Anda di halaman 1dari 62

BAB I

A. Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit penyebab kecacatan nomor satu dunia, sehingga menjadi

masalah kesehatan yang penting saat ini. Stroke dapat disebabkan karena adanya

penyempitan pada pembuluh darah di otak sehingga aliran darah dan oksigen ke otak

menjadi terhambat. Hal ini dapat membuat sistem syaraf yang tidak mendapatkan suplai

darah dan oksigen akan rusak bahkan mati sehingga organ tubuh yang terkait dengan sistem

syaraf tersebut akan sulit bahkan tidak bisa di Gerakan (Maulana, 2014 dalam Faridah et al.,

2018).

Prevalensi stroke di Dunia sekitar 12,8% dari total seluruh kematian (WHO, 2014).

Stroke di Indonesia merupakan penyebab kematian utama di Rumah Sakit. Prevalensi stroke

di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) sebesar 7 per 1.000 dan

yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 12,1 per 1.000 penduduk (Riskesdas,

2013).

Stroke memiliki gejala seperti kelemahan pada tungkai atau lengan di sebelah kiri

maupun sebelah kanan, sulit berbicara, sulit berjalan, tiba-tiba tidak dapat melihat hingga

nyeri dibagian kepala. Apabila selama 3 jam gejala tidak segera ditangani maka akan

mengakibatkan kelumpuhan atau kelemahan otot yang dapat menganggu ADL (Activity of

Daily Living) sehingga program rehabilitasi sangat dianjurkan bagi penderita pasca stroke.

(Nurartianti & Wahyuni, 2020).

Kelemahan otot biasanya terjadi pada anggota gerak seperti tangan, kaki, dan bagian jari-

jari. Cara untuk meminimalkan kecacatan pasca stroke yaitu dengan rehabilitasi, rehabilitasi
pasien stroke salah satunya dengan cara terapi latihan (Nurartianti & Wahyuni, 2020).

Latihan ROM (Range of Motion) merupakan salah satu bentuk dari terapi latihan yang

diberikan pada pasien stroke. ROM adalah salah satu bentuk intervesi yang diberikan

perawat untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien stroke sehingga dapat mengurangi

ketergantungan pasien pada keluarga, dan dapat meningkatkan mekanisme koping.

Salah satu latihan ROM pada pasien stroke adalah dengan latihan menggenggam bola

karet. Latihan ini meliputi gerakan sehari-hari seperti adduksi, abduksi, fleksi dan ekstensi.

Latihan ini bertujuan untuk menstimulasi gerak pada jari-jari tangan, menggerakkan otot-otot

untuk membantu membangkitkan kembali kendali otak terhadap otot-otot tersebut (Levine,

2009 dalam Faridah et al., 2018).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien stroke?

2. Bagaimana media eduksi yang tepat bagi pasien stroke?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien stroke

2. Untuk mengetahui media edukasi yang tepat bagi pasien stroke

D. Manfaat
BAB II

A. Asuhan Keperawatan

PENGKAJIAN PALIATIF

Nama : Ny. S

Usia : 88 tahun

- Mengalami stroke kurang lebih 3 tahun

- Tidak pernah melakukan pengobatan di RS

- Dirawat oleh anak perempuannya yang tidak menikah (usia 45 tahun)

- Pengkajian dibantu anaknya

ECOG :

- Grade 3

- Aktivitas sehari-hari dibantu oleh anaknya

- Klien mandi dengan dilap menggunakan kain basah

- Rambut berantakan, penampilan bersih

- Masih bisa makan sendiri tapi sedikit

- Dibantu ke kursi roda untuk berjemur di pagi hari

ESAS :

Nyeri = 0 (klien tidak merasakan adanya nyeri saat ini)

Lelah = 0
Mual = 0

Stress = 8 (klien merasa tidak sakit apa-apa tetapi kenapa tidak bisa apa-apa)

Cemas = 7 (klien mengatakan bagaimana jika dirinya meninggal)

Mengantuk = 8 (klien sering tidur sebentar-sebentar merem)

Selera makan = 6 (klien suka makan bubur, lebih banyak makan ketika disuapi tapi masih bisa

makan sendiri)

Sehat bugar = 10 (pasrah dengan sakitnya, motivasi untuk semangat hidup rendah)

Sesak nafas = 5 (posisi tidur suka membuat sesak nafas)

Masalah = 6

- Keluarga : tidak punya keluarga lain -> keluarga inti, saudara masih sering menjenguk

- Keuangan : mengandalkan dana sosial dan uluran tangan dari saudara

- Kesehatan : Kesehatan menurun karena tidak bisa berjalan, pendengaran sudah menurun,

penglihatan sudah menurun, penciuman masih bisa dan daya ingat juga sudah menurun

SAS :

Kesulitan tidur = 0 (tidak pernah sulit tidur karena sebentar-sebentar klien tidur)

Nafsu makan = 6 (akan lebih banyak makan ketika disuapi dan menu makan hanya bubur selain

itu klien tidak mau makan)

Mual = 0

Masalah pencernaan = 3 (normal : pipis, BAB di popok terkadang BAB teralu cair
Masalah pernafasan = 5 (posisi tidur sering membuat sesak nafas)

Kelelahan = 0

Nyeri = 0

Pengkajian : pemfis (hasil TTV), kekuatan otot

Tanda- tanda Vital : TD 130/ 70 mmHg, N 86 X/mnt, S 36,8 ◦C, RR 16 X/ mnt

Kekuatan otot : tangan kanan 3 tangan kiri 2 kaki kanan 2 kaki kiri 2

No Data Masalah Keperawatan

.
1. DO: Keputusasan

 Pasien kurang terlibat dalam

aktivitas perawatan

 Pasien berperilaku pasif

DS :

 Pasien mengataan pasrah pada

sakitnya

 Pasien mengatakan motivasi

untuk hidupnya rendah


2. DO : - Ansietas

DS :

 Pasien mengatakan jika dirinya

meninggal
 Pasien mengatakan memiliki

beberapa masalah terkait

keluarga, keuangan dan

Kesehatan

 Pasien mengatakan pasrah

terhadap kondisinya

 Cemas 7
3. DO : Gangguan mobilitas fisik

 Pasien tampak terbaring di atas

Kasur

 Kekuatan otot tangan kanan 3

tangan kiri 2 kaki kanan 2 kaki

kiri 2

DS :

 Pasien mengatakan mengalami

stroke sudah 3 tahun

 Pasien mengatakan aktivitas

dibantu oleh anaknya

 Pasien mengatakan mengalami

penurunan kebugaran

 Pasien mengatakan adanya

kecemasan
4. DO : Defisit perawatan diri

 Pasien terlihat berantakan

rambutnya

 Gigi tinggal 1 dibawah dan 1

diatas, tetap sikat gigi walaupun

terkadng tidak pakai pasta gigi

DS :

 Pasien mengatakan mandi dilap

dengan kain basah


5. DS : Pola nafas tidak efektif / Gangguan jalan

 Posisi tidur suka membuat sesak nafas

nafas

DO :

 RR 16 X/ mnt
6. DS : Risiko jatuh

 Pendengaran menurun

 Penglihatan menurun

DO :

 Usia pasien 88 tahun

 Kekuatan otot tangan kanan 3

tangan kiri 2 kaki kanan 2 kaki

kiri 2
7. DS : Intoleransi aktivitas / kelelahan
 Pasien terlihat lemas

 Pasien terbaring di tempat tidur

 Pasien merasa lemah

DO :

 TD = 130/ 70 mmHg

 N = 86 X/mnt

 S = 36,8 ◦C

 RR = 16 X/ mnt
8. DS : Distress spiritual

 Pasien mengatakan merasa tidak

sakit apa-apa tapi tidak apa-apa

 Pasien mengatakan bagaimana

jika dirinya meninggal

 Aktivitas sehari-hari dibantu

anaknya
9. DO : Risiko luka tekan

 Usia 88 tahun

 Pasien memiliki penyakit stroke

 Pasien terbaring ditempat tidur

 Hasil Braden scale = 14 (risiko

sedang)

DS : -
Diagnosa prioritas

No Analisa Data SDKI SLKI SIKI


1 DO : Gangguan Mobilitas Fisik Dukungan mobilisasi

 Pasien Mobilitas

tampak Fisik Setelah dilakukan Observasi

terbaring di tindakan keperawatan 1. Mengidentifikasi

atas kasur selama 7x24 jam toleransi fisik

 Kekuatan mobilitas fisik pada melakukan

otot tangan pasien pergerakan

kanan 3, 1. Kekuatan otot 2. Monitor kondisi

tangan kiri ekstremitas umum selama

2, kaki tangan kanan melakukan

kanan 2 dan dari 3 menjadi 4, mobilisasi

kaki kiri 2 tangan kiri dari 2

menjadi 3, kaki Terapeutik

DS : kiri dari 2 1. Melibatkan

 Pasien menjadi 3, kaki keluarga dalam

mengatakan kanan dari 2 membantu

mengalami menjadi 3 pasien dalam

stroke 2. Kecemasan pada meningkatan

sudah 3 pasien menurun pergerakan

tahun dari skala 7

 Pasien menjadi 4

mengatakan 3. Gerakan terbatas Edukasi


aktivitas pada pasien 1. Mengajarkan

dibantu mampu untuk mobilisasi

oleh miring kanan, sederhana,seperti

anaknya miring kiri serta duduk ditempat

 Pasien duduk ditempat tidur serta dapat

mengatakan tidur miring kanan

mengalami dan miring kiri

penurunan 2. Menjelaskan

kebugaran tujuan dan

 Pasien prosedur

mengatakan mobilisasi

adanya

kecemasan

Teknik latihan

penguatan otot

Observasi

1. Identifikasi

tingkat

kebugaran otot

2. Identifikasi jenis

dan durasi

aktivitas
pemanasan dan

pendinginan

3. Monitor

efektifitas

Latihan

Terapeutik

1. Fasilitasi

mendapatkan

sumber daya

yang dibutuhkan

di lingkungan

rumah

2. Berikan insrtuksi

tentang pedoman

dan bentuk

gerakan untuk

setiap gerakan

otot

Edukasi

1. Menjelaskan

fungsi otot
2. Mengajarkan

tanda dan gejala

intoleransi

selama latian

n
2 DO : - Ansietas Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas

DS :

