Anda di halaman 1dari 9

44

BAB IV

PEMBAHASAN

Penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. S selam 2 hari dari tanggal

13 Juni 2016 sampai 14 Juni 2016. Tahap proses keperawatan yang dilakukan

adalah mulai dari pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan evaluasi.

Penulis menggunakan format pengkajian Gordon karena pada pola tersebut tepat

untuk di terapkan pada pasien SNH di mana pengkajian mencangkup nutrisi,

eliminasi, latihan dan aktivitas, istirahat dan tidu, reproduksi dan seksual serta

beberapa aspek psikologis dan pengetahuan dimana hal tersebut sering kali

menjadi masalah keperawatan yang memerlukan pembahasan, meliputi masalah

yang muncul pada pasien, mengapa hal itu terjadi, apa dasar penulis dalam

mengatasi masalah, dan bagaimana hasil perkembangan yang di capai setelah

melakukan tindakan. Data hasil pengkajian menunjukan pasien mengalami

kesulitan bicara karena adanya penyumbatan maupun pecahnya pembuluh darah

aka nada bagian otak tertentu yang berkurang bahkan aka nada yan terhenti suplai

oksigenasinya sehingga ini akan membuat bagian tersebut rusak bahkan mati,

setelah itu aka nada beberapa gejala sesuai dengan daerah otak yang rusak atau

terlibat yaitu dibagian temporal. Setelah dilakukan pengkajian dan pemeriksaan

fisik serta analisa data didapatkan maslah keperawatan tentang :


45

a. Gangguan perfusi jaringan serebral

Definisi gangguan perfusi jaringan adalah pengurangan/penurunan

dalam sirkulasi darah ke perifer yang bisa menyebabkan gangguan

kesadaran/membahayakan kesehatan sehingga menyebabkan gangguan

penurunan kadar oksigen sebagai akibat dari kegagalan dalam memelihara

jaringan di tingkat kapiler. Gangguan perfusi jaringan cerebral

berhubungan dengan aliran darah sekunder akibat hipertensi.

Data yang mendukung dalam penegakan diagnose gangguan perfusi

jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah sekunder akibat

hipertensi adalah keluarga pasien mengatakan pasien pusing, lemas, susah

tidur.

Penulis mengangkat diganosa gangguan perfusi jaringan serebral

akibat hipertensi karena tekanan darah pasien 170/100 mmHg. Untuk

mengatasi diagnose gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan

degan aliran darah sekunder akibat hipertensi di lakukan perencanaan

tindakan yaitu pantau tanda-tanda vital, pertahankan poasisi tirah baring,

pertahankan lingkungan yang nyaman, kolaborasi dengan tim medis lain

dan berikan terapi sesuai program.

Implementasi di lakukan sesuai perencanaan yang sudah di susun.

Kekuatan dari implementasi adalah keluarga dan pasien kooperatif

mengikuti anjuran perawat. Setelah di lakukan tindakan keperawatan

selama dua hari kasil evaluasi menunjukan tingkat kesadaran belum baik,
46

tanda-tanda vital belum dalam batas normal masalah gangguan perfusi

jaringan cerebral berhubungan dengan kerusakan jaringan otak belum

teratasi karena dalam indicator.

b. Gangguan mobilitas fisik

Gangguan fisik berhubungan dengan neuromuscular. Gangguan

mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan

fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ektremitas atau lebih (NIC &

NOC 2007). Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam

kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu pada bagian tubuh atau satu

lebih ektremitas (NANDA 2005-2006). Data yang mendukung dalam

penegakan diagnose gangguan mobilitas fisik keluarga pasien mengatakan

kaki dan tangannya merasa lemas, khususnya sebelah kanan, kaki kanan

hanya bisa mengangkat dan tidak kuat menahan gravitasi, dan kaki kiri

mampu menahan gravitasi namun tidak mampu melawan tekanan

pemeriksa.

Penulis mengangkat diagnose keperawatan gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan kerusakan neuromuscular dalam urutan prioriyas

masalah kedua karena berdasarkan hierarki maslow, mobilitas fisik

terganggu maka manusia tidak bisa mendapatkan kebutuhan fisiologis

secara mandiri (A lien 1998). Tindakan yang sudah di lakukan antara lain

adalah megkaji kemampuan pasien dalam mobilitas untuk mengetahui

tingkat kemampuan mobilitas dimana hanya bisa miring kanan dan kiri.

Melakukan ROM pasif pada pasien untuk meningkatkan atau


47

memperthankan fleksibilitas dan kekuatan otot. Mengajarkan keluarga

ROM pasif untuk melakukan ROM tanpa di bantu oleh perawat dan

keluarga pasien mengatakan bisa dan mampu melakukan ROM secara

mandiri.

Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama dua hari, hasil

evaluasi menunjukan kakinya masih lemas, dan hanya bisa bergerak di

tempat tidur, masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi karena

dalam indicator belum ada yang memenuhi target.

c. Gangguan komunikasi verbal

Gangguan komunikasi verbal merupakan suatu keadaan dimana

individu mengalami penurunan, keterlambatan atau ketidakmampuan

dalam menerima atau memproses komunikasi dalam berinteraksi dengan

orang lain. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan

neuromuscular. Data yang mendukung dengan penegakan diagnose

gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan neuromuscular adalah

keluarga pasien mengatakan pasien susah dalam berbicara.

Penulis mengangkat diagnose gangguan komunikasi verbal

berhubungan dengan kerusakan neuromuscular karena pasien tidak dapat

bicara, terlihat pasien bingung, bicara tidak jelas E4V2M6.

