Anda di halaman 1dari 6

77

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini, penulis akan membahas hasil asuhan keperawatan pada Tn.
S dengan Stroke Non Hemoragik di Ruang Perawatan Bougenville RSUD
Tamiang Layang dengan menganalisa adanya kesenjangan antara asuhan
teoritisnya dengan masalah yang terjadi di lapangan.
A. Pengkajian
Proses pengkajian dalam asuhan keperawatan komprehensif ini
dilakukan pada pasien Tn. S (29 th) dengan diagnosa medis saat masuk
menjalani perawatan (22/7/17) yaitu Stroke Non Hemoragik. Pasien dirawat
di Ruang Perawatan Bougenville RSUD Tamiang Layang. Pelaksanaan
pengkajian mengacu pada teori asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem persafaran mulai dari identitas pasien, pemeriksaan fisik per
sistem, dan peninjauan catatan kesehatan (Muttaqin, 2011), tetapi hal ini juga
tetap disesuaikan dengan keadaan pasien saat dikaji. Sehingga perawat
mengambil keputusan untuk mengambil data-data sebagai bahan acuan
menyangkut data pengkajian: identitas pasien, keluhan pasien, riwayat
penyakit saat ini, riwayat pengakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
pemeriksaan penunjang, 11 pola Gordon.
Selain itu, karena kasus yang terjadi pada Tn S merupakan kasus pada
sistem persarafan, jadi penulis melakukan berbagai cara pengkajian, mulai
dari cara wawancara pada keluarga, observasi keadaan pasien, melakukan
pemeriksaan fisik, serta melakukan validasi pada medical record pada status
pasien untuk mendapatkan data dari masalah yang dialami pasien Tn. S. Pada
Kasus ini penulis tidak melakukan pemeriksaan 12 saraf kranial karena klien
dalam kondisi composmentis dan klien mengeluh hanya pada kedua paha
yang nyeri, kelemahan tubuh sudah tidak dirasakan semenjak mendapat terapi
di UGD.
Dari hasil pengkajian pada Tn. S penulis menemukan bahwa data
penunjang yang dimiliki Tn. S hanya data pemeriksaan laboratorium darah
78

lengkap sedangkan untuk menegakkan data seharusnya ada pemeriksaan


EKG, foto thorak, dan yang memastikan terjadinya gangguan vaskularisasi
serebral seharusnya menggunakan CT-scan tidak dilakukan dengan alasan
kondisi keterbatasan peralatan rumah sakit. Sehingga untuk memecahkan
masalah ini penulis melakukan pengkajian menggunakan kolaborasi dengan
dokter yang secara klinis pasien menunjukkan status Stroke Non Hemoragik
ringan dan dengan penanganan cepat tidak menyebabkan morbiditas yang
berarti. Kemudian pada saat pengkajian juga ada ditemukan alat oksimetri di
ruang perawatan sehingga untuk melihat sirkulasi sampai ke perifer pasien
Tn. S sedikit merepotkan karena harus menggunakan alat oksimetri secara
bergantian dengan pasien lain.
Faktor pendukung yang penulis rasakan adalah adanya kerjasama yang
baik antara penulis dengan pasien, keluarga pasien, perawat yang bertugas di
ruangan serta tenaga medis lainnya baik itu dokter yang merawat.

B. Diagnosa Keperawatan
Terdapat 5 masalah keperawatan yang sering terjadi pada pasien
dengan penyakit kelainan neurologis seperti Stroke Non Hemoragik
(Muttaqin, 2011; Ariani, 2012), sebagai berikut: perubahan perfusi jaringan
serebral, kerusakan mobilitas fisik, kerusakan komunikasi verbal, kurang
perawatan diri, dan kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan serta
perawatan.
Namun berdasarkan hasil pengkajian (12/7/19) didapatkan masalah
keperawatan pada Tn. S (29 th) yang dirawat di Ruang Perawatan
Bougenville RSUD Tamiang Layang didapatkan data masalah keperawatan:
Nyeri Akut berhubungan dengan gangguan neuromuskular, dan Defisit
pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi, yang mana
diagnosa – diagnosa ini ada beberapa yang sesuai dengan teori di atas.
Penulis menemukan masalah kondisi klien dengan
Nyeri akut dan deficit pengetahuan pada kasus Tn. S karena berdasarkan
data subjektif dan data objektif klien. Nyeri akut pada kedua paha klien
79

lebih baik dari hari pertama masuk UGD dimana klien tidak mampu berdiri
dan nyeri dirasakan menjalar dari pingggang ke kedua kaki. Klien juga tidak
mengerti mengapa kondisi ini terjadi dan gaya hidup yang kurang sehat
seperti merokok, minum kopi berlebih, suka makan makanan bersantan dan
ikan asin menjadi faktor pemicu yang berkaitan dengan kondisi klien. Dan
jika hal ini tidak diinformasikan kepada klien maka akan ada komplikasi
baru dalam masa perawatan atau kehidupan selanjutnya dari Tn. S
Penetapan diagnosa keperawatan prioritas yang penulis lakukan
adalah berdasarkan teori Hirarki Abraham Maslow (Hidayat & Uliyah, 2014),
dimana kebutuhan manusia yang pertama adalah kebutuhan fisiologi
(oksigenasi, sirkulasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas), rasa aman dan nyaman,
cinta dan kasih sayang, integritas dan aktualisasi diri. Dalam kasus Tn. S ini,
penulis menemukan 2 pemenuhan kebutuhan sesuai teori yang perlu
diperhatikan secara khusus pada Tn. S, yakni kebutuhan fisiologis dan
kebutuhan rasa aman dan nyaman yang tertuang dalam 2 diagnosa
keperawatan. Setelah masalah ditetapkan, selanjutnya adalah merumuskan
tujuan dan kriteria hasil pencapaian asuhan keperawatan. Rasionalisme
penetapan tujuan dan kriteria hasil yang penulis tetapkan adalah sesuai
dengan indikator SMART. Diharapkan hasil yang diinginkan tercapai dan
tindakan yang dilakukan tidak menyimpang dari masalah.
Faktor pendukung yang penulis rasakan adalah adanya kerjasama
yang baik antara penulis dengan pasien, keluarga pasien, perawat dan bidan
yang bertugas di ruangan serta tenaga medis lainnya dalam membuat
diagnosa keperawatan. Setelah 2 diagnosa ini ditegakkan, selanjutnyaa
dilakukan pembuatan rencana asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah
keperawatan pada pasien.
80

