A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit penyebab kecacatan nomor satu dunia, sehingga menjadi
masalah kesehatan yang penting saat ini. Stroke dapat disebabkan karena adanya
penyempitan pada pembuluh darah di otak sehingga aliran darah dan oksigen ke otak
menjadi terhambat. Hal ini dapat membuat sistem syaraf yang tidak mendapatkan suplai
darah dan oksigen akan rusak bahkan mati sehingga organ tubuh yang terkait dengan sistem
syaraf tersebut akan sulit bahkan tidak bisa di Gerakan (Maulana, 2014 dalam Faridah et al.,
2018).
Prevalensi stroke di Dunia sekitar 12,8% dari total seluruh kematian (WHO, 2014).
Stroke di Indonesia merupakan penyebab kematian utama di Rumah Sakit. Prevalensi stroke
di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) sebesar 7 per 1.000 dan
yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 12,1 per 1.000 penduduk (Riskesdas,
2013).
Stroke memiliki gejala seperti kelemahan pada tungkai atau lengan di sebelah kiri
maupun sebelah kanan, sulit berbicara, sulit berjalan, tiba-tiba tidak dapat melihat hingga
nyeri dibagian kepala. Apabila selama 3 jam gejala tidak segera ditangani maka akan
mengakibatkan kelumpuhan atau kelemahan otot yang dapat menganggu ADL (Activity of
Daily Living) sehingga program rehabilitasi sangat dianjurkan bagi penderita pasca stroke.
Kelemahan otot biasanya terjadi pada anggota gerak seperti tangan, kaki, dan bagian jari-
jari. Cara untuk meminimalkan kecacatan pasca stroke yaitu dengan rehabilitasi, rehabilitasi
pasien stroke salah satunya dengan cara terapi latihan (Nurartianti & Wahyuni, 2020).
Latihan ROM (Range of Motion) merupakan salah satu bentuk dari terapi latihan yang
diberikan pada pasien stroke. ROM adalah salah satu bentuk intervesi yang diberikan
perawat untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien stroke sehingga dapat mengurangi
Salah satu latihan ROM pada pasien stroke adalah dengan latihan menggenggam bola
karet. Latihan ini meliputi gerakan sehari-hari seperti adduksi, abduksi, fleksi dan ekstensi.
Latihan ini bertujuan untuk menstimulasi gerak pada jari-jari tangan, menggerakkan otot-otot
untuk membantu membangkitkan kembali kendali otak terhadap otot-otot tersebut (Levine,
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II
A. Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN PALIATIF
Nama : Ny. S
Usia : 88 tahun
ECOG :
- Grade 3
ESAS :
Lelah = 0
Mual = 0
Stress = 8 (klien merasa tidak sakit apa-apa tetapi kenapa tidak bisa apa-apa)
Selera makan = 6 (klien suka makan bubur, lebih banyak makan ketika disuapi tapi masih bisa
makan sendiri)
Sehat bugar = 10 (pasrah dengan sakitnya, motivasi untuk semangat hidup rendah)
Masalah = 6
- Keluarga : tidak punya keluarga lain -> keluarga inti, saudara masih sering menjenguk
- Kesehatan : Kesehatan menurun karena tidak bisa berjalan, pendengaran sudah menurun,
penglihatan sudah menurun, penciuman masih bisa dan daya ingat juga sudah menurun
SAS :
Kesulitan tidur = 0 (tidak pernah sulit tidur karena sebentar-sebentar klien tidur)
Nafsu makan = 6 (akan lebih banyak makan ketika disuapi dan menu makan hanya bubur selain
Mual = 0
Masalah pencernaan = 3 (normal : pipis, BAB di popok terkadang BAB teralu cair
Masalah pernafasan = 5 (posisi tidur sering membuat sesak nafas)
Kelelahan = 0
Nyeri = 0
Kekuatan otot : tangan kanan 3 tangan kiri 2 kaki kanan 2 kaki kiri 2
.
1. DO: Keputusasan
aktivitas perawatan
DS :
sakitnya
DS :
meninggal
Pasien mengatakan memiliki
Kesehatan
terhadap kondisinya
Cemas 7
3. DO : Gangguan mobilitas fisik
Kasur
kiri 2
DS :
penurunan kebugaran
kecemasan
4. DO : Defisit perawatan diri
rambutnya
DS :
nafas
DO :
RR 16 X/ mnt
6. DS : Risiko jatuh
Pendengaran menurun
Penglihatan menurun
DO :
kiri 2
7. DS : Intoleransi aktivitas / kelelahan
Pasien terlihat lemas
DO :
TD = 130/ 70 mmHg
N = 86 X/mnt
S = 36,8 ◦C
RR = 16 X/ mnt
8. DS : Distress spiritual
anaknya
9. DO : Risiko luka tekan
Usia 88 tahun
sedang)
DS : -
Diagnosa prioritas
Pasien Mobilitas
Pasien menjadi 4
penurunan 2. Menjelaskan
Pasien prosedur
mengatakan mobilisasi
adanya
kecemasan
Teknik latihan
penguatan otot
Observasi
1. Identifikasi
tingkat
kebugaran otot
2. Identifikasi jenis
dan durasi
aktivitas
pemanasan dan
pendinginan
3. Monitor
efektifitas
Latihan
Terapeutik
1. Fasilitasi
mendapatkan
sumber daya
yang dibutuhkan
di lingkungan
rumah
2. Berikan insrtuksi
tentang pedoman
dan bentuk
gerakan untuk
setiap gerakan
otot
Edukasi
1. Menjelaskan
fungsi otot
2. Mengajarkan
intoleransi
selama latian
n
2 DO : - Ansietas Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas
DS :
pasrah meyakinkan
terhadap 3. Ciptakan
kondisinya suasana
Anoreksia menumbuhkan
kepercayaan
4. Memahami
situasi yang
membuat
ansietas
5. Mendengarkan
penuh perhatian
6. Memotivasi,
mengidentifikasi
factor yang
memicu
kecemasan
Edukasi
1. Anjurkan
keluarga untuk
tetap bersama
2. Latih teknik
relaksasi
mampu
melakukan
perawatan diri
Edukasi
1. Anjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
EBN
genggam pasien stroke di RSUD RAA SOEWONDO PATI. Jenis Penelitian yang
digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan pendekatan pra pasca test.
kontrol yang dipilih secara consecutive Sampling. Hasil tersebut dapat disimpulkan
kontrol sehingga pemberian ROM exercise bola karet lebih efektif meningkatkan
diberikan ROM exercise bola karet masih diperoleh kekuatan otot kurang dengan
skala 3 sebanyak 6 (37,5%) dan setelah diberikan ROM exercise bola karet menjadi
baik dengan skala 5 yaitu sebanyak 6 (37,5%). Kekuatan otot kurang tersebut
ditunjukkan dengan pasien dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai
perintah sedangkan kekuatan otot tangan pasien yang sudah menjadi baik ditunjukkan
dengan pasien dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal, dapat bergerak dan
dapat melawan hambatan yang ringan serta dapat bebas bergerak melawan tahanan
yang setimpal.
