Anda di halaman 1dari 17

BAB III

STUDI KASUS

A. Identitas Pasien

Pasien berinisial Tn. Ds berumur 77 tahun, berjenis kelamin laki-laki,

beragama kristen, sisi dominan pasien kanan. Pasien beralamat di Desa Paulan

barat RT. 03 / RW. 02 Colomadu, Karanganyar. Pasien sudah menikah dan

mempunyai anak 3. Diagnosis medis pasien adalah stroke Hemiparase Dextra.

Diagnosis topisnya adalah hemisfer kiri, diagnosis kausatifnya adalah stroke

hemorage. Diagnosis Okupasi Terapi adalah gangguan dalam Activity Daily

Living (ADL) yaitu aktivitas makan.

B. Data Subyektif

1. Initial Assessment

Berdasarkan interview pada tanggal 11 Februari 2019, diperoleh

keterangan bahwa pasien mengalami kelemahan pada anggota gerak

kanan. Pasien saat ini mengeluhkan kesulitan saat melakukan aktivitas

kemandirian seperti aktivitas makan, karena tangan pasien masih merasa

kaku. Pasien masih kesulitan saat diminta untuk menggerakkan tangan

kanan pasien, masih terjadi kompensasi di area shoulder. Pasien saat ini

menjalani terapi fisioterapi di Panti Waluyo Surakarta. Harapan pasien

saat ini adalah pasien bisa kembali beraktivitas secara mandiri seperti saat

sebelum sakit.

27
28

Riwayat kondisi dahulu, yaitu tiga tahun yang lalu, saat terkena

serangan stroke, pasien terjatuh dan pecah pembuluh darah/ hemoragik,

sebelumnya tidak ada tanda maupun gejala. Pasien lalu dibawa ke rumah

sakit Panti Waluyo, mengalami kelemahan otot pada bagian kanan dan

mendapat intervensi berupa obat dan terapi. Setelah terapi selama 3 bulan

pasien mengalami kekakuan di bagian tubuh sebelah kanan. Saat dirawat

di rumah sakit pasien tidak dapat menggerakan sisi tubuh bagian kanan

dan tidak mampu berjalan. Pasien mempunyai riwayat Diabetes mellitus.

Riwayat kondisi sekarang yaitu pasien merasa nyeri dan berat saat

menggerakkan shoulders dan elbow, lingkup gerak sendi terbatas, terdapat

kekakuan/spastisitas pada wrist dan fingers. Setelah mengalami stroke

pasien mempunyai riwayat penyakit paru-paru dan jantung. Pasien dan

keluarga pasien mengharapkan dapat melakukan aktivitas makan dengan

mandiri tanpa bantuan karean saat aktivitas makan pasien masih dibantu.

2. Observasi Klinis

Berdasarkan observasi klinis pada tanggal 11 Februari 2019

diperoleh hasil bahwa penampilan pasien bersih, rapi, kulit berwarna sawo

matang dan bersih, mulut dan gigi bersih dan tidak bau, tidak ada cacat

fisik. Ekspresi wajah dan konsentrasi saat berkomunikasi baik. Pasien

mempunyai gangguan postur tubuh, yaitu lordosis. Mobilitas pasien sudah

mampu berjalan namun masih diseret. Pasien melakukan aktivitas berjalan

menggunakan walker. Asimetri wajah pasien cenderung ke bawah pada

bagian wajah sebelah kiri.


29

3. Screening Test

Berdasarkan screening test yang telah dilakukan pada tanggal 11

Februari 2019 diperoleh hasil bahwa tonus otot pasien pada ekstremitas

atas masih lemah, shoulder, elbow dan fingers kaku, kekuatan grips dan

pinch masih sangat lemah. Pasien kesulitan dalam kemampuan koordinasi

meraih, menggenggam dan melepas, pada visual auditori dan perceptual

pasien normal, memori jangka panjang dan jangka pendek baik.

Keseimbangan pasien saat duduk belum begitu bagus, sehingga sering

terjatuh. Pasien menggunakan tangan kiri untuk mengerjakan aktivitas

sehari-hari

4. Model Treatment

Model treatment yang digunakan pada kasus ini yaitu

Neurodevelopmental Treatment (NDT). Metode Neurodevelopmental

Treatment (NDT) dengan menggunakan pendekatan Proprioceptive

Neuromuscular Facilitation (PNF). Ini bertujuan untuk memajukan dan

mempercepat respon dari mekanisme neuromuscular melalui rangsangan

pada propioceptor (Trombly, 1989).

