Anda di halaman 1dari 8

BAB 2

TINJAUN TEORI

1.1 Defenisi
Space Occupying Lession (SOL) atau lesi desak ruang merupakan sebutan yang umum
mengenai masalah tentang adanya lesi pada intracranial di otak (Tanti, 2011). SOL juga
diartikan sebagai lesi yang menempati ruang di dalam otak yang disebabkan oleh keganasan
atau patologis seperti abses atau hematoma, namun penyebab terbesar dari SOL ialah tumor
primer intraserebral (Bare, Hinkle, Cheever, 2010).
Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi, sehingga dengan
adanya lesi ini akan berakibat pada peningkatan tekanan intracranial. Satu buah lesi yang
berada di intrkranial akan di kompensasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari
rongga cranium, akhirnya vena mengalami kompresi, sirkulasi darah ke otak terganggua,
cairan serebrospinal mulai terbendung, dan tekanan intracranial meningkat (Verma &Gupta,
2016).
Dapat disimpulkan bahwa Space Occupying Lession (SOL) adalah ruang yang terbentuk
di dalam rongga intracranial akibat adanya lesi yang berasal dari keganasan seperti tumor
otak atau berasal dari keaddan patologis di didtem saraf pusat seperti abses otak, dan
hematoma.
1.2 Etiologi
Tanti (2011) mengemukakan penyebab dari Space Occupying Lession (SOL) dapat
berupa primer dan sekunder. Penyebab primer dari Space Occupying Lession (SOL) ialah
keganasan sel di dalam otak, dan penyebab sekunder dari Space Occupying Lession (SOL)
ialah keadaan patologis atau keadaan metastasis yang menyebabkan terbentuknya lesi
didalam otak, seperti hematoma subdural, abses otak, gangguan vascular di otak, dan
cystecercosis. Berikut penyebab drai Space Occupying Lession (SOL) yang dijabarkan
sebagai berikut :
a. Malignansi
b. Hematoma
c. Abses serebral
d. Ambiasis serebral dan cystecercosis
e. Granuloma dan tuberkuloma

3
4

2.3 Klasifikasi
World Health Organization (WHO) dalam Satyanegara (2014) mengklasifikasian tumor otak
sebagai berikut :
a. Berdasarkan bukti pathological
1) Tumor Neuroepitel meliputi tumor astrositik, tumor oligodendroglia, tumor oliguastrik,
tumor epindim, tumor pleksus koroid, tumor neuroepitel lain, tumor regio pineal, dan
tumor embrional.
2) Tumor saraf kranial dan paraspinal meliputi schwanoma, , neurofibroma, perineurinoma,
dan tumor selabung saraf tepi.
3) Tumor Selaput otak meliputi tumor sel meningotel, tumor mesenkim, lesi melanostik
primer, neoplasma lain berkaitan dengan meningens.
4) Limfoma dan Neoplasma hematopoetik meliputi limfoma maligna, plasmasitoma, dan
sarcoma granulositik.
5) Tumor Germ Cell
6) Tumor region sela
7) Tumor metastasis.
b. Berdasarkan lokasi sel-sel tumor
Berdasarkan lokasi sel-sel tumor yaitu pada intrakortikal, ekstrakortikal dan tumor
metastase. Yang termasuk dalam kategori intrakortikal misalnya tumor yang berasal dari sel
glia atau atrosist seperti terdapat pada glioma, limfoma maligna, dan meduloblastoma yang
termasuk kategori malignan. Sedangkan tumor ekstrakortikal yang berasal dari neuroepitel,
lapisan mesodermal dan embrionik (kongenital) misalnya terdapat pada meningioma,
adenoma hipofisis, neurinoma dan kraniofaringioma. Dan kategori yang terakhir adalah
metastasis.
c. Berdasarkan grade grading tumor neuroepitel meliputi :
1) Grade I : Astrositoma piloistik, astrositoma sel raksasa subependim, papilloma pleksus
koroid, ganglioglioma.
2) Grade II: Astrositoma difus, oligodendroglioma, ependioma,
3) Grade III :Astrositoma anaplastic, oligondenroglioma anaplastic, ependioma
anaplastic.
4) Grade IV : Glioblastoma, meduloblastoma, pineuloblastoma.
d. Berdasarkan sifat keganasan
5