Intervensi :
1. Memberikan bola karet yang ukuran yang lebih kecil dari kepalan tangan, bola
karet harus dapat kembali berbentuk semula saat kepalan tangan dilepas
2. Ansietas
MALANG
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi nafas dalam
terhadap tingkat kecemasan pada lansia. Desain penelitian mengunakan desain pre
experimental design dengan rancangan one group Pre-Post Test Design. Populasi
relaksasi nafas dalam, sebagian besar 10 (77%) lansia mengalami kecemasan sedang
dan setelah melakukan teknik relaksasi nafas dalam, sebagian besar 10 (77%) lansia
mengalami kecemasan ringan, sedangkan hasil wilcoxon signed rank test didapatkan
nilai p value 0,001< 0,05 yang berarti ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam
terhadap kecemasan pada lansia. Lansia perlu melakukan teknik relaksasi nafas dalam
STROKE
Dukungan keluarga sangat penting bagi pasien stroke karena keluargalah yang paling
dukungan keluarga dalam pemenuhan personal hygiene pada anggota keluarga yang
terbanyak yaitu laki-laki sebanyak 21 orang (63,6%) dan usia responden terbanyak
adalah lansia akhir (56-65 tahun) yaitu 23 orang (69,7%). Dukungan keluarga dalam
pemenuhan personal hygiene pada anggota keluarga yang mengalami stroke paling
pemenuhan personal hygiene pada anggota keluarga yang mengalami stroke paling
pemenuhan personal hygiene pada anggota keluarga yang stroke sehingga pasien
Jurnal appraisel
1. selfcare agensi meningkatkan personal hygiene pada lansia di panti werda binjai (aisyah)
Judul : SELF-CARE AGENCY MENINGKATKAN PERSONAL HYGIENE PADA LANSIA
A. Sitasi
B. Latar Belakang
Hasil pengkajian di Panti Werda Binjai didapat data bahwa jumlah lanjut usia yang
tinggal di panti jompo sebanyak 163 orang yang terdiri sebagian besar jenis kelamin
perempuan yaitu 51%, selebihnya berjenis kelamin laki-laki yaitu 49 %. Dari hasil
observasi didapat 25% lansia kuku panjang dan kotor, 35% lansia gigi karies, sikat gigi
1x sehari, rambut berbinyak dan ada ketumbe, 15% lansia terdapat serumen di lubang
telinga. 15% lansia mengeluh gatalgatal di seluruh tubuh dan tampak luka bekas garukan,
akan pentingnya personal hygiene. Selain itu kurangnya motivasi dari petugas panti
werda terhadap lansia dalam melakukan personal hygiene. Dampak dari personal hygiene
yang kurang mengakibat lansia terkena penyakit kulit, merasa tidak 62 Nursing Current
Vol. 7 No. 1, Januari 2019 – Juni 2019 nyaman, kurang percaya diri sehingga lansia lebih
sering dikamar. Oleh karena itu, perawat berperan untuk mengembangkan intervensi
keperawatan yang sesuai sehingga personal hygiene lansia dipanti werda meningkat.
C. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana pengaruh Self-care agency terhadap personal hygiene di Panti Werda Binjai?
D. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan Quasi Experimental Time Series Design, dengan pendekatan
One Group Pre-Post Test Design yakni mengumpul data sebelum dan sesudah intervensi.
F. Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Simple Random Sampling yang
berarti setiap anggota dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi
sebagai sampel. Kriteria inklusi adalah usia yang masih mampu melakukan aktivitas,
tidak dalam keadaan sakit, dan tidak mengalami gangguan pendengaran. Dari 163 orang
G. Instrument Penelitian
Intrumen yang oleh peneliti adalah SOP Self-care agency meliputi partly compensatory
H. Prosedur Penelitian
Sebelum dilakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu menjelaskan tujuan dan manfaat
sesuai SOP selama 15-20 menit setiap hari dalam waktu lima hari. Setelah dilakukan
pemberian self-care agency selama lima hari peneliti mengukur personal hygiene
responden.
I. Analisis Data
memperlihatkan bahwa ada pengaruh Selfcare agency terhadap personal hygiene pada
J. Hasil
kelompok usia, jenis kelamin, agama, dan Pendidikan. Berdasarkan distribusi frekuendi
personal hygiene sebelum dan sesudah self-care agency dikelompokkan dalam kelompok
sebagian besar responden kategori kurang 22 (73,4%) dengan nilai rata-rata 2,87 dengan
simpang baku 0,346. Setelah diberikan self-care agency pada lansia, terjadi personal
hygiene kategori baik 16 (53,3 %) dengan nilai rata-rata 1,47 degan nilai simpang baku
K. Diskusi
dimaksud dalam penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai tujuan, manfaat,
macam-macam personal hygiene dan melatih cara melakukan mandi, sikat gigi, toilet
Penelitian ini menunjukkan bahwa lansia sudah mau melakukan personal hygiene seperti
mandi dan sikat gigi pagi dan sore hari, potong kuku, bersisir dengan sendirinya.
Penampilan lansia tampak rapi dan bersih, kuku pendek dan bersih, aroma bau kencing
tidak ada. Selain itu lansia lebih percaya diri, sudah mau bersosialisasi dengan teman-
L. Saran
M. Keterbatasan Penelitian
a. Citation
b. Background
Widyastuti, (2018) bahwa di Indonesia insiden kecemasan pada lansia yaitu 16,38% dari
238 juta populasi. Kecemasan pada lansia dapat menyebabkan hilangnya konsentrasi
hari, dan mengurangi kesejahteraan pada lansia (Sonza, Badri, & Erda, 2020).