Untuk mengatasi diagnose gangguan komunikasi verbal berhubungan

dengan kerusakan neuromuscular di lakukan perencanaan tindakan yaitu

kaji kemampuan pasien dalam berkomunikasi, dengarkan setiap kata yang

di ucap pasien dengan penuh perhatian, gunakan kata-kata sederhana,


48

libatkan keluarga untuk membantu memahami pesan pasien dan

kolaborasikan pemberian obat dengan dokter.

Implementasi dilakukan sesuai perencanaan yang sudah di susun.

Kekuatan dari impelementasi adalah keluarga dan pasien kooperatif

mengikuti anjuran perawat. Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama dua hari hasil evaluasi menunjukan pasien masih susah dalam

berbicara, hanya bisa membuka mulutnya saja, dengan nila GCS E4V2M6.

Masalah gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan

neuromuscular belum teratasi karena dalam indicator.


49

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan yang dimulia dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi

maka penulis mendapatkan pengalaman yang banyak dalam memberikan

asuhan kepearawatan pada Ny.S dengan SNH di Ruang Kenanga RSUD

Cilacap, dari asuhan keperawatan tersebut dapat diambil kesimpulan yang

sesuai dengan tujuan khusus penulis, yaitu dapat mengdokumentasikan

hasil pengkajian, lalu merumuskan diagnosa, merencanakan intervensi

keperawatan, melakukan implementasi dan melakukan evaluasi.

1. Dari pengkajian yang telah dilakukan pada Ny.S didapatkan pasien

mengalami ekstremitas kanan lemah. Pada ekstremitas atas tidak ada

kelainan struktur, tidak ada oedema pada tangan mengalami kelemahan

pada ekstremitas kanan, bisa di gerakan sedikit dan tangan lemas

kekuatan tangan otot 2, dan pada ekstremitas bawah bagian kanan atau

bagian kaki didapatkan kekuatan otot 2.

2. Pada pengkajian pola gordon didapatkan permasalahan yang pertama

yaitu tentang aktivitas Status higenis yang dimana pasien selalu

dibantu oleh keluarganya. Yang kedua ditemukan latihan mobilisasi

yang masih belum terlaksanakan dengan baik seperti, duduk, berdiri,

dan berjalan.
50

3. Dilakukan pemeriksaan Head CT Scan potongan axila tanpa bahan

kontras I.V pada pasien klinis : SNH

Hasil CT-Scan : ICH (contusion contrubic) dilibus temporalis sinistra

dan perkiraan volume darah 15,684 ml, tak tampak tanda herniasi

serebri. Gambaran tersebut menjadi penunjang diagnosa SNH.

4. Berdasarakan pengkajian diatas penulis dapat menganalisis dan

menegakan tiga diagnosa keperawatan pada Ny.S yaitu Gangguan

Perfusi Jaringan Cerebral berhubungan dengan kerusakan jaringan

otak, Gangguan mobilitas berhubungan dengan kelemahan

neuromuskular, gangguan verbal berhubungan dengan gangguan

neuromuscular. Evaluasi dari tindakan selama 2 hari adalah gangguan

perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan kerusakan jaringan otak

belum teratasi, gangguan mobilitas berhubungan dengan kelemahan

neuromuscular belum teratasi, gangguan verbal berhubungan dengan

kerusakan neuromuskular belum teratasi. Dan ada hambatan dalam

melakukan tindakan keperawatan yaitu berkomunikasi dengan pasien.

B. SARAN

Pada kesempatan ini penulis ingin menganjurkan saran dengan harapan

dapat berguna bagi pembaca dan kemajuan dalam penyusunan asuhan

keperawatan dimasa yang akan datan antara lain

1. Untuk Rumah Sakit

Penulis selama pengelolaan khasus banyak kejadian yang

didapatkan bisa dijadikan masukan bagi pihak rumah sakit. Untuk


51

meningkatkan pelayan asuhan keperawatan dan pengobatan selama di

rumah sakit khususnya pada pasien SNH. Misalnya pantau keamanaan

pasien agar tidak terjadi resiko jatuh dan lakukan ROM sesuai dengan

kebutuhan pasien.

2. Untuk Tenaga Kesehatan (Perawat)

Lakukan ROM sesuai dengan kebutuhan pasien dan pantau

keamanan pasien dan lakukan pendidikan kesehatan tentang apa saja

makanan yang diperhatikan untuk kasus SNH setelah keluar dari

rumah sakit.

3. Untuk Penulis

Agar dapat meningkatkan wawasan tentang asuhan keperawatan

pada pasien SNH dan juga supaya lebih banyak lagi membekali diri

dengan ilmu pengetahuan agar lebih terampil dan profesional lagi

dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam melakukan pengkajian

berdasarkan konsep teori yang telah dipelajari kemudian

dokumentasikan setiap hasil tersebut. Susunan rencana keperawatan

sesuai kondisi pasien dan melaksanakan sesuai kemampuan penulis

kemudian evalusi setiap maslah yang muncul, serta tidak lupa

pendokumentasian setiap tindakan yang dilakukan.

4. Untuk Pasien dan Keluarga

Dalam mempercepat penyembuhan pasien dan keluarga pasien

hendaknya memenuhi nasihat dokter maupun perawat. Keluarga

hendaknya memberi motivasi terhadap keadan pasien supaya semangat


52

dalam hal kesembuhan, dan beri dukungan psikologis pada pasien

untuk membantu proses penyembuhan.

Anda mungkin juga menyukai