Anda di halaman 1dari 10

BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menganalisa teori, jurnal, dan kasus tentang

gangguan pada sistem endokrin diabetes melitus tipe II dengan hipertensi + post

orif yang penulis lakukan pada Ny. Y.

Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

ditandai dengan kenaikan kadar gula dalam darah atau hiperglikemia Glukosa

secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah Glukosa dibentuk di

hati dari makanan yang dikomsumsi insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi

pankreas, mengendalikan kadar Glukosa dalam darah dengan mengatur produksi

dan penyimpanan (Brunner dan Suddarth, 2013). Dalam bahasa sederhananya

diabetes melitus tipe II dengan hipertensi + post orif merupakan penyakit yang

tidak menular yang dapat menimbulkan manifestasi klinis tertentu dan

membutuhkan asuhan keperawatan komprehensif.

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien

(Potter dan Perry, 2005).

Dari hasil pengkajian terdapat beberapa kesamaan antara tanda dan

gejala serta penyebab yang sama dengan teori diabetes melitus tipe II dengan

hipertensi + post orif. Hal ini sesuai dengan pengkajian peneliti kepada pasien

tanggal 13 juni 2017, Pasien mengatakan mengalami penyakit gula sudah

109
110

kurang lebih 10 tahun, Pasien mengatakan gula darah naik turun, Keluarga

pasien mengatakan ada luka di bokong pasien, Keluarga pasien mengatakan

pasien memiliki riwayat DM 10 tahun yang lalu, Keluarga pasien mengatakan

warna kulit sekitar luka kemerahan, Pasien mengatakan nyeri pada luka di

bokong, Pasien mengatakan nyeri pada luka bila dibersihkan, Pasien

mengatakan nyeri post operasi, Pasien mengatakan nyeri pada post operasi

bila digerakkan, Pasien mengatakan nyeri pada luka bila dibersihkan, Pasien

mengatakan nyeri post operasi, Pasien mengatakan nyeri pada post operasi

bila digerakkan, Pasien mengatakan nyeri dikaki kiri bekas post orif, Pasien

mengatakan susah untuk bergerak, Pasien mengatakan tidak nyaman karena

terus berbaring, Keluarga pasien mengatakan segala aktifitas ADL,s pasien

dibantu oleh keluarga, Keluarga pasien mengatakan selama sakit jarang

mandi, Keluarga pasien mengatakan terkadang pasien hanya dilap saja

dengan kain basah, Pasien mengatakan sulit mengganti baju.

Dari hasil observasi pasien tampak lemas, Glukosa puasa 155

mg/dl, glukosa tidak puasa 161 mg/dl, Tampak luka dibagian bokong, Luka

pada bokong kiri pasien, dengan panjang : 4 cm dengan luas : 2 cm kriteria

luka basah dan kemerahan, TD : 150/90 mmHg N: 75x/i S : 36°C P : 20x/i,

Pasien tampak meringis, Skala nyeri 6, Pasien tampak lemah dan kesakitan,

Terlihat terdapat luka dibokong dan bekas post orif dikaki kiri, Pasien tampak

bedrest, Luka bekas post orif di kaki kiri tampak tertutup Ven, Kekuataan otot

ekstremitas bawah agak lemah, Pasien sedikit berbau, Tampak kuku pasien

panjang dan ada kotoran, Tampak rambut pasien tidak rapi, Mulut pasien

tampak kotor, Nafas pasien sedikit berbau.


111

Hal ini sesuai dengan pernyatan (Misnadiarly,2012) mudah lelah,

banyak minum, mudah ngantuk, luka lama sembuh. Tidak ditemukan

perbedaan yang spesifik antara teoritis dengan tinjauan kasus yang

didapatkan.

Selama tahap pengkajian penulis tidak mengalami kesulitan dan

hambatan dalam pengumpulan dan informasi yang dibutuhkan, hal ini

dikarenakan adanya kerja sama yang baik dari pasien, dan perawat di ruangan

Kelas interne RSAM Bukittinggi.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon

aktual atau potensial pasien terhadap masalah kesehatan dan perawat

mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan

potensial pasien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang

berkaitan, catatan medis pasien di masa lalu yang dikumpulkan selama

pengkajian (Potter dan Perry, 2005).

Dari hasil pengkajian yang telah peneliti kumpulkan, mulai

pengkajian awal, pengelompokkan data, mengidentifikasi masalah pasien,

hingga perumusan diagnose. Penulis menemukan 5 diagnosa pasien Ny.Y

dangan Diabetes Melitus Tipe II Dengan Hipertensi + Post Orif berdasarkan

Nanda sebagai berikut :

1. Ketidakstabilan glukosa dalam darah b.d kurang kepatuhan pada rencana

manajemen diabetes

2. Kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik : tekanan terlalu lama.


112

3. Nyeri akut b.d agen cidera fisik.

4. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri.