1) Benigna (jinak) dimana morfologi tumor tersebut makroskopis menunjukkan batas yang
jelas, tidak infiltrative dan hanya mendesak organ sekitarnya. Disamping itu juga terdapat
pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis maupun rekurensi setelah dilakukan
pengangkatan total. Tampilan histologis memperlihatkan struktur sel regular,
pertumbuhan lambat tanpa mitosis, densitas sel yang rendah dengan diferensiasi struktur
yang jelas parenkim, stroma yang tersusun teratur tanpa adanya formasi.
2) Maligna (ganas) secara makroskopik yang infiltraf dan ekspansi destruktif tanpa batas
yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung memebentuk metastasis dan rekurensi pasca
pengangkatan total. Secara histologis menunjukkanpeningkatan selularitas, pleomorfisme
walaupun susunan sel dan jaringanya bagus. Diferensiasi sel kurang begitu jelas
disproporsi rasio nucleus terhadap sitoplasma multinukleus, formasi sel-sel raksasa,
tumbuh cepat dengan mitosis yang banyak area nekrosis, pertumbuhan patologis dan
neoformasi terutama seperti bentuk fistula atau sinusoidal.
2.4 WOC (Web of Caution)
Terlampir
2.5 Manifestasi klinis
Gejala Space Occupying Lession (SOL) menyebabkan disfungsi neurologis yang
progresif. Pada Space Occupying Lession (SOL) dengan tumor yang jinak pertumbuhan
lambat, gejala klinis muncul dengan perlahan, sehingga kebanyakan gejala akan dirasakan
dan ditemukan ketika massa tumor sudah berukuran cukup besar. Space Occupying Lession
(SOL) yang berada pada daerah vital di otak akan menunjukkan gejala klinis yang cepat
meskipun ukurannya masih kecil. Gejala yang timbul pada pasien Space Occupying Lession
(SOL) bergantung kepada ukuran, kecepatan pertumbuhan , dan lokasi Space Occupying
Lession (SOL). Gejala umum yang akan dijumpai pada pasien dengan Space Occupying
Lession (SOL) ialah nyeri kepala, muntah proyektil gejala peningkatan TIK (nyeri kepala di
frontal atau oksipital pada pagi dan malam hari,timbul papli edema, dan kejang. Berikut ialah
gejala klinis yang timbul berdasarkan dari lokasi tumor :
Lokasi tumor Manifestasi klinis
lobus frontalis a. Kelemahan lengan dan tunksi kontra
lateral.
b. Perubahan kepribadian : antisosialis,
kehilangan kemampuan inhibisi,
kehilangan inisiatif, penurunan tingkat
6

intelektual.
Lobus temporalis a. Afasia sensorik
b.Gangguan lapang pandang
Lobus parietalis a. Gangguan sensorik
b. Gangguan lapang pandang
c. Kebingungan membedakan kanan dan
kiri (tumor di lobus parietalis dominan)
d. Apraksia ( tumor di lobus parietalis non
dominan)
Lobus oksipital Gangguan lapang pandang
Korpus kalosum Sindrom diskoneksi
Hipotalamus Gangguan endokrin
Batang otak a. Penurunan kesadaran
b. Tremor
c. Kelainan gerak bola mata abnormalitas
pupil
d.Abnormalitas pupil
e. Muntah, cegukan
Cerebellum a. Ataksi berjalan
b. Tremor intensional

2.6 Penatalaksanaan
Menurut Dewanto, George, Suwono, Riyanto, & Turana (2009), penatalaksanaan pada
pasien dengan SOL memiliki beberapa tujuan yaitu untu meredakan keluhan, memperbaiki
fungsi, dan memberikan kenyamanan. Secara umum terdapat 2 jenis penatalaksanaan pada
pasien dengan SOL yaitu terapi suportif dan definitive.
a. Terapi suportif
Terapi suportif berfokus pada meringankan gejala dan meningkatkan fungsi neuroligik
pasien. Terapi suportif yang utama digunakan adalah antikonvulsan dan kortikosteroid.
1) Antikonvulsan diberikan pada pasien yang menunjukkan tanda- tanda seizure.
Phenytoin (300-400mg/d) adalah yang paling umum digunakan, tapi carbamazepine
(600-1000mg/h). Phenobarbitol (90- 150mg/h) dan valproic acid (750-1500mg/h)
juga dapat digunakan.
7

2) Kortikosteroid mengurangi udem peritumoral dan emngurangi tekanan intrakranial.


Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone adalah
kortikosteroid yang dipilih karena aktifitas mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya
dapat diberikan mulai dari 16mg/h tetapi dosis ini dapat ditambah atau dikurangi
untuk mencapai dosis yang yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.