 Pasien Setelah dilakukan Observasi

mengatakan Tindakan keperawatan 1. Identifikasi saat

jika dirinya selama 7x24 jam tingkat tingkat ansietas

meninggal ansietas pada pasien berubah

 Pasien 1. kecemasan pada 2. Monitor tanda

mengatakan pasien menurun ansietas

memiliki dari skala 7

beberapa menjadi 4 Terapeutik

masalah 2. Anoreksia dari 1. Temani pasien

terkait SAS skala 6 untuk

keluarga, menjadi skala 4. mengurangi

keuangan Dari frekuensi kecemasan jika

dan makan 2x sehari memungkinkna

Kesehatan menjadi 3x 2. Gunakan

 Pasien sehari pendekatan yang

mengatakan tenang dan

pasrah meyakinkan
terhadap 3. Ciptakan

kondisinya suasana

 Cemas 7 terapeutik untuk

 Anoreksia menumbuhkan

kepercayaan

4. Memahami

situasi yang

membuat

ansietas

5. Mendengarkan

penuh perhatian

6. Memotivasi,

mengidentifikasi

factor yang

memicu

kecemasan

Edukasi

1. Anjurkan

keluarga untuk

tetap bersama

pasien jika perlu

2. Latih teknik
relaksasi

3 DO : Deficit Perawatan diri Dukungan Perawatan

 Pasien Perawatan Diri

terlihat Diri Setelah dilakukan

berantakan Tindakan keperawatan

rambutnya selama 7x24 jam Observasi

 Gigi tinggal perawatan diri pada 1. Mengidentifikasi

1 dibawah pasien kebiasan

dan 1 1. Kemampuan perawatan diri

diatas, tetap makan dari sesuai usia

sikat gigi 2xsehar stengah 2. Memonitor

walaupun porsi menjadi 3x tingkat

terkadng sehari stengah kemandirian

tidak pakai porsi pasien

pasta gigi 2. Mempertahankan

kebersihan diri Terapeutik

DS : dari skala 2 1. Siapkan

 Pasien menjadi skala 3 keperluan

mengatakan 3. Mempertahankan pribadi msal

mandi dilap kebersihan sikat gigi dan

dengan kain mulut, bisa sikat sabun mandi

basah gigi sendiri 2. Dampingi dalam


4. Minat melakukan

melakukan perawatan diri

perawatan diri 3. Fasilitasi

dari skala 1 kemandirian,

menjadi skala 3 bantu jika tidak

mampu

melakukan

perawatan diri

Edukasi

1. Anjurkan

melakukan

perawatan diri

secara konsisten

EBN

1. Gangguan Mobilitas Fisik

a. Indonesia Jurnal Perawat Vo.3 No.1 (2018)

PENGARUH ROM EXERCISE BOLA KARET TERHADAP KEKUATAN

OTOT GENGGAM PASIEN STROKE DI RSUD RAA SOEWONDO PATI


Tujuan penelitian ini untuk pengaruh ROM exercise bola karet terhadap kekuatan otot

genggam pasien stroke di RSUD RAA SOEWONDO PATI. Jenis Penelitian yang

digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan pendekatan pra pasca test.

Jumlah sampel 16 pasien sebagai kelompok intervensi dan 16 pasien kelompok

kontrol yang dipilih secara consecutive Sampling. Hasil tersebut dapat disimpulkan

bahwa ρ value kelompok intervensi lebih kecil dibandingkan ρ value kelompok

kontrol sehingga pemberian ROM exercise bola karet lebih efektif meningkatkan

kekuatan otot genggam pasien stroke dibandingkan kelompok kontrol tanpa

perlakuan yang hanya diberikan alih baring sesuai advise dokter.

Hasil diatas ditunjukkan bahwa kemampuan fisik untuk menggenggam sebelum

diberikan ROM exercise bola karet masih diperoleh kekuatan otot kurang dengan

skala 3 sebanyak 6 (37,5%) dan setelah diberikan ROM exercise bola karet menjadi

baik dengan skala 5 yaitu sebanyak 6 (37,5%). Kekuatan otot kurang tersebut

ditunjukkan dengan pasien dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai

perintah sedangkan kekuatan otot tangan pasien yang sudah menjadi baik ditunjukkan

dengan pasien dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal, dapat bergerak dan

dapat melawan hambatan yang ringan serta dapat bebas bergerak melawan tahanan

yang setimpal.

Intervensi :

1. Memberikan bola karet yang ukuran yang lebih kecil dari kepalan tangan, bola

karet harus dapat kembali berbentuk semula saat kepalan tangan dilepas

2. Lakukan koreksi pada jari-jari agar menggenggam sempurna

3. Berikan instruksi untuk menggenggam selama 5 detik kemudian relaks


4. dilakukan pengulangan sebanyak 7 kali

2. Ansietas

a. Nursing News Volume 1, Nomor 2, 2016

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP TINGKAT

KECEMASAN PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA RW IV DUSUN

DEMPOK DESA GADING KEMBAR KECAMATAN JABUNG KABUPATEN

MALANG

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi nafas dalam

terhadap tingkat kecemasan pada lansia. Desain penelitian mengunakan desain pre

experimental design dengan rancangan one group Pre-Post Test Design. Populasi

dalam penelitian ini sebanyak 13 lansia dan sampel penelitian menggunakan

purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara

dan kuesioner. Hasil penelitian membuktikan bahwa sebelum melakukan teknik

relaksasi nafas dalam, sebagian besar 10 (77%) lansia mengalami kecemasan sedang

dan setelah melakukan teknik relaksasi nafas dalam, sebagian besar 10 (77%) lansia

mengalami kecemasan ringan, sedangkan hasil wilcoxon signed rank test didapatkan

nilai p value 0,001< 0,05 yang berarti ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam

terhadap kecemasan pada lansia. Lansia perlu melakukan teknik relaksasi nafas dalam

secara teratur minimal 3 kali sehari untuk mengurangi tingkat kecemasan.

3. Defisit Perawatan Diri


GAMBARAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN

PERSONAL HYGIENE PADA ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI

STROKE

Dukungan keluarga sangat penting bagi pasien stroke karena keluargalah yang paling

lama berinteraksi dengan pasien. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran

dukungan keluarga dalam pemenuhan personal hygiene pada anggota keluarga yang

mengalami stroke. Metode penelitian ini menggunakan deskrptif kuantitatif. Populasi

dalam penelitian ini adalah 35 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan

purposive sampling didapatkan 33 orang. Analisa data dalam penelitian ini

menggunakan uji wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan jenis kelamin responden

terbanyak yaitu laki-laki sebanyak 21 orang (63,6%) dan usia responden terbanyak

adalah lansia akhir (56-65 tahun) yaitu 23 orang (69,7%). Dukungan keluarga dalam

pemenuhan personal hygiene pada anggota keluarga yang mengalami stroke paling

banyak mempunyai dukungan yang kurang. Kesimpulan dukungan keluarga dalam

pemenuhan personal hygiene pada anggota keluarga yang mengalami stroke paling

banyak mempunyai dukungan yang kurang. Sehingga keluarga harus meningkatkan

pemenuhan personal hygiene pada anggota keluarga yang stroke sehingga pasien

dalam personal hygienenya terpenuhi dengan lebih baik.

Jurnal appraisel

1. selfcare agensi meningkatkan personal hygiene pada lansia di panti werda binjai (aisyah)
Judul : SELF-CARE AGENCY MENINGKATKAN PERSONAL HYGIENE PADA LANSIA

DI PANTI WERDA BINJAI

Penulis: Lindawati Simorangkir, Endang Junita Sinaga

A. Sitasi

B. Latar Belakang

Hasil pengkajian di Panti Werda Binjai didapat data bahwa jumlah lanjut usia yang

tinggal di panti jompo sebanyak 163 orang yang terdiri sebagian besar jenis kelamin

perempuan yaitu 51%, selebihnya berjenis kelamin laki-laki yaitu 49 %. Dari hasil

observasi didapat 25% lansia kuku panjang dan kotor, 35% lansia gigi karies, sikat gigi

1x sehari, rambut berbinyak dan ada ketumbe, 15% lansia terdapat serumen di lubang

telinga. 15% lansia mengeluh gatalgatal di seluruh tubuh dan tampak luka bekas garukan,

jarang mandi, tercium aroma tidak enak.

Kurangnya personal hygiene disebabkan kurangnya pengetahuan dan kesadaran lansia

akan pentingnya personal hygiene. Selain itu kurangnya motivasi dari petugas panti

werda terhadap lansia dalam melakukan personal hygiene. Dampak dari personal hygiene

yang kurang mengakibat lansia terkena penyakit kulit, merasa tidak 62 Nursing Current

Vol. 7 No. 1, Januari 2019 – Juni 2019 nyaman, kurang percaya diri sehingga lansia lebih

sering dikamar. Oleh karena itu, perawat berperan untuk mengembangkan intervensi

keperawatan yang sesuai sehingga personal hygiene lansia dipanti werda meningkat.

Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan suatu inovasi untuk mengembangkan

intervensi keperawatan untuk meningkatkan personal hygiene lansia.

C. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana pengaruh Self-care agency terhadap personal hygiene di Panti Werda Binjai?

D. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan Quasi Experimental Time Series Design, dengan pendekatan

One Group Pre-Post Test Design yakni mengumpul data sebelum dan sesudah intervensi.

E. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan selama lima hari di Panti Werda Binjai

F. Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Simple Random Sampling yang

berarti setiap anggota dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi

sebagai sampel. Kriteria inklusi adalah usia yang masih mampu melakukan aktivitas,

tidak dalam keadaan sakit, dan tidak mengalami gangguan pendengaran. Dari 163 orang

jumlah sampel yang masuk dalam kriteria penelitian sebanyak 30 responden.

