Anda di halaman 1dari 5

P-ISSN 1907 - 0357

Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 16, No.1, April 2020
E-ISSN 2655 – 2310

PENELITIAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GAGAL JANTUNG
KONGESTIF: STUDI KASUS
Evy Aulia Anita*, Bambang Sarwono*◊, Dwi Ari Murti Widigdo*
*Poltekkes Kemenkes Semarang
◊Corresponding Outhor: evyaulia98@gmail.com

Gagal Jantung Kongestif merupakan kondisi dimana jantung mengalami kegagalan memompa aliran darah
yang berguna untuk mencukupi kebutuhan metabolisme sel-sel di dalam tubuh. Seseorang yang menderita
gagal jantung salah satu dampak yang terjadi mengalami sesak napas, dan batuk yang kadang disertai
dengan dahak. Maka dari dampak yang terjadi peneliti melakukan asuhan keperawatan untuk mengatasi
masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui asuhan keperawatan
pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan rancangan studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan. Pengambilan sampling
menggunakan teknik purposive sampling. Sampelnya adalah Ny. S umur 69 tahun di bangsal gerontik di
RSJ. Prof. Dr. Soerojo Magelang. Hasil penelitian ditemukan Ny. S setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama tiga hari betuk berdahak dan sesak napas berkurang Respiratory Rate 20 kali/menit, nadi 84
kali/menit, dan tidak terdengar suara ronchi. Kesimpulan masalah asuhan keperawatan utama pada Ny S
dengan gagal jantung kongestif yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas

Kata kunci: Asuhan keperawatan, gagal jantung kongestif, studi kasus

LATAR BELAKANG menungkat kejadiannya terutama pada lansia


(Atian, 2009). Penelitian Widagdo (2017),
Penyakit jantung merupakan salah satu menunjukan bahwa distribusi responden
masalah kesehatan utama yang menjadi sebagian besar adalah perempuan dengan
penyebab kematian nomer satu didunia yang usia > 60 tahun yang pada umumnya
di perkirakan akan terus meningkat hingga mengalami menoupause yang menyebabkan
mencapai 23,3 juta pada tahun 2030. Di kolesterol LDL meningkat sehingga
Indonesia penyakit tidak menular menjadi perempuan lebih banyak menderita gagal
penyebab terbesar kematian dini. Jumlah jantung. Menurut penelitian Prasetyo (2015)
penderita penyakit jantung di Indonesia terus menyebutkan bahwa umur juga dapat
meningkat. Setiap tahunnya lebih dari 36 juta menjadi resiko keadaan kardiomegali yang
orang meninggal karena penyakit tidak terjadi pada gagal jantung.
menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) Gagal jantung Kongestif adalah
dan 90% dari kematian dini terjadi di negara sindrom klinis yang kompleks timbul dari
yang berpenghasilan rendah dan menengah fungsional atau struktural gangguan jantung
(Pusdatin Kemenkes RI (2014)). yang merusak kemampuan ventrikel untuk
Menurut data dari Riskesdas (2018), mengisi darah atau mengeluarkan darah..
menyebutkan bahwa prevalensi penyakit Banyak pasien yang memiliki gejala sugestif
jantung menurut karakteristik umur pada gagal jantung (sesak napas, edema perifer,
tahun 2018, angka tertinggi ada pada usia dyspnea nocturnal paroksismal) tetapi juga
lansia yang umurnya > 75 tahun (4.7%) dan telah menpertahankan dungsi ventricular kiri
terendah ada pada usia < 1 tahun (0,1%). mungkin tidak memiliki disfungsi diastolik
Kemudian pervalensi menurut jenis kelamin Figueroa, et al (2006). Salah satu gejala
pada tahun 2018, menunjukan angka sugestif sesak nafas yang dialami seperti saat
tertinggi pada perempuan yaitu, perempuan sedang istirahat atau aktivitas yang ditandai
ada 1,6 % dan laki-laki ada 1,3 %. dengan takipnea, takikardi dan ronchi paru
Gagal jantung merupakan masalah (Perki, 2015). Pada pasien gagal jantung saat
kesehatan masyarakat yang utama. Gagal kondisi istirahat saturasi oksigen berkisar
jantung menjadi penyakit yang terus antara 91% sampai 95% jika terjadi

