0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
308 tayangan14 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang komposisi cairan tubuh manusia dan ketidakseimbangannya. Cairan tubuh terdiri atas air dan zat terlarut seperti elektrolit dan non-elektrolit. Cairan ini terdistribusi di dalam dan luar sel serta jaringan tubuh. Ketidakseimbangan cairan dapat terjadi akibat defisit atau kelebihan cairan dan elektrolit yang dapat menyebabkan dehidrasi atau hipervolemia.
Dokumen tersebut membahas tentang komposisi cairan tubuh manusia dan ketidakseimbangannya. Cairan tubuh terdiri atas air dan zat terlarut seperti elektrolit dan non-elektrolit. Cairan ini terdistribusi di dalam dan luar sel serta jaringan tubuh. Ketidakseimbangan cairan dapat terjadi akibat defisit atau kelebihan cairan dan elektrolit yang dapat menyebabkan dehidrasi atau hipervolemia.
Dokumen tersebut membahas tentang komposisi cairan tubuh manusia dan ketidakseimbangannya. Cairan tubuh terdiri atas air dan zat terlarut seperti elektrolit dan non-elektrolit. Cairan ini terdistribusi di dalam dan luar sel serta jaringan tubuh. Ketidakseimbangan cairan dapat terjadi akibat defisit atau kelebihan cairan dan elektrolit yang dapat menyebabkan dehidrasi atau hipervolemia.
1. Air ( pelarut ) Demi mempertahankan kesehatan dan kehidupan, manusia membutuhkan cairan dan elektrolit yang disesuaikan dengan proporsi tubuh seseorang. Air, merupakan komponen cairan yang mendominasi tubuh manusia, yang dicapai dengan serangkaian proses fisika dan kimiawi yang kompleks dalam tubuh (Mubarak., Chayatin, 2008). Kandungan air didalam tubuh kita dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu : 1) salah satu intake cairan bagi tubuh yang paling mudah kita peroleh adalah dengan minum, rasa haus dan kebiasaan minum diatur oleh hipotalamus di otak yang bereaksi terhadap dehidrasi; 2) mungkin dengan minum saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air dan mencegah terjadinya dehidrasi dalam tubuh, maka dari itu air juga intake cairan juga bisa didapatkan dari konsumsi makanan yang mengandung air (Setiadi, 2007). Untuk menjaga homeostatis cairan tubuh, maka jumlah antara intake dan output cairan harus seimbang. Proses kehilangan (output) air dalam tubuh terjadi dalam empat cara : 1. Sebagai urin sekitar 1,5 ml per hari. 2. Dengan ekspirasi udara dari paru-paru sekitar 400 ml per hari. 3. Dalam feses sekitar 100 ml per hari. Melalui kulit sebagai keringat, jumlahnya sesuai dengan tempratur kelembapan dan sirkulasi udara. Horne (2001) mengatakan bahwa komposisi cairan pada bayi lahir normal persentase air dalam tubuhnya adalah 73-75%, pada bayi yang lahir dengan keadaan premature akumulasi air didalam tubuhnya sekitar 80%, pada pria dewasa (20-40 tahun) terdapat 60% dari total berat badannya, sedangkan wanita dewasa (20-40 tahun) memiliki 2
persentasi air sekitar 50-55% dari berat badannya. Pada wanita
perentasi cairannya relatif lebih rendah dibanding pria dewasa, dikarenakan akumulasi lemak tubuh dan otot-otot rangka pada wanita dewasa yang relatif lebih kecil. Cairan dalam tubuh juga akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia seseorang, seperti pada lansia yang hanya memiliki 40% cairan dalam tubuhnya. 