5. Depisit perawatan diri b.d kelemahan.

Diagnosa keperawatan yang muncul pada teori ada 5, yaitu :

1. Nyeri akut b/d agen cidera fisiologis

2. Resiko tinggi infeksi b/d luka

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan

nafsu makan

4. Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri, keengganan memulai pergerakan.

5. Kerusakan integritas kulit b/d kelembaban, imobilisasi fisik, kondisi

ketidakseimbangan nutrisi (Nanda,2015).

Berdasarkan diagnosa yang penulis temukan pada kasus Ny.Y,

peneliti menemukan kesamaan dengan diagnosa teori, tetapi ada beberapa

diagnosa yang ada pada teori tidak ditemukan pada kasus, seperti resiko tinggi

infeksi dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Diagnosa

ini tidak ditemukan pada kasus karena ketika peneliti mengumpulkan data

selama pengkajian tidak adanya masalah untuk diagnosa tersebut.

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi (perencanaan) adalah kategori dalam perilaku

keperawatan dimana tujuan yang terpusat pada pasien dan hasil yang

diperkirakan dan ditetapkan sehingga perencanaan keperawatan dipilih untuk

mencapai tujuan (Potter dan Perry, 2005).


113

Dalam penyusunan rencana keperawatan penulis menggunakan

rencana keperawatan yang telah disusun oleh Nanda, NIC,NOC sebagai

standar. Pada perencanaan tinjauan kasus dan tinjauan teoritis dilakukan

sejalan dengan intervensi yang dilakukan pada kasus maupun teori. Adapun

pada tahap pelaksaan ini dapat dilakukan dengan baik karena pada tahap

perencanaan telah direncanakan seoptimal mungkin sesuai dengan kondisi

pasien, sehingga kesulitan yang mungkin terjadi dapat diatasi. Selain itu

keberhasilan tahap ini dikarenakan adanya kerja sama yang baik antara penulis,

klien dan petugas perawat di ruang kelas interne RSAM Bukittinggi.

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi

ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan (Potter dan Perry, 2005).

Berdasarkan dari perencanaan keperawatan pada Ny. Y, peneliti

melakukan beberapa aktifitas pada masing-masing diagnosa. Peneliti

melakukan komunikasi setiap tindakan dan kegiatan yang dilakukan,

penyuluhan, memberikan asuhan keperawatan langsung, menjalin hubungan

saling percaya.

Asuhan keperawatan berupa tindakan telah dilakukan kepada Ny.Y

dengan diagnosa sebagai berikut :

1. Ketidakstabilan glukosa dalam darah b.d kurang kepatuhan pada rencana

manajemen diabetes
114

Tindakan untuk mengatasi gangguan ketidakstabilan glukosa dalam

darah pada pasien, Mematau kadar gula darah, seperti yang di tunjukkan,

Memantau tanda-tanda dan gejala hiperglikemia : polyuria, polydipsia,

polifagia, kelesuan, Memantau tekanan darah dan nadi, Mengelola insulin,

Mendorong asupan cairan sonde, Memberikan cairan iv sesuai kebutuhan,

Memfasilitasi kepatuhan terhadap diet, kolaborasi dengan tenaga medis

lainnya : gizi.

2. Kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik : tekanan terlalu lama.

Tindakan yang dilakukan kepada klien adalah Meliihat kondisi luka

pasien, Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, Memonitor

kulit akan adanya kemerahan, Mebersihkan luka pasien dengan Nacl 0,9%

setiap pagi, Mengajarkan dan bantu pasien posisi miring, Memantau diit

yang telah diberikan oleh rumah sakit.

Pada implementasi ini dapat didukung oleh penelitian Margareth dkk

(2012) pada jurnal “Pengaruh Mobilisasi Pasif Terhadap Pencegahan

Dekubitus Pada Pasien DM” Penelitian menunjukkan bahwa mayoritas

responden yang dilakukan mobilisasi pasif pada pasien bed rest dari 10

subjek yang diberi perlakuan terdapat 8 orang (80%) subjek penelitian yang

tidak terjadi dekubitus dan 2 orang (20%) terjadi dekubitus dan mayoritas

responden yang tidak dilakukan mobilisasi pasif pada pasien bed rest dari 10

subjek kontrol terdapat 9 orang (80%) subjek penelitian yang terjadi

dekubitus dan 1 orang (20%) tidak terjadi dekubitus. Hasil analisa data

dengan menggunakan uji independent t-test menunjukkan bahwa terdapat


115

pengaruh mobilisasi pasif terhadap pencegahan dekubitus pada pasien bed

rest (t=0,400; p=0,001) yang berarti nilai p < 0,05.