Kecemasan pada lansia juga dapat meningkatkan risiko penurunan kognitif, dapat
Sejauh ini banyak intervensi yang dapat dilakukakan pada pasien lansia yang
sebagai salah satu pilihan metode atau pendekatan dalam mengatasi gangguan
kecemasasn yang tidak berbahaya dan tidak memiliki efek samping karena bersifat
noninvasif, selain itu dapat dilakukan oleh individu itu sendiri dan hemat biaya (Abadi et
al., 2018; Hmwe, Subramanian, Tan, & Chong, 2015; Lane, 2009; Qu et al., 2014). Salah
satu terapi komplementer yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan yaitu
menurunkan stress, cemas dan tekanan. Teknik relaksasi memiliki banyak jenis dan salah
satunya adalah Autogenic training (Endredy, 2016; Francesco, Mauro, Gianluca, &
Enrico, 2010).
c. Research questions
d. Study design
Literature review
f. Sample
5 artikel yang membahas tentang penggunaan autogenic training dalam menurunkan
g. Instruments
Database elektronik yang digunakan adalah Pubmed, Science Direct, DOAJ, dan Google
h. Procedure
mengenai efek autogenic training terhadap kecemasan pada lansia. Database elektronik
yang digunakan adalah Pubmed, Science Direct, DOAJ, dan Google Scholar dengan
outcome) (da Costa Santos, de Mattos Pimenta, & Nobre, 2007; Frandsen & Eriksen,
2018). Hasil pencarian dibatasi tahun 2009 sampai tahun 2019 serta secara manual
memilih artikel yang relevan atau sesuai dengan pertanyaan penelitian (Gambar 1).
Kriteria inklusi artikel yaitu: (1) Partisipan adalah lansia, (2) Intervensi yang digunakan
adalah autogenic training, (3) Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh autogenic
training terhadap kecemasan, sedangkan kriteria eksklusi adalah tidak relevan dengan
pertanyaan penelitian.
i. Data analysis
j. Result
Literatur review ini memaparkan 5 artikel yang membahas tentang penggunaan autogenic
Aivazyan & Zaitsev, (2018) memaparkan hasil bahwa durasi pemberian autogenic
training yaitu 3 minggu dan tidak menentukan lama pemberian intervensi untuk setiap
sesi. Sedangkan study yang dilakukan oleh (Golding, Fife-Schaw, & Kneebone, 2017)
menjelaskan bahwa durasi pemberian autogenic training yaitu selama 1 bulan dimana
pemberian intervensi 5 kali dalam seminggu dengan tidak mencantumkan lama waktu
yang diperlukan untuk melakuan intervensi. Study yang dilakukan Kneebone, Walker-
Samuel, Swanston, & Otto, (2014) memaparkan bahwa periode intervensi yang dilakukan
membutuhkan waktu yang cukup panjang dimana intervensi dilakukan selama 1 tahun
dengan durasi pemberian 30 menit untuk setiap minggunya. Sedangkan study yang
dilakukan oleh Minowa & Koitabashi, (2013) menjelaskan bahwa interval waktu yang
dibutuhkan yaitu tiga hari setelah pembedahan dan dilakukan selama 3 kali berturut-turut
selama pasien dirawat di rumah sakit tanpa menentukan berapa lama waktu yang
digunakan untuk pelatihan autogenic training. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Miu, Heilman, & Miclea, (2009) tidak menentukan berapa lama pemberian
autogenic training tetapi mereka menggunakan waktu tersingkat dalam setiap sesi yaitu
7-10 menit.
Pada pemaparan literature review ini instrument yang digunakan yaitu Hospital Anxiety
Dari study ini menyatakan bahwa terapi autogenic training memberikan nilai yang
signifikan terhadap penurunan kecemasan pada lansia dimana nilai p < 0,001. Dengan
demikian salah satu terapi non farmakologi yang bisa diberikan pada lansia yang
k. Discussion
kecemasan lansia. Untuk mengurangi kecemasan pada lansia dapat dilakukan dengan
terapi komplementer yaitu autogenic training dimana merupakan suatu latihan yang
diciptakan diri sendiri untuk merasakan kehangatan dan sensasi tubuh yang memberat
dengan cara menemukan tingkat relaksasi fisik dan ketegangan pikiran sehingga melatih
seseorang memasuki fase rileks, yang dapat memberikan keseimbangan mental dan fisik
Dari setiap periode intervensi autogenic training yang bervariasi didapatkan hasil
yang signifikan pada penurunan kecemasan lansia, oleh sebab itu untuk melihat efisiensi
waktu yang dibutuhkan dalam pemberian intervensi autogenic training pada lansia bisa
digunakan periode yang singkat yaitu 3 minggu. Instrument yang digunakan untuk
(STAI). Dari study ini menyatakan bahwa autogenic training memberikan nilai yang
signifikan dalam menurunkan kecemasan pada lansia baik lansia yangsedang menjalani
perawatan di rumah sakit maupun yang ada di komunitas. Dengan demikian salah satu
terapi non farmakologi yang bisa di berikan pada lansia yang mengalami kecemasan yaitu
autogenic training.
l. Comments
penanganan kecemasan pada lansia dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup lansia.
Sehingga disarankan salah satu terapi komplementer yang dapat dilakukan dengan
sederhana tanpa membutuhkan biaya dan dapat dilakukan baik di rumah sakit maupun di
Ya, dapat diaplikasikan oleh perawat. Dari hasil literature review ini dijelaskan
bahwa autogenic training dapat di rekomendasikan sebagai salah satu terapi non
c. Apakah keuntungan penelitian lebih besar daripada risikonya jika hasil penelitian
diaplikasikan pada praktik keperawatan anda saat ini, jika ya kemukakan lasannya dan
Menurut saya, hasil literature review ini dapat diaplikasikan pada praktik
keperawatan saat ini, karena autogenic training merupakan salah satu terapi non
farmakologis yang terbukti dapat menurunkan tingkat kecemasan pada lansia. Terapi
ini tidak menimbulkan efek samping dan lebih menghemat biaya karena dapat
dalam praktik? Apakah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan Ketika akan
1. Pasien disarankan untuk menetukan waktu dan tempat yang tepat serta pasien
3. Instruksikan pasien untuk memejamkan mata lalu ambil nafas dalam-dalam dan
dihembuskan secara perlahan. Diulangi sampai pasien merasa jika nafasnya sudah
4. Instruksikan pasien untuk merasakan anggota tubuhnya yang berat dan pernapasan
5. Pasien merasakan tubuhnya rileks, tenang, dan damai. Pasien merasakan seluruh
anggota tubuhnya panas dan berat. Kemudian pasien menarik nafas dalam dan
dihembuskan perlahan.
Perawat yang akan memberikan terapi autogenic training harus memiliki kompetensi
3. tindakan keperawatan melatih teknik range of motion pasif untuk menurunkan hambatan
4. pengaruh terapi slow stroke back massage terhadap depresi pada lansia diunit pelayanan teknis
5. efektifitas low stroke back massage dalam menngkatkan relaksasi pasien stroke dirumah sakit
A. Citation
EFEKTIVITAS SLOW STROKE BACK MASSAGE DALAM MENINGKATKAN RELAKSASI PASIEN STROKE
B. Background
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan seperti kelemahan pada satu sisi tubuh
dapat menimbulkan dampak psikologis termasuk ansietas. Salah satu metode yang dapat
digunakan untuk mengurangi gejala yang dialami termasuk ansietas adalah slow stroke
C. Research question
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas Slow Stroke Back Massage dalam
D. Study design
F. Sample
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 21 orang yang terdiri dari 10 orang dilakukan
G. Instrument
Indikator relaksasi dengan menilai respon psikologis maupun respon fisiologis pasien.