G. Instrument Penelitian

Intrumen yang oleh peneliti adalah SOP Self-care agency meliputi partly compensatory

system (melakukan beberapa tindakan perawatan diri) dan supporteducation system

(memberi informasi, melatih, dan pengarahan kemampuan perawatan diri). Personal

hygiene menggunakan kuesioner dengan skala likert sebanyak 21 pernyataan.

H. Prosedur Penelitian

Sebelum dilakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu menjelaskan tujuan dan manfaat

penelitian. Selanjutnya peneliti meminta responden untuk menandatangani surat

persetujuan (informed consent). Kemudian peneliti melakukan observasi menggunakan


kuesioner personal hygiene. Peneliti melakukan self-care agency kepada responden

sesuai SOP selama 15-20 menit setiap hari dalam waktu lima hari. Setelah dilakukan

pemberian self-care agency selama lima hari peneliti mengukur personal hygiene

responden.

I. Analisis Data

Analisis data menggunakan uji Wilcoxon. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon

memperlihatkan bahwa ada pengaruh Selfcare agency terhadap personal hygiene pada

lansia di Panti Werda Binjai, karena nilai p=0,001.

J. Hasil

Berdasarkan distribusi frekuensi dari karakteristik responden dikelompokkan dalam

kelompok usia, jenis kelamin, agama, dan Pendidikan. Berdasarkan distribusi frekuendi

personal hygiene sebelum dan sesudah self-care agency dikelompokkan dalam kelompok

kurang, cukup, dan baik.

Temuan penelitian sebelum diberikan selfcare agency menunjukan personal hygiene

sebagian besar responden kategori kurang 22 (73,4%) dengan nilai rata-rata 2,87 dengan

simpang baku 0,346. Setelah diberikan self-care agency pada lansia, terjadi personal

hygiene kategori baik 16 (53,3 %) dengan nilai rata-rata 1,47 degan nilai simpang baku

1,47 hal ini menunjukkan ada peningkatkan persona hygiene lansia.

K. Diskusi

Pemberian self-care agency dapat meningkatakan kemandirian dan partisipasi aktif

responden dalam melaksanakan personal hygiene. support-education system yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai tujuan, manfaat,
macam-macam personal hygiene dan melatih cara melakukan mandi, sikat gigi, toilet

training, dan berpakaian secara mandiri.

Penelitian ini menunjukkan bahwa lansia sudah mau melakukan personal hygiene seperti

mandi dan sikat gigi pagi dan sore hari, potong kuku, bersisir dengan sendirinya.

Penampilan lansia tampak rapi dan bersih, kuku pendek dan bersih, aroma bau kencing

tidak ada. Selain itu lansia lebih percaya diri, sudah mau bersosialisasi dengan teman-

temannya dipanti dan tidak mengeluh gatal-gatal di seluruh tubuhnya.

L. Saran

Diharapkan kepada penelitian selanjutnya upaya meningkat mekanisme koping lansia

melalui selfcare regulation.

M. Keterbatasan Penelitian

2. efektifitas autogenik terhadap kecemasan lansia (almira)

Judul : Efektivitas Autogenic Training Terhadap Kecemasan Lansia: Literatur Review

Penulis : Nova Natalia Beba, Elly L.Sjattar, Rosyidah Arafat

a. Citation

b. Background

Menurut Subandi & Suprianto (2013) dalam Candrawati, Dwidiyanti, &

Widyastuti, (2018) bahwa di Indonesia insiden kecemasan pada lansia yaitu 16,38% dari

238 juta populasi. Kecemasan pada lansia dapat menyebabkan hilangnya konsentrasi

akibat kekhawatiran, dapat memunculkan ketakutan untuk melakukan aktivitas sehari-

hari, dan mengurangi kesejahteraan pada lansia (Sonza, Badri, & Erda, 2020).
Kecemasan pada lansia juga dapat meningkatkan risiko penurunan kognitif, dapat

mempengaruhi kondisi fisik, psikologis, dan lingkungan(Hellwig & Domschke, 2019;

WolitzkyTaylor, Castriotta, Lenze, Stanley, & Craske, 2010).

Sejauh ini banyak intervensi yang dapat dilakukakan pada pasien lansia yang

mengalami kecemasan baik farmakologis maupun nonfarmakologis seperti terapi

pengobatan medis penggunaan obat-obat herbal, maupun terapi komplementer

(Wahyuningsih & Astuti, 2013). Pemanfaatan pengobatan melalui terapi komplementer

telah dibuktikan keefektifannya sehingga beberapa terapi komplemeter dapat dijadikan

sebagai salah satu pilihan metode atau pendekatan dalam mengatasi gangguan

kecemasasn yang tidak berbahaya dan tidak memiliki efek samping karena bersifat

noninvasif, selain itu dapat dilakukan oleh individu itu sendiri dan hemat biaya (Abadi et

al., 2018; Hmwe, Subramanian, Tan, & Chong, 2015; Lane, 2009; Qu et al., 2014). Salah

satu terapi komplementer yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan yaitu

dengan latihan relaksasi. Beberapa literature menyebutkan bahwa relaksasi dapat

menurunkan stress, cemas dan tekanan. Teknik relaksasi memiliki banyak jenis dan salah

satunya adalah Autogenic training (Endredy, 2016; Francesco, Mauro, Gianluca, &

Enrico, 2010).

c. Research questions

d. Study design

Literature review

e. Time and setting

f. Sample
5 artikel yang membahas tentang penggunaan autogenic training dalam menurunkan

kecemasan pada lansia.

g. Instruments

Database elektronik yang digunakan adalah Pubmed, Science Direct, DOAJ, dan Google

Scholar dengan strategi pencarian menggunakan metode PICO (patient, intervention,

comparison and outcome).

h. Procedure

Pencarian literature dilakukan dengan mengidentifikasi semua jenis artikel internasional

mengenai efek autogenic training terhadap kecemasan pada lansia. Database elektronik

yang digunakan adalah Pubmed, Science Direct, DOAJ, dan Google Scholar dengan

strategi pencarian menggunakan metode PICO (patient, intervention, comparison and

outcome) (da Costa Santos, de Mattos Pimenta, & Nobre, 2007; Frandsen & Eriksen,

2018). Hasil pencarian dibatasi tahun 2009 sampai tahun 2019 serta secara manual

memilih artikel yang relevan atau sesuai dengan pertanyaan penelitian (Gambar 1).

Kriteria inklusi artikel yaitu: (1) Partisipan adalah lansia, (2) Intervensi yang digunakan

adalah autogenic training, (3) Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh autogenic

training terhadap kecemasan, sedangkan kriteria eksklusi adalah tidak relevan dengan

pertanyaan penelitian.

i. Data analysis

j. Result
Literatur review ini memaparkan 5 artikel yang membahas tentang penggunaan autogenic

training dalam menurunkan kecemasan pada lansia.

Periode intervensi autogenic training

Aivazyan & Zaitsev, (2018) memaparkan hasil bahwa durasi pemberian autogenic

training yaitu 3 minggu dan tidak menentukan lama pemberian intervensi untuk setiap

sesi. Sedangkan study yang dilakukan oleh (Golding, Fife-Schaw, & Kneebone, 2017)

menjelaskan bahwa durasi pemberian autogenic training yaitu selama 1 bulan dimana

pemberian intervensi 5 kali dalam seminggu dengan tidak mencantumkan lama waktu

yang diperlukan untuk melakuan intervensi. Study yang dilakukan Kneebone, Walker-

Samuel, Swanston, & Otto, (2014) memaparkan bahwa periode intervensi yang dilakukan

membutuhkan waktu yang cukup panjang dimana intervensi dilakukan selama 1 tahun

dengan durasi pemberian 30 menit untuk setiap minggunya. Sedangkan study yang

dilakukan oleh Minowa & Koitabashi, (2013) menjelaskan bahwa interval waktu yang

dibutuhkan yaitu tiga hari setelah pembedahan dan dilakukan selama 3 kali berturut-turut

selama pasien dirawat di rumah sakit tanpa menentukan berapa lama waktu yang

digunakan untuk pelatihan autogenic training. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Miu, Heilman, & Miclea, (2009) tidak menentukan berapa lama pemberian

autogenic training tetapi mereka menggunakan waktu tersingkat dalam setiap sesi yaitu

7-10 menit.

Instrument yang digunakan untuk menilai kecemasan

Pada pemaparan literature review ini instrument yang digunakan yaitu Hospital Anxiety

and Depression dengan State-Trait Anxiety Inventory (STAI).


Outcome terapi autogenic training

Dari study ini menyatakan bahwa terapi autogenic training memberikan nilai yang

signifikan terhadap penurunan kecemasan pada lansia dimana nilai p < 0,001. Dengan

demikian salah satu terapi non farmakologi yang bisa diberikan pada lansia yang

mengalami kecemasan yaitu autogenic training.

k. Discussion

Ulasan literature review menilai efektivitas autogenic training terhadap

kecemasan lansia. Untuk mengurangi kecemasan pada lansia dapat dilakukan dengan

terapi komplementer yaitu autogenic training dimana merupakan suatu latihan yang

diciptakan diri sendiri untuk merasakan kehangatan dan sensasi tubuh yang memberat

dengan cara menemukan tingkat relaksasi fisik dan ketegangan pikiran sehingga melatih

seseorang memasuki fase rileks, yang dapat memberikan keseimbangan mental dan fisik

(Endredy, 2016; Richmond.R.L, 2012).