[99]
P-ISSN 1907 - 0357
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 16, No.1, April 2020
E-ISSN 2655 – 2310
penurunan maka berdampak pada penurunan Peneliti melaksanakan rencana sesuai
oksigenasi jaringan dan produksi energy tindakan keperawatan yang telah disusun.
sehingga berkonstribusi pada penurunan 5. Evaluasi keperawatan
kemampuan aktifitas pasien sehari-hari (Tri, Peneliti melakukan penilaian tindakan
2013) Diagnosis CHF ditegakkan keperwatan yang telah dilakukan.
berdasarkan tanda dan gejala yang
ditimbulkan akibat patofisiologi yang
mendasarinya Pemeriksaan penunjang seperti HASIL
ekokardiografi, elektrokardiografi, radiologi
dan laboratorium juga membantu dalam Peneliti akan menjabarkan hasil
penegakkan diagnosis CHF. penelitan berdasarkan tahapan proses
Berdasar latar belakang diatas, maka keperawatan. Data hasil pengkajian
penulis tertarik untuk mengambil judul menunjukan data subjektif : klien
“Studi Kasus: Asuhan Keperawatan pada mengatakan masih batuk berdahak, merasa
Pasien dengan Gagal Jantung Kongestif sesak nafas, dan terdengar suara ronchi. Data
(CHF). objektif : TTV: S=36˚C, N: 72 kali/menit,
TD: 140/90 mmHg, RR: 36 kali/menit.
Berdasarkan analisis data yang
METODE diperoleh ditegakan diagnosis keperawatan
yang pertama jalan nafas tidak efektif
Penelitian ini merupakan penelitian berhubungan dengan mukus yang berlebih
kualitatif dengan rancangan studi kasus ditandai dengan terdengar suara ronchi dan
menggunakan pendekatan proses diagnosis keperawatan yang kedua yaitu pola
keperawatan. Populasi dalam penelitian ini nafas tidak efektif berhubungan dengan
adalah lansia yang mengalami gagal jantung hiperventilasi ditandai dengan RR: 36
kongestif. Sampelnya penelitian adalah kali/menit.
seorang pasien penderita gagal jantung Intervensi keperawatan untuk masalah
kongestif yang ditetapkan dengan teknik ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah
sampling yang digunakan adalah purposive setelah dilakukan tindakan keperawatan
sampling. selama 3 kali 24 jam, masalah teratasi
Pengumpulan data dilakukan dengan dengan kriteria hasil klien mengatakan batuk
wawancara, observasi, dan studi berdahak berkurang atau hilang, frekuensi
dokumentasi. Instrument penelitian adalah pernafasan normal, tidak ada sekret, dan
peneliti sendiri dengan alat bantu mampu mengeluarkan sekret. Intervensi
sphygmomanometer, stetoskop, serta keperawatan yang kedua untuk masalah
pedoman pengkajian. Pendekatan proses ketidakefektifan pola nafas adalah setelah
keperawatan yang dilakukan peneliti dilakukan tindakan keperawatan selama 3
meliputi: kali 24 jam, masalah teratasi, dengan kriteria
1. Pengkajian hasil klien mengatakan sesak napas
Peneliti melakukan pengumpulan data berkurang saat istirahat dan aktivitas ringan,
yang baik bersumber dari dan frekuensi nafas normal.
responden/pasien, keluarga pasien, Tindakan yang dilakukan pada tanggal
maupun lembar status pasien. 04-06 Februari 2019 sesuai dengan rencana
2. Diagnosis keperawatan tindakan yang telah disusun untuk masing-
Peneliti melakukan analisis terhadap masing masalah keperawatan. Setelah
semua data yang diperoleh sehingga dilakukan tindakan keperawatan selama tiga
didapatkan diagnosis keperawatan. hari didapatkan dua masalah keperawatan
3. Intervensi keperawatan yang muncul teratasi karena tercapai kriteria
Peneliti menyusun rencana tindakan hasil
keperawatan untuk menyelesaikan
masalah keperawatan yang muncul.
4. Implemetasi keperawatan