Respon psikologis dinilai menggunakan format State Trait Anxiety Inventory (STAI).
Sedangkan respon fisiologis dengan melakukan pengukuran tekanan darah dan denyut
nadi.
H. Procedure
Rancangan penelitian yang digunakan adalah non randomized pre test and post-test control
group. Pada penelitian ini terdapat dua kelompok, masing-masing dilakukan treatment berupa
SSBM. Kelompok 1 dilakukan SSBM selama 10 menit dan kelompok 2 selama 5 meni
I. Result
Tidak ada perbedaan rata-rata tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, denyut nadi dan
skor ansietas pasien stroke yang dilakukan SSBM selama 5 menit dan 10 menit. Perawat dapat
melakukan SSBM selama 5 menit ataupun 10 menit untuk meningkatkan relaksasi pasien stroke
J. Discussion
K. Comments
Mahasiswa sebagai calon perawat perlu mendapatkan tentang prosedur SSBM dan
Yang perlu di tingkatkan jumlah sampel yang lebih banyak dan waktu intervensi yang lebih lama.
Relevan, karena setelah dilakukan akan mengurangi gejala yang dialami termasuk
ansietas
Dapat,
C. Apakah keuntungan penelitian lebih besar daripada resikonya jika hasil penelitian
Iya
D. Kemungkinan tentang pendapat anda mengenai hasil penelitian ini. Apakah dapat
Bisa, karena SSBM ini mudah dilakukan kalau sudah tahu tekniknya
E. Jika dapat di aplikasikan kemukakan pendapat anda bagaimana cara pengaplikasianya
6. efektifitas terapi komplementer dalam meningkatkan kekuatan otot pasien stroke (ika)
RESUME JURNAL
A. Citation :
Literature Review.
B. Background :
Secara global, stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyakit mematikan selain
jantung dan kanker. sebagian besar stroke menyerang diatas usia 40 tahun, namun tidak bisa
dipungkiri penyakit ini dapat juga menyerang semua usia (AHA, 2015). Menurut riskesdas
dibandingkan dengan riskesdas 2013, dari 7% menjadi 10,9%. Berdasarkan riskesdas tahun
2013, prevalensi stroke di DIY pada umur ≥ 15 tahun menurut diagnosis dokter/gejala adalah
16,9‰, yang menempati urutan kedua tertinggi prevalensi di Indonesia setelah Provinsi
Sulawesi Selatan. Angka ini lebih tinggi dibanding angka nasional, yaitu 12,1‰. Prevalensi
kerja yang berlebih serta banyaknya mengkonsumsi makanan cepat saji sudah menjadi
sebuah kebiasaan yang wajar dan dapat berpotensi menimbulkan serangan stroke. Stroke
adalah kerusakan fungsi saraf akibat kelainan vascular yang berlangsung lebih dari 24 jam
atau kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak
permanen gerakan, berfikir, memori, bicara atau sensasi dan mobilisasi (Black dalam
Marlina, 2015). Pasien pasca stroke pada umumnya mengalami kelemahan otot pada bagian
anggota gerak tubuh, gangguan postural dan adanya atropi otot (Sudarsini, 2017).
Perawatan pasien stroke tidak hanya terfokus pada pengobatan medis kedokteran atau
ini diperkirakan karena pemulihan yang lama, tidak efektifnya pengobatan, dan karena
tingginya biaya perawatan. Faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam memilih terapi
alternatif komplementer adanya asumsi bahwa terapi alternatif lebih murah, alami,
kemudahan akses dan adanya keyakinan pasien (Wells, Phillip, Schachter, & McCarthy,
2010).
C. Research questions :
Ulasan dalam literature review ini dilakukan sebagai bahan panduan untuk mengatasi
permasalahan terkait dengan meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Pada
terstruktur.
D. Study design :
Keseluruhan artikel yang didapat pada awal pencarian yaitu sebanyak 1.654 artikel.
Artikel didapatkan dari berbagai macam sumber seperti Google Scholar sebanyak 1.460
artikel, PubMed sebanyak 69 artikel, dan ProQuest sebanyak 35 artikel. Jumlah artikel
kemudian diidentifikasi untuk judul dan abstrak 1.450 artikel tidak disertakan karena
tidak sesuai dengan topik. Tersisa 20 artikel kemudian direview secara penuh, tersisa 8
artikel yang tidak memasuki kriteria inklusi setelah direview. Artikel dan langkah akhir
yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 12 artikel. Pada 12 artikel yang telah
kuantitatif dengan analisis Intra dan Interpersonal, 1 penelitian kuantitatif dengan pilot
comparative efficacy study, dan 4 adalah penelitian kuantitatif yang tidak dijelaskan
F. Sample :
berdasarkan lamanya penderita stroke yang diteliti rata-rata 6 bulan pasca stroke. Hasil
dari artikel yang telah didapatkan, terdapat 5 jenis terapi komplementer yaitu ; terapi
cermin (mirror therapy), mental practice (MP) dan mental practice mirror therapy
G. Instruments :
Literatur review ini menggunakan database PubMed, Proquest, Goggle Scholar.
20 artikel internasional dari rentang tahun 2016 sampai 2018 yang sesuai dengan kriteria
H. Procedure :
Kriteria Inklusi :
Kriteria Eksklusi :
2. Artikel yang tidak jelas akan di periksa dan dievaluasi dari semua publikasi
yang diambil.
Jumlah artikel 1.564 kemudian diidentifikasi untuk judul dan abstrak 1.450 artikel
tidak disertakan karena tidak sesuai dengan topik. Tersisa 20 artikel kemudian direview
secara penuh. Setelah direview terdapat 8 artikel yang tidak memenuhi kriteria inklusi.
Artikel dan langkah Akhir yang sesuai dengan kriteria inklusi didapatkan hasil sebanyak
12 artikel.