Pada implementasi ini dapat didukung oleh penelitian

Kristiyaningrum dkk (2012) “Efektivitas Penggunaan Larutan NaCl

0,9% Dibandingkan D40% Terhadap Proses Penyembuhan Luka

Ulkus DM” Hasil penelitian menyatakan dari hasil analisa data

menggunakan t Test Independent Sample Test dengan taraf signifikansi

sebesar 5% dengan Value = 0,001 maka hipotesis penelitian diterima yang

atrinya NaCl 0,9% lebih efektif dibandingkan D40% dalam penyembuhan

luka ulkus DM.

3. Nyeri akut b.d agen cidera fisik.

Pada tindakan untuk mengatasi nyeri pasien, selain dengan

memberikan obat analgetik, peneliti juga memberikan manajemen nyeri

dengan menganjurkan pasien untuk relaksasi nafas dalam.

Pada Implementasi ini dapat didukung oleh penelitian Guntur

dkk (2010), “Perbedaan Intensitas Nyeri Pada Pasien Perawatan Luka

Ulkus Diabetik Sebelum Dan Sesudah Diberikan Teknik Relaksasi

Napas Dalam” dengan menilai intensitas nyeri sebelum dan sesudah

pemberian teknik relaksasi napas dalam. Pengujian perubahan-perubahan

yang mungkin terjadi dilakukan pada kelompok pre test dan post test.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling dimana semua

populasi yang ada ditempat penelitian dijadikan sebagai sampel penelitian

hal ini dilakukan bila jumlah populasi tersebut relatif kecil. Sebelum

dilakukan uji stastistik pada variabel terikat dilakukan uji shapirro wilk uji
116

normalitas dan hasilnya tidak normal karena kurang dari 0,05 maka

dilanjutkan dengan uji wilcoxon. Didapatkan nilai pvalue 0,005 atau kurang

dari 0,05 = ada perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan

teknik relaksasi nafas dalam.

4. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri

Tindakan yang dilakukan kepada pasien adalah Memonitoring

vital sign sebelum dan sesudah latihan, Mengkaji kemampuan pasien

dalam mobilisasi, Medampingin dan membantu pasien mobilisasi,

Membantu pasien penuhi kebutuhan ADL,s.

5. Depisit perawatan diri b.d kelemahan

Tindakan yang dilakukan kepada klien adalah Memonitor kebutuhan

pasien untuk alat-alat bantu kebersihan diri berpakaian, makan, eliminasi,

dan mandi, Mepertimbangkan usia pasien, Memantau integritas kulit

pasien, Menyediakan pakaian dan alat mandi serta pampers di dekat

pasien, Menyediakan bantuan sampai pasien mampu secara utuh untuk

melakukan self care.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana

tindakan dan penatalaksanaan yang sudah berhasil dicapai

(Potter dan Perry, 2005).


117

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 9 hari pada Ny.Y, hari

pertama sampai hari ke 9 Ny.Y telah memperlihatkan adanya perbaikan

terhadap masalah keperawatan yang dialaminya yaitu :

1. Ketidakstabilan glukosa dalam darah b.d kurang kepatuhan pada rencana

manajemen diabetes

Dari hasil implementasi yang sudah dilakukan selama kurang lebih 9

hari, didapatkan hasil gula darah pasien stabil GD pada tanggal 21/6/17 116

mg/dl, sehingga masalah ketidakstabilan glukosa dalam darah teratasi. pada

tanggal 21 juni pasien diizinkan pulang oleh dokter.

2. Kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik : tekanan terlalu lama

Dari hasil implementasi yang sudah dilakukan selama kurang

lebih 9 hari, didapatkan hasil luka dibokong tidak merah lagi dan kering,

sehingga masalah kerusakan integritas kulit teratasi sebagian. Pada tanggal

21 juni pasien diizinkan pulang oleh dokter.

3. Nyeri akut b.d agen cidera fisik

Pada pasien nyeri teratasi karena pasien pada hari rawatan

kesembilan sudah boleh pulang. Pasien dapat mengontrol nyerinya dengan

obat analgetik dan manajemen nyeri teknik relaksasi nafas dalam, yang

mana skala nyeri yang dirasakan pasien terdapat pada nilai

4. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri


Dari hasil implementasi yang dilakukan, didapatkan hasil

pasien tampak beraktivitas ditempat tidur, sehimgga masalah hambatan

mobilitas fisik teratasi sebagian. Pada tanggal 21 juni pasien diizinkan

pulang oleh dokter.


118

5. Depisit perawatan diri b.d kelemahan

Dari hasil implementasi yang dilakukan, didapatkan hasil pasien

tampak rapi dan bersih. Sehingga masalah depisit perawatan diri teratasi.

Anda mungkin juga menyukai