Anda di halaman 1dari 18

BAB IV

PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas hasil Asuhan Keperawatan
Pediatrik Pada An. S Dengan Gastroenteritis Akut Di Ruang Perawatan Teresa
Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin dengan menganalisa adanya kesenjangan
antara asuhan keperawatan teoritisnya dengan masalah yang terjadi di lapangan.
Tahapan asuhan keperawatan dimulai dengan pengkajian, perumusan diagnosa
keperawatan, penyusunan rencana tindakan, implementasi, dan evaluasi.
Pengkajian dilakukan oleh Mahasiswa Profesi Ners yang berdinas di Bangsal
Teresa. Pelaksanaan pengkajian dilakukan pada tanggal 04 Juli 2022, pengkajian
ini disesuaikan dengan keadaan pasien saat dikaji. Pengkajian dilakukan dengan
metode wawancara, observasi, pemeriksaan fisik secara head to toe, meninjau test
diagnostic, drugs study, sebelum melakukan pengkajian Mahasiswa Profesi Ners
melakukan validasi pada medical record pada status pasien. Penulis menyusun
laporan studi kasus ini melalui data sekunder. Data yang terkumpul kemudian
diolah dan dianalisis sehingga masalah keperawatan dapat diprioritaskan.
Selanjutnya menyusun perencanaan tindakan untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut. Implementasi kemudian dilakukan berdasarkan perencaaan yang telah
disussun. Setelah intervensi dilakukan berikutnya adalah melakukan evaluasi
terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien.

A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan
kebutuhan serta merumuskan diagnosis keperawatan (Walid, 2019).
Proses pengkajian yang dilakukan pada An. S berusia 7 tahun dengan
diagnose medis gastroenteristis akut, klien dirawat di Bangsal Teresa Rumah
Sakit Suaka Insan Banjarmasin. Data klien menyangkut riwayat penyakit serta
keluhan-keluhan diperoleh dari pengkajian yang dibantu oleh tenaga perawat
yang bertanggung jawab di Bangsal Teresa dengan cara wawancara dengan

88
89

klien dan keluarga, mengobservasi langsung, melakukan pengkajian fisik


langsung kepada klien, catatan medis dokter, data-data pemeriksan penunjang
dari laboratorium dan data-data yang ada pada status rawat inap klien.
Pengkajian dilakukan dengan teori dan format pengkajian keperawatan 11
fungsional pola Gordon. Adapun hasil pengkajian yang didapatkan sebagai
berikut:
1. Usia
Berdasarkan pengkajian pada tanggal 04 Juli 2022 didapatkan
bahwa An. S berusia 7 tahun. Pada tahap perkembangan anak yang berusia
7 tahun anak usia sekolah dasar ialah tahap operasi konkrit (concrete
operational). Pada tahap ini akan dapat berpikir secara logis mengenai
peristiwa-peristiwa yang konkrit dan mengklasifikasikan benda-benda ke
dalam bentuk-bentuk yang berbeda (Marinda, 2020)
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin tidak mempengaruhi dalam terjadinya gastroenteritis
akut (diare). Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan antara laki-laki dan
perempuan sama. Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 04 Juli 2022
oleh Mahasiswa Profesi Ners di Bangsal Teresa didapatkan hasil jenis
kelamin klien adalah laki-laki.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik klien dengan gastroenteris akut (diare)
difokuskan pada system pencernaan berupa frekuensi defekasi, konsistensi
feses, peristaltik usus, flatus, mual muntah,
Hasil dari pengkajian pada An. S pada tanggal 04 Juli 2022 didapatkan
bahwa ibu pasien mengatakan anak sudah tidak demam, kadang demam
naik turun, anak sekarang masih mengeluh batuk dan berdahak, sudah
tidak ada diare lagi, tapi anak belum ada BAB dan BAK, nafsu makan
kurang. Dengan Hasil TTV: Keadaann Umum Baik, kesadaran
compomentis, GCS: E=4, V=1, M=5, akral hangat, T = 36.5 ℃, P = 92
x/mnt, R = 22 x/mnt, BB = 23 kg, infus terpasang RL 12 tpm.
90