Dari setiap periode intervensi autogenic training yang bervariasi didapatkan hasil

yang signifikan pada penurunan kecemasan lansia, oleh sebab itu untuk melihat efisiensi

waktu yang dibutuhkan dalam pemberian intervensi autogenic training pada lansia bisa

digunakan periode yang singkat yaitu 3 minggu. Instrument yang digunakan untuk

mengukur kecemasan pada lansia dapat menggunakan State-Trait anxiety Inventory

(STAI). Dari study ini menyatakan bahwa autogenic training memberikan nilai yang

signifikan dalam menurunkan kecemasan pada lansia baik lansia yangsedang menjalani

perawatan di rumah sakit maupun yang ada di komunitas. Dengan demikian salah satu
terapi non farmakologi yang bisa di berikan pada lansia yang mengalami kecemasan yaitu

autogenic training.

l. Comments

Pemilihan terapi komplementer yang tepat merupakan salah satu upaya

penanganan kecemasan pada lansia dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup lansia.

Sehingga disarankan salah satu terapi komplementer yang dapat dilakukan dengan

sederhana tanpa membutuhkan biaya dan dapat dilakukan baik di rumah sakit maupun di

komunitas yaitu autogenic training.

m. Limitation of the study

Penggunaan Hasil Penelitian

a. Apakah penelitian relevan dengan praktik?

 Ya relevan, karena lansia sering memiliki rasa kecemasan.

b. Apakah hasil penelitian dapat diaplikasikan oleh perawat?

 Ya, dapat diaplikasikan oleh perawat. Dari hasil literature review ini dijelaskan

bahwa autogenic training dapat di rekomendasikan sebagai salah satu terapi non

farmakologis untuk menurunkan kecemasan pada lansia.

c. Apakah keuntungan penelitian lebih besar daripada risikonya jika hasil penelitian

diaplikasikan oleh perawat?

a. Ya, keuntungan lebih besar daripada risiko yang dapat timbul.


d. Kemukakan tentang pendapat anda mengenai hasil penelitian ini, apakah dapat

diaplikasikan pada praktik keperawatan anda saat ini, jika ya kemukakan lasannya dan

jika tidak kemukakan alasannya

 Menurut saya, hasil literature review ini dapat diaplikasikan pada praktik

keperawatan saat ini, karena autogenic training merupakan salah satu terapi non

farmakologis yang terbukti dapat menurunkan tingkat kecemasan pada lansia. Terapi

ini tidak menimbulkan efek samping dan lebih menghemat biaya karena dapat

dilakukan oleh pasien itu sendiri.

e. Jika dapat diaplikasikan kemukakan pendapat anda bagaimana cara pengaplikasiannya

dalam praktik? Apakah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan Ketika akan

mengaplikasika hasil penelitian tersebut?

1. Pasien disarankan untuk menetukan waktu dan tempat yang tepat serta pasien

menggunakan pakaian yang nyaman untuk mencapai sesi tanpa gangguan.

2. Posisikan pasien senyaman mungkin, duduk apabila memungkinkan.

3. Instruksikan pasien untuk memejamkan mata lalu ambil nafas dalam-dalam dan

dihembuskan secara perlahan. Diulangi sampai pasien merasa jika nafasnya sudah

teratur atau berirama.

4. Instruksikan pasien untuk merasakan anggota tubuhnya yang berat dan pernapasan

yang berirama dan lembut.

5. Pasien merasakan tubuhnya rileks, tenang, dan damai. Pasien merasakan seluruh

anggota tubuhnya panas dan berat. Kemudian pasien menarik nafas dalam dan

dihembuskan perlahan.
Perawat yang akan memberikan terapi autogenic training harus memiliki kompetensi

dengan cara mengikuti pelatihan mengenai autogenic training.

3. tindakan keperawatan melatih teknik range of motion pasif untuk menurunkan hambatan

mobilitas fisik pad any.s dengan stroke non-hemoragik (andri)

4. pengaruh terapi slow stroke back massage terhadap depresi pada lansia diunit pelayanan teknis

panti social lanjut usia kabupaten jember (cindi)

5. efektifitas low stroke back massage dalam menngkatkan relaksasi pasien stroke dirumah sakit

umum daerah kota Makassar (faris)

A. Citation

EFEKTIVITAS SLOW STROKE BACK MASSAGE DALAM MENINGKATKAN RELAKSASI PASIEN STROKE

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MAKASSAR

Muhammad Ardi, Dyah Ekowatiningsih

Jurusan Keperawatan Poltekkes Makassar

B. Background

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan seperti kelemahan pada satu sisi tubuh

menyebabkan ketidakmampuan pasien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari. Kondisi ini

dapat menimbulkan dampak psikologis termasuk ansietas. Salah satu metode yang dapat

digunakan untuk mengurangi gejala yang dialami termasuk ansietas adalah slow stroke

back massage (SSBM)

C. Research question
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas Slow Stroke Back Massage dalam

meningkatkan relaksasi pasien stroke.

D. Study design

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan melakukan intervensi

SSBM selama 10 menit dan 5 untuk masing-masing kelompok

E. Time and setting

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassarkan

F. Sample

Besar sampel dalam penelitian ini adalah 21 orang yang terdiri dari 10 orang dilakukan

SSBM selama 5 menit dan 11 orang dilakukan SSBM selama 10 menit

G. Instrument

Indikator relaksasi dengan menilai respon psikologis maupun respon fisiologis pasien.

Respon psikologis dinilai menggunakan format State Trait Anxiety Inventory (STAI).

Sedangkan respon fisiologis dengan melakukan pengukuran tekanan darah dan denyut

nadi.

H. Procedure

Rancangan penelitian yang digunakan adalah non randomized pre test and post-test control

group. Pada penelitian ini terdapat dua kelompok, masing-masing dilakukan treatment berupa

SSBM. Kelompok 1 dilakukan SSBM selama 10 menit dan kelompok 2 selama 5 meni

I. Result

Tidak ada perbedaan rata-rata tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, denyut nadi dan

skor ansietas pasien stroke yang dilakukan SSBM selama 5 menit dan 10 menit. Perawat dapat

melakukan SSBM selama 5 menit ataupun 10 menit untuk meningkatkan relaksasi pasien stroke
J. Discussion

Perawat sebaiknya mengembangkan intervensi non farmakologi seperti SSBM untuk

meningkatkan relaksasi pada pasien.

K. Comments

Mahasiswa sebagai calon perawat perlu mendapatkan tentang prosedur SSBM dan

manfaat bagi pasien yang menjalani perawatan dan rehabilitasi.

L. Limitation of the study

Yang perlu di tingkatkan jumlah sampel yang lebih banyak dan waktu intervensi yang lebih lama.

Telaah Kritis Jurnal

A. Apakah penelitian ini relevan dengan praktek?

Relevan, karena setelah dilakukan akan mengurangi gejala yang dialami termasuk

ansietas

B. Apakah hasil penelitian dapat di aplikasikan oleh perawat?

Dapat,

C. Apakah keuntungan penelitian lebih besar daripada resikonya jika hasil penelitian

diaplikasikan oleh perawat?

Iya

D. Kemungkinan tentang pendapat anda mengenai hasil penelitian ini. Apakah dapat

diaplikasikan pada praktek keperawatan anda pada saat ini?

Bisa, karena SSBM ini mudah dilakukan kalau sudah tahu tekniknya
E. Jika dapat di aplikasikan kemukakan pendapat anda bagaimana cara pengaplikasianya

dalam praktek. Apakah ada beberapa hal yg perlu di pertimbangkan?

Kalau dari saya hal yang harus di perhatikan adalah gender

6. efektifitas terapi komplementer dalam meningkatkan kekuatan otot pasien stroke (ika)

RESUME JURNAL

A. Citation :

Efektifitas Terapi Komplementer Dalam Meningkatkan Kekuatan Otot Pasien Stroke:

Literature Review.

I’anah Al Azizah 1, Ikhlas Muhammad Jenie

Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 2020

B. Background :

Secara global, stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyakit mematikan selain

jantung dan kanker. sebagian besar stroke menyerang diatas usia 40 tahun, namun tidak bisa

dipungkiri penyakit ini dapat juga menyerang semua usia (AHA, 2015). Menurut riskesdas

2018 menunjukkan bahwa prevalensi stroke di Indonesia mengalami kenaikan jika

dibandingkan dengan riskesdas 2013, dari 7% menjadi 10,9%. Berdasarkan riskesdas tahun

2013, prevalensi stroke di DIY pada umur ≥ 15 tahun menurut diagnosis dokter/gejala adalah

16,9‰, yang menempati urutan kedua tertinggi prevalensi di Indonesia setelah Provinsi

Sulawesi Selatan. Angka ini lebih tinggi dibanding angka nasional, yaitu 12,1‰. Prevalensi

stroke di Provinsi Jawa Tengah mendekati angka nasional, yaitu 12,3‰.


Pola hidup yang tidak teratur seperti makan yang tidak teratur, kurang olahraga, jam

kerja yang berlebih serta banyaknya mengkonsumsi makanan cepat saji sudah menjadi

sebuah kebiasaan yang wajar dan dapat berpotensi menimbulkan serangan stroke. Stroke

adalah kerusakan fungsi saraf akibat kelainan vascular yang berlangsung lebih dari 24 jam

atau kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak

sehingga mengakibatkan penghentian suplai darah ke otak, kehilangan sementara atau

permanen gerakan, berfikir, memori, bicara atau sensasi dan mobilisasi (Black dalam

Marlina, 2015). Pasien pasca stroke pada umumnya mengalami kelemahan otot pada bagian

anggota gerak tubuh, gangguan postural dan adanya atropi otot (Sudarsini, 2017).

Perawatan pasien stroke tidak hanya terfokus pada pengobatan medis kedokteran atau

konvensional, namun sudah berkembang pada pengobatan alternatif komplementer/

complementary alternative medicine. Alasan penderita menggunakan terapi komplementer

ini diperkirakan karena pemulihan yang lama, tidak efektifnya pengobatan, dan karena

tingginya biaya perawatan. Faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam memilih terapi

alternatif komplementer adanya asumsi bahwa terapi alternatif lebih murah, alami,

kemudahan akses dan adanya keyakinan pasien (Wells, Phillip, Schachter, & McCarthy,

2010).

