Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian
Setelah penulis membaca dan membandingkan bab 2 dengan kasus, ditemui beberapa
perbedaan dan persamaan. Jika di teliti Kembali, penyebab dari tumor otak pada teori
disebabkan oleh beberapa factor pencetus yaitu herediter, radiasi jenis ionizing radiation,
substansi karsinogenik, virus, dan gaya hidup seperti konsumsi makan-makanan yang di
awetkan (Yuneiwati, 2019). Pada kasus, didapatkan data bahwa pola nutrisi pasien
sebelum sakit salah satunya ialah suka mengkonsumsi makanan yang berpengawet, yaitu
snack kemasan, yang dalam satu hari pasien dapat mengkonsumsi makanan tersebut lebih
dari 2 bungkus. Di samping itu, pasien juga suka mengkonsumsi jajanan di sekolah yang
belum tentu terjamin kebersihan, dan kesehatannya. Sebuah penelitian yang dikemukakan
oleh Yulyani (2017) memperkuat teori bahwa gaya hidup yang salah dengan
mengkonsumsi makan makanan berpengawet memicu pertumbuhan sel kanker. makanan
instan/cepat saji yang diawetkan sering mengandung zat sodium nitrat yang dapat
membentuk komponen sejenis zat karsinogenik. Nitrit dan nitrat merupakan zat pengawet
makanan yang sering terdapat dalam produk olahan daging seperti kornet, sosis, ham,
bacon, bakso, dan ikan asin. Dalam saluran pencernaan, nitrit akan beraksi dengan amine
hasil dari pemecahan protein, menghasilkan nitrosamine. Nitrosamine adalah senyawa
karsinogenik yang mempunyai potensi menimbulkan kanker .
Perbedaan lain dari kasus dan teori ialah dari tingkat kesadaran, pada kasus, pasien
dalam kondisi compos mentis. Sedangkan, pada teori di sebutkan bahwa pada pasien
dengan tumor otak gejala yang dikeluhkan atau muncul ialah pusing, yang disertai dengan
kesadaran, yang dimulai dari disorientasi, delirium, apatis, hingga koma (Satyanegara,
2014). Menurut Sari, Windarti, & Wahyuni (2014) tidak semua pasien dengan tumor otak
dapat mengalami tanda dan gejala yang sama, hal tersebut bergantung pada jenis, tempat
atau lokasi tumor, tipe histologi dari tumor, dan laju pertumbuhan tumor otak pasien.
4.2 Diagnosa
Dalam menegakkan sebuah diagnose keperawatan, dibutuhkan data subjektif yang
berasal dari keluhan pasien dan objketif berdasarkan dari penilaian atau pemeriksaan
fisik yang dilakukan oleh seorang perawat,serta data pendukung meliputi pemeriksaan
specimen darah, urine, hasil X-Ray, pemeriksaan MRI dan CT-Scan.Dari data tersebut
maka diperoleh sebuah diagnose prioritas. Pada diagnosa keperawatan yang diangkat,
terdapat perbedaan antara teori dengan kasus. Dalam teori disebutkan bahwa diagnose
yang menjadi prioritas ialah nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis. Diagnose
tersebut di angkat menjadi masalah potensial pada paisen dengan tumor otak, karena
nyeri kepala yang dirasakan oleh pasien merupakan keluhan utama yang di utarakan
pasien. Pendapat tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dananjayo,
Tama. Malueka, Asmedi (2015) bahwa, nyeri kepala pada pasien dengan tumor otak
terjadi karena adanya stimulus mekanik dari massa kanker di bagian otak yang memiliki
kepekaan terhadap rangsangan tersebut seperti periosteum, otot, pembuluh darah,
kulit/jaringan subkutan; mata, sinus paranasal,telinga, dan rongga hidung; sinus vena
dural; piamater, araknoid dan duramater; saraf trigeminal, glossofaringeal, vagus, dan
saraf servikal (C1-C3). Berbeda dengan parenkim otak yang tidak sensitive terhadap