I. Data analysis :
macam negara seperti: Turki, Korea Selatan, Taiwan, Cina, Australia, Belanda, Jerman,
Brazil, New Zealand, Amerika dan Indonesia. Beberapa artikel yang telah di dapat yaitu
Pada tabel 1 menunjukkan keseluruhan artikel yang didapat pada awal pencarian
yaitu sebanyak 1.654 artikel. Artikel didapatkan dari berbagai macam sumber seperti Google
Scholar sebanyak 1.460 artikel, PubMed sebanyak 69 artikel, dan ProQuest sebanyak 35
artikel. Jumlah artikel kemudian diidentifikasi untuk judul dan abstrak 1.450 artikel tidak
disertakan karena tidak sesuai dengan topik. Tersisa 20 artikel kemudian direview secara
penuh, tersisa 8 artikel yang tidak memasuki kriteria inklusi setelah direview. Artikel dan
langkah akhir yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 12 artikel. Pada 12 artikel yang
telah diambil sebanyak 5 artikel adalah study Randomized Controll Triall, 1 penelitian
kuantitatif dengan analisis Intra dan Interpersonal, 1 penelitian kuantitatif dengan pilot
comparative efficacy study, dan 4 adalah penelitian kuantitatif yang tidak dijelaskan design
J. Result :
berdasarkan lamanya penderita stroke yang diteliti rata-rata 6 bulan pasca stroke. Hasil dari
artikel yang telah didapatkan, terdapat 5 jenis terapi komplementer yaitu ; terapi cermin
(mirror therapy), mental practice (MP) dan mental practice mirror therapy (MPMT), akuatik
treadmill, robotic therapy dan akupuntur. Terapi Komplementer dalam Meningkatkan
pasien stroke di berbagai macam negara. Penelitian yang dilakukan di Cina adalah menggu-
nakan terapi akuatik dengan responden pasien stroke usia 40-75 tahun terbukti secara efektif
meningkatkan tekanan lutut atau refluks otot leplantar dengan kekuatan yang lebih rendah
dibandingkan dengan daya gerak yang rendah dan meningkatkan kerja sama dengan tekanan
lutut, tanpa meningkatkan kelenturan. Hasil penelitian yang dilakukan di Brazil, menunjuk-
kan efek langsung pada aktivasi otot selama intervensi Mental Practice (MP) dan Mental
Practice Mirror Therapy (MPMT) pada pasien stroke. (TA Caires, et. al., 2).
menunjukkan efek yang menguntungkan pada kekuatan otot isometrik di tungkai bawah.
(Young Lee So, et. al. 2018). Pada hasil penelitian di Indonesia dengan menggunakan
mengontrol tubuh dan melakukan berbagai gerakan, serta peningkatan kekuatan fisik.
K. Discussion :
meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Pada tinjauan ini memberikan gambaran
tentang bagaimana efektifitas terapi komplementer dalam meningkatkan kekuatan otot pada
pasien stroke.
Hasil dari semua artikel yang telah di review terdapat beberapa terapi komplementer
untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Beberapa terapi komplementer yang
terbukti dapat meningkatkan kekuatan otot adalah ; terapi cermin (mirror therapy), mental
practice (MP) dan mental practice mirror therapy (MPMT), akuatik treadmill, robotic
Therapy Mirror merupakan terapi untuk pasien stroke dengan melibatkan sistem
mirror neuron yang terdapat di daerah kortek serebri yang bermanfaat dalam penyembuhan
motorik dari tangan dan gerak mulut. (Rizzolatti & Arbib dalam Steven et al, 2010)
Robot Terapi Stroke adalah robot yang diciptakan untuk membantu memberikan
terapi kepada penderita stroke. Alat ini berupa robot yang dapat melatih menggerakan
anggota tubuh penderita secara pasif sesuai dengan gerakan rehabilitasi. Pasien penderita
akan bergerak sesuai dengan controller yang dipakai oleh terapis atau bergerak sendiri sesuai
dengan control program yang telah dimasukkan ke dalam microcontroller. (Qulud, et. al.
2016)
mental mensimulasikan pemberian tindakan. Dengan teknik ini, individu merasakan dirinya
melakukan tindakan yang dibayangkan. Latihan kognitif semacam itu dari gerakan fisik
mampu mengaktifkan, secara virtual, area kortikal yang sama yang diaktifkan selama
eksekusi aktual dari gerakan. Teknik mirror therapy diperkenalkan ke komunitas ilmiah oleh
yang tidak terpengaruh di depan cermin, sementara anggota tubuh yang terkena ada di
Akupuntur adalah pengobatan tradisional dari Cina yang berarti tusuk jarum. Dasar
teori pengobatan akupunktur adalah pola aliran energi (Qi) yang melalui meridian tubuh.
Akupunktur dapat menjadi pengobatan penyakit yang diakibatkan gangguan pada aliran
energi (Qi) dengan memulihkan kembali pola aliran energi (Qi).6 (Oktaria, 2017)
L. Comments :
Diharapkan terapi komplementer ini dapat dilakukan oleh pasien stroke dengan
maksimal.
Keterbatasan dari tinjauan pustaka ini adalah mencari literature hanya berkaitan
dengan terapi komplementer dalam meningkatkan kekuatan otot dan tidak mengulas terapi
komplementer yang dapat membantu rehabilitasi yang lain pada pasien stroke, akan tetapi
penulis sudah mencoba menampilkan berbagai macam terapi komplementer yang dapat
menggunakan terapi akunpuntur dan masih terdapat klinik yang membuka terapi
akupuntur.
b) Apakah hasil penelitian dapat diaplikasikan oleh perawat?
= Menurut saya masih dapat diaplikasikan oleh perawat untuk terapi akupuntur dan terapi
yang lainnya.
c) Apakah keuntungan penelitian lebih besar daripada resikonya jika hasil penelitian
= Menurut saya keuntungannya ada yaitu terapi komplementer ini terapi alternative yang
lebih murah, alami, kemudahan dalam mengakses dan terdapat keyakinan pasien untuk
lama.
d) Kemukakan tentang pendapat Anda mengenai hasil penelitian ini, apakah dapat
diaplikasikan pada praktek keperawatan Anda saat ini, jika ya kemukakan alasannya dan
= Ya, menurut saya bisa diaplikasikan oleh praktek keperawatan untuk terapi
dalam praktek. Apakah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika akan
terapi komplementer ini mempunyai manfaat untuk kesehatan. Akan tetapi untuk terapi
cermin (mirror therapy), mental practice (MP) dan mental practice mirror therapy
(MPMT), akuatik treadmill, robotic therapy kemungkinan jika dipraktikkan yang perlu
diperhatikan yaitu untuk fasilitas dan keamanan alat yang digunakan agar pasien tidak
7. pengaruh therapy terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke di RSUD dr.
moewardi (linda)
Resume Jurnal:
a. Citation
b. Background
Manifestasi klinis dari stroke pada umumnya mengalami kelemahan sebagian atau
seluruh anggota gerak dari tubuh sehingga pasien tidak mampu melakukan aktivitas
karena kelemahan anggota gerak dan membutuhkan latihan untuk mencegah kecacatan.
