantung dari pasien dan tujuan terapi intravena itu
sendiri.
4. Desinfektan : kapas alkohol, larutan povidone iodine 10%
5. Kassa steril, plester, kassa pembalut
6. Torniket
7. Gunting
8. Bengkok
9. Tiang infus
10. Perlak kecil
11. Bidai, jika diperlukan (untuk pasien anak)
12. Sarung tangan steril yang tidak mengandung bedak
13. Masker
14. Tempat sampah medis

Persiapan penderita :
1. Perkenalkan diri dan lakukan validasi nama pasien.
2. Beritahukan pada penderita (atau orang tua penderita) mengenai tujuan dan prosedur
tindakan, minta informed consent dari pasien atau keluarganya.
3. Pasien diminta berbaring dengan posisi senyaman mungkin.
4. Mengidentifikasi vena yang akan menjadi lokasi pemasangan infus :
- Pilih lengan yang jarang digunakan oleh pasien (tangan kiri bila pasien tidak kidal, tangan
kanan bila pasien kidal).
- Bebaskan tempat yang akan dipasang infus dari pakaian yang menutupi.
- Lakukan identifikasi vena yang akan ditusuk.

Prosedur tindakan :
1. Alat-alat yang sudah disiapkan dibawa ke dekat penderita di tempat yang mudah dijangkau
oleh dokter/ petugas.
- Dilihat kembali apakah alat, obat dan cairan yang disiapkan sudah sesuai dengan identitas
atau kebutuhan pasien.
Dilihat kembali keutuhan kemasan dan tanggal kadaluwarsa dari setiap alat, obat dan cairan
yang akan diberikan kepada pasien. 2. Perlak dipasang di bawah anggota tubuh yang akan
dipasang infus.
3. Memasang infus set pada kantung infuse :
- Buka tutup botol cairan infus.
- Tusukkan pipa saluran udara, kemudian masukkan pipa saluran infus.
- Tutup jarum dibuka, cairan dialirkan keluar dengan membuka kran selang sehingga tidak
ada udara pada saluran infus, lalu dijepit dan jarum ditutup
kembali. Tabung tetesan diisi sampai ½ penuh.
- Gantungkan kantung infus beserta salurannya pada tiang infus.
4. Cucilah tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air mengalir, keringkan dengan
handuk bersih dan kering.
5. Lengan penderita bagian proksimal dibendung dengan torniket.
6. Kenakan sarung tangan steril, kemudian lakukan desinfeksi daerah tempat suntikan.
7. Jarum diinsersikan ke dalam vena dengan bevel jarum menghadap ke atas, membentuk
sudut 30-40 terhadap permukaan kulit.
8. Bila jarum berhasil masuk ke dalam lumen vena, akan terlihat darah mengalir keluar.
9. Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik jarum tajam dalam kateter vena (stylet) kira-kira 1 cm
ke arah luar untuk membebaskan ujung kateter vena dari jarum agar jarum tidak melukai
dinding vena bagian dalam. Dorong kateter vena sejauh 0.5 – 1 cm untuk menstabilkannya.
10. Tarik stylet keluar sampai ½ panjang stylet. Lepaskan ujung jari yang memfiksasi bagian
proksimal vena. Dorong seluruh bagian kateter vena yang berwarna putih ke dalam vena.
11. Torniket dilepaskan. Angkat keseluruhan stylet dari dalam kateter vena
12. Pasang infus set atau blood set yang telah terhubung ujungnya dengan kantung infus atau
kantung darah.
13. Penjepit selang infus dilonggarkan untuk melihat kelancaran tetesan.
14. Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit menggunakan plester.
15. Tetesan diatur sesuai dengan kebutuhan.
16. Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril dan fiksasi dengan plester.
17. Pada anak, anggota gerak yang dipasang infus dipasang bidai (spalk) supaya jarum tidak
mudah bergeser.
18. Buanglah sampah ke dalam tempat sampah medis, jarum dibuang ke dalam sharp disposal
(jarum tidak perlu ditutup kembali).
19. Bereskan alat-alat yang digunakan.
20. Cara melepas infus : bila infus sudah selesai diberikan, plester dilepas, jarum dicabut
dengan menekan lokasi masuknya jarum dengan kapas alkohol, kemudian diplester.