3) Manitol, digunakan untuk mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.


b. Terapi definitif
1) Pembedahan
Bertujuan mengurangi efek massa dan edema, melindungi dan memperbaiki
fungsi neurologis, mengurangi kejadian kejang, menjaga alirana cairan
serebrospinalis, dan memperbaiki prognosis. Dasar terapi pembedahan sifat dan
stadium tumor primer, bila harapan hidup hanya selama tiga sampai enam minggu,
terapi pembedahan terhadap tumor intracranial tidak dianjurkan. Yang kedua ialah
Jumlah focus tumor, dilakukan pada kasus tumor metastasis tunggal, tumor-tumor
yang dapat diangkat melalui kraniotomi tunggal.
2) Radiosurgery
Menggunakan gamma knife, metastasis umor intracranial yang diameternya
lebih dari satu inci biasanya, tidak cocok untuk radiosurgery.
3) Terapi radiasi
Terapi radiasi mengantarkan radiasi yang mengionisasi sel-sel tumor. Ionisasi
ini merusak DNA sel tumor dan menghentikan proses pembelahan sel tumor dan
menghentikan proses pembelahan seltumor yang pada akhirnya mematikan sel
tumor . Terapi radiasi memainkan peran penting dalam pengobatan tumor otak pada
orang dewasa. Terapi radiasi adalah terapi nonpembedahan yang paling efektif
untuk pasien dengan malignant glioma dan juga sangat penting bagi pengobatan
pasien dengan low- grade glioma.
4) Kemoterapi
Kemoterapi hanya sedikit bermanfaat dalam pengobatan pasien dengan
melignant glioma. Kemoterapi tidak memperpanjang rata-rata pertahanan semua
pasien, tetapi sebuah subgroup tertentu nampaknya bertahan lebih lama dengan
penambahan kemoterapi dan radioterapi. Kemoterapi juga tidak berperan banyak
dalam pengobatan pasien dengan low-grade astrocytoma. Sebaliknya kemoterapi
disarankan untuk pengobatan pasien dengan oligodendroglioma.
8

2.7 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1) Identitas klien
Identitas pasien yang dikaji meliputi data demografi pasien, diagnosa medik,
dan tanggal pengkajian.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien utnuk meminta pertolongan
kesehatan biasanya berhubungan dengan pengingkatan tekanan intrakranial
dan adanya gangguan vokal, seperti nyeri kepala hebat, muntah-muntah,
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat penyakit saat ini
Kaji bagaimana terjadinya nyeri kepala sebelumnya. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dan riwayat penyakit saat ini dan merupakan
data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan memberikan tindakan selanjutnya.
4) Riwayat penyakit terdahulu
Pada SOL, riwayat penyakit terdahulu dapat dikaitkan dengan kondisi
penuyakit hipertensi, aneurisma otak, dan metastasis karsinoma.
B. Pemeriksaan fisik
1) B1 (breathing)
Inspeksi adanya keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada
medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan pernapasan. Pengkajian
inspesksi pernapasan pada klien tanpa kompresi medulla oblongata di
dapatkan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks di dapatkan taktil fremitus
normal, dan asukultasi ditemui bunyi nafas yang normal, atau terdapat bunyi
nafas tambahan apabila terdapat gangguan pernapasan seeprti PPOK, atau
Penumonia.
2) B2(blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla
oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi. Pengkajian pada klien tanpa
9

kompresi medulla oblongata didapatkan tidak ada kelainan. Tekanan darah


biasanya normal, tidak ada peningkatan heart rate.
3) B3 (brain)
SOL intracranial seriing menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung
pada gangguan fokal dan adanya pengingkatan intrakranial. Pengkajian B3
lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian yang lainnya. Berikut
beberapa hal yang dikaji pada sistem B3 :
a. Kaji kesadaran pasien dengan GCS (Glaslow Coma Scale)
b. Fungsi serebri
1) Status mental : observasi penampilan klien tingkah laku, nilai gaya
bicara, dan observasi ekspresi wajah klien, akytivitas klien, aktivitas
motorik. Status mental pada pasien dengan SOL biasanya mengalami
perubahan.
2) Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunankemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
kesukaran mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.
3) Keruskaan fungsi kognitif dan efek psikologis : di dapatkan bila
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi
ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, keulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi.
c. Pemeriksaan 12 saraf kranial.
4) Sistem motorik
Pada umumnya sistem ini akan terganggua pada pasien dengan SOL.
5) B4 (Bladder)
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis lain.
6) B5 (bowel)
10

Didapatkan adanya keluhan kesulitan dalam menelan, nafsu makan menurun,


maul, dan muntah pada fase akut. Mual dan muntah terjadi sebagai akibat dari
rangsangan pusat muntah di medulla oblongata.
7) B6 (bone)
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik,
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
C. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial
2. Nyeri akut b.d agen cidera biologis
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan mencerna makanan
4. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d penumpukan sputum
5. Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan kasupan dengan kebutuhan
oksigen
6. Defisit perawatan diri b.d penurunan kesadaran
7. Resiko kerusakan integritas kulit b.d tirah baring lama

Anda mungkin juga menyukai