C. Research questions :

Ulasan dalam literature review ini dilakukan sebagai bahan panduan untuk mengatasi

permasalahan terkait dengan meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Pada

pembahasan ini mempertimbangkan literature tentang topik tersebut dengan pencarian

terstruktur.

D. Study design :
Keseluruhan artikel yang didapat pada awal pencarian yaitu sebanyak 1.654 artikel.

Artikel didapatkan dari berbagai macam sumber seperti Google Scholar sebanyak 1.460

artikel, PubMed sebanyak 69 artikel, dan ProQuest sebanyak 35 artikel. Jumlah artikel

kemudian diidentifikasi untuk judul dan abstrak 1.450 artikel tidak disertakan karena

tidak sesuai dengan topik. Tersisa 20 artikel kemudian direview secara penuh, tersisa 8

artikel yang tidak memasuki kriteria inklusi setelah direview. Artikel dan langkah akhir

yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 12 artikel. Pada 12 artikel yang telah

diambil sebanyak 5 artikel adalah study Randomized Controll Triall, 1 penelitian

kuantitatif dengan analisis Intra dan Interpersonal, 1 penelitian kuantitatif dengan pilot

randomized controll trial, 1 penelitian kuantitatif dengan single blind, randomized

comparative efficacy study, dan 4 adalah penelitian kuantitatif yang tidak dijelaskan

design penelitian yang digunakan.

E. Time and setting :

F. Sample :

Karakteristik responden berdasarkan usia adalah 40-80 tahun. Karakteristik

berdasarkan lamanya penderita stroke yang diteliti rata-rata 6 bulan pasca stroke. Hasil

dari artikel yang telah didapatkan, terdapat 5 jenis terapi komplementer yaitu ; terapi

cermin (mirror therapy), mental practice (MP) dan mental practice mirror therapy

(MPMT), akuatik treadmill, robotic therapy dan akupuntur.

G. Instruments :
Literatur review ini menggunakan database PubMed, Proquest, Goggle Scholar.

Pada tahap awal pencarian dengan keywords: “((Complementary AND Muslestrength

AND Stroke Complementary Therapy OR Muscle strength OR Stroke))” didapatkan hasil

20 artikel internasional dari rentang tahun 2016 sampai 2018 yang sesuai dengan kriteria

inklusi dan eksklusi.

H. Procedure :

Kriteria Inklusi :

1. Penelitian ini berkaitan dengan efektifitas terapi komplementer dalam

meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke.

2. Penelitian ini memberikan informasi tentang efektifitas terapi komplementer

dalam meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke.

3. Artikel yang diambil menggunakan bahasa Inggris

Kriteria Eksklusi :

1. Publikasi artikel hanya menampilkan abstrak saja.

2. Artikel yang tidak jelas akan di periksa dan dievaluasi dari semua publikasi

yang diambil.

Jumlah artikel 1.564 kemudian diidentifikasi untuk judul dan abstrak 1.450 artikel

tidak disertakan karena tidak sesuai dengan topik. Tersisa 20 artikel kemudian direview

secara penuh. Setelah direview terdapat 8 artikel yang tidak memenuhi kriteria inklusi.

Artikel dan langkah Akhir yang sesuai dengan kriteria inklusi didapatkan hasil sebanyak

12 artikel.
I. Data analysis :

Artikel penelitian yang digunakan merupakan artikel yang dilakukan di berbagai

macam negara seperti: Turki, Korea Selatan, Taiwan, Cina, Australia, Belanda, Jerman,

Brazil, New Zealand, Amerika dan Indonesia. Beberapa artikel yang telah di dapat yaitu

sebanyak 12 artikel, mayoritas responden penelitian adalah penderita stroke.

Pada tabel 1 menunjukkan keseluruhan artikel yang didapat pada awal pencarian

yaitu sebanyak 1.654 artikel. Artikel didapatkan dari berbagai macam sumber seperti Google

Scholar sebanyak 1.460 artikel, PubMed sebanyak 69 artikel, dan ProQuest sebanyak 35

artikel. Jumlah artikel kemudian diidentifikasi untuk judul dan abstrak 1.450 artikel tidak

disertakan karena tidak sesuai dengan topik. Tersisa 20 artikel kemudian direview secara

penuh, tersisa 8 artikel yang tidak memasuki kriteria inklusi setelah direview. Artikel dan

langkah akhir yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 12 artikel. Pada 12 artikel yang

telah diambil sebanyak 5 artikel adalah study Randomized Controll Triall, 1 penelitian

kuantitatif dengan analisis Intra dan Interpersonal, 1 penelitian kuantitatif dengan pilot

randomized controll trial, 1 penelitian kuantitatif dengan single blind, randomized

comparative efficacy study, dan 4 adalah penelitian kuantitatif yang tidak dijelaskan design

penelitian yang digunakan

J. Result :

Karakteristik responden berdasarkan usia adalah 40-80 tahun. Karakteristik

berdasarkan lamanya penderita stroke yang diteliti rata-rata 6 bulan pasca stroke. Hasil dari

artikel yang telah didapatkan, terdapat 5 jenis terapi komplementer yaitu ; terapi cermin

(mirror therapy), mental practice (MP) dan mental practice mirror therapy (MPMT), akuatik
treadmill, robotic therapy dan akupuntur. Terapi Komplementer dalam Meningkatkan

Kekuatan Otot pada Pasien Stroke.

Sebanyak 3 penelitian membahas tentang terapi cermin (mirror therapy). Pada 3

penelitian tersebut menggambarkan tentang keberhasilan meningkatkan kekuatan otot pada

pasien stroke di berbagai macam negara. Penelitian yang dilakukan di Cina adalah menggu-

nakan terapi akuatik dengan responden pasien stroke usia 40-75 tahun terbukti secara efektif

meningkatkan tekanan lutut atau refluks otot leplantar dengan kekuatan yang lebih rendah

dibandingkan dengan daya gerak yang rendah dan meningkatkan kerja sama dengan tekanan

lutut, tanpa meningkatkan kelenturan. Hasil penelitian yang dilakukan di Brazil, menunjuk-

kan efek langsung pada aktivasi otot selama intervensi Mental Practice (MP) dan Mental

Practice Mirror Therapy (MPMT) pada pasien stroke. (TA Caires, et. al., 2).

Di Korea Selatan, hasil penelitian dengan menggunakan intervensi akuatik treadmill

menunjukkan efek yang menguntungkan pada kekuatan otot isometrik di tungkai bawah.

(Young Lee So, et. al. 2018). Pada hasil penelitian di Indonesia dengan menggunakan

intervensi terapi akupuntur menunjukkan bahwa akupuntur berperan efektif dalam

meningkatkan aktivitas motorik pasien stroke yang ditunjukkan melalui peningkatan

kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari, peningkatan kemampuan dalam

mengontrol tubuh dan melakukan berbagai gerakan, serta peningkatan kekuatan fisik.

K. Discussion :

Tinjauan pustaka ini berisi tentang efektifitas terapi komplementer dalam

meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Pada tinjauan ini memberikan gambaran
tentang bagaimana efektifitas terapi komplementer dalam meningkatkan kekuatan otot pada

pasien stroke.

Hasil dari semua artikel yang telah di review terdapat beberapa terapi komplementer

untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Beberapa terapi komplementer yang

terbukti dapat meningkatkan kekuatan otot adalah ; terapi cermin (mirror therapy), mental

practice (MP) dan mental practice mirror therapy (MPMT), akuatik treadmill, robotic

therapy, dan akupuntur.

Therapy Mirror merupakan terapi untuk pasien stroke dengan melibatkan sistem

mirror neuron yang terdapat di daerah kortek serebri yang bermanfaat dalam penyembuhan

motorik dari tangan dan gerak mulut. (Rizzolatti & Arbib dalam Steven et al, 2010)

Robot Terapi Stroke adalah robot yang diciptakan untuk membantu memberikan

terapi kepada penderita stroke. Alat ini berupa robot yang dapat melatih menggerakan

anggota tubuh penderita secara pasif sesuai dengan gerakan rehabilitasi. Pasien penderita

akan bergerak sesuai dengan controller yang dipakai oleh terapis atau bergerak sendiri sesuai

dengan control program yang telah dimasukkan ke dalam microcontroller. (Qulud, et. al.

2016)

Mental Practice didefinisikan sebagai keadaan dinamis di mana individu secara

mental mensimulasikan pemberian tindakan. Dengan teknik ini, individu merasakan dirinya

melakukan tindakan yang dibayangkan. Latihan kognitif semacam itu dari gerakan fisik

mampu mengaktifkan, secara virtual, area kortikal yang sama yang diaktifkan selama

eksekusi aktual dari gerakan. Teknik mirror therapy diperkenalkan ke komunitas ilmiah oleh

Ramachandran dan Rogers-Ramachandran14 dengan tujuan mengurangi sakit hantu setelah


amputasi ekstremitas atas. Ini modalitas pengobatan didasarkan pada gambar anggota badan

yang tidak terpengaruh di depan cermin, sementara anggota tubuh yang terkena ada di

belakang cermin. (Rafael, et. al. 2016)

Akupuntur adalah pengobatan tradisional dari Cina yang berarti tusuk jarum. Dasar

teori pengobatan akupunktur adalah pola aliran energi (Qi) yang melalui meridian tubuh.

Akupunktur dapat menjadi pengobatan penyakit yang diakibatkan gangguan pada aliran

energi (Qi) dengan memulihkan kembali pola aliran energi (Qi).6 (Oktaria, 2017)

L. Comments :

Diharapkan terapi komplementer ini dapat dilakukan oleh pasien stroke dengan

maksimal.

M. Limitation of the study :

Keterbatasan dari tinjauan pustaka ini adalah mencari literature hanya berkaitan

dengan terapi komplementer dalam meningkatkan kekuatan otot dan tidak mengulas terapi

komplementer yang dapat membantu rehabilitasi yang lain pada pasien stroke, akan tetapi

penulis sudah mencoba menampilkan berbagai macam terapi komplementer yang dapat

digunakan pada pasien stroke untuk meningkatkan kekuatan otot.