PNF merupakan suatu metode memperoleh respon mekanisme

neuromuskular yang lebih cepat melalui stimulasi proprioseptor.

Berbagai teknik yang dilakukan pada pola gerak dan postur dengan

atensi terhadap stimulasi sensori dari kontak manual, tanda vital

dan perintah verbal agar membawa pengaruh baik terhadap pasien

(Trombly, 2002).
30

C. Data Obyektif

Beberapa pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 11 Februari 2019

menggunakan blangko-blangko pemeriksaan terstandar dapat diperoleh hasil

sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Kemandirian

Berdasarkan hasil pemeriksaan kemandirian menggunakan blangko

Functional Independence Measurement (FIM) diperoleh skor 91 yang

berarti pasien perlu set up untuk setiap kegiatan FIM (terlampir). Pada area

self-care terutama makan pasien mendapatkan nilai 3 (bantuan sedang),

merias diri nilai 5 (perlu supervisi), mandi nilai 3 (bantuan sedang),

berpakaian untuk tubuh bagian atas nilai 3 (bantuan sedang), berpakaian

untuk tubuh bagian bawah nilai 4 (bantuan minimal) dan toileting nilai 4

(bantuan minimal).

2. Pemeriksaan Neurologi

Berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan blangko neurologi

diperoleh hasil bahwa terdapat nyeri ketika pasien melakukan akivitas,

lemahnya reflek pada fleksi shoulders, fleksi jari, ekstensi pergelangan

tangan, dan fleksi pergelangan tangan. Tonus otot mengalami kelemahan

pada lengan kanan dan pada jari-jari tangan mengalami spastik. Pasien tidak

mengalami gangguan penglihatan (terlampir).


31

3. Pemeriksaan Tonus Otot

Berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan blangko Skala Ashworth

diperoleh hasil terdapat nyeri pada area shoulders, elbow, wrist mendapat

nilai 2 yang berarti terdapat peningkatan yang lebih pada tonus otot pada

area tersebut. kesulitan gerakan pasif pada hip, knee dan foot dengan nilai 3

yang berarti peningkatan yang sangat tinggi pada tonus otot dan kesulitan

gerakan pasif (terlampir).

D. Pengkajian Data

1. Rangkuman data subjektif dan obyek

Berdasarkan data subjektif dan objektif diperoleh kesimpulan bahwa

pasien saat ini merasa nyeri dan berat saat menggerakkan area shoulder dan

elbow sehingga lingkup gerak sendi terbatas, terdapat kekakuan/spastisitas

pada wrist dan jari tangan sehingga belum mampu bergerak namun sangat

terbatas. Pasien sudah mampu berjalan menggunakan alat bantu,

keseimbangan saat berjalan condong ke depan, posisi saat duduk masih

sering terjatuh. Tonus otot pasien pada ekstremitas atas bagian kanan masih

lemah. Terdapat spastik di jari-jari dan wrist pasien, kekuatan grip dan pinch

pasien masih sangat lemah. Pasien kesulitan dalam kemampuan koordinasi

meraih, menggenggam dan melepas. Pasien kesulitan melakukan aktivitas

makan. Visual auditori dan perceptual pasien normal, memori jangka

panjang dan jangka pendek baik, tidak mengalami gangguan kognitif

sehingga dapat mengerti instruksi yang diberikan terapis dengan baik.

Komunikasi pasien baik.


32

2. Aset

Aset yang dimiliki pasien yaitu berpenampilan rapi dan bersih. Pasien

tidak mengalami gangguan kognitif sehingga dapat mengerti instruksi yang

diberikan terapis dengan baik. Memori jangka panjang dan jangka pendek

pasien baik. Pasien kooperatif saat melakukan terapi.