2. Solut ( Terlarut ) Di dalam tubuh, selain terkandung air sebagai pelarut, tubuh juga mengandung berbagai zat terlarut (solut) di dalamnya. Terdapat beberapa zat terlarut dalam tubuh, yaitu sebagai berikut (Horne., Swearingen, 2001) : a. Elektrolit Merupakan substansi yang dapat terpisah di dalam larutan, yang nantinya akan menghantarkan arus listrik. Elektrolit terpisah menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion), dan diukur dengan kapasitasnya untuk saling berikatan dengan satu sama lain (miliekuivalen/liter [mEq/L]) atau dengan berat molekul dalam gram (milimol/ liter [mol/L]). Jumlah kation dan anion yang diukur dalam miliekuivalen selalu sama dalam larutan. 1) Kation, Di dalam larutan kation berperan dalam membentuk ion-ion yang bermuatan positif. Jenis kation utama dalam intraselular berbeda dengan ekstrasluler. Dalam cairan ekstraleluler kation utamanya adalah Na֗ , sedangkan kation intraseluler utama adalah K֗ ( kalium). Pada dinding sel terdapat sistem pompa yang nantinya akan memompa Natrium (Na֗) keluar sel dan K֗ (kalium) masuk ke dalam sel. 2) Anion, Anion merupakan pembentuk muatan ynag negatif pada larutan. Sama halnya seperti kation, anion utama pada ekstarseluler dan intraseluler juga berbeda. Pada ekstraseluler anion utama yang berperan adalah klorida (Cl֗), sedangkan ion 3
posfat (PO₄3֗) yang merupakan ion utama di dalam
intraseluler. b. Non- elektrolit Substansi seperti glukosa dan urea yang tidak berdisosisasi dalam larutan dan diukur berdasarkan berat ( miligram per 100 ml- mg/dl). Non- elektrolit lainnya yang secara klinis penting mencakup kreatinin dan bilirubin. B. Kompartemen Cairan Tubuh Menurut Horne (2001) , Didalam tubuh cairan di distribusikan ke dalam dua kompartemen ( ruang) utama yaitu CIS (Cairan IntraSeluler) dan CES (Cairan EkstraSeluler). 1. CIS (Cairan IntraSeluler) Cairan intra seluler merupakan cairan yang berada di dalam sel kira-kira 2/3 dari cairan tubuh orang dewasa adalah intraseluler, atau sama dengan 25 L pada pria dewasa dengan bobot tubuh 70 Kg. Pada bayi justru sebaliknya, ½ dari cairan tubuh bayi adalah cairan intraseluler. 2. CES (Cairan EkstraSeluler) Merupakan cairan yang terdapat di luar sel. Ukuran relatif dari CES menurun dengan peningkatan usia. Pada bayi baru lahir, kira-kira setengah cairan tubuh terkandung di dalam CES. Setelah usia satu tahun, volume relatif dari dari CES menurun sampai kira-kira sepertiga dari volume total. Ini hampir sebanding dengan 15 L dalam rata-rata pria dewasa (70 Kg). CES ini dibagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu : a. Cairan interstisial (CIT) Cairan ini merupakan cairan yang berada disekitar sel, sama dengan kira-kira 8 L pada orang dewasa. CIT relatif terhadap ukuran tubuh, volume CIT kira-kira sebesar dua kali lebih besar pada bayi baru lahir dibanding orang dewasa. b. Cairan intravaskular (CIV) 4
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah,
CIV jumlahnya relatif sama antara anak-anak dan orang dewasa, pada orang dewasa rata-rata 5-6 L, 3 L dari jumlah tersebut adalah plasma. Sisanya 2-3 L terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. c. Cairan transeluler (CTS) Merupakan cairan yang terkandung di rongga tubuh, contohnya adalah cairan seresbrospinal di otak, cairan sinovial di rongga sendi, cairan pleura di paru-paru, cairan intraokular, dan sekresi lambung. C. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit Akibat kompensasi dari tubuh yang tidak mampu mempertahankan kedaan homeostatis, ketidakseimbangan dapat terjadi, baik berupa defisit cairan dan elektrolit, maupun sebaliknya ( Chayatin., Mubarak, 2008). 