Telaah Kritis Jurnal :

a) Apakah penelitian relevan dengan praktek?

= Menurut saya relevan karena di Indonesia masih banyak masyarakat yang

menggunakan terapi akunpuntur dan masih terdapat klinik yang membuka terapi

akupuntur.
b) Apakah hasil penelitian dapat diaplikasikan oleh perawat?

= Menurut saya masih dapat diaplikasikan oleh perawat untuk terapi akupuntur dan terapi

yang lainnya.

c) Apakah keuntungan penelitian lebih besar daripada resikonya jika hasil penelitian

diaplikasikan oleh perawat?

= Menurut saya keuntungannya ada yaitu terapi komplementer ini terapi alternative yang

lebih murah, alami, kemudahan dalam mengakses dan terdapat keyakinan pasien untuk

melakukakan terapi komplementer walaupun pemulihan ini membutuhkan waktu yang

lama.

d) Kemukakan tentang pendapat Anda mengenai hasil penelitian ini, apakah dapat

diaplikasikan pada praktek keperawatan Anda saat ini, jika ya kemukakan alasannya dan

jika tidak kemukakan alasannya

= Ya, menurut saya bisa diaplikasikan oleh praktek keperawatan untuk terapi

komplementer contohnya terapi akupuntur. Karena masyarakat Indonesia percaya dan

masih menggunakan terapi akunpuntur untuk terapi alternatifnya.

e) Jika dapat diaplikasikan kemukakan pendapat Anda bagaimana cara pengaplikasikannya

dalam praktek. Apakah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika akan

mengaplikasikan hasil penelitian tersebut.

= Cara pengaplikasikannya yaitu menyakinkan dan memastikan kepada pasien bahwa

terapi komplementer ini mempunyai manfaat untuk kesehatan. Akan tetapi untuk terapi
cermin (mirror therapy), mental practice (MP) dan mental practice mirror therapy

(MPMT), akuatik treadmill, robotic therapy kemungkinan jika dipraktikkan yang perlu

diperhatikan yaitu untuk fasilitas dan keamanan alat yang digunakan agar pasien tidak

merasa rugi dan merasa nyaman.

7. pengaruh therapy terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke di RSUD dr.

moewardi (linda)

Resume Jurnal:

a. Citation
b. Background

Manifestasi klinis dari stroke pada umumnya mengalami kelemahan sebagian atau

seluruh anggota gerak dari tubuh sehingga pasien tidak mampu melakukan aktivitas

karena kelemahan anggota gerak dan membutuhkan latihan untuk mencegah kecacatan.

Penatalaksanaan pada stroke adalah latihan rentang gerak sendi yang dilakukan

kebanyakan pada fisioterapi. Intervensi yang bisa digunakan untuk peningkatan kekuatan
otot dengan mengandalkan ilusi visual pasien dengan menggunakan media cermin yaitu

mirror therapy.

c. Research Question

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mirror therapy terhadap kekuatan

otot ekstremitas.

d. Study Design

Desain penelitian adalah quasy experiment pre post test with control group design. Jenis

penelitian yang akan dilakukan adalah kuantitatif, dengan menggunakan Quasy Experimental,

dengan pendekatan one group pretest-post test design with group control.

e. Time and Setting

Intervensi dilakukan selama 5-7 hari. Peelitian ini dilakukan di Unit Stroke RSUD Dr.

Moewardi

f. Sample

Pada penelitian ini terdapat 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol. Kelompok perlakuan diberikan intervensi mirror therapy dari peneliti, sedangkan

kelompok kontrol tidak mendapat mirror therapy tetapi hanya mendapat latihan ROM

standar oleh Unit Stroke Anggrek 2 RSUD Dr. Moewardi. Adapun kriteria inklusinya

yaitu semua pasien stroke non hemoragik yang dirawat di Unit Stroke RSUD Dr.

Moewardi, pasien yang mengalami kelemahan otot ekstremitas sebagian atas dan bawah,

pasien dengan kesadaran composmentis GCS E4M6V5 dan pasien yang bersedia menjadi

responden. Populasi adalah pasien stroke iskemik dengan teknik consecutive sampling

berjumlah 30 responden

g. Instruments

Media cermin
h. Procedure

i. Data Analysis

Uji analisa menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test dan Mann Whitney-U Test.

Data akan dianalisis dengan univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk

mengetahui distribusi frekuensi data seperti umur, jenis kelamin, dan mendeskripsikan

kekuatan otot ekstremitas sebelum dan sesudah mirror therapy. Untuk analisis bivariat,

analisa ini untuk mengetahui perbedaan kekuatan otot ekstremitas antara kelompok yang

diberikan uji beda data tak berpasangan. Skala data yang dilakukan pada penelitian ini

adalah skala data ordinal, makamaka uji analisis yang digunakan adalah uji statistik

nonparametrik. Analisa untuk menguji perbedaan nilai pretest dan posttest menggunakan

Wilcoxon, yaitu untuk melihat perbedaan kekuatan otot ekstremitas atas maupun bawah

pretest danposttest. Uji analisis yang digunakan untuk mengetahui perbandingan

kekuatan otot ekstremitas posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

menggunakan Mann Whitney U-Test. Jika P value < α (0,05) maka H0 ditolak dan Ha

diterima yang berarti mirror therapy mempengaruhi kekuatan otot ekstremitas.

j. Result

Hasil analisa Wilcoxon Testmenunjukkan terdapat perbedaan kekuatan otot ekstremitas

sebelum dan sesudah diberi mirror therapy dan latihan ROM yaitu pada ekstremitas atas

didapatkan nilai p=0,008 kelompok kontrol sedangkan kelompok intervensi p=0,002.

Pada ekstremitas bawah didapatkan nilai p=0,083 kelompok kontrol sedangkan kelompok

intervensi p=0,003. Uji statistik Mann Whitney pada ekstremitas atas diperoleh nilai

p=0,004 sedangkan pada ekstremitas bawah diperoleh nilai p=0,001.

k. Discussion
Ada pengaruh mirror therapy terhadap kekuatan otot pada pasien stroke sehingga dapat

dipertimbangkan sebagai salah satu tambahan tindakan keperawatan untuk meningkatkan

kekuatan otot dan memperbaiki fungsi motorik.

l. Comments

Pada pasien stroke yang mengalami hemiparesis yang me- nimbulkan kecacatan dan

perlu dilakukan rehabilitasi, mirror therapy ini juga merupakan intervensi yang tepat

sebagai program rehabilitasi dirumah pada pasien pasca stroke yang membutuhkan

perawatan yang lama dan intervensi ini terbukti efektif meningkatkan status fungsi- onal

motorik pasien stroke

m. Limitation of study

Telaah Kritis Jurnal:

Penggunaan Hasil Penelitian

a. Apakah penelitian relevan dengan praktik?

Ya

b. Apakah hasil penelitian dapat diaplikasikan oleh perawat?

Ya

c. Apakah keuntungan penelitian lebih besar daripada risikonya jika hasil penelitian

diaplikasikan oleh perawat?

Ya
d. Kemukakan tentang pendapat Anda mengenai hasil penelitian ini, apakah dapat

diaplikasikan pada praktik keperawatan Anda saat ini, jika ya kemukakan alasannya dan

jika tidak kemukakan alasannya!

Ya dapat diaplikasikan pada praktik keperawatan saat ini, karena pasien mengalami

kelemahan pada otot ekstremitas dan terapi ini mengandalkan interaksi persepsi visual-

motorik untuk meningkatkan pergerakan anggota tubuh yang mengalami gangguan

kelemahan otot pada bagian sisi tubuh.

Berdasarkan hasil pengamatan kekuatan otot post test pada kelompok kontrol ekstremitas

atas kekuatan otot mengalami peningkatan sedangkan ekstremitas bawah paling banyak

mengalami kekuatan otot yang cukup. Pada kelompok intervensi kekuatan otot setelah

diberikan mirror therapy pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah dengan hasil yang

sama meningkat menjadi baik.

Terapi ini digunakan untuk memperbaiki fungsi motorik pasca stroke. Terapi cermin

mudah dilakukan dan hanya memmembutuhkan latihan yang sangat singkat tanpa

membebani pasien

e. Jika dapat diaplikasikan kemukakan pendapat Anda bagaimana cara pengaplikasiannya

dalam praktik. Apakah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika akan

mengaplikasikan hasil penelitian tersebut.

Cara pengaplkasian dalam praktik adalah pasien ditempatkan dalam posisi duduk di atas

paha pasien di berikan meja untuk meletakkan media cermin kemudian pasien diajarkan

latihan gerak sembari melihat cermin untuk melihat pergerakannya sendiri.

Hal yang harus diperhatikan:


 Media cermin yang digunakan harus aman cara penempatannya untuk keamanan

pasien.

 monitor TTV sebelum dan sesudah dilakukan intervensi (latihan rentang gerak

mirror therapy).

8. implementasi dukungan spiritual berbasis budaya menurunkan kecemasan pada pasien stroke

(silfi)

a. 8. Citation

Arif, 2020. Implementasi Dukungan Spiritual Berbasis Budaya Menurunkan

Kecemasan pada Pasien Stroke. Jurnal Kesehatan Vol. 10 No. 2 Tahun 2020.

b. Background

Stroke merupakan suatu penyakit yang dapat menyerang, melumpuhkan serta bisa

membunuh manusia. Salah satu masalah yang dialami pasien stroke selain masalah

psikologis dan fisik juga masalah psikospiritual juga sering dialami pasien stroke.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh implementasi dukungan spiritual

berbasis budaya terhadap tingkat kecemasan pada Pasien Stroke.

c. Research question

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh implementasi dukungan spiritual

berbasis budaya terhadap tingkat kecemasan pada pasien stroke

d. Study design

Desain penelitian ini adalah Quasy Experimental dengan pendekatan pre post test control

group design.

e. Time and setting

Time :
Setting : RSUD Kabupaten Sampang

f. Sample

Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 18 sampel kelompok intervensi dan 18

sampel kelompok control di RSUD Kabupaten Sampang.