4. Hasil pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang pada klien dengan gastroenteritis akut
(diare) adalah pemeriksaan hemotologi. Berdasarkan hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa ada gangguan adanya peningkataan eritrosit 4.80
(Hight) dari nilai normal 3.4-4.5 juta/uL, MCV 77. 4 (Low) dari nilai
normal (81-99 fl), MCH 25.8 (Low) dari nilai normal 28-33 pg,
eosinophil, 0 (Low) dari nilai normal 1-3%, stab cell 0 (Low) dari nilai
normal 2-6%, dan segmen mengalami peningkatan 72 (Hight) dari nilai
normal 50-70%.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang yang didapatkan penulis
menyimpulkan bahwa hasil kadar eritrosit meningkat karena disebabkan
oleh dehidrasi sehingga mengakibatkan cairan yang berada dalam darah
berkurang. Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi klien yang mengalami
gastroenteritis mengalami konstipasi karena adanya penaikan penyerapan
air dari tinja dari dalam usus. Eosinophil, stab cell, dan segmen
mengindetifikasikan bahwa adanya proses infeksi. Hal ini menunjukkan
bahwa tubuh sedang melawan infeksi sehingga menyebabkan gejala dan
tanda inflamasi, kondisi ini menunjukkan pada klien gastroenteris dengan
bersihan jalan napas tidak efektif.
Infeksi nasokomial adalah infeksi yang terjadi di Rumah Sakit atau
fasilitas pelayanan kesehatan setelah dirawat 2 x 24 jam sebelum dirawat,
dimana pasien tidak memiliki gejala tersebut (Amirrullah, Mudrika, &
Sasmita, 2022). Dalam hal pencegahan infeksi yang memegang peranan
sangat peting adalah perawat, sebagaimana diketahui rerata perawat
terpapar dengan pasien sekitar 7-8 jam per hari kemudian sekitar 4 jam
perawat dengan efektif kontak langsung dengan pasien, dengan demikian
hal tersebut adalah sumber utama terpaparnya infeksi nasokomial
(Situmorang, 2020 dalam (Heriyati, Hatisah, & Astuti, 2020). Empat
bakteri yang ditemukan pada penelitian (Dorawati, Herawati, & Fauziah,
2021), bakteri Enterobacteriaceae yang salah satu habitatnya berada di
saluran pernapasan sebagai resiko terjadinya infeksi. Resiko timbulnya
infeksi saluran pernapasan terutama meningkat pada usia lanjut dan sistem
91

kekebalan tubuh yang menurun. Selain itu, infeksi ini dapat disebabkan
oleh infeksi nosokomial, yang mengalami penyebaran dan dapat
menyebabkan ISPA, karena bakteri memproduksi toksin-toksin yang
menyerang jaringan dan merusak sel inang yang rentan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan merupakan sebuah konsep kritis untuk memandu
proses pengkajian dan intervensi (Rabelo et al., 2017). Diagnosis
keperawatan merupakan penilaian perawat berdasarkan respon pasien secara
holistik (bio-psiko-sosio-spiritual) terhadap penyakit atau gangguan kesehatan
yang dialaminya. Diagnosis sama pentingnya serta memiliki muatan aspek
legal dan etis yang sama dengan diagnosis medis. Oleh karena itu, diagnosis
keperawatan merupakan kunci perawat dalam membuat rencana asuhan yang
diberikan pada pasien yang dikelola. Proses identifikasi gangguan kebutuhan
berdasarkan respon yang didapat dari pasien diperoleh dari proses pengkajian
keperawatan dan kemudian dianalisis untuk penarikan kesimpulan atau
keputusan klinis dalam bentuk diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan
mendeskripsikan respon manusia (pasien) terhadap adanya masalah atau
gangguan potensial atau aktual, sementara diagnosis medis merupakan konsep
yang mendeskripsikan proses penyakit atau injuri (Koerniawan, Daeli, &
Srimiyati, 2020).
Berdasarkan pengkajian pada tanggal 04 Juli 2022 pukul. 08.00 wita pada
An. S Dengan Gastroenteritis Akut Di Ruang Perawatan Teresa Rumah Sakit
Suaka Insan Banjarmasin didapatkan data masalah berupa:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan Ibu pasien
mengatakan anak mengeluh batuk berdahak, I: Dada kiri dan kanan
simetris, ada tarikan dinding dada. Ada otot bantu pernapasan, P: Bunyi
vocal fremitus tidak terkaji, tidak terdapat nyeri tekan pada dada, tidak ada
masa, krepitasi (-), P: Sonor, A: Ada suara tambahan ronkhi terdapat pada
paru kiri pada lobus atas, pasien mendapatkan terapi obat sanmol 3 x 250
g, Taxegram 3 x 750 g, TTV: TD= 90/70 mmHg, T = 36.5 ℃, P = 92
x/mnt, R = 22 x/mnt, SpO2 = 98%.
92

2. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan serat ditandai


dengan ibu pasien mengatakan sesudah dirumah sakit, sejak hari minggu
tanggal 3 Juli 2022 pertama pasien masuk rumah sakit sampai tanggal 4
Juli 2022 pasien belum ada BAB dan BAK. Tidak ada menggunakan obat
pencahar, ibu mengatakan anak ada muntah 3 kali, badan lemas, tiap kali
makan atau minum mual muntah, I: Perut tampak buncit, P: Perut teraba
keras seperti ada massa yang tertahan, tidak terdapat nyeri tekan, P: Pada
ke 4 kuadran didapatkan suara timpani, A: Pada 9 region dan menghitung
frekuensinya dalam 1 menit. Bising usus 15x/mnt, suara abdomen pekak,
TTV: TD= 90/70 mmHg, T = 36.5 ℃, P = 92 x/mnt, R = 22 x/mnt, SpO2
= 98%, Hasil Laboratorium: nilai eosinophil 0 Low(1-3%), eritrosit 4.80
Hight (3.5-4.5), pasien mendapatkan terapi obat L-Bio 2x1 sachet, L-zink
2x1, Trovensis 2.5 mg.
3. Risiko defisit nutrisi dengan faktor risiko ketidakmampuan mencerna
makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient, ibu pasien mengatakan
saat ini nafsu makan menurun, tapi makan tetap 3 kali sehari sedikit tapi
sering 5-6 sendok makan seperti bubur, ayam, ikan, sayur dan buah yang
disedikan rumah sakit, perut teraba keras, peristaltik usus 15x/mnt,
membran mukosa pucat, bibir kering.
Penentuan prioritas diagnosa berdasarkan tingkat kegawatan mengancam
nyawa. Tingkat kegawatan mengancam nyawa yang terbagi menjadi beberapa
prioritas tinggi, prioritas sedng dan prioritas rendah.
Diagnosa keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif diletakkan pada
diagnosa prioritas pertama pada kasus An. S dikarenakan bersihan jalan tidak
efektif adalah ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan
napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (PPNI, 2018). Efek
berbahaya batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan akibat bersihan jalan
napas tidak efektif adalah penderita mengalami kesulitan bernapas dan
gangguan pertukaran gas menyebabkan sianosis, kelelahan, lesu dan lemas
(Fadillah & Sumarni, 2022).
Masalah prioritas kedua pada kasus An. S adalah konstipasi. Konstipasi
adalah penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit dan
93

tidak tuntas serta feses kering dan banyak (PPNI, 2018). Menurut Maslow
dalam (Pertiwi, Muniroh, & Nisa, 2020), kebutuhan rasa nyaman merupakan
kebutuhan dasar setelah kebutuhan fisiologis yang harus terpenuhi.
Masalah prioritas ketiga pada kasus An. S adalah resiko defisit nutrisi.
Risiko defisit nutrisi adalah beresiko menglami asupan nutrisi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme (PPNI, 2018). Asupan nutrisi yang
tidak terpenuhi dengan baik bisa berakibat pada keberlangsungan sistem tubuh
apabila tidak ditangani dengan cepat maka akan menyebabkan mengalami
penurunan berat badan (BB), mukosa bibir kering, cepat kenyang setelah
makan dan nafsu makan akan menurun (Ulia & Haryani, 2021)
C. INTERVENSI
Intervensi merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana
perawatan terorganisaasi, sehingga setiap perawat dapat dengan cepat
mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan. Rencana asuhan
keperawatan yang dirumuskan dengan tepat memfasilitasi kontinuitas asuhan
keperawatan dari suatu perawat keperawatan lainnya. Sebagai hasil, semua
perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas
tinggi dan konsisten (Walid, 2019).
Perencanaan dalam proses keperawatan dimulai setelah data terkumpul,
dikelompokkan, dianalisa, dan ditetapkan diagnose keperawatan. Pada tahap
ini perawat menyusun tujuan keperawatan, kriteria hasil, dan rencana tindakan
keperawatan. Perencanaan disusun berdasarkan prioritas masalah yang
disesuaikan dengan kondisi klien, perencanaan yang disusun mengandung
unsur tindakan observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi. Pemberian
intervensi An. S juga tidak lepas dengan memberikan asuhan keperawatan
yang komprehensif yang mencakup salah satu aspek yaitu preventif, dan
kuratif.
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan Ibu pasien
mengatakan anak mengeluh batuk berdahak, I: Dada kiri dan kanan
simetris, ada tarikan dinding dada. Ada otot bantu pernapasan, P: Bunyi
vocal fremitus tidak terkaji, tidak terdapat nyeri tekan pada dada, tidak ada
masa, krepitasi (-), P: Sonor, A: Ada suara tambahan ronkhi terdapat pada
94

paru kiri pada lobus atas, pasien mendapatkan terapi obat sanmol 12 mg,
Taxegram 35 mg, TTV: TD= 90/70 mmHg, T = 36.5 ℃, P = 92 x/mnt, R
= 22 x/mnt, SpO2 = 98%.
Latihan batuk efektif (I.01006)
Observasi:
a. Identifikasi kemampuan batuk
b. Monitor adanya retensi sputum

Terapeutik:

a. Atur posisi semi-fowler atau fowler.

Edukasi:

a. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif


b. Anjurkan Tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
c. Anjurkan mengulangi teknik napas dalam hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang
ke 3.

Kolaborasi:

a. Melakukan tindakan fisioterapi dada teknik clapping dan vibrasi.


b. Mengkolaborasikan pemberian obat sanmol 12 mg, Taxegram 35 mg.
2. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan serat ditandai
dengan ibu pasien mengatakan sesudah dirumah sakit, sejak hari minggu
tanggal 3 Juli 2022 pertama pasien masuk rumah sakit sampai tanggal 4
Juli 2022 pasien belum ada BAB dan BAK. Tidak ada menggunakan obat
pencahar, ibu mengatakan anak ada muntah 3 kali, badan lemas, tiap kali
makan ataa minum mual muntah, I: Perut tampak buncit, P: Perut teraba
keras seperti ada massa yang tertahan, tidak terdapat nyeri tekan, P: Pada
ke 4 kuadran didapatkan suara timpani, A: Pada 9 region dan menghitung
frekuensinya dalam 1 menit. Bising usus 15x/mnt, suara abdomen pekak,
TTV: TD= 90/70 mmHg, T = 36.5 ℃, P = 92 x/mnt, R = 22 x/mnt, SpO2
95

= 98%, Hasil Laboratorium: nilai eosinophil 0 Low(1-3%), eritrosit 4.80


Hight (3.5-4.5), pasien mendapatkan terapi obat Trovensis 2.5 mg.
Manajemen Konstipasi (I.04155)
Observasi:
a. Periksa tanda dan gejala kontipasi
b. Periksa pergerakan usus, karakteristik feses (konsistensi, bentuk,
volume dan warna)
c. Identifikasi faktor risiko konstipasi (mis, obat-obatan, tirah baring, dan
diet rendah serat

Terapeutik:

a. Anjurkan diet tinggi serat

Edukasi:

a. Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan


b. Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
c. Latih buang air besar secara teratur

Kolaborasi:

a. Konsultasi dengan tim medis tentang penurunan/peningkatan frekuensi


suara usus
3. Risiko defisit nutrisi dengan faktor risiko ketidakmampuan mencerna
makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient, ibu pasien mengatakan
saat ini nafsu makan menurun, tapi makan tetap 3 kali sehari sedikit tapi
sering 5-6 sendok makan seperti bubur, ayam, ikan, sayur dan buah yang
disedikan rumah sakit, perut teraba keras, peristaltik usus 15x/mnt,
membran mukosa pucat, bibir kering.
Manajemen gangguan makan (I.03111)
Observasi:
a. Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta kebutuhan
kalori.

Terapeutik:

a. Timbang berat badan secara rutin


96

Edukasi:

a. Ajarkan pengaturan diet yang tepat

Kolaborasi:

a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan, kebutuhan


kalori dan pilihan makanan.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Walid, 2019).
Setelah rencana keperawatan dibuat, kemudian dilanjutkan dengan
implementasi atau pelaksanaan. Implementasi merupakan pelaksanaan rencana
keperawatan yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. (Capernito, 2017),
mengatakan sebelum melakukan pelaksanaan asuhan keperawatan, harus
dilakukan oleh perawat, pasien dan keluarga serta tim medis, dokter, perawat,
ahli radiologi, gizi, laboratorium, farmasi.
Implementasi keperawatan dilaksanakan oleh perawat penanggung jawab di
Bangsak Teresa pada tanggal 05 Juli 2022. Adapun diagnosa keperawatan
yang dilakukan implementasi yaitu:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan Ibu pasien
mengatakan anak mengeluh batuk berdahak, I: Dada kiri dan kanan
simetris, ada tarikan dinding dada. Ada otot bantu pernapasan, P: Bunyi
vocal fremitus tidak terkaji, tidak terdapat nyeri tekan pada dada, tidak ada
masa, krepitasi (-), P: Sonor, A: Ada suara tambahan ronkhi terdapat pada
paru kiri pada lobus atas, pasien mendapatkan terapi obat sanmol 12 mg,
Taxegram 35 mg, TTV: TD= 90/70 mmHg, T = 36.5 ℃, P = 92 x/mnt, R
= 22 x/mnt, SpO2 = 98%.
Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah
dibuat sebelumnya. Implementasi dilaksanakan pada diagnosa bersihan
jalan napas tidak efektif adalah sebagai berikut:
Observasi:
97

a. Mengidentifikasi kemampuan batuk


Hasil: Ibu pasien mengatakan bahwa anak mengeluh batuk dan belum
bisa mengeluarkan sputum (07.30 WITA)
b. Memonitor adanya retensi sputum
Hasil: Batuk A. S belum bisa mengeluarkan sputum (07.35 WITA)

Terapeutik:

a. Mengatur posisi semi-fowler.


Hasil: An. S mengatakan tidak merasa sesak dan merasa lebih nyaman
(07.35 WITA.

Edukasi:

a. Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif.


Hasil:
Menjelaskan pendidikan kesehatan cara batuk efektif. Bahwa batuk
efektif adalah suatu metode atau cara yang benar dimana menggunakan
energi untuk baruk dengan seefektif mungkin sehingga tidak mudah
lelah dalam pengeluaran dahak secara maksimal. Kemudian
menjelaskan cara pencegahan/penularan batuk yaitu seperti
menggunakan masker, menutup mulut saat bersin, menjemur bantal
dan kasur setiap hari, mengganti selimut dan seprei, menjaga
kebersihan lingkungan dengan memberikan pencahayaan matahari
yang cukup, adanya ventilasi dirumah, dan menghindari udara lembab
dalam rumah. Cara batuk efektif yang benar dan cara menyiapkan
tempat membuang dahak seperti menyiapkan tempat dahak di dalam
kaleng, atau sputum pot, kemudian membuangnya hasil dahak ke WC
lalu siram dengan air sabun sampai bersih, dan cuci kaleng atau
sputum pot. (08.00 WITA).
b. Menganjurkan cara batuk efektif dengan cara tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8
detik. (08.10 WITA)
c. Anjurkan mengulangi teknik napas dalam hingga 3 kali. (08.10 WITA)
98

d. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang
ke 3.
Hasil: Ibu dan anak mampu memperagakan cara batuk efektif kembali
seperti yang diajarkan oleh perawat. (08.15 WITA)
a. Menganjurkan minum air hangat sebelum dan sesudah latihan batuk
efektif
Hasil: Ibu pasien mengatakan akan mencobanya bersama anak jika
sudah dirumah nanti. (08.20 WITA)

Kolaborasi:

a. Melakukan tindakan fisioterapi dada teknik clapping dan vibrasi


Hasil: An. S mengatakan jika ada rasa refleks batuk. (08.40 WITA).
b. Mengkolaborasikan pemberian terapi uap air panas untuk
mengencerkan sekret
c. Mengkolaborasikan pemberian obat sanmol 12 mg, Taxegram 35 mg.
Dari hasil implementasi yang diberikan pada masalah keperawatan
dengan diagnose keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif. selain
mengidentifikasi kemampuan batuk, memberikan posisi semi fowler,
mengajarkan cara batuk efektif, melakukan tindakan fisioterapi dada
teknik claping dan vibrasi, dan melakukan pemberian terapi obat. Ada
beberapa jurnal Evidance Based Nursing yang ditemukan bahwa
dengan memberikan tehnik non farmakologis dapat diatasi secara
mandiri yaitu dengan memberikan terapi uap air panas untuk
mengencerkan sekret dan minum air hangat untuk mengencerkan
sekret. Hal ini di dukung oleh (Sari & Lintang, 2022), yaitu dengan
inhalasi uap atau menghirup uap dengan atau tanpa obat melalui
saluran pernapasan bagian atas, dalam hal ini merupakan tindakan
untuk membuat pernapasan lebih lega, sekret lebih encer dan mudah
untuk dikeluarkan. Hal ini juga didukung oleh Muttaqin Arif, 2008
pemberian intake cairan 2500 ml perhari kecuali diindikasi, dengan
rasionalisasi hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan
mengefektifkan bersihan jalan napas. Hal ini menunjukkan bahwa
99

hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret lendir dan lebih


encer.
Intervensi lainnya yaitu dengan memberikan posisi semi fowler.
Pemberian posisi semi fowler diberikan bisa meningkatkan ekspansi
paru dan menurunkan frekuensi sesak napas. Menurut (Astriani &
Sandy, 2021), upaya dilakukan untuk menurunkan sesak nafas yaitu
dengan terapi non farmakologis. Salah satunya adalah mengenai
pemberian posisi semi fowler. Hal ini sejalan dengan penelitian
Sahrudi & Satria (2020), mengenai pemberian posisi semi fowler pada
20 responden penderita asma bronkial menunjukkan bahwa terjadi
penurunan frekuensi nafas dari 28x/mnt menjadi 21x/mnt. Posisi semi
fowler bisa meningkatkan ekspamnsi paru dan menurunkan frekuensi
sesak napas dikarekan dapat membantu otot pernapasan mengembang
maksimal.
Bentuk intervensi lain yang diberikan pada pasien gastroenteritis
adalah dengan memberikan terapi fisioterapi dada, setelah itu
dilakukam pemberian nafas dalam dan batuk efektif kepada pasien
untuk memudakhkan mengeluarkan sekret sehingga jalan napas
menjadi lancar. Menurut Fitriananda dkk, 2017, fisioterapi dada yaitu
untuk mengeluarkan sekresi, dan reaparisasi ventilasi, dan efektifitas
penggunaan otot pernafasan. Hal ini juga di dukung penelitian
(Nurmayanti & Waluyo, 2019) mengeluarkan sputum, mengembalikan
serta mempertahankan fungsi otot nafas menghilangkan sputum dalam
bronkhus, memperbaiki ventilasi, mencegah tertimbunnya sputum, dan
aliran sputum di saluran pernafasan dan meningkatkan fungsi
pernafasan serta mencegah kolaps pada paru-paru sehingga bisa
meningkatkan optimalisasi penyerapan oksigen oleh paru-paru.
Penulis menyimpulkan bahwa keberhasilan suatu implementasi
tidak hanya pada kolaborasi pemberian farmakologi tetapi juga banyak
cara untuk mengatasi bersihan jalan napas tidak efekif yang dialami
pada An. S dengan memberikan edukasi terapi inhalasi uap dan minum
air hangat, fisioterapi dada dan batuk efektif sesuai intervensi yang
100

diberikan, dengan Evidance Based Nursing yang ditemukan bahwa


memang terbukti khasiat inhalasi uap dan pemberian minum air hangat
dapat membuat pernapasan menjadi lega, dan sekret mudah
dikeluarkan.
2. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan serat ditandai
dengan ibu pasien mengatakan sesudah dirumah sakit, sejak hari minggu
tanggal 3 Juli 2022 pertama pasien masuk rumah sakit sampai tanggal 4
Juli 2022 pasien belum ada BAB dan BAK. Tidak ada menggunakan obat
pencahar, ibu mengatakan anak ada muntah 3 kali, badan lemas, tiap kali
makan ataua minum mual muntah, I: Perut tampak buncit, P: Perut teraba
keras seperti ada massa yang tertahan, tidak terdapat nyeri tekan, P: Pada
ke 4 kuadran didapatkan suara timpani, A: Pada 9 region dan menghitung
frekuensinya dalam 1 menit. Bising usus 15x/mnt, suara abdomen pekak,
TTV: TD= 90/70 mmHg, T = 36.5 ℃, P = 92 x/mnt, R = 22 x/mnt, SpO2
= 98%, Hasil Laboratorium: nilai eosinophil 0 Low(1-3%), eritrosit 4.80
Hight (3.5-4.5), pasien mendapatkan terapi Trovensis 2.5 mg.
Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi yang tekah
dibuat sebelumnya. Implementasi dilaksanakan pada diagnosa konstipasi
adalah sebagai berikut:
Observasi:
a. Memeriksa tanda dan gejala kontipasi
Hasil: Ibu pasien mengatakan jika anak sudah 2 hari tidak ada BAB
dan BAK. ibu mengatakan anak ada muntah 3 kali, badan lemas, tiap
kali makan ataua minum mual muntah. Pada saat pengkajian perut
anak teraba keras, peristaltik usus 15x/mnt, membrane mukosa pucat,
dan kering. (08.40 WITA).
b. Memeriksa pergerakan usus, karakteristik feses (konsistensi, bentuk,
volume dan warna)
Hasil: Peristaltik usus 15x/mnt, An. S belum bisa BAB. (08.40 WITA)
c. Mengidentifikasi faktor risiko konstipasi (mis, obat-obatan, tirah
baring, dan diet rendah serat)
101

Hasil: Sebelumnya pernah menggunakan obat untuk mengatasi diare.


(08.45 WITA)

Terapeutik:

a. Menganjurkan diet tinggi serat seperti buah pepaya, pisang, sayur


bayam. (08.45 WITA)

Edukasi:

a. Menjelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan. (08.50 WITA)


b. Menganjurkan peningkatan asupan cairan kepada pasien dengan
minum air putih 1500cc per/hari dan berdasarkan implementasi
Evidance Based Nursing aplikasi terapi yaitu pendidikan kesehatan
pemberian madu untuk mencegah konstipasi dan diare. (08.45 WITA)
c. Melatih buang air besar secara teratur secara konsisten kepada pasien.
(08.45 WITA)

Kolaborasi:

a. Mengkonsultasi dengan tim medis tentang penurunan/peningkatan


frekuensi suara usus dengan cara berkolaborasi dengan tim ahli gizi
untuk pemberian diet tinggi serat untuk mencegah konstipasi. (08.50
WITA)
b. Kolaborasi pemberian obat microlax 5 ml. (12.00 WITA

Dari hasil implementasi yang diberikan pada masalah keperawatan


dengan diagnose konstipasi. selain memonitor tanda-tanda vital, sampai
melakukan pemberian terapi obat. Ada jurnal Evidance Based Nursing
yang ditemukan bahwa dengan mengkomsumsi buah pepaya dapat
mengobati gangguan pencernaan. Menurut (Permatanada, 2022), bahwa
pepaya (Carica papaya L.) merupakan baham alam yang biasa digunakan
untuk mengobati gangguan pencernaan terutama di negara tropis.
Beberapa penelitian observasi klinis sudah menunjukkan bahwa pepaya
memiliki efek positif terhadap pasien dengan kontipasi, nyeri lambung,
dan gejala-gejala yang berhubungan dengan Irritable Bowel Syndrome.
Menurut (Ahmady, Sartika, & Purnomo, 2021), bahwa madu memiliki
102

khasiat untuk mencegah diare dan konstipasi. Madu mengandung


magnesium dan zat besi dapat meningkatkan jumlah eritrosit sehingga
dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan mengatasi anemia.

Penulis menyimpulkan bahwa keberhasilan implementasi tidak hanya


pada kolaborasi pemberian farmakologi tetapi banyak cara untuk
mengatasi gastroenteritis akut yang dialami pada An. S dengan
memberikan edukasi pemberian madu, dan sesuai intervensi yang
diberikan, dengan Evidance Based Nursing memang terbukti khasiat pada
madu tidak memiliki efek samping.

3. Risiko defisit nutrisi dengan faktor risiko ketidakmampuan mencerna


makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient, ibu pasien mengatakan
saat ini nafsu makan menurun, tapi makan tetap 3 kali sehari sedikit tapi
sering 5-6 sendok makan seperti bubur, ayam, ikan, sayur dan buah yang
disedikan rumah sakit, perut teraba keras, peristaltik usus 15x/mnt,
membran mukosa pucat, bibir kering.
Terapeutik:
a. Menimbang berat badan secara rutin
Hasil: Timbangan BB An. S 23 Kg, hari senin, 04 juli 2022. (08.40
WITA)

Edukasi:

a. Mengajarkan pengaturan diet yang tepat


Hasil:
 Menjelaskan pengertian gizi apa saja yang diketahui ibu?
 Gizi adalah zat-zat yag penting untuk menunjang kelangsungan
pertumbuhan dan memelihara kesehatan seperti kabohidrat, lemak,
protein, vitamin dan zat besi. Menghindari makanan siap saji.
 Menganjurkan ibu untuk memberi makanan-makanan yang lunak
dulu seperti diet bubur yang diberikan oleh rumah sakit.
 Menganjurkan ibu untuk memberi tambahan zat besi melalui
asupan makanan: seperti daging merah, bayam, hati ayam, untuk
meningkatkan MCV dan MCH dalam batas normal.
 Pola makan yang seimbang itu seperti apa?
 Menjelaskan pengertian menu seimbang dan pola makan
seimbang: aneka makanan yang beragam dalam jumlah porsi yang
103