Penatalaksanaan pada stroke adalah latihan rentang gerak sendi yang dilakukan
kebanyakan pada fisioterapi. Intervensi yang bisa digunakan untuk peningkatan kekuatan
otot dengan mengandalkan ilusi visual pasien dengan menggunakan media cermin yaitu
mirror therapy.
c. Research Question
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mirror therapy terhadap kekuatan
otot ekstremitas.
d. Study Design
Desain penelitian adalah quasy experiment pre post test with control group design. Jenis
penelitian yang akan dilakukan adalah kuantitatif, dengan menggunakan Quasy Experimental,
dengan pendekatan one group pretest-post test design with group control.
Intervensi dilakukan selama 5-7 hari. Peelitian ini dilakukan di Unit Stroke RSUD Dr.
Moewardi
f. Sample
Pada penelitian ini terdapat 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. Kelompok perlakuan diberikan intervensi mirror therapy dari peneliti, sedangkan
kelompok kontrol tidak mendapat mirror therapy tetapi hanya mendapat latihan ROM
standar oleh Unit Stroke Anggrek 2 RSUD Dr. Moewardi. Adapun kriteria inklusinya
yaitu semua pasien stroke non hemoragik yang dirawat di Unit Stroke RSUD Dr.
Moewardi, pasien yang mengalami kelemahan otot ekstremitas sebagian atas dan bawah,
pasien dengan kesadaran composmentis GCS E4M6V5 dan pasien yang bersedia menjadi
responden. Populasi adalah pasien stroke iskemik dengan teknik consecutive sampling
berjumlah 30 responden
g. Instruments
Media cermin
h. Procedure
i. Data Analysis
Uji analisa menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test dan Mann Whitney-U Test.
Data akan dianalisis dengan univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk
mengetahui distribusi frekuensi data seperti umur, jenis kelamin, dan mendeskripsikan
kekuatan otot ekstremitas sebelum dan sesudah mirror therapy. Untuk analisis bivariat,
analisa ini untuk mengetahui perbedaan kekuatan otot ekstremitas antara kelompok yang
diberikan uji beda data tak berpasangan. Skala data yang dilakukan pada penelitian ini
adalah skala data ordinal, makamaka uji analisis yang digunakan adalah uji statistik
nonparametrik. Analisa untuk menguji perbedaan nilai pretest dan posttest menggunakan
Wilcoxon, yaitu untuk melihat perbedaan kekuatan otot ekstremitas atas maupun bawah
kekuatan otot ekstremitas posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
menggunakan Mann Whitney U-Test. Jika P value < α (0,05) maka H0 ditolak dan Ha
j. Result
sebelum dan sesudah diberi mirror therapy dan latihan ROM yaitu pada ekstremitas atas
Pada ekstremitas bawah didapatkan nilai p=0,083 kelompok kontrol sedangkan kelompok
intervensi p=0,003. Uji statistik Mann Whitney pada ekstremitas atas diperoleh nilai
k. Discussion
Ada pengaruh mirror therapy terhadap kekuatan otot pada pasien stroke sehingga dapat
l. Comments
Pada pasien stroke yang mengalami hemiparesis yang me- nimbulkan kecacatan dan
perlu dilakukan rehabilitasi, mirror therapy ini juga merupakan intervensi yang tepat
sebagai program rehabilitasi dirumah pada pasien pasca stroke yang membutuhkan
perawatan yang lama dan intervensi ini terbukti efektif meningkatkan status fungsi- onal
m. Limitation of study
Ya
Ya
c. Apakah keuntungan penelitian lebih besar daripada risikonya jika hasil penelitian
Ya
d. Kemukakan tentang pendapat Anda mengenai hasil penelitian ini, apakah dapat
diaplikasikan pada praktik keperawatan Anda saat ini, jika ya kemukakan alasannya dan
Ya dapat diaplikasikan pada praktik keperawatan saat ini, karena pasien mengalami
kelemahan pada otot ekstremitas dan terapi ini mengandalkan interaksi persepsi visual-
Berdasarkan hasil pengamatan kekuatan otot post test pada kelompok kontrol ekstremitas
atas kekuatan otot mengalami peningkatan sedangkan ekstremitas bawah paling banyak
mengalami kekuatan otot yang cukup. Pada kelompok intervensi kekuatan otot setelah
diberikan mirror therapy pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah dengan hasil yang
Terapi ini digunakan untuk memperbaiki fungsi motorik pasca stroke. Terapi cermin
mudah dilakukan dan hanya memmembutuhkan latihan yang sangat singkat tanpa
membebani pasien
dalam praktik. Apakah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika akan
Cara pengaplkasian dalam praktik adalah pasien ditempatkan dalam posisi duduk di atas
paha pasien di berikan meja untuk meletakkan media cermin kemudian pasien diajarkan
pasien.
monitor TTV sebelum dan sesudah dilakukan intervensi (latihan rentang gerak
mirror therapy).
8. implementasi dukungan spiritual berbasis budaya menurunkan kecemasan pada pasien stroke
(silfi)
a. 8. Citation
Kecemasan pada Pasien Stroke. Jurnal Kesehatan Vol. 10 No. 2 Tahun 2020.
b. Background
Stroke merupakan suatu penyakit yang dapat menyerang, melumpuhkan serta bisa
membunuh manusia. Salah satu masalah yang dialami pasien stroke selain masalah
psikologis dan fisik juga masalah psikospiritual juga sering dialami pasien stroke.
c. Research question
d. Study design
Desain penelitian ini adalah Quasy Experimental dengan pendekatan pre post test control
group design.
Time :
Setting : RSUD Kabupaten Sampang
f. Sample
Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 18 sampel kelompok intervensi dan 18
Inklusi :
Pasien dengan skor kecemasan >7 (DASS) dari hasil pre test
Composmentis
GCS 14-15
Eksklusi
g. Procedure
pasien dengan durasi 45-60 menit dalam 1 kali pertemuan dilakukan selama 3 kali
pertemuan.
h. Data analysis
i. Result
Pada kelompok intervensi ada perbedaan terhadap tingkat kecemasan sebelum
pada kelompok control masih dalam keadaan cemas sebelim dan setelah
intervensi.
implementasi Sebagian besar pasien berada pada tangka kecemasan berat dan
setelah diberi intervensi ada penurunan yaitu berada pada tingkat sedang.