Inklusi :

 Pasien dengan skor kecemasan >7 (DASS) dari hasil pre test

 ttv daam batas normal, nadi 60-100x/mnt, suhu 36-38, RR 16-24x/mnt

 Composmentis

 GCS 14-15

 Pasien stroke dengan skor NHSS <15

Eksklusi

 Pasien saat penelitian kritis (koma)

 pasien ganggan psikosis (demensia, delirium, skizofrenia)

g. Procedure

Intervensi implementasi dukungan spiritual berbasis budaya, dilakukan dengan cara

memberikan dukungan spiritual berupa pendampingan, membantu doa’, dukungan

praktik keagamaan dan rujukan konseling spiritual dengan mempertimbangkan budaya

pasien dengan durasi 45-60 menit dalam 1 kali pertemuan dilakukan selama 3 kali

pertemuan.

h. Data analysis

Analisa data menggunakan Uji t independent

i. Result
 Pada kelompok intervensi ada perbedaan terhadap tingkat kecemasan sebelum

dan setelah dilakukan intervensi dukungan spiritual berbasis budaya. Sedangka

pada kelompok control masih dalam keadaan cemas sebelim dan setelah

intervensi.

 Hasil penelitian pada kelompok intervensi didapatkan sebelum diberikan

implementasi Sebagian besar pasien berada pada tangka kecemasan berat dan

setelah diberi intervensi ada penurunan yaitu berada pada tingkat sedang.

Sedangkan hasil penilaian oada kelompok control Sebagian besar tetap ditingkat

kecemasan berat sebelum dan sesudah mendapatkan intervensi sesuai dengan

standart

 Ada pengaruh implementasi dukungan spiritual berbasis budaya Terhadap tingkat

kecemasan. Pemberian Implementasi dukungan spiritual berbasis budaya dapat

menurunkan tingkat kecemasan. Perawat bisa memberikan dukungan spiritual

sebagai bagian dari intervensi asuhan keperawatan spiritual berbasis budaya pada

pasien stroke.

j. Discussion

Perlu dibentuk struktur bimbingan Rohani dan rujukan konseling spiritual bagi Rumah

sakit pada unit binroh untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien stroke.

k. Comments

Dalam mengaplikasikan ini, perawat harus memperhatikan dan memahami

keanekaragaman budaya serta nilai-nilai sehingga implementasi ini mejadi terarah.

l. Limitation of the study


Telaah krisis jurnal

a. Apakah peneitian relevan dengan praktek

relevan

b. Apakah hasil penelitian dapat diapliksikan oleh perawat

penelitian ini dapat diaplikasikan dalam keperawatan untuk menurunkan tingkat

kecemasan pada pasien stroke.

c. Apakah keuntungan penelitia lebih besar daripada resikonya jika hasil penelitian

diaplikasian oleh perawat

Iya, keuntungan dalam penelitian ini lebih besar dripada resikonya

d. Kemukakan tentang pendapat anda mengenai hasil penelitian ini. Apakah dapat

diapliksikan pada praktek keperawatan anda saat ini. Jika ya kemukakan alasannya dan

jika tidak kemukakan alasanya

Bisa, karena implementasi dukungan spiritual itu mudah dilakukan dan dapat

menurunkan kecemasan pada pasien stroke

e. Jika dapat diaplikasian kemukakan pendapat anda bagaimana cara pengaplikasiannya

dalam praktek. Apakah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan Ketika akan

mengaplikasian hasil tersebut

Dapat diapliksikan dengan cara perawat mendampingi pasien, membantu dalam berdoa

atau mendoakan pasien dan memebrikan dukungan praktik keagamaan serta rujukan

konseing keagamaan
9. Efektifitas Terapi Komplementer Dalam Meningkatkan Kekuatan Otot Pasien Stroke:

Literature Review. (rahma)

I’anah Al Azizah 1, Ikhlas Muhammad Jenie

Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 2020

N. Background :

Secara global, stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyakit mematikan selain

jantung dan kanker. sebagian besar stroke menyerang diatas usia 40 tahun, namun tidak bisa

dipungkiri penyakit ini dapat juga menyerang semua usia (AHA, 2015). Menurut riskesdas

2018 menunjukkan bahwa prevalensi stroke di Indonesia mengalami kenaikan jika

dibandingkan dengan riskesdas 2013, dari 7% menjadi 10,9%. Berdasarkan riskesdas tahun

2013, prevalensi stroke di DIY pada umur ≥ 15 tahun menurut diagnosis dokter/gejala adalah

16,9‰, yang menempati urutan kedua tertinggi prevalensi di Indonesia setelah Provinsi

Sulawesi Selatan. Angka ini lebih tinggi dibanding angka nasional, yaitu 12,1‰. Prevalensi

stroke di Provinsi Jawa Tengah mendekati angka nasional, yaitu 12,3‰.

Pola hidup yang tidak teratur seperti makan yang tidak teratur, kurang olahraga, jam

kerja yang berlebih serta banyaknya mengkonsumsi makanan cepat saji sudah menjadi

sebuah kebiasaan yang wajar dan dapat berpotensi menimbulkan serangan stroke. Stroke

adalah kerusakan fungsi saraf akibat kelainan vascular yang berlangsung lebih dari 24 jam

atau kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak

sehingga mengakibatkan penghentian suplai darah ke otak, kehilangan sementara atau

permanen gerakan, berfikir, memori, bicara atau sensasi dan mobilisasi (Black dalam

Marlina, 2015). Pasien pasca stroke pada umumnya mengalami kelemahan otot pada bagian

anggota gerak tubuh, gangguan postural dan adanya atropi otot (Sudarsini, 2017).
Perawatan pasien stroke tidak hanya terfokus pada pengobatan medis kedokteran atau

konvensional, namun sudah berkembang pada pengobatan alternatif komplementer/

complementary alternative medicine. Alasan penderita menggunakan terapi komplementer

ini diperkirakan karena pemulihan yang lama, tidak efektifnya pengobatan, dan karena

tingginya biaya perawatan. Faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam memilih terapi

alternatif komplementer adanya asumsi bahwa terapi alternatif lebih murah, alami,

kemudahan akses dan adanya keyakinan pasien (Wells, Phillip, Schachter, & McCarthy,

2010).

O. Research questions :

Ulasan dalam literature review ini dilakukan sebagai bahan panduan untuk mengatasi

permasalahan terkait dengan meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Pada

pembahasan ini mempertimbangkan literature tentang topik tersebut dengan pencarian

terstruktur.

P. Study design :

Keseluruhan artikel yang didapat pada awal pencarian yaitu sebanyak 1.654 artikel.

Artikel didapatkan dari berbagai macam sumber seperti Google Scholar sebanyak 1.460

artikel, PubMed sebanyak 69 artikel, dan ProQuest sebanyak 35 artikel. Jumlah artikel

kemudian diidentifikasi untuk judul dan abstrak 1.450 artikel tidak disertakan karena

tidak sesuai dengan topik. Tersisa 20 artikel kemudian direview secara penuh, tersisa 8

artikel yang tidak memasuki kriteria inklusi setelah direview. Artikel dan langkah akhir

yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 12 artikel. Pada 12 artikel yang telah

diambil sebanyak 5 artikel adalah study Randomized Controll Triall, 1 penelitian

kuantitatif dengan analisis Intra dan Interpersonal, 1 penelitian kuantitatif dengan pilot
randomized controll trial, 1 penelitian kuantitatif dengan single blind, randomized

comparative efficacy study, dan 4 adalah penelitian kuantitatif yang tidak dijelaskan

design penelitian yang digunakan.

Q. Time and setting :

R. Sample :

Karakteristik responden berdasarkan usia adalah 40-80 tahun. Karakteristik

berdasarkan lamanya penderita stroke yang diteliti rata-rata 6 bulan pasca stroke. Hasil

dari artikel yang telah didapatkan, terdapat 5 jenis terapi komplementer yaitu ; terapi

cermin (mirror therapy), mental practice (MP) dan mental practice mirror therapy

(MPMT), akuatik treadmill, robotic therapy dan akupuntur.

S. Instruments :

Literatur review ini menggunakan database PubMed, Proquest, Goggle Scholar.

Pada tahap awal pencarian dengan keywords: “((Complementary AND Muslestrength

AND Stroke Complementary Therapy OR Muscle strength OR Stroke))” didapatkan hasil

20 artikel internasional dari rentang tahun 2016 sampai 2018 yang sesuai dengan kriteria

inklusi dan eksklusi.

T. Procedure :

Kriteria Inklusi :
1. Penelitian ini berkaitan dengan efektifitas terapi komplementer dalam

meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke.

2. Penelitian ini memberikan informasi tentang efektifitas terapi komplementer

dalam meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke.

3. Artikel yang diambil menggunakan bahasa Inggris

Kriteria Eksklusi :

1. Publikasi artikel hanya menampilkan abstrak saja.

2. Artikel yang tidak jelas akan di periksa dan dievaluasi dari semua publikasi

yang diambil.

Jumlah artikel 1.564 kemudian diidentifikasi untuk judul dan abstrak 1.450 artikel

tidak disertakan karena tidak sesuai dengan topik. Tersisa 20 artikel kemudian direview

secara penuh. Setelah direview terdapat 8 artikel yang tidak memenuhi kriteria inklusi.

Artikel dan langkah Akhir yang sesuai dengan kriteria inklusi didapatkan hasil sebanyak

12 artikel.

U. Data analysis :

Artikel penelitian yang digunakan merupakan artikel yang dilakukan di berbagai

macam negara seperti: Turki, Korea Selatan, Taiwan, Cina, Australia, Belanda, Jerman,

Brazil, New Zealand, Amerika dan Indonesia. Beberapa artikel yang telah di dapat yaitu

sebanyak 12 artikel, mayoritas responden penelitian adalah penderita stroke.