[100]
P-ISSN 1907 - 0357
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 16, No.1, April 2020
E-ISSN 2655 – 2310
PEMBAHASAN mengeluarkan sekret di daerah paru-paru dan
mengencerkan dahak.
Pengkajian
Tahap pengumpulan data dasar Diagnosis keperawatan
meliputi data subjektif dan data objektif. Data diagnosis untuk ketidakefektifan
Data subjektif klien meliputi umur klien 69 bersihan jalan nafas adalah data subjektif:
tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian klien mengatakan masih batuk berdahak.
Nirmalasari (2017), yang menunjukkan Pada data objektif pemeriksaan fisik terlihat
bahwa distribusi penyakit CHF meningkat klien tampak batuk berdahak dan susah
pada usia 60 tahun ke atas. Walaupun mengeluarkan dahak; terdengar suara ronchi.
penyakit ini dapat diturunkan dengan Maka penulis menetapkan masalah
pencegahan, namun penyakit ini tetap ketidakefektifan bersihan jalan napas, yang
menyerang lansia yang fungsi organ batasan karakteristik diagnosis
tubuhnya semakin menurun. Kemudian klien ketidakefektifan bersihan jalan nafas meliputi
mengatakan batuk berdahak dan sesak nafas. batuk yang tidak efektif, perubahan frekuensi
Hal ini sesuai dengan teori Udjanti (2010) nafas, perubahan pola nafas dan suara nafas
menyebutkan bahwa gagal jantung ditandai tambahan.
dengan edema pulmonal akibat peningkatan Data diagnosis kedua adalah adalah
tekanan vena pulmonalis yang menyebabkan data subjektif: klien mengatakan masih
cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli merasa sesak nafas. Pada data objektif
yang dimanifestasikan dengan batuk dan pemeriksaan tanda vital ditemukan RR: 36
nafas pendek. Dan edema pada paru akan kali/menit; S: 36˚C; N: 72 kali/menit. Penulis
membuat terdengar suara ronchi kemudian menetapkan masalah keperawatan
terjadi iritasi mukosa paru yang membuat ketidakefektifan pola napas, yang batasan
reflek batuk menurun dan mengakibatkan karakteristik ketidakefektifan pola nafas
penumpukan sekret. meliputi dyspnea, takipnea, pola nafas
Data pemeriksaan fisik menunjukan abnormal.
keadaan umum klien sedang, kesadaran
umum compos mentis, turgor kulit baik, Intervensi & Implementasi Keperawatan
mukosa bibir lembab, TD: 140/90 mmHg, Pada tahap intervensi keperawatan,
RR: 36 kali/menit, N: 72 kali/menit, S: 36˚C. dilakukan penyusunan prioritas masalah
Menurut Cretikos, et al., (2008), RR: 36 dengan menentukan diagnosis keperawatan,
kali/menit meyebutkan bahwa orang dewasa maka dapat diketahui diagnosis yang pertama
dengan tingkat pernapasan lebih dari 20 kali harus dilakukan atau segera dilakukan.
kali/menit menunjukan tidak sehat klien Intervensi yang dilakukan harus sesuai
cenderung sakit kritis. dengan 4 tipe intruksi perawatan atau biasa
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan disebut ONEC. Observation (tipe diagnostic),
pada Ny S untuk menegakkan diagnosis tipe ini memungkinkan pasien kearah
adalah pemeriksaan foto thorax yang pencapaian kriteria hasil dengan observasi
menunjukan kesan cardiomegaly (LVH) secara langsung. Nursing treathment (tipe
dengan edema pulmo menyokong gambaran terapeutik), menggambarkan tindakan yang
congestive cor yang disebabkan oleh tekanan dilakukan oleh perawat secara langsung
vena pulmonalis dan tekanan kapiler paru untuk mengurangi, memperbaiki, dan
meningkat (Udjanti, 2010). mencegah kemungkinan masalah. Education
Terapi yang diberikan pada Ny S (tipe penyuluhan), digunakan untuk
adalah infus NaCl 0.9% 12 tpm dengan cara memperoleh tingkah laku individu yang
pemberian melalui IV. Terapi pemberian mempermudah pemecahan masalah.
nebulizer ventolin dan flixotide 3 kali 1 Collaboration (tipe rujukan),
ampul dengan cara pemberian melalui menggambarkan peran perawat sebagai
inhalasi. Hal ini sesuai dengan teori Udjanti, koordinator dan manager dalam perawatan
(2010) yang bertujuan untuk mengembalikan pasien dengan anggota tim kesehatan.
kondisi spasme bronkus dengan cara