1. Ketidakseimbangan cairan a. Defisit volume cairan (fluid volume defisit [FVD]) Kondisi ini dikenal juga dengan hipovolemia ( dehidrasi), adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan defisiensi cairan dan elektrolit di ruang ekstrasel, namun proporsi keduanya (cairan dan elektrolit ) mendekati normal. Pada keadaan hipovolemia, tekanan osmotik mengalami perubahan sehingga cairan interstisial masuk ke ruang intravaskular. Akibatnya, ruang interstisial menjadi kosong dan cairan intrasel masuk ke ruang interstisial sehingga mengganggu kehidupan sel. Secara umum, kondisi defisit volume cairan (dehidrasi) terbagi menjadi tiga, yaitu : 1) Dehidrasi isotonik, hal ini dapat terjdi apabila jumlah cairan yang hilang sebanding dengan jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na֗ dalam plasma 130-145 mEq/l. 5
2) Dehidrasi hipertonik, ini terjadi jika jumlah cairan yang hilang
lebih besar daripada jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na֗ dalam plasma 130-150 mEq/l. 3) Dehidrasi hipotonik, terjadi jika jumlah cairan yang hilang lebih sedikit daripada jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na dalam plasma adalah 130 mEq/l. Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan dapat menimbulkan beberapa perubahan. Di antaranya adalah penurunan volume ekstrasel (hipovolemia) dan perubahan hematokrit. Pada dasarnya, kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti kurangnya asupan cairan, tingginya asupan pelarut (mis., protein dan klorida atau natrium) yang dapat menyebabkan ekskresi urine berlebih, berkeringat banyak dalam waktu yang lama, serta kelainan lain yang menyebabkan pengeluaran urine berlebih. Lebih lanjut, kondisi dehidrasi dapat digolongkan menurut derajat keparahannya menjadi : a) Dehidrasi ringan. Di kondisi ini, kehilangan cairan mencapai 5% dari berat tubuh atau sekitar 1,5-2 liter. Kehilangan cairan sebesar 5% pada anak yang lebih besar dan individu dewasa sudah dikategorikan sebagai dehidrasi berat. Kehilangan cairan yang berlebih dapat berlangsung melalui kulit, saluran pencernaan, perkemihan, paru-paru, atau pembuluh darah. b) Dehidrasi sedang, terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 5-10% dari berat tubuh atau sekitar 2-4 liter. Kadar natrium serum berkisar 152-158 mEq/l. Salah satu gejalanya adalah mata cekung. c) Dehidrasi berat, sering terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 4-6 liter. Kadar natrium serum berkisar 159-166 mEq/l. Pada kondisi ini penderita dapat mengalami hipotensi. b. Volume cairan berlebih (fluid volume eccess [FVE]) Volume cairan berlebih (hipervolemi) adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan kelebihan (retensi) cairan dan 6
natrium di ruang ekstrasel. Umumnya, hioervolemia ini disebabkan oleh
gangguan pada fungsi ginjal. Manifestasi klinis yang kerap muncul terkait kondisi ini adalah peningkatan volume darah dan edema. Edema terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik. Edema sering muncul di daerah mata,jari dan pergelangan kaki. Edema pitting adalah edema yang muncul di perifer. Jika area tersebut ditekan, akan terbentuk cekungan yang tidak langsung hilang setelah tekanan dilepaskan. Ini karena perpindahan cairan ke jaringan melalui titik tekan edema pitting tidak menunjukkan kelebihan cairan yang menyeluruh. Sebaliknya, pada edema non-pitting, cairan di dalam jaringan tidak dapat dialihkan ke area lain denga penekanan jari. Ini karena edema non-pitting tidak menunjukkan kelebihan cairan ekstrasel, melainkan kondisi infeksi dan trauma yang menyebabkan pengumpulan dan pembekuan cairan di permukaan jaringan. Kelebihan cairan vaskular meningkatkan tekanan hidrostatik dan tekanan cairan pada permukaan interstisial. Edema anasarka adalah edema yang terdapat diseluruh tubuh. 