 Jarum infus ada 2 macam, yaitu :


1. Jarum dan kateter menjadi satu :
- Jarum infus biasa
- Wing needle
2. Jarum bisa dilepas, tinggal kateter dalam vena (misal : abbocath) Untuk tipe jarum yang
bisa dilepas, dianjurkan hanya digunakan paling lama 72 jam,sedangkan bila jarum dan
kateter menjadi satu hanya dianjurkan dipakai 48 jam, untuk selanjutnya diganti
Cara mengatur kecepatan tetesan :
Supaya masuknya cairan sesuai dengan kebutuhan yang dijadwalkan, pemberian cairan infus
harus dihitung jumlah tetesan per menitnya. Untuk menghitung jumlah milliliter cairan yang
masuk tiap jam dapat dihitung dengan rumus : mL per jam = tetesan per menit x faktor
tetesan faktor tetesan = 60/w
w = jumlah tetesan yang dikeluarkan oleh infus set untuk mengeluarkan 1 mL cairan
Misalnya :
Infus set dapat mengeluarkan 1 mL cairan dalam 15 tetesan, berarti faktor tetesan = 60/15 =
4. Jadi bila infus set tersebut memberikan cairan dengan kecepatan 25 tetes per menit berarti
cairan yang masuk sebanyak 25 x 4 = 100 mL per jam. Untuk berbagai infus set sudah
ditentukan besarnya tetesan per mL seperti tersebut di bawah ini :
Pabrik Dewasa Anak-anak
Abbott Venopak : 13-15 tetes/mL
Transfusion set : 10 tetes/mL
Mikro drip : 60 tetes/mL
Baxter Plexitron : 10 tetes/mL Minimeter : 50 tetes/mL
Lutter Saftiset : 20 tetes/mL
Transfusion set : 12 tetes/mL
Saftiset : 60 tetes/mL
 Bila dalam infus set tidak disebutkan jumlah tetesan per mL berarti faktor
tetesannya=4.
Penghitungan jumlah tetesan per menit secara sederhana adalah :
Tetesan/menit (normal) = jumlah cairan yang akan diberikan (mL)
Lamanya infus akan diberikan (jam) x 3
Tetesan/menit (mikro) = jumlah cairan yang akan diberikan (mL)
Lamanya infus akan diberikan (jam)
 Cairan infus yang berada di pasaran :
1. Elektrolit :
- Larutan NaCl 0.9%
- Larutan Ringer
- Larutan Ringer Laktat
- Larutan Hartmann
- Larutan Darrow
- Larutan Na Laktat 1/6 molar
- Larutan NaHCO3 7.5% dan 8.4%
- Larutan Dialisis

2. Karbohidrat (dengan elektrolit) :


- Larutan Glukosa 5%, 10%, 20%, 40%
- Larutan Dextrose 5%, 10%, 20%, 50%
- Larutan Fruktose 5%
- Larutan Maltose 10%
- Larutan Ringer-Dextrose
- Larutan Dextrose 5% dengan NaCl 0.9%, NaCl 0.45% atau NaCl 0.225%
- Larutan Dextrose 10% dengan NaCl 0.9%

3. Larutan Protein :
- Larutan L-Asam Amino 350 kcal
- Larutan L-Asam Amino 600 kcal, 500 kcal dengan Sorbitol
- Larutan L-Asam Amino 1000 kcal

4. Plasma Expander :
- Dextran 70
- Dextran 40 27
- Human Albumin 5%, 25%
- Human Plasma
 Perhitungan kalori beberapa larutan infus :
- Kebutuhan kalori rata-rata 30 kcal/kgBB, anak-anak 1500 kcal/m2 luas permukaan
tubuh
- 500 mL larutan Dextrose 5% = 102.5 kcal
- 500 mL larutan Dextrose 10% = 205 kcal
- 500 mL larutan NaCl 0.9% = tidak mengandung kalori
- 500 mL darah = 74 kcal
- 500 mL Albumin 5% = 110 kcal
- 500 mL plasma = 120 kcal

 Kegagalan pemberian infus :


1. Jarum infus tidak masuk vena (ekstravasasi cairan infus).
2. Pipa infus tersumbat (misalnya karena jendalan darah) atau terlipat.
3. Pipa penyalur udara tidak berfungsi.
4. Jarum infus atau vena terjepit karena posisi lengan tempat masuknya jarum dalamn
keadaan fleksi.
5. Jarum infus bergeser atau menusuk keluar ke jaringan di luar vena (ekstravasasi cairan
infus dan darah).