3. Limitasi

Limitasi yang dimiliki pasien yaitu terdapat rasa nyeri dan berat saat

menggerakkan area shoulder dan elbow sehingga lingkup gerak sendi

terbatas, terdapat kekakuan/spastisitas pada wrist dan jari tangan sehingga

belum mampu bergerak secara sempurna. Tonus otot pasien pada

ekstremitas atas masih lemah. Jari-jari pasien kaku, kekuatan grip dan pinch

pasien masih sangat lemah. Pasien kesulitan dalam kemampuan koordinasi

meraih-menggenggam dan melepas. Pasien menggunakan tangan kiri untuk

mengerjakan aktivitas sehari-hari. Pasien sudah mampu berjalan

mengunakan walker. Setelah mengalami stroke pasien mempunyai riwayat

penyakit paru-paru dan jantung. Adanya udema pada kaki sebelah kiri

pasien, sehingga kesulitan saat melakukan aktivitas seperti, berjalan, tidur,

duduk. Control postural pasien masih kurang baik, dilihat saat pasien duduk

dan berjalan mengakibatkan pasien kesulitan melakukan aktivitas sehari-

hari.
33

4. Prioritas masalah

Berdasarkan aset dan limitasi pasien maka prioritas masalah yang

sesuai dengan masalah yang dialami dan keinginan pasien yaitu pasien

belum mampu melakukan aktivitas makan secara mandiri.

5. Diagnosis OT

Diagnosis OT pasien mengalami masalah pada area ADL yaitu pada

aktivitas makan.

E. Perencanaan Terapi

1. Tujuan Jangka Panjang (Long Term Goals)

Pasien mampu makan dengan tangan kanan dalam posisi duduk secara

mandiri selama 12 kali sesi terapi

2. Tujuan Jangka Pendek (Short Term Goals)

a) Pasien mampu memegang sendok dengan tangan kanan dalam posisi

duduk secara mandiri tanpa jatuh selama 3 kali sesi terapi

b) Pasien mampu menyendok makanan dengan tangan kanan dalam

posisi duduk secara mandiri selama 4 kali sesi terapi

c) Pasien mampu mengarahkan sendok ke mulut dengan tangan kanan

dalam posisi duduk secara mandiri selama 5 kali sesi terapi

3. Model Treatment

Metode yang digunakan adalah Proprioceptive Neuromuscular

Facilitation (PNF).
34

4. Strategi/teknik

Strategi yang digunakan dalam tugas akhir ini yaitu teknik

rhythmical initiation, repeated contraction, hold relax dan contra relax.

Pola gerakan PNF diaplikasikan pada aktivitas makan.

5. Durasi

Selama satu kali sesi terapi berdurasi ± 30-45 menit.

6. Media Terapi

Kerucut, sendok, piring, squisy

7. Home Program

Home Program yang akan di berikan yaitu, memerintahkan pasien

dirumah untuk tetap menggerakan tangan kanan dan melakukan aktivitas

makan secara mandiri ketika di rumah meskipun tidak didampingi. Pasien

diminta untuk tidak melakukan aktivitas yang berat dikarena terdapat

udema, saat duduk posisi kaki pasien yang mengalami udema

bantalan/penyangga. Pasien diminta untuk melakukan latihan control

postural seperti yang diajarkan terapis.

F. Pelaksanaan Terapi

1. Adjunctive Method

Adjunctive method merupakan tahap untuk mempersiapkan pasien

dalam mengikuti proses terapi. Aktivitas ini dilakukan pada setiap sesi

terapi, aktivitas yang dilakukan berupa pasien diminta bersalaman dengan

terapis dan mengucapkan salam, setelah itu terapis menanyakan kabar dan

menanyakan aktivitas sebelumnya. Setelah itu dilakukan stretching pasif


35

maupun aktif pada ektremitas atas dan bawah. Pasien diminta untuk

menggerakan area shoulder dengan gerakan fleksi, ekstensi, abduksi,

abduksi. Area elbow dengan gerakan ekstensi, fleksi, supinasi, pronasi.

Sumber :dok.penulis (2019)

Gambar 3.1 Stretching

Safety precaution pada tahap ini yaitu agar tidak melakukan

gerakan secara tergesa-gesa sehingga pasien dapat merasakan gerakan

lengannya dan tidak muncul stretch reflex.

2. Enabling

Aktivitas pada tahap enabling ini dilakukan aktivitas dengan

menggunakan media terapi.

a. Aktivitas meremas squishy

Pada aktivitas ini pasien diminta meremas-remas squishy dengan

menggunakan tangan kanan. Aktivitas ini digunakan untuk latihan

graps. Jika pasien mau dan benar dalam melakukannya terapis

memberikan pujian dan tepuk tangan.