2. Ketidakseimbangan elektrolit Gangguan ketidakseimbangan elektrolit, meliputi : a. Hiponatremia dan hipernatremia Hiponatremia adalah kekurangan kadar natrium di cairan ekstrasel yang menyebabkan perubahan tekanan osmotik. Perubahan ini mengakibatkan pindahnya cairan dari ruang ekstrasel ke intrasel sehingga sel menjadi bengkak. Hiponatremia umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit Addison, kehialngan natrium melalui pencernaan, pengeluaran keringat berlebih, diuresis, serta asidosis metabolik. Selain itu, penyebab lainnya adlaah syndrom ketidaktepatan hormon antidiuretik (syndrome of inappropiate antidiuretic hormon [SIADH]), peningkatan asupan cairan, hiperaldosteronisme, ketoasidosis diabetes, oliguria, polidipsia psikogenik. Manifestasi klinis dari hiponatremia ini meliputi cemas, 7
kejang, dan koma. Temuan laboratorium untuk kondisi hiponatremia ini adalah jumlah kadar natrium serum <136 mEq/l dan berat jenis urine <1,010. Hipernatremia, merupakan salah satu keadaan dimana kadar natrium di cairan ekstrasel yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotik ekstrasel. Kondisi ini mengakibatkan berpindahnya cairan ekstrasel keluar sel. Hipernatremia ini dapat diakibatkan oleh asupan natrium yang berlebihan, kerusakan sensasi usus, disfagia, diare, kehilangan cairan berlebih dari paru-paru, poliuria karena diabetes insipidus. kulit kering, mukosa bibir kering, pireksia, agitasi, kejang, oliguria, atau anuria merupakan beberapa tanda dan gejala yang dapat muncul pada pasien dengan hiponatremia. Dari uji laboratorium dapat diketahui bahwa kadar natrium serum pada penderita hiponatremia >144 mEq/l, berat jenis urine >11,30. b. Hipokalemia dan hiperkalemia Hipokalemia, adalah kekurangan kadar kalium di cairan ekstrasel yang menyebabkan pindahnya kalium kalium keluar sel. Yang berakibat pada ion hidrogen dan kalium yang tertahan di dalam sel dan menjadi penyebab gangguan atau perubahan pH plasma. Gejala yang dapat muncul pada penderita defisiensi kalium pertama kali terlihat pada otot, yang meliput kelemahan, keletiham , penurunan kemampuan otot, distensi usus, penurunan bising usus, serta denyut nadi yang tidak teratur. Jika dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium, dapat diketahui bahwa nilai kalium serum <4 mEq/l, sedangkan pada pemeriksaan EKG didapat gelombang T datar dan depresi segmen ST. Namun, perubahan EKG cenderung terjadi saat kadar kalium <3,0 mEq/l. Hiperkalemia, adalah kebalikan dari hiponatremia, yaitu kelebihan kadar kalium di cairan ekstrasel. Kasus ini jarang sekali terjadi, kalaupun ada, tentu akan sangat membahayakan kehidupan 8
sebab akan menghambat transmisi impuls jantung dan menyebabkan