Sedangkan hasil penilaian oada kelompok control Sebagian besar tetap ditingkat
standart
sebagai bagian dari intervensi asuhan keperawatan spiritual berbasis budaya pada
pasien stroke.
j. Discussion
Perlu dibentuk struktur bimbingan Rohani dan rujukan konseling spiritual bagi Rumah
sakit pada unit binroh untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien stroke.
k. Comments
relevan
c. Apakah keuntungan penelitia lebih besar daripada resikonya jika hasil penelitian
d. Kemukakan tentang pendapat anda mengenai hasil penelitian ini. Apakah dapat
diapliksikan pada praktek keperawatan anda saat ini. Jika ya kemukakan alasannya dan
Bisa, karena implementasi dukungan spiritual itu mudah dilakukan dan dapat
dalam praktek. Apakah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan Ketika akan
Dapat diapliksikan dengan cara perawat mendampingi pasien, membantu dalam berdoa
atau mendoakan pasien dan memebrikan dukungan praktik keagamaan serta rujukan
konseing keagamaan
9. Efektifitas Terapi Komplementer Dalam Meningkatkan Kekuatan Otot Pasien Stroke:
N. Background :
Secara global, stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyakit mematikan selain
jantung dan kanker. sebagian besar stroke menyerang diatas usia 40 tahun, namun tidak bisa
dipungkiri penyakit ini dapat juga menyerang semua usia (AHA, 2015). Menurut riskesdas
dibandingkan dengan riskesdas 2013, dari 7% menjadi 10,9%. Berdasarkan riskesdas tahun
2013, prevalensi stroke di DIY pada umur ≥ 15 tahun menurut diagnosis dokter/gejala adalah
16,9‰, yang menempati urutan kedua tertinggi prevalensi di Indonesia setelah Provinsi
Sulawesi Selatan. Angka ini lebih tinggi dibanding angka nasional, yaitu 12,1‰. Prevalensi
Pola hidup yang tidak teratur seperti makan yang tidak teratur, kurang olahraga, jam
kerja yang berlebih serta banyaknya mengkonsumsi makanan cepat saji sudah menjadi
sebuah kebiasaan yang wajar dan dapat berpotensi menimbulkan serangan stroke. Stroke
adalah kerusakan fungsi saraf akibat kelainan vascular yang berlangsung lebih dari 24 jam
atau kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak
permanen gerakan, berfikir, memori, bicara atau sensasi dan mobilisasi (Black dalam
Marlina, 2015). Pasien pasca stroke pada umumnya mengalami kelemahan otot pada bagian
anggota gerak tubuh, gangguan postural dan adanya atropi otot (Sudarsini, 2017).
Perawatan pasien stroke tidak hanya terfokus pada pengobatan medis kedokteran atau
ini diperkirakan karena pemulihan yang lama, tidak efektifnya pengobatan, dan karena
tingginya biaya perawatan. Faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam memilih terapi
alternatif komplementer adanya asumsi bahwa terapi alternatif lebih murah, alami,
kemudahan akses dan adanya keyakinan pasien (Wells, Phillip, Schachter, & McCarthy,
2010).
O. Research questions :
Ulasan dalam literature review ini dilakukan sebagai bahan panduan untuk mengatasi
permasalahan terkait dengan meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Pada
terstruktur.
P. Study design :
Keseluruhan artikel yang didapat pada awal pencarian yaitu sebanyak 1.654 artikel.
Artikel didapatkan dari berbagai macam sumber seperti Google Scholar sebanyak 1.460
artikel, PubMed sebanyak 69 artikel, dan ProQuest sebanyak 35 artikel. Jumlah artikel
kemudian diidentifikasi untuk judul dan abstrak 1.450 artikel tidak disertakan karena
tidak sesuai dengan topik. Tersisa 20 artikel kemudian direview secara penuh, tersisa 8
artikel yang tidak memasuki kriteria inklusi setelah direview. Artikel dan langkah akhir
yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 12 artikel. Pada 12 artikel yang telah
kuantitatif dengan analisis Intra dan Interpersonal, 1 penelitian kuantitatif dengan pilot
randomized controll trial, 1 penelitian kuantitatif dengan single blind, randomized
comparative efficacy study, dan 4 adalah penelitian kuantitatif yang tidak dijelaskan
R. Sample :
berdasarkan lamanya penderita stroke yang diteliti rata-rata 6 bulan pasca stroke. Hasil
dari artikel yang telah didapatkan, terdapat 5 jenis terapi komplementer yaitu ; terapi
cermin (mirror therapy), mental practice (MP) dan mental practice mirror therapy
S. Instruments :
20 artikel internasional dari rentang tahun 2016 sampai 2018 yang sesuai dengan kriteria
T. Procedure :
Kriteria Inklusi :
1. Penelitian ini berkaitan dengan efektifitas terapi komplementer dalam
Kriteria Eksklusi :
2. Artikel yang tidak jelas akan di periksa dan dievaluasi dari semua publikasi
yang diambil.
Jumlah artikel 1.564 kemudian diidentifikasi untuk judul dan abstrak 1.450 artikel
tidak disertakan karena tidak sesuai dengan topik. Tersisa 20 artikel kemudian direview
secara penuh. Setelah direview terdapat 8 artikel yang tidak memenuhi kriteria inklusi.
Artikel dan langkah Akhir yang sesuai dengan kriteria inklusi didapatkan hasil sebanyak
12 artikel.
U. Data analysis :
macam negara seperti: Turki, Korea Selatan, Taiwan, Cina, Australia, Belanda, Jerman,
Brazil, New Zealand, Amerika dan Indonesia. Beberapa artikel yang telah di dapat yaitu
Pada tabel 1 menunjukkan keseluruhan artikel yang didapat pada awal pencarian
yaitu sebanyak 1.654 artikel. Artikel didapatkan dari berbagai macam sumber seperti Google
Scholar sebanyak 1.460 artikel, PubMed sebanyak 69 artikel, dan ProQuest sebanyak 35
artikel. Jumlah artikel kemudian diidentifikasi untuk judul dan abstrak 1.450 artikel tidak
disertakan karena tidak sesuai dengan topik. Tersisa 20 artikel kemudian direview secara
penuh, tersisa 8 artikel yang tidak memasuki kriteria inklusi setelah direview. Artikel dan
langkah akhir yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 12 artikel. Pada 12 artikel yang
telah diambil sebanyak 5 artikel adalah study Randomized Controll Triall, 1 penelitian
kuantitatif dengan analisis Intra dan Interpersonal, 1 penelitian kuantitatif dengan pilot
comparative efficacy study, dan 4 adalah penelitian kuantitatif yang tidak dijelaskan design
V. Result :
berdasarkan lamanya penderita stroke yang diteliti rata-rata 6 bulan pasca stroke. Hasil dari
artikel yang telah didapatkan, terdapat 5 jenis terapi komplementer yaitu ; terapi cermin
(mirror therapy), mental practice (MP) dan mental practice mirror therapy (MPMT), akuatik
pasien stroke di berbagai macam negara. Penelitian yang dilakukan di Cina adalah menggu-
nakan terapi akuatik dengan responden pasien stroke usia 40-75 tahun terbukti secara efektif
meningkatkan tekanan lutut atau refluks otot leplantar dengan kekuatan yang lebih rendah
dibandingkan dengan daya gerak yang rendah dan meningkatkan kerja sama dengan tekanan
lutut, tanpa meningkatkan kelenturan. Hasil penelitian yang dilakukan di Brazil, menunjuk-
kan efek langsung pada aktivasi otot selama intervensi Mental Practice (MP) dan Mental
Practice Mirror Therapy (MPMT) pada pasien stroke. (TA Caires, et. al., 2).