rasa sakit karena pada bagian ini tidak memiliki reseptor rasa sakit, sakit kepala pada
tumor otak juga memiliki sifat yang khas, yaitu akan memberat di pagi hari atau segera
setlah bangun tidur di malam hari. Sedangkan pada kasus, pasien juga mengeluhkan
nyeri kepala, namun hal ini tidak di tegakkan menjadi sebuah diagnosa utama karena
pasien merasakan hal tersebut jika bangun dari tidur, dan saat pengkajian pasien tidak
merasakan adanya nyeri kepala. Pada kasus, diagnose prioritas yang di angkat ialah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
dengan mucus berlebihan. Alasan kenapa diagnose ini dijadikan sebagai prioritas ialah,
karena pada pasien dengan tumor batang otak, penurunan bahkan hilangnya reflek batuk
merupakan salah satu manifestasi yang dijumpai sehingga pengeluaran sputum
inadekuat. Secara fisiologis, paru-paru merupakan tempat masuknya oksigen saat proses
insprirasi, yang akan bertukar dengan karbondioksida melalui kapiler alveolus. Oksigen
akan di alirkan melalui arteri ke seluruh tubuh, termasuk otak sebagai sasaran utama
pasokan osigen dalam tubuh, jika oksigen otak tidak terpenuhi maka akan memperberat
kondisi pasien dengan tumor batang otak, karena akan meningkatkan metabolisme
anaerob yang akan menghasilkan asam laktat. Penumpukan sputum di jalan napas juga
berakibat pada turunnya saturasi oksigen (SiO2) pasien yang menggunakan alat bantu
pernapasan ventilator dan ETT (Endotracheal Tube). Hal ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Savitri(2012) yang menyatakan bahwa, penegakkan diagnosa
bersihan jalan nafas didasarkan pada tingkat kebutuhan pasien, dan melihat prinsip
Airway, Breathing, dan Circulation. Jika klien mengalami gangguan pada jalan napas,
maka suplai oksigen ke otak tidak adekuat, dan berpotensi memperluas kematian
jaringan di otak, Selain itu, oksigen juga produk utama yang dibutuhkan oleh setiap sel
dalam tubuh.
4.3 Intervensi
Setelah di baca dan dibandingkan, rencana intervensi yang akan di implementasikan
pada pasien menurut teori dan kasus tidak jauh berbeda. Namun, intervensi yang
dijalankan disesuaikan dengan diagnose utama (prioritas) yang diangkat dalam kasus
yang penulis Kelola.
4.5 Impelementasi dan evaluasi
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun. Pada
implementasi diterapkans sebuah Evidence Based Nursing (EBN) yang sesuai dengan
masalah keperawatan yang diangkat sebagai prioritas. EBN yang diterapkan berdasarkan
pada penelitian yang dilakukan oleh Sari, Fauzan, & Budiharto (2018) yaitu “Pengaruh
Open Suction Terhadap Tidal Volume Pasien yang Menggunakan Ventilator di Ruang
ICU”. Open Suction merupakan sebuah metode penghisapan lendir (mucus) melalui ETT
atau trakeostomi dengan memasukkan selang suction dan melepaskan ventilator mekanik.
Penelitian ini juga menjlaskan bahwa, tidal volume pada pasien menggunakan ventilator
setelah dilakukan tindakan suction akan berbeda sesuai dengan kapasitas paru individu.
Setelah di evaluasi, tindakan suction yang diebrikan pada pasien memberikan pengaruh
terhadap volume tidal, yaitu terjadi penurunan volume tidal setelah dialkuakn tindakan
suction dengan metode terbuka, dan volume tidal kembali normal sesuai dengan settingan
awal ventilator setelah 15 detik suction dilakukan, selain itu juga terjadi peningkatan
saturasi oksigen pasien menjadi 100%.

Anda mungkin juga menyukai