 Komplikasi yang dapat terjadi :


1. Phlebitis
2. Hematoma
3. Ekstravasasi cairan, ditandai dengan :
- Aliran cairan melambat atau terhenti
- Pembengkakan, area yang mengalami pembengkakan berwarna lebih pucat dari pada area
sekitarnya.
- Nyeri, nyeri tekan atau rasa terbakar di sekitar pembengkakan.
- Bila terjadi ekstravasasi cairan, pindahkan infus ke lokasi lain.
4. Infeksi lokal atau sistemik
5. Melukai serabut syaraf
6. Emboli udara : gejalanya adalah nyeri dada dan sakit kepala.
 Yang perlu diperhatikan mahasiswa dalam melakukan pemasangan infus:
1. Pemilihan abbocath harus disesuaikan dengan kasus mulai dari pasien anak sampai dewasa
2. Harus dijaga sterilitas alat – alat yang digunakan (paling sering lupa yaitu sterilitas pada
abbocath dan ujung infus set)
3. Jangan lupa mempersiapkan pemasangan infus set dengan cairan infus karena banyak yang
lupa
4. Tandanya jika abbocath masuk dalam pembuluh darah yaitu ada darah yang keluar
5. Dan waktu abbocath dihubungkan dengan infus set untuk cairan infus harus menetes
6. Plester jangan lupa disiapkan saat menyiapkan alat.

INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
.
1. Hipervolemia Tujuan: Manajemen Hipervolemia (I.03114)
berhubungan Setelah dilakukan
Observasi
intervensi keperawatan
dengan gangguan - Periksa tanda dan gejala hypervolemia
selama 3x24 jam maka
(mis: ortopnea, dispnea, edema,
aliran balik vena keseimbangan cairan
JVP/CVP meningkat, refleks
meningkat (L.03020)
(D.0022) hepatojugular positif, suara napas
dengan kriteria hasil:
tambahan)
1. Asupan cairan
- Identifikasi penyebab hypervolemia
meningkat
- Monitor status hemodinamik (mis:
2. Output urin
frekuensi jantung, tekanan darah,
meningkat
MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI) jika
3. Membrane mukoa
tersedia
lembab meningkat
- Monitor intake dan output cairan
4. Edema menurun
- Monitor tanda hemokonsentrasi (mis:
5. Dehidrasi menurun
kadar natrium, BUN, hematokrit, berat
6. Tekanan darah
jenis urine)
membaik
- Monitor tanda peningkatan tekanan
7. Frekuensi nadi
onkotik plasma (mis: kadar protein dan
membaik
albumin meningkat)
8. Kekuatan nadi
- Monitor kecepatan infus secara ketat
membaik
- Monitor efek samping diuretic (mis:
9. Tekanan arteri rata-
hipotensi ortostatik, hypovolemia,
rata membaik
hipokalemia, hiponatremia)
10. Mata cekung
membaik
Terapeutik
11. Turgor kulit
- Timbang berat badan setiap hari pada
membaik
waktu yang sama
- Batasi asupan cairan dan garam
- Tinggikan kepala tempat tidur 30 – 40
derajat

Edukasi
- Anjurkan melapor jika haluaran urin <
0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
- Anjurkan melapor jika BB bertambah
> 1 kg dalam sehari
- Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretic
- Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretic
- Kolaborasi pemberian continuous renal
replacement therapy (CRRT) jika perlu