serangan jantung. Saat terjadi hiperkalemia, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan insulin sebab isnulin dapat membantu mendorong kalium masuk ke dalam sel. Hiperkalemia ini memiliki tanda dan gejala tersendiri, yaitu cemas, iritabilitas, irama jantung irregular, hipotensi, parastesia, dan kelemahan. Pada pemeriksaan laboratorium didapati bahwa nilai kalium serum >5 mEq/l, sedangkan pada pemeriksaan EKG didapat gelombang T memuncak, QRS melebar, dan PR memanjang. c. Hipokalsemia dan hiperkalsemia Hipokalsemia adalah satu keadaan dimana kadar kalsium di cairan ekstrasel mengalami kekurangan. Kondisi ini akan mengakibatkan osteomalasia jika berlangsung lama, dikarenakan tubuh akan berusaha memenuhi kebutuhan kalsium dengan mengambilnya dari tulang. Tanda dan gejalanya yaitu kejang dan tetani, peningkatan motilitas gastrointestinal, gangguan kardiovaskular, dan osteoporosis. Dalam tinjauan laboratorium ditemuakn data berupa kadar kalsium serum <4,5 mEq/l atau 10 mg/100 ml serta memanjangnya interval Q-T pada EKG. Selain itu, hipokalsemia juga dapat dikaji dari tanda Trosseau dan Chvostek positif. Kelebihan kadar kalsium pada cairan ekstrasel disebut hiperkalsemia. Kondisi ini menyebabkan penurunan ekstabilitas otot dan saraf yang pada akhirnya menimbulkan flaksiditas. Tanda dan gejala hiperkalsemia meliputi penurunan kemampuan otot, anoreksia, mual, muntah, kelemahan, dan letargi, nyeri punggung, dan serangan jantung. Temuan laboratorium meliputi kadar kalsium serum >5,8 mEq/l atau 10 mg/100ml dan peningkatan BUN akibat kekurangan cairan. Hasil rontgen menunjukkan osteoporosis generalisata serta pembentukan kavitas tulang yang menyebar. d. Hipomagnesemia dan hipermagnesemia 9
Hipomegnesemia, terjadi apabila kadar magnesium serum kurang
dari 1,5 mEq/l. Umumnya, kondisi ini disebabkan oleh konsumsi alkohol yang berlebih, malnutrisi, diabetes melitus, gagal ginjal, basorbsi (penyerapan) usus yang buruk. Manifestasi klinis meliputi tremor, refleks tendon profunda yang hiperaktif, konfusi, disorientasi, halusinasi, kejang, takikardia, dan hipertensi. temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar magnesium serum <1,4 mEq/l. Hipermagnesemia, adalah kondisi meningkatnya kadar magnesium di dalam serum. Meski jarang ditemui, namun kondisi ini dapat menimpoa penderita gagal ginjal, terutama yang mengonsumsi antasida yang mengandung magnesium. Tanda dan gejalanya adlaah aritmia jantung, depresi refleks tendon profunda,depresi pernapasan. Pada temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar magnesium serum >3,4 mEq/l. e. Hipokalemia dan hiperkalemia Hipokalemia, adalah penurunan kadar ion klorida dalam serum. Secara khusus, kondisi ini disebabkan oleh kehilangan sekresi gastrointestinal yang berlebihan, seperti muntah, diare, diuresis, serta pengispaan nasogastrik. Manifestasi yang muncul adalah menyerupai alkalosis metabolik, yaitu apatis, kelemahan, kekacauan mental, kram, dan pusing. Pada uji laboratorium ditemui bahwa nilai ion klorida adalah <95 mEq/l. Hiperkalemia, yaitu peningkatan kadar ion klorida dalam serum. Kondisi ini kerap diartikan dengan hipernatremia, khususnya saat terdapat dehidrasi dan masalah ginjal. Kondisi hiperkloremia menyebabkan penurunan bikarbonat sehingga menimbulkan ketidakseimbangan asam-basa. Lebih lanjut, kondisi ini bisa menyebabkan kelemahan, letargi, dan pernapasan kussmaul. Temuan laboratoriumnya adalah nilai ion klorida >105 mEq/l. 10
f. Hiopofosfatemia dan hiperfosfatemia