menunjukkan efek yang menguntungkan pada kekuatan otot isometrik di tungkai bawah.
(Young Lee So, et. al. 2018). Pada hasil penelitian di Indonesia dengan menggunakan
mengontrol tubuh dan melakukan berbagai gerakan, serta peningkatan kekuatan fisik.
W. Discussion :
meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Pada tinjauan ini memberikan gambaran
tentang bagaimana efektifitas terapi komplementer dalam meningkatkan kekuatan otot pada
pasien stroke.
Hasil dari semua artikel yang telah di review terdapat beberapa terapi komplementer
untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Beberapa terapi komplementer yang
terbukti dapat meningkatkan kekuatan otot adalah ; terapi cermin (mirror therapy), mental
practice (MP) dan mental practice mirror therapy (MPMT), akuatik treadmill, robotic
mirror neuron yang terdapat di daerah kortek serebri yang bermanfaat dalam penyembuhan
motorik dari tangan dan gerak mulut. (Rizzolatti & Arbib dalam Steven et al, 2010)
Robot Terapi Stroke adalah robot yang diciptakan untuk membantu memberikan
terapi kepada penderita stroke. Alat ini berupa robot yang dapat melatih menggerakan
anggota tubuh penderita secara pasif sesuai dengan gerakan rehabilitasi. Pasien penderita
akan bergerak sesuai dengan controller yang dipakai oleh terapis atau bergerak sendiri sesuai
dengan control program yang telah dimasukkan ke dalam microcontroller. (Qulud, et. al.
2016)
mental mensimulasikan pemberian tindakan. Dengan teknik ini, individu merasakan dirinya
melakukan tindakan yang dibayangkan. Latihan kognitif semacam itu dari gerakan fisik
mampu mengaktifkan, secara virtual, area kortikal yang sama yang diaktifkan selama
eksekusi aktual dari gerakan. Teknik mirror therapy diperkenalkan ke komunitas ilmiah oleh
amputasi ekstremitas atas. Ini modalitas pengobatan didasarkan pada gambar anggota badan
yang tidak terpengaruh di depan cermin, sementara anggota tubuh yang terkena ada di
Akupuntur adalah pengobatan tradisional dari Cina yang berarti tusuk jarum. Dasar
teori pengobatan akupunktur adalah pola aliran energi (Qi) yang melalui meridian tubuh.
Akupunktur dapat menjadi pengobatan penyakit yang diakibatkan gangguan pada aliran
energi (Qi) dengan memulihkan kembali pola aliran energi (Qi).6 (Oktaria, 2017)
X. Comments :
Diharapkan terapi komplementer ini dapat dilakukan oleh pasien stroke dengan
maksimal.
Keterbatasan dari tinjauan pustaka ini adalah mencari literature hanya berkaitan
dengan terapi komplementer dalam meningkatkan kekuatan otot dan tidak mengulas terapi
komplementer yang dapat membantu rehabilitasi yang lain pada pasien stroke, akan tetapi
penulis sudah mencoba menampilkan berbagai macam terapi komplementer yang dapat
menggunakan terapi akunpuntur dan masih terdapat klinik yang membuka terapi
akupuntur.
= Menurut saya masih dapat diaplikasikan oleh perawat untuk terapi akupuntur dan terapi
yang lainnya.
h) Apakah keuntungan penelitian lebih besar daripada resikonya jika hasil penelitian
= Menurut saya keuntungannya ada yaitu terapi komplementer ini terapi alternative yang
lebih murah, alami, kemudahan dalam mengakses dan terdapat keyakinan pasien untuk
melakukakan terapi komplementer walaupun pemulihan ini membutuhkan waktu yang
lama.
i) Kemukakan tentang pendapat Anda mengenai hasil penelitian ini, apakah dapat
diaplikasikan pada praktek keperawatan Anda saat ini, jika ya kemukakan alasannya dan
= Ya, menurut saya bisa diaplikasikan oleh praktek keperawatan untuk terapi
dalam praktek. Apakah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika akan
terapi komplementer ini mempunyai manfaat untuk kesehatan. Akan tetapi untuk terapi
cermin (mirror therapy), mental practice (MP) dan mental practice mirror therapy
(MPMT), akuatik treadmill, robotic therapy kemungkinan jika dipraktikkan yang perlu
diperhatikan yaitu untuk fasilitas dan keamanan alat yang digunakan agar pasien tidak
A. Kesimpulan
Dari hasil pengkajian menunjukkan bahwa Ny. S mengalami penurunan pada anggota
gerak sehingga ditegakkan diagnosa prioritas yaitu Hambatan Mobilitas Fisik dan
dilakukan intervensi mengajarkan terapi Latihan menggenggam bola karet yang bertujuan
B. Saran
Diharapkan keluarga dapat mengajarkan dan membantu klien untuk melakukan kegiatan
terapi Latihan sehingga dapat meningkatkan kekuatan otot pada pasien pasca stroke.
DAFTAR PUSTAKA
Faridah, U., Sukarmin, & Sri, K. (2018). Pengaruh Rom Exercise Bola Karet Terhadap Kekuatan
Otot Genggam Pasien Stroke Di Rsud Raa Soewondo Pati. Indonesia Jurnal Perawat, 3(1),
36–43.
Nurartianti, N., & Wahyuni, N. T. (2020). Pengaruh Terapi Genggam Bola Terhadap
Peningkatan Motorik Halus Pada Pasien Stroke. Jurnal Kesehatan, 8(1), 922–926.
https://doi.org/10.38165/jk.v8i1.98
WHO. 2014. Avoiding Heart attacks and stroke : don’t be a victim-protect yourself.
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasa tentang Penyakit Tidak Menular Balitbangkes.