2. Hipovolemia Tujuan: Manajemen Hipovolemia (I.03116)


berhubungan Setelah dilakukan Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia
dengan intervensi keperawatan
(mis: frekuensi nadi meningkat, nadi
peningkatan selama 3x24 jam, maka teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit
permeabilitas status cairan membaik
menurun, membran mukosa kering,
kapiler (D.0023) (L.0303) dengan volume urin menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah)
kriteria hasil:
- Monitor intake dan output cairan
1. Kekuatan nadi
meningkat Terapeutik
2. Output urin - Hitung kebutuhan cairan
meningkat - Berikan posisi modified Trendelenburg
3. Membran mukosa - Berikan asupan cairan oral
lembab meningkat
4. Ortopnea menurun Kolaborasi
5. Dispnea menurun - Kolaborasi pemberian cairan IV
6. Paroxysmal isotonis (mis: NaCL, RL)
nocturnal dyspnea - Kolaborasi pemberian cairan IV
(PND) menurun hipotonis (mis: glukosa 2,5%, NaCl
7. Edema anasarka 0,4%)
menurun - Kolaborasi pemberian cairan koloid
8. Edema perifer (albumin, plasmanate)
menurun - Kolaborasi pemberian produk darah
9. Frekuensi nadi
membaik
10. Tekanan darah
membaik
11. Turgor kulit
membaik
12. Jugular venous
pressure membaik
13. Hemoglobin
membaik
14. Hematokrit
membaik

3. Risiko Tujuan: Manajemen Cairan (I.03098)


Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Observasi
Cairan dibuktikan intervensi keperawatan - Monitor status hidrasi (mis: frekuensi
selama 3x24 jam maka nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
dengan luka bakar
keseimbangan cairan kapiler, kelembaban mukosa, turgor
(D.0036) meningkat (L.03020) kulit, tekanan darah)
dengan kriteria hasil: - Monitor berat badan harian
1. Asupan cairan - Monitor berat badan sebelum dan
meningkat sesudah dialisis
2. Output urin - Monitor hasil pemeriksaan
meningkat laboratorium (mis: hematokrit, Na, K,
3. Membrane mukoa Cl, berat jenis urin, BUN)
lembab meningkat - Monitor status hemodinamik (mis:
4. Edema menurun MAP, CVP, PAP, PCWP, jika tersedia)
5. Dehidrasi menurun
6. Tekanan darah Terapeutik
membaik - Catat intake-output dan hitung balans
7. Frekuensi nadi cairan 24 jam
membaik - Berikan asupan cairan, sesuai
8. Kekuatan nadi kebutuhan
membaik - Berikan cairan intravena, jika perlu
9. Tekanan arteri rata-
rata membaik Kolaborasi
10. Mata cekung - Kolaborasi pemberian diuretik, jika
membaik perlu
11. Turgor kulit
membaik
Daftar Pustaka

A, Aziz Alimul H.2009:”Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 2.”Jakarta: Salemba


Medika.
Burns, S. M. (2014). AACN Essentials of Critical Care Nursing (3th ed.). New York:
McGraw-Hill Education. ENA (2007). Emergency Nursing Core Curriculum (6th
ed.). USA: Saunders Elsevier. Hadjipavlou, M., Chew, G. W. M., & Farmery, J. S.
(2010). Fluid management. Student BMJ, 18. Iggulden, H. (1999). Dehydration and
electrolyte disturbance. Nursing Standard (through 2013), 13(19), 48- 54.
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD.Management of Patients with Fluid and Electrolyte
Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5th ed. New York:
Mc-Graw Hill. 2013
McLafferty, E., Johnstone, C., Hendry, C., & Farley, A. (2014). Fluid and electrolyte balance.
Nursing Standard (Royal College Of Nursing (Great Britain): 1987), 28(29), 42-49.
Reddi, A. S. (2014). Fluid, electrolyte and acid-base disorders. New York: Springer.
Potter, Perry.2009:”Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku.” Jakarta: Salemba Medika.

PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keprawatan,
Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI

Sunita Almatsier. 2009. “Prinsip Dasar Ilmu Gizi” Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Syaifudin, Drs. 2012. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi Edisi 4. Jakarta:
EGC
Tamsuri, Anas. 2009. Seri Asuhan Keperawatan “Klien Gangguan Keseimbangan Cairan &
Elektrolit” . Jakarta: ECG

Anda mungkin juga menyukai