Hipofosfatemia,adalah penurunan kadar fosfat di dalam serum. Kondisi ini dapat muncul akibat penurunan absorbsi fosfat di usus, peningkatan ekskresi fosfat, dan peningkatan ambilan fosfat untuk tulang. Hipofisfatemia dapat terjadi akibat alkoholisme, malnutrisi, ketoasidosis diabetes, dan hipertiroidisme. Tanda dan gejalanya ialah anoreksia, pusing, parastesia, kelemahan otot, serta gejala neurologis yang tersamar. Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah nilai ion fosfat <2,8 mg/dl. Hiperfosfatemia, adalah peningkatan kadar ion fosfat dalam serum. Kondisi ini dapat muncul pada kasus gagal ginjal atau saat kadar hormon paratiroid menurun. Selain itu, hiperfosfatemia juga bisa terjadi akibat asupan fosfat berlebih atau penyalahgunaan laksatif yang mengandung fosfat. Karena kadar kalsium berbanding terbalik dengan fosfat, maka tanda dan gejala hiperfosfatemia hampir sama dengan hipokalsemia yaitu peningkatan eksitabilitas sistem saraf pusat, spasme otot, konvulsi dan tetani, peningkatan motilitas usus, masalah kardiovaskular seperti penurunan kontraktilitas jantung/gejala gagal jantung, dan osteoporosis. Temuan laboratoriumnya adalah nilai ion fosfat >4,4 mg/dl atau >3,0 mEq/l. D. Pemeriksaan Fisik Berikut ini adalah beberapa contoh dari perubahan yang terlihat pada pengkajian fisik yang mungkin menandakan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, atau asam-basa (Horne., Swearingen, 2001). 1. Sistem Integumen Pada pengkajian sistem integumen, dpaat diperhatikan beberapa hal sebagai berikut : a. Kemerahan, kulit kering : dapat menandakan kekurangan volume cairan. b. Perubahan turgor kulit : dapat menunjukkan perubahan pada volume cairan interstisial. Turgor dikaji dengan mencubit kulit di lengan 11
bawah, sternum, atau dorsum tangan. Pada hidrasi adekuat, cubitan
kulit kembali dengan cepat pada posisi aslnya bila dilepaskan. Pada kekurangan cairan, cubitan tetap tinggi untuk bebrapa detik. Ini kurang dapat dipercaya sebagai indikator pada lansia karena penurunan elastisitas kulit. c. Edema : menandakan pertambahan volume interstisial. Edema dapat lokal (biasanya akibat dari inflamasi) atau umum ( karena perubahan hemodinamik kapiler dan retensi kelebihan natrium dan air) dan biasanya paling terbukti pada area tergantung. Adanya edema periorbital menunjukkan retensi cairan bermakna. Edema pitting harus dikaji di atas permukaan tulang seperti tibia atau sakrum dan diperingatkan sesuai keparahan (mis., 1+ untuk edema sedikit terdeteksi sampai 4+ untuk pitting dalam dan menetap). d. Peningkatan galur-galur lidah : menunjukkan kekurangan volume cairan. e. Penurunan kelembapan diantara pipi dan gusi pada rongga mulut : menandakan kekurangan volume cairan. 2. Sistem Kardiovaskular a. Pengkajian distensi vena jugularis : berikan perkiraan tekanan vena sentral. Dengan kepala tempat tidur pada 30 sampai 45 derajat, ukur jarak antara tinggi sudut sternal ( Sudut Louis) dan titik dimana vena jugularis sentral dan eksternal kolaps. Optimalnya jarak ini harus 3 cm atau kurang. Nilai lebih besar dari 3 cm menunjukkan kelebihan volume cairan atau penurunan fungsi jantung. b. Pengkajian vena tangan : dapat digunakan untuk mengkaji status volume cairan. Normalnya, meninggikan tangan akan membuat kolaps vena tangan dalam 3-5 detik dan pada penurunan tangan akan terisi kembali pada 3-5 detik dan pada penurunan tangan akan terisi kembali pada 3-5 detik. Pada kekurangan volume cairan vena tangan yang diturunkan memerlukan waktu lebih dari 3-5 deti, 12
untuk pengisian. Pada kelebihan volume cairan, vena dari tangan