[101]
P-ISSN 1907 - 0357
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 16, No.1, April 2020
E-ISSN 2655 – 2310
Tujuan keperawatan untuk diagnosis dengan memposisikan pasien 30˚ sampai 40˚
pertama diharapkan setelah dilakukan agar paru-paru dapat mengembang secara
tindakan 3 kali selama 24 jam. Sedangkan maksimal. Monitor pernapasan dengan
untuk kriteria hasil meliputi suara nafas mengauskultasi ada tidaknya suara tambahan,
tambahan hilang, akumulasi sputum hal ini sesuai dengan teori Bulecheck, et al.,
berkurang dan tidak ada batuk. (2013), yang menyebutkan bahwa dengan
Intervensi yang akan dilakukan antara memonitor pernapasan maka dapat
lain monitor pernapasan dengan kaji fungsi mengamati kepatenan jalan napas dan
pernapasan, hal ini sesuai dengan hal ini pertukaran gas pada masalah pola napas tidak
sesuai dengan teori Bulecheck, et al., (2013), efektif.
yang menyebutkan bahwa klien dengan
masalah besihan jalan napas tidak efektif Evaluasi
dapat dikelola dengan memonitoring Perkembangan pasien pada hari
pernapasan. Mengatur posisi semi fowler pertama belum sesuai dengan kriteria hasil
untuk meringankan ventilasi, hal ini sesuai yang diharapkan sehingga intervensi tetap
teori Bulecheck, et al., (2013), yang dilanjutkan. Sedangkan perkembangan pada
menyebutkan bahwa bahwa klien dengan hari kedua sudah sesuai dengan kriteria hasil
masalah bersihan jalan napas tidak efektif yang diharapkan sehingga intervensi
dapat dikelola dengan manajemen jalan dipertahankan hingga hari ketiga dan pada
napas. Berikan bantuan terapi napas hari ketiga pasien diperbolehkan pulang
(nebulizer) hal ini sesuai dengan teori sehingga diberikan discharge planning
menurut Hidayat (2013) yaitu nebulizer
merupakan alat yang digunakan untuk
memberikan obat dalam bentuk cairan yang KESIMPULAN
diubah menjadi uap ke dalam saluran
pernapasan yang bertujuan mengencerkan Pasien Ny. S dengan Gagal Jantung
dahak sehingga dahak mudah dikeluarkan Kongestif memiliki masalah keperawatan
dari jalan napas. Melatih batuk efektif, hai ini utama ketidakefektifan bersihan jalan nafas,
sesuai dengan teori Bulecheck, et al., (2013) setelah dilakukan perawatan selama 3 hari
yaitu latihan batuk efektif merupakan cara masalah teratasi.
untuk melatih klien yang tidak memiliki
kemampuan batuk secara efektif dengan
tujuan membersihkan laring, trachea, dan DAFTAR PUSTAKA
bronkheolus dari sekret atau benda asing di
jalan napas. Kemenkes RI. (2018). Hasil Utama
Tujuan keperawatan untuk diagnosis Riskesdas 2018. Jakarta: Balitbangkes
kedua diharapkan setelah dilakukan tindakan Kemenkes RI. Diakses tanggal 4 Juli
3 kali selama 24 jam. Sedangkan untuk 2019, di http://www.depkes.go.id/
kriteria hasil meliputi frekuensi dan irama resources/download/info-terkini/hasil-
pernapasan normal/stabil, sesak napas saat riskesdas-2018.pdf&ved=2ahUKE
istirahat berkurang dan sesak napas saat wiugvbpaLjAhVXQH0KHWjNBxAQ
aktivitas ringan berkurang. FjABegQlCBAL&usg=AOvVaw2HW
Intervensi yang akan dilakukan antara 5bk9x4Uu3jF8GPn8UYj
lain monitor pernapasan dengan Bulecheck & Butcher. (2013). Nursing
monitoring pernapasan, hal ini sesuai dengan Interventions Classification (NIC).
teori teori Bulecheck, et al., (2013), yang Singapore: Elseiver
menyebutkan bahwa klien dengan masalah Cretikos, Michelle, A., et all,. (2008).
pola napas tidak efektif dapat dikelola Respiratory Rate: The Neglected Vital
dengan monitoring pernapasan. Mengatur Sign. The Medical journal of Australia.
posisi semi fowler untuk meringankan 188 (11). 657-659
ventilasi, hal ini sesuai teori Bulecheck, et
al., (2013), yang menyebutkan bahwa bahwa

[102]
P-ISSN 1907 - 0357
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 16, No.1, April 2020
E-ISSN 2655 – 2310
Figueroa, Michael, S,. Peters, Jay, I . (2006). Pusdatin Kemenkes RI. (2014). Situasi
Congestive Heart Failure: Diagnosis Kesehatan Jantung. Diakses tanggal 7
Pathophysiology Therapy and Juli 2019, pukul 19.03 WIB di
Implications for Respiratory Care. http://www.depkes.go.id/article/view/1
Respiratory Care. 51 (4). 403-412 7073100005/penyakit-jantung-
Nirmalasari, Novita. (2017). Deep Breathing penyebab-kematian-tertinggi-
Exercise dan Active Range of Motion kemenkes-ingatkan-cerdik-.html
Efektif Menurunkan Dyspnea Pada Udjanti, Wajan, J. 2010. Keperawatan
Pasien Congestive Heart Failure. Kardiovaskular. Jakarta: Salemba
NurseLine Journal. 2 (2). Hal 159-165 Medika
Prasetyo, A.S. (2015). Keadaan Widagdo, Fatoni,. Karim, Darwin,.
Kardiomegali Pada Pasien Gagal Novayellinda, Riri. 2015. Faktor-
Jantung Kongestif. Jurnal Keperwatan Faktor Yang Berhubungan Dengan
Dan Kesehatan Masyarakat. 2 (3). Hal Kejadian Rawat Inap Ulang di Rumah
19-22 Sakit Pada Pasien CHF. Jurnal Online
Mahasiswa 2 (1). 580-589

[103]

Anda mungkin juga menyukai