36

Sumber : dok. Penulis (2019)

Gambar 3.2 Meremas squishy

Safety precaution pada tahap ini terapis menjaga gerakan

pasien dilakukan dengan pola yang sesuai. Saat pasien melakukan

aktivitas jangan tergesa-gesa sehingga pasien dapat merasakan gerakan

lengannya dan tidak muncul stretch reflex.

b. Aktivitas memindahkan kerucut

Pada tahap ini pasien diminta mengambil kerucut di posisi sebelah

kanan kemudian diminta untuk memasang di sebelah kiri pasien

bagian atas dengan posisi duduk dan bahu bagian atas di pegang

terapis agar tidak terjadi gerakan kompensasi. Aktivitas ini digunakan

untuk melatih gerakan D1 pola rotasi head and neck ke arah kanan dan

kiri, meningkatkan kekuatan trunk pasien, koordinasi mata dan tangan

dan meningkatkan kekuatan graps pasien ketika menggenggam.


37

Sumber : dok. Penulis (2019)

Gambar 3.3 Memindahkan kerucut

Safety precaution pada tahap ini adalah memastikan pasien

dalam posisi tegak. Terapis menjaga kerucut tetap tegak dan tidak

jatuh. Saat pasien melakukan aktivitas jangan tergesa-gesa sehingga

pasien dapat merasakan gerakan lengannya dan tidak muncul stretch

reflex.

c. Aktivitas memindahkan kerucut

Pada tahap ini pasien diminta memindahkan kerucut menggunakan

tangan kanan dengan mengambil dari sisi sebelah kiri bawah pasien

kemudian diletakkan di sisi sebelah kanan atas pasien. Aktivitas ini

bertujuan untuk mempertahankan pola diagonal fleksi kanan dan kiri

pada head and neck, koordinasi mata dan tangan.


38

Sumber : dok. Penulis (2019)

Gambar 3.4 Memindahkan kerucut

Safety precaution pada tahap ini adalah memastikan pasien dalam

posisi tegak, menjaga gerakan pasien dilakukan dengan pola yang

benar, jika gerakan salah langsung diberikan arahan bagaimana

gerakan yang benar. Saat pasien melakukan aktivitas jangan tergesa-

gesa sehingga pasien dapat merasakan gerakan lengannya dan tidak

muncul stretch reflex.

d. Aktivitas memindahkan kerikil

Pada tahap ini pasien diminta memindahkan batu kecil/kerikil ke

piring menggunakan tangan kanan. Aktivitas ini bertujuan untuk

melatih kemandirian pasien saat makan terutama saat memegang

sendok dengan benar.


39

Sumber : dok. Penulis (2019)

Gambar 3. 5 Memindahkan baru kecil/kerikil

Safety precaution pada tahap ini adalah memastikan pasien

dalam gerakan benar, jika gerakan salah langsung di berikan

pengarahkan bagaimana gerakan yang benar agar batu tidak jatuh.

Saat pasien melakukan aktivitas jangan tergesa-gesa sehingga

pasien dapat merasakan gerakan lengannya dan tidak muncul

stretch reflex.

3. Purposeful

Dalam tahap ini pasien diminta untuk melakukan aktivitas yang

bertujuan untuk latihan kemandirian pasien dalam aktivitas makan dengan

menggunakan tangan kanan. Aktivitas yang dilakukan pasien memegang

sendok dengan bantuan terapis dan mengarahkan sendok ke mulut. Terapis

memegangi ekstremitas atas pasien agar tidak terjadi kompensasi.


40

Sumber : dok. Penulis (2019)

Gambar 3.6 Memindahkan batu kecil/kerikil

Safety precaution pada tahap ini adalah memastikan pasien

dalam posisi nyaman, menjaga gerakan pasien dilakukan dengan pola

yang benar, jika gerakan salah langsung diberikan pengarahkan

bagaimana gerakan yang benar. Saat pasien melakukan aktivitas

jangan tergesa-gesa sehingga pasien dapat merasakan gerakan

lengannya dan tidak muncul stretch reflex.

4. Occupational performance

Occupational performance yaitu tahapan tertinggi dalam

pelaksanaan terapi dimana dalam lingkungan fisik maupun sosial pasien

mampu melakukan occupation (aktivitas) secara mandiri. Pada tahap ini

pasien benar-benar melakukan aktivitas makan menggunakan sendok

dengan tangan kanan sebagai tujuan dari program terapi.