yang ditinggikan memerlukan lebih dari 3-5 detik untuk pengosongan. c. Disritmia : dapat terjadi pada abnormalitas kalium, kalsium, dan magnesium. 3. Sistem Neurologis a. Perubahan pada tingkat kesadaran : terjadi pada perubahan osmolalitas serum atau perubahan pada natrium serum. Beratnya gejala akan tergantung pada kecepatan dan derajat perubahan. Perubahn pada tingkat kesadaran juga dapat terjadi pada ketidakseimbangan asam-basa akut. b. Gelisah dan kekacauan mental : dapat terjadi pada kekurangan volume cairan atau ketidakseimbanga asam-basa. c. Refleks-refleks normal : terjadi pada perubahan kalsium dan magnesium. Kekurangan kalsium dan magnesium meningkatkan eksitabilitas neuromuskular (mis., refleks hiperaktif), sedangkan kelebihan kalsium dan megnesium menekan fungsi neuromuskular (mis., penurunan refleks). d. Tanda Trosseau’s dan Chvostek’s positif : dapat terjadi pada hipokalemia dan hipomagnesemia. 1) Tanda Trosseasu’s positif : iskemia yang menyebabkan spasme kerpal. Ditimbulkan oleh pemberian manset TD pada lengan atas dan mengembangkannya melewati TD sistolik selama 2 menit. 2) Tanda Chvostek’s positif : kontraksi unilateral dari otot fasial dan kelopak mata. Ini ditimbulkan bila mengiritasi saraf fasial dengan memperkusi wajah di depan telinga. e. Perubahan neuromuskular yang diakibatkan oleh perubahan polarisasi membran dari jaringan yang dapat dirangsang: disebabkan karena abnormalitas kalsium atau kalium. 4. Sistem Gastrointestinal 13
a. Anoreksia, mual, muntah : dapat terjadi pada kekurangan volume
cairan akut atau kelebihan volume cairan. b. Haus : simtomatik dari peningkatan osmolalitas atau kekurangan volume cairan. E. Skenario Kasus Pada tanggal 22 Juni 2010, pukul 11.30 WIB, Ny. S datang ke UGD dengan keluhan diare selama 2 hari. Klien berumur 50 th dan mengatakan sudah diare selama 2 hari, BAB encer berlendir dengan frekuensi 4-5 kali setiap harinya. Menurut hasil observasi perawat badan klien panas, warna feses khas. Setelah ditanya kembali klien mengatakan sebelumnya makan makanan pedas. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital, TD :110/70 mmHg, Nadi : 78 x/menit , RR: 20 x/menit, Suhu : 37,5°C, pasien tampak lemah, dan mukosa bibir terlihat kering. 1. Anamnesa Nama : Ny.S Umur : 50 th Jenis Kelamin : Perempuan No. RM : 76542309 Diagnosa Medis : Diare akut 2. Pemeriksaan fisik a. Kepala dan leher : Bentuk kepala pasien normal simetris, tidak terlihat adanya alopesia, warna rambut hitam, kebersihan cukup, tidak terdapat luka pada kulit dan wajah, tidak ada nyeri tekan, pupil isokor miosis, konjungtiva anemis. Hidung simetris, tidak terlihat adanya serumen, penyebaran silia merata, tidak teraba massa dan nyeri tekan pada sinus frontalis, sinus etmoidalis, sinus speinodalis, dan sinus masilaris. b. Dada : 14
1) Paru : bentuk paru terlihat simetris, tidak terlihat adanya lesi
dan edema, tidak teraba massa dan nyeri tekan, terdengar suara sonor pada ICS 2-8. 2) Terlihat iktus kordis, terdengar suara S1 dan S2 tunggal reguler tidak teraba massa dan nyeri tekan. c. Payudara dan ketiak : bentuk payudara terlihat simetris, tidak terlihat adanya lesi dan edema, tidak terlihat hiperpigmentasi, tidak teraba massa dan nyeri tekan. d. Abdomen : tidak terlihat adanya hiperpigmentasi, tidak terlihat adanya lesi pada abdomen. Terdengar gerakan perisaltik kurang lebih 37x/menit. Terdapat nyeri tkan pada abdomen, dan terdengar suara pekak. e. Genitalia : tidak terkaji f. Integumen : tidak terlihat adanya ledi dan edema, kulit terlihat kering dan turgor kulit tidak elsatis. g. Neurologis : 1) Status mental dan emosi : ekspresi wajah pasien tampak sedih dan kesal karena harus bolak-balik toilet. 2) Pemeriksaan refleks : semua refleks pada pasien berfungsi normal.