Pada tabel 1 menunjukkan keseluruhan artikel yang didapat pada awal pencarian

yaitu sebanyak 1.654 artikel. Artikel didapatkan dari berbagai macam sumber seperti Google
Scholar sebanyak 1.460 artikel, PubMed sebanyak 69 artikel, dan ProQuest sebanyak 35

artikel. Jumlah artikel kemudian diidentifikasi untuk judul dan abstrak 1.450 artikel tidak

disertakan karena tidak sesuai dengan topik. Tersisa 20 artikel kemudian direview secara

penuh, tersisa 8 artikel yang tidak memasuki kriteria inklusi setelah direview. Artikel dan

langkah akhir yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 12 artikel. Pada 12 artikel yang

telah diambil sebanyak 5 artikel adalah study Randomized Controll Triall, 1 penelitian

kuantitatif dengan analisis Intra dan Interpersonal, 1 penelitian kuantitatif dengan pilot

randomized controll trial, 1 penelitian kuantitatif dengan single blind, randomized

comparative efficacy study, dan 4 adalah penelitian kuantitatif yang tidak dijelaskan design

penelitian yang digunakan

V. Result :

Karakteristik responden berdasarkan usia adalah 40-80 tahun. Karakteristik

berdasarkan lamanya penderita stroke yang diteliti rata-rata 6 bulan pasca stroke. Hasil dari

artikel yang telah didapatkan, terdapat 5 jenis terapi komplementer yaitu ; terapi cermin

(mirror therapy), mental practice (MP) dan mental practice mirror therapy (MPMT), akuatik

treadmill, robotic therapy dan akupuntur. Terapi Komplementer dalam Meningkatkan

Kekuatan Otot pada Pasien Stroke.

Sebanyak 3 penelitian membahas tentang terapi cermin (mirror therapy). Pada 3

penelitian tersebut menggambarkan tentang keberhasilan meningkatkan kekuatan otot pada

pasien stroke di berbagai macam negara. Penelitian yang dilakukan di Cina adalah menggu-

nakan terapi akuatik dengan responden pasien stroke usia 40-75 tahun terbukti secara efektif

meningkatkan tekanan lutut atau refluks otot leplantar dengan kekuatan yang lebih rendah

dibandingkan dengan daya gerak yang rendah dan meningkatkan kerja sama dengan tekanan
lutut, tanpa meningkatkan kelenturan. Hasil penelitian yang dilakukan di Brazil, menunjuk-

kan efek langsung pada aktivasi otot selama intervensi Mental Practice (MP) dan Mental

Practice Mirror Therapy (MPMT) pada pasien stroke. (TA Caires, et. al., 2).

Di Korea Selatan, hasil penelitian dengan menggunakan intervensi akuatik treadmill

menunjukkan efek yang menguntungkan pada kekuatan otot isometrik di tungkai bawah.

(Young Lee So, et. al. 2018). Pada hasil penelitian di Indonesia dengan menggunakan

intervensi terapi akupuntur menunjukkan bahwa akupuntur berperan efektif dalam

meningkatkan aktivitas motorik pasien stroke yang ditunjukkan melalui peningkatan

kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari, peningkatan kemampuan dalam

mengontrol tubuh dan melakukan berbagai gerakan, serta peningkatan kekuatan fisik.

W. Discussion :

Tinjauan pustaka ini berisi tentang efektifitas terapi komplementer dalam

meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Pada tinjauan ini memberikan gambaran

tentang bagaimana efektifitas terapi komplementer dalam meningkatkan kekuatan otot pada

pasien stroke.

Hasil dari semua artikel yang telah di review terdapat beberapa terapi komplementer

untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Beberapa terapi komplementer yang

terbukti dapat meningkatkan kekuatan otot adalah ; terapi cermin (mirror therapy), mental

practice (MP) dan mental practice mirror therapy (MPMT), akuatik treadmill, robotic

therapy, dan akupuntur.


Therapy Mirror merupakan terapi untuk pasien stroke dengan melibatkan sistem

mirror neuron yang terdapat di daerah kortek serebri yang bermanfaat dalam penyembuhan

motorik dari tangan dan gerak mulut. (Rizzolatti & Arbib dalam Steven et al, 2010)

Robot Terapi Stroke adalah robot yang diciptakan untuk membantu memberikan

terapi kepada penderita stroke. Alat ini berupa robot yang dapat melatih menggerakan

anggota tubuh penderita secara pasif sesuai dengan gerakan rehabilitasi. Pasien penderita

akan bergerak sesuai dengan controller yang dipakai oleh terapis atau bergerak sendiri sesuai

dengan control program yang telah dimasukkan ke dalam microcontroller. (Qulud, et. al.

2016)

Mental Practice didefinisikan sebagai keadaan dinamis di mana individu secara

mental mensimulasikan pemberian tindakan. Dengan teknik ini, individu merasakan dirinya

melakukan tindakan yang dibayangkan. Latihan kognitif semacam itu dari gerakan fisik

mampu mengaktifkan, secara virtual, area kortikal yang sama yang diaktifkan selama

eksekusi aktual dari gerakan. Teknik mirror therapy diperkenalkan ke komunitas ilmiah oleh

Ramachandran dan Rogers-Ramachandran14 dengan tujuan mengurangi sakit hantu setelah

amputasi ekstremitas atas. Ini modalitas pengobatan didasarkan pada gambar anggota badan

yang tidak terpengaruh di depan cermin, sementara anggota tubuh yang terkena ada di

belakang cermin. (Rafael, et. al. 2016)

Akupuntur adalah pengobatan tradisional dari Cina yang berarti tusuk jarum. Dasar

teori pengobatan akupunktur adalah pola aliran energi (Qi) yang melalui meridian tubuh.

Akupunktur dapat menjadi pengobatan penyakit yang diakibatkan gangguan pada aliran

energi (Qi) dengan memulihkan kembali pola aliran energi (Qi).6 (Oktaria, 2017)
X. Comments :

Diharapkan terapi komplementer ini dapat dilakukan oleh pasien stroke dengan

maksimal.

Y. Limitation of the study :

Keterbatasan dari tinjauan pustaka ini adalah mencari literature hanya berkaitan

dengan terapi komplementer dalam meningkatkan kekuatan otot dan tidak mengulas terapi

komplementer yang dapat membantu rehabilitasi yang lain pada pasien stroke, akan tetapi

penulis sudah mencoba menampilkan berbagai macam terapi komplementer yang dapat

digunakan pada pasien stroke untuk meningkatkan kekuatan otot.

Telaah Kritis Jurnal :

f) Apakah penelitian relevan dengan praktek?

= Menurut saya relevan karena di Indonesia masih banyak masyarakat yang

menggunakan terapi akunpuntur dan masih terdapat klinik yang membuka terapi

akupuntur.

g) Apakah hasil penelitian dapat diaplikasikan oleh perawat?

= Menurut saya masih dapat diaplikasikan oleh perawat untuk terapi akupuntur dan terapi

yang lainnya.

h) Apakah keuntungan penelitian lebih besar daripada resikonya jika hasil penelitian

diaplikasikan oleh perawat?

= Menurut saya keuntungannya ada yaitu terapi komplementer ini terapi alternative yang

lebih murah, alami, kemudahan dalam mengakses dan terdapat keyakinan pasien untuk
melakukakan terapi komplementer walaupun pemulihan ini membutuhkan waktu yang

lama.

i) Kemukakan tentang pendapat Anda mengenai hasil penelitian ini, apakah dapat

diaplikasikan pada praktek keperawatan Anda saat ini, jika ya kemukakan alasannya dan

jika tidak kemukakan alasannya

= Ya, menurut saya bisa diaplikasikan oleh praktek keperawatan untuk terapi

komplementer contohnya terapi akupuntur. Karena masyarakat Indonesia percaya dan

masih menggunakan terapi akunpuntur untuk terapi alternatifnya.

j) Jika dapat diaplikasikan kemukakan pendapat Anda bagaimana cara pengaplikasikannya

dalam praktek. Apakah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika akan

mengaplikasikan hasil penelitian tersebut.

= Cara pengaplikasikannya yaitu menyakinkan dan memastikan kepada pasien bahwa

terapi komplementer ini mempunyai manfaat untuk kesehatan. Akan tetapi untuk terapi

cermin (mirror therapy), mental practice (MP) dan mental practice mirror therapy

(MPMT), akuatik treadmill, robotic therapy kemungkinan jika dipraktikkan yang perlu

diperhatikan yaitu untuk fasilitas dan keamanan alat yang digunakan agar pasien tidak

merasa rugi dan merasa nyaman.


BAB III

A. Kesimpulan

Dari hasil pengkajian menunjukkan bahwa Ny. S mengalami penurunan pada anggota

gerak sehingga ditegakkan diagnosa prioritas yaitu Hambatan Mobilitas Fisik dan

dilakukan intervensi mengajarkan terapi Latihan menggenggam bola karet yang bertujuan

untuk merangsang otot-otot pasien.

B. Saran

Diharapkan keluarga dapat mengajarkan dan membantu klien untuk melakukan kegiatan

terapi Latihan sehingga dapat meningkatkan kekuatan otot pada pasien pasca stroke.
DAFTAR PUSTAKA

Faridah, U., Sukarmin, & Sri, K. (2018). Pengaruh Rom Exercise Bola Karet Terhadap Kekuatan

Otot Genggam Pasien Stroke Di Rsud Raa Soewondo Pati. Indonesia Jurnal Perawat, 3(1),

36–43.

Nurartianti, N., & Wahyuni, N. T. (2020). Pengaruh Terapi Genggam Bola Terhadap

Peningkatan Motorik Halus Pada Pasien Stroke. Jurnal Kesehatan, 8(1), 922–926.

https://doi.org/10.38165/jk.v8i1.98

WHO. 2014. Avoiding Heart attacks and stroke : don’t be a victim-protect yourself.

http://www.who.int/cardiovascular_disea ses/publications/avoid_ heart_attack_report/en/.

Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasa tentang Penyakit Tidak Menular Balitbangkes.

Kemenkes RI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai