Anda di halaman 1dari 7

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Asuhan Keperawatan pada pasien Demam Typhoid di Ruang Anak RSU


Sufina Aziz dilaksanakan pada tanggal 21 November 2022 – 24 November 2022.
Pembahasan ini meliputi proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian,
diagnosis, intervensi, implementasi, evaluasi keperawatan dan faktor
penghambat serta faktor pendukung dalam melakukan studi kasus ini.
A. Proses Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

Dalam mengetahui masalah pada pasien An.S dengan demam tifoid


pengkajian yang dilakukan sesuai dengan tahapan yang ada di teori adalah
pengumpulan data dengan cara wawancara dan pemeriksaan fisik mulai dari
inspeksi,palpasi,perkusi dan auskultasi. Selanjutnya dilakukan analisa data
untuk mengetahui diagnosa keperawatan dengan rumusan PES dan PE.
Adapun PES ini adalah problem etiologi dan syimtom dimana syimtom dapat
dilihat dalam data Subjektif dan Objektif. Etiologi dapat dilihat dari
patofisiologi yang terdapat pada web of causion demam tifoid, sedangkan
Problem adalah masalah yang didapatkan dari pasien berdasarkan masalah
yang ada pada saat dilakukan pengkajian.
Data yang diperoleh dari tinjaun teori sesuai dengan data yang
ditemukan penulis pada saat melakukan pengkajian. Tahap – tahap dalam
pengkajian teori sudah diterapkan dalam melakukan pengkajian terhadap
pasien. Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan badannya
terasa panas, lemah, serta terasa nyeri pada perut kanan atas. Karakteristik
nyeri : P: Nyeri jika sakitnya kambuh, Q: Seperti tertekan, R: Regio perut
kanan atas, S: Skala nyeri 6, T: Nyeri hilang Timbul, Ibu klien mengatakan
anaknya tidak selera makan dan sering mengalami mual dan muntah. Hal ini
sesuai dengan teori yang terdapat di pengkajian gejala-gejala yang timbul
bervariasi yaitu demam, nyeri, pusing, anoreksia, mual muntah obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak diperut, suhu tubuh (Sujono, 2022).
Pada saat dilakukan pengkajian data objektif kondisi klien lemah,
wajah tampak pucat, kulit dan mukosa bibir kering, suhu 29 0C, TD: 120/70,
N:80X/I, RR: 22X/I, SpO2: 99, mual dan muntah (+).
Menurut Swasanti, Niluh & Wikanda Satria Putra (2017) gejala mulai
timbul setelah 8-14 hari terinfeksi, setelah 2-3 hari kemudian suhu tubuh
dapat meningkat hingga 290C-400C. Gejala yang juga sering muncul adalah
munculnya bintik merah (rose spot) pada bagian dada dan perut mulai hari
ke-2 minggu ke-2 setelah terinfeksi. Pada kasus ini selama 7 hari dirawat di
rumah sakit munculnya bintik merah tidak dialami oleh pasien. Pada kasus ini
pasien dilakukan pemeriksaan imunoserologi dan didapatkan adanya
manifestasi demam typhoid.
Menurut Fahlevi (2019) lingkungan yang tidak bersih serta tidak
mencuci tangan saat mengkonsumsi makanan merupakan faktor utama yang
dapat menyebabkan terjadinya demam typhoid. Salah satu tekhnik non
farmakologi untuk menurunkan suhu tubuh pada anak penderita demam
typhoid yaitu dengan pemberian tepid water sponge (Mataputun, 2021).

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon


pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respon pasien, individu, keluarga, dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017).
Berdasarkan perumusan diagnosa keperawatan menurut Tim Pokja
SDKI DPP PPNI (2017) menggunakan format problem, etiology, sign, and
symptom (PES). Pada kasus dipereoleh 3 diagnosa keperawatan sedangkan
diteori terdapat 8 diagnosa keperawatan.
Adapun diagnosa keperawatan pada kasus adalah :
1) Hipertermia
2) Nyeri akut
3) Defisit nutrisi
Sedangkan diagnosa keperawatan yang muncul pada teori ada 7
yaitu :
1) Hipertermia
2) Nyeri akut
3) Gangguan mobilitas fisik
4) Defisit nutrisi
5) Pola nafas tidak efektif
6) Diare
7) Resiko ketidakseimbangan cairan
8) Resiko infeksi
Diagnosa keperawatan yang ada di teori tetapi tidak ada di kasus
adalah :
1) Gangguan mobilitas fisik, hal ini tidak ditemukan pada kasus karena
pasien masih mampu melakukan kegitan seperti makan dan berjalan
sendiri. Namun untuk sebagian aktivitas seperti mandi dan ketoilet
dibantu orang lain untuk menghindari hal yang tidak di inginkan.
2) Pola nafas tidak efektif , hal ini tidak ditemukan pada kasus karena pada
saat pengkajian pola nafas efektif, SpO2 99%.
3) Diare, hal ini tidak ditemukan pada pasien karena pola BAB pasien
sebelum dan sesudah masuk rumah sakit masih sama dengan frekuensi
sekali sehari dan konsistensi lunak.
4) Resiko ketidakseimbangan cairan tidak di angkat oleh penulis karena
pasien tidak mengalami diare.
5) Resiko infeksi tidak di angkat oleh penulis karena tidak terdapat tanda-
tanda infeksi pada pasien.

3. Intervensi Keperawatan
Pada saat penulis menyusun perencanaan, penulis tidak
mendapatkan hambatan perencanaan yang berhubungan dengan
perencanaan diagnosa yang timbul dan disesuaikan dengan perencanaan
pada teoritis karena semua diagnosa yang terdapat pada kasus, semua ada
dalam teoritis. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) adalah tolok
ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penentuan luaran keperawatan
dalam rangka memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif, dan etis
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018).

4. Implementasi Keperawatan
Adapun persamaan yang diperoleh dalam Implementasi yang dilakukan pada
kasus asuhan keperawatan demam tifoid pada An.S semua implementasi
yang dilakukan pada kasus sesuai dengan intervensi yang telah
direncanakan pada teori karena implmenetasi yang sudah dilakukan sesuai
dengan kebutuhan yang harus dipenuhi pada kasus.
Pada diagnosa pertama yaitu Hipertermia berhubungan dengan
proses penyakit. Pada diagnosis ini penulis melakukan tindakan sesuai
dengan intervensi yang telah direncanakan yaitu mengidentifikasi penyebab
hipertermia, memonitor suhu tubuh, menyediakan lingkungan yang dingin,
melonggarkan atau melepaskan pakaian, menganjurkan tirah baring,
kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena paracetamol 200mg/6
jam. Penulis juga melakukan teknik non farmakologis yang dilakukan pada
diagnosis ini yang didasarkan pada jurnal yang telah didapatkan yaitu
dengan melakukan kompres tepid water sponge kemudian mengajarkan
keluarga pasien untuk melakkan teknik nafas tepid water sponge.
Sebelumnya pasien selalu mengalami demam setiap sore dan malam hari.
Pada hari kedua keluarga pasien mampu melakukan teknik tepid water
sponge dengan baik dan benar. Setelah teknik tepid water sponge dilakukan
berulang-ulang selama 15 – 20 menit suhu tubuh pasien dapat berkurang.
Pada hari ketiga keluarga pasien diajarkan teknik tepid water sponge
keluarga pasien mampu melakukan dengan benar. Setelah teknik tepid water
sponge dilakukan secara berulang-ulang suhu tubuh pasien berangsur
kurang.
Menurut Irlianti (2021) tepid sponge merupakan salah satu cara
metode fisik untuk menurunkan demam yang bersifat nonfarmakologi. Teknik
tepid water sponge ini untuk menurunkan suhu permukaan tubuh.
Berdasarkan jurnal berutu (2019) terdapat pengaruh yang signifikan
pemberian metode tepid water sponge, hasil menunjukkan rata-rata
penurunan suhu tubuh setelaj pemberian kompres tepid water sponge 0,70C.
Pada diagnosa kedua yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisiologis. Pada diagnosis ini penulis melakukan tindakan sesuai
dengan intervensi yang telah direncanakan yaitu melakukan pengukuran
nyeri secara komprehensif termasuk lokasi nyeri , karakteristik, durasi,
frekuensi, mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri,
memfasilitasi istirahat dan tidur, menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri, mangajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri,
monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik,
memonitor efektifitas analgesik, mendokumentasikan respons terhadap efek
analgesik dan efek yang tidak diinginkan, mengelola terapi dengan
memberikan injeksi. Salah satu implementasi yang dilakukan pada An.S yaitu
dengan teknik distraksi yaitu story telling, bercerita kepada anak dapat
membantu mengurangi nyeri yang dirasakan oleh anak.
Menurut shafiee, Gharibvand Hemmatipour (2018) story telling dapat
membuat anak melepaskan ketakutan, kecemasan, rasa nyeri, dan
mengekspresikan kemarahan. Bercerita merupakan cara yang paling baik
untuk mengalihkan rasa nyeri pada anaki. mendengarkan cerita akan
mempengaruhi domain kognitif, afektif, personal dan interpersonal dan
mampu meningkatkan promosi kesehatan dan pencegahan suatu penyakit,
termasuk koping terhadap kesedihan dan rasa nyeri.
Pada diagnosa ketiga yaitu Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor
psikologis. Pada diagnosis ini penulis melakukan tindakan sesuai dengan
intervensi yang telah direncanakan yaitu mengidentifikasi status nutrisi,
mengidentifikasi alergi dan intoleransi makanan, memonitor asupan
makanan, memonitor berat badan, melakukan oral hygiene sebelum makan,
menganjurkan posisi duduk, kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri, antiemetic), mengidentifikasi kemungkinan penyebab BB
kurang, memonitor adanya mual dan muntah, menjelaskan peningkatan
asupan kalori yang dibutuhkan. Penulis juga memberikan pendidikan
kesehatan kepada pasien untuk mengatur diet yang sudah diprogramkan
oleh dokter dan perawat, serta menjelaskan asupan kalori yang dibutuhkan
oleh anak sesuai berat badan anak.

5. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap akhir proses keperawatan maka penulis melakukan
penilaian asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 21-24 November
2022. Dari 3 (tiga) diagnosa keperawatan yang muncul pada An.S, 2
diagnosa sebagian teratasi, 1 diagnosa dapat teratasi.
Diagnosa pertama yaitu Hipertermia berhubungan dengan proses
penyakit. Hasil evaluasi akhir An.S, pada diagnosa ini belum teratasi
sepenuhnya karena suhu tubuh pada klien sudah turun namun belum normal
serta diagnosa ini belum teratasi sepenuhnya karena keterbatasan waktu
penulis dalam memberikan asuhan keperawatan. Namun pada implementasi
tepid water sponge sangat berpengaruh dalam menurunkan suhu tubuh.
Diagnosa kedua yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisiologis. Hasil evaluasi akhir An.S, pada diagnosa ini teratasi
sebagian. Ada perkembangan yang cukup signifikan dari skala nyeri 7
menjadi skala nyeri 2. Pasien juga terlihat membaik setelah dilakukan teknik
distraksi story telling yang dapat mengalihkan rasa nyeri pada anak.
Diagnosa ketiga yaitu Defisit nutrisi berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient. . Hasil evaluasi akhir An.A pada
diagnosa ini dapat teratasi. Nafsu makan pasien meningkat, pasien mampu
menghabiskan porsi makanan yang disediakan, tidak mual dan muntah,
serta berat badan meningkat.
B. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat
1. Faktor Pendukung
Faktor pendukung pada penerapan asuhan keperawatan pada An. S, pasien
dan keluarga kooperatif dalam semua tindakan keperawatan yang diberikan
termasuk mampu mengulang dengan benar prosedur yang sudah diajarkan
kepada pasien.
2. Faktor Penghambat
Faktor penghambat pada penerapan asuhan keperawatan pada An. S antara
lain, lingkungan yang kurang nyaman serta keterbatasan waktu dalam
melakukan asuhan keperawatan yang hanya satu shift kerja

Anda mungkin juga menyukai