41

G. Reevaluasi

1. Data Subjektif

Berdasarkan re-evaluasi pada tanggal 23 Maret 2019, pasien sudah

mampu menggerakan bahu kaatas meskipun belum maksimal. Pada jari

masih terdapat spastik namun sudah berkurang. Pasien sudah mampu

melakukan aktivitas makan secara mandiri menggunakan tangan kanan.

2. Data Objektif

Reevaluasi dilakukan pada tanggal 23 Maret 2019 pemeriksaan

meliputi Pemeriksaan Neurologi, pemeriksaan tonus otot dan

pemerikaan kemandirian, dengan hasil sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Neurologi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa sebelum

intervensi pasien mengeluhkan ada gangguan nyeri (tidak total),

namun setelah terapi terdapat nyeri (dalam batas normal). Pada sub

bab reflek sebelum dilakukan terapi ada gerak reflektorik lemah

(graps,biceps brachii, triseps, flexi fingers, extension wrist), namun

setelah terapi reflek normal. Pada sub bab tonus otot sebelum

dilakukan terapi adanya spastik, namun setelah dilakukan spastik

menurun.

b. Pemeriksaan tonus otot

Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa sebelum

intervensi. Pemeriksaan tonus otot elbow mendapatkan nilai 2

menjadi 1+, wrist kanan nilai 2 menjadi 1+, shoulders nilai 2 menjadi
42

1+, yang artinya peningkatan tonus otot berkurang dengan ditandai

adanya catch dan relase di akhir gerakan.

c. Pemeriksaan kemandirian

Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa sebelum

intervensi. Pada area self-care terutama makan pasien mendapatkan

nilai 3 menjadi (bantuan sedang), merias diri nilai 5 (perlu supervisi),

mandi nilai 3 (bantuan sedang), berpakaian untuk tubuh bagian atas

nilai 3 (bantuan sedang), berpakaian untuk tubuh bagian bawah nilai

4 (bantuan minimal) dan toileting nilai 4 (bantuan minimal).

Berdasarkan hasil pemeriksaan kemandirian menggunakan

blanko Functional Independence Measurement (FIM) diperoleh skor

91 menjadi 101 yang berarti pasien perlu set up untuk setiap kegiatan

FIM (terlampir).

3. Hasil / Pencapaian Program Terapi

Setelah dilakukan duabelas sesi terapi diperoleh hasil bahwa LTG

dan STG sudah tercapai. Pasien mampu makan dengan tangan kanan

dalam posisi duduk secara mandiri selama duabelas kali sesi terapi

(LTG). Pasien mampu memegang sendok dengan tangan kanan dalam

posisi duduk secara mandiri tanpa jatuh selama tiga kali sesi terapi (STG

1). Pasien mampu menyendok makanan dengan tangan kanan dalam

posisi duduk secara mandiri selama empat kali sesi terapi (STG 2).

Pasien mampu mengarahkan sendok ke mulut dengan tangan kanan

dalam posisi duduk secara andiri selama lima kali sesi terapi (STG 3).
43

H. Follow Up

Pasien diharapkan pasien tetap mengikuti program latihan terapi di

rumah yang bertujuan untuk memperbaiki keterbatasan gerak pasien dan

mampu menggerakan sisi tubuh yang sakit agar bisa maksimal saat

digerakkan secara aktif, sehingga pasien bisa mandiri dalam melakukan

aktivitas keseharian. Diharapkan pasien menambah program latihan untuk

aktivitas kemandirian seperti, aktivitas berpakaian, aktivitas komplek

seperti aktivitas mandi. Pasien diharapkan jangan melakukan aktivitas yang

berat dikarenakan terdapat udema pada kaki sebalah kiri dan periksa kepada

dokter, sehingga mempercepat penyembuhan udema dan tidak menyulitkan

saat melakukan aktivitas. Pasien diharapkan rutin melakukan terapi untuk

memperbaiki control postural, misalkan memindahkan kerucut dengan

posisi duduk tegak dan latihan keseimbangan duduk. Disamping itu, pasien

harus memperhatikan posisi yang benar seperti yang telah diajarkan selama

terapi.

Anda mungkin juga menyukai