sesuai dengan kebutuhan harian untuk memenuhi gizi seimbang


guna memelihara dan perbaikan sel-sel. (09.10 WITA)
Kolaborasi:
a. Mengkolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan, kebutuhan
kalori dan pilihan makanan. (09.15 WITA)
Dari hasil implementasi yang diberikan pada masalah keperawatan
dengan diagnosa defisit nutrisi. selain memonitor tanda-tanda vital,
sampai melakukan pemberian terapi obat. Ada jurnal Evidance Based
Nursing yang ditemukan bahwa dengan mengkonsumsi makanan yang
lunak dan memberikan tambahan zat besi melalaui asupan makanan:
seperti daging merah, bayam, hati ayam dapat meningkatkan status
gizi pada anak. Menurut Lestari et al,(2018) menjelaskan bahwa
defisiensi zat besi pada anak akan memberikan dampak yang negatif
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh sehingga meningkatkan
kemungkinan terjadinya penyakit infeksi. Selain itu berkurangnya
kandungan zat besi dalam tubuh juga dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan organ tubuh akibat oksigenasi ke jaringan berkurang
yang berlangsung lama adalah menurunkan daya konsentrasi dan
prestasi belajar pada anak.
Penulis menyimpulka bahwa keberhasilan suatu implementasi
tidak hanya pada kolaborasi pemberian farmakologi tetapi banyak cara
mengatasi gastroenteritis akut (diare) yang dialami pada An. S dengan
memberikan edukasi pemberian makanan yang lunak dan memberikan
tambahan zat besi, dan sesuai intervensi yang diberikan, dengan
Evidance Based Nursing memang terbukti khasiat pada madu tidak
memiliki efek samping.
104

E. EVALUASI
Menurut walid (2019), evaluasi adalah tindakan untuk mengukur respon
klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian
tujuan. Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi
dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data
objektif yang menunjukkn apakah tujuan asuhan keperawtan tercapai
sepenuhnya, sebagian, atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa
yang perlu dikaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali. Menurut
Hidayat (2009) dalam Walid (2019), evaluasi adalah:
1. Tujuan tercapainya apabila klien telah menunjukkan perubahan kemajuan
yang sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Tujuan tercapai sebagian jika tujuan tidak tercapai secara keseluruhan,
sehingga masih perlu dicari berbagai masalah dan penyebabnya.
3. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak menunjukkan suatu perubahan
kearah kemajuan sebagaimana dengan kriteria yang diharapkan.

Berdasarkan evaluasi keperawatan pada An. S dengan diagnosa medis


gastroenteritis akut pada evaluasi tanggal 05 Juli 2022, didapatkan hasil pada
diagosa keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif tujuan teratasi
sebagian, berdasarkan data bahwa Ibu pasien mengatakan jika anak masih
batuk dan belum bisa mengeluarkan dahak, An. S mengatakan tidak merasa
sesak dan merasa lebih nyaman ketika diberikan posisi semi fowler, Ibu pasien
mengatakan akan mencobanya cara batuk efektif dan fisioterapi dada dirumah
bersama anak jika sudah dirumah nanti, An. S mengatakan jika ada rasa
refleks batuk, An. S mengatakan setelah menghirup uap air panas pernapasan
terasa lebih lega. Dan didukung oleh data objektik: An. S tampak
mengeluarkan refleks batuk, setelah diberikan terapi menghirup uap air anak
tampak lega, ibu pasien tampak kooperatif saat diberi pendidikan kesehatan,
terdengar suara ronkhi pada dada sebelah kiri lobus atas, TTV: TD= 90/70
mmHg, T = 36,2 ℃, P = 64 x/mn, R = 22 x/mnt, SpO2 = 98%. Diagnosa
keperawatan bersihan jalan napas dilanjutkan intervensi perawatan dirumah.

Berdasarkan diagnose keperawatan konstipasi tujuan tercapai hal ini


didukung dengan data bahwa ibu pasien mengatakan setelah diberikan obat
105

mikrolax anak langsung bisa BAB 1x, BAK 3x dan tidak ada keluhan lagi, ibu
pasien juga mengatakan jika anak sudah tidak ada lagi, mual, dan muntah.
Dan di dukung oleh data objektif : perut A. S tidak tampak buncit dan tidak
teraba keras saat di palpasi, peristaltik usus 15x/mnt, An. S sudah bisa BAB,
TTV: TD= 90/70 mmH, T = 36,2 ℃, P = 64 x/mn, R = 22 x/mnt, SpO2 =
98%.

Berdasarkan diagnose keperawatan risiko defisit nutrisi tujuan tercapai hal


ini didukung dengan data bahwa ibu pasien mengatakan saat ini nafsu makan
anak menurun, tapi makan tetap 3 kali sehari sedikit tapi sering 5-6 sendok
makan seperti bubur, ayam, ikan, sayur dan buah yang disedikan rumah sakit,
ibu pasien mengatakan jika An. S mulai mau makan. Dan di dukung oleh data
objektif : Anak tampak menghabiskan makanan yang disajikan oleh rumah
sakit, timbangan BB An. S 23 Kg, hari senin, 04 juli 2022, TTV: TD= 90/70
mmHg, T = 36,2 ℃, P = 64 x/mn, R = 22 x/mnt, SpO2 = 98%.

Anda mungkin juga menyukai