C. Intervensi
Dalam pembuatan rencana tindakan keperawatan penulis membuat
rencana asuhan keperawatan disesuaikan dengan yang ada pada teori
berdasarkan kondisi pasien. Rencana tindakan yang dibuat penulis adalah
sesuai dengan keperawatan kompeherensif (promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif) serta perencanaan disusun dengan unsur tindakan pengkajian,
mandiri, kolaborasi, dan pendidikan kesehatan.
Intervensi keperawatan promotif yang dilakukan penulis yaitu jelaskan
hal-hal mengenai perawatan pasien, seperti: penulis mengangkat intervensi
ajarkan cara melakukan distraksi dengan menonton televise, mengobrol
dengan keluarga) dan relaksasi (massage pada area ekstremitas secara ringan)
pada pasien saat di rumah untuk memanagement stress dan merileksasikan
tubuh.
Pada intervensi preventif penulis melakukan intervensi, seperti:
memberikan suasana yag nyaman saat wawwancara, saat intervensi berikan
suasana santai
Intervensi kuratif yang dilakukan penulis diantaranya: intervesi
pengkajian yaitu: kaji karakterisitkk nyeri, kaji kekuatan otot pasien, kaji
kemampuan pasien melakukan ADL, dan kaji resiko jatuh pasien, pantau
tingkat GCS, identifikasi lingkungan pasien, kaji TTV (temp, pulse, resp, dan
BP), kaji tingkat kesadaran, orientasi, SpO2, reflek pupil, sakit kepala,
pergerakan motorik, perasaan, dan kejang, kaji bahasa yang pasien gunakan
dan cara pasien berkomunikasi (penglihatan, pendengaran, bahasa tubuh);
intervensi mandiri: atur posisi pasien (head up) yang nyaman, berikan
penjelasan mengenai penyakitnya, berikan penguatan positif pada pasien
tentang perlunya informasi kesehatan untuk mencegah stroke,; intervensi
edukasi yaitu: berikan informasi mengenai penyakit stroke non hemoragik
dan libatkan keluarga dalam mendapatkan informasi, kolaborasi pemberian
terapi Ranitidine 1 ampul/12 jam, Ondansetron I ampul/8jam, Norages 1
ampul/8 jam. Sedangkan intervensi rehabilitatif, penulis melakukan
intervensi: ajarkan keluargadan pasien tentang gaya hidup sehat.
81

Intervensi keperawatan yang dilakukan mandiri sebanyak 9 intervensi


yang direncanakan dan kolaborasi sebanyak 2 intervensi. Berdasarkan
perincian di atas penulis menyimpulkan asuhan keperawatan pada pasien Tn.
S banyak dilakukan mandiri oleh perawat. Pada kategori tindakan mandiri
paling banyak ditegakkan perawat karena kondisi pasien yang perlu
dilakukan tindakan perawatan untuk proses pemulihan kesehatan.

D. Implementasi
Pada pelaksanaan tindakan keperawatan pada Tn. S ini, penulis tidak
hanya melakukan tindakan sendiri, tetapi juga mengajak keluarga untuk
melakukan perawatan pada pasien. Dimana untuk pertama perawat akan
mengajari keluarga melakukan distraksi dan relaksasi nyeri pada kedua kaki
klien dan bagaimana membantu mengganti baju pasien dengan infus,
Faktor pendukung yang penulis rasakan adalah adanya kerjasama
yang baik antara penulis dengan pasien, keluarga pasien, perawat yang
bertugas di bangsal serta tenaga medis lainnya. Faktor penghambat yang tidak
ada penulis rasakan karena klien dan keluarga begitu kooperatif dengan
penulis. Dari semua intervensi yang dibuat oleh penulis, semua intervensi
terlaksanakan dengan kerjasama dan kolaborasi yang baik dari seluruh pihak.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap
evaluasi ini merupakan pengumpulan data subjektif dan objektif dari pasien
dan keluarga yang menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan belum
teratasi, teratasi sebagian, atau sudah teratasi. Dan juga untuk menentukan
apakah masalah perlu dikaji, direncanakan, dilaksanakan, dilanjutkan, atau
dihentikan. Pada tahap evaluasi asuhan keperawatan pada Tn. S dengan
diagnosa medis Stroke Non Hemoragik adalah sebagai berikut:
Nyeri akut berhubungan dengan gangguan neuromuskular teratasi. Hal
ini dikarenakan klien melaporkan nyeri sudah hilang dan dianjurkan oleh
dokter dapat pulang kerumah.
82

Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi


teratasi sebagaian. Hal ini karena pasien menujukan pemahaman untuk
mengurangi gaya hidup yang kurang sehat seperti merokok dan minum kopi
berlebihan.
Dari kedua diagnosa yang ditegakkan oleh perawat, dalam 1 hari
perawatan pasien direncanakan untuk pulang dan penulis memberikan
pendidikan kesehatan sebagai perencanaan pulang.

Anda mungkin juga menyukai