Anda di halaman 1dari 27

1

JURNAL 5

BAB III

STUDI KASUS

A. Identitas Pasien

Pasien berinisial An. MA berusia 4 tahun 11 bulan, beragama Islam,

beralamat di desa Nawangan, kabupaten Pacitan. Pasien dominan menggunakan

sisi sebelah kanan. Pasien merupakan anak pertama. Diagnosis medis pasien yaitu

CP Ataxia, diagnosis topis pasien yaitu pada area cerebellum dan diagnosis

kausatif pasien karena kejang pada usia 7 bulan.

B. Data Subjektif

1. Interview

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu pasien pada 1 Maret 2019,

diperoleh informasi bahwa pasien lahir normal pada usia 9 bulan dengan

dibantu oleh bidan di rumah bersalin. Pada usia 7 bulan pasien mengalami

kejang tanpa panas, pasien dibawa ke dokter spesialis dan disarankan

melakukan pemeriksaan EEG di Yogyakarta. Hasil pemeriksaan EEG yaitu

pasien terkena epilepsy. Keluhan utama orang tua adalah pasien belum mampu

berjalan. Orang tua juga mengeluhkan jika anak belum mampu makan secara

mandiri dan masih di suapi saat makan, hal tersebut dikarenakan anak masih

berceceran jika diminta untuk makan sendiri. Sehingga dengan penanganan di

klinik MIM Ponorogo, orang tua berharap pasien dapat berjalan, mampu makan

dan mampu melakukan aktivitas keseharian yang lain secara mandiri.


2

2. Observasi

Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 08 Februari 2019 didapatkan data

bahwa pasien berpenampilan rapi dan bersih. Pasien kurang kooperatif dan

mampu mengikuti instruksi sederhana. Tonus otot pasien hipotonia. Pasien

mampu duduk secara mandiri, namun belum konsisten pada posisi tegak.

Pasien mampu berjalan walaupun masih belum seimbang dan masih dibantu

(digandeng).

Pasien mampu memegang sendok menggunakan pola pegang grasps

dengan lengan supinasi, namun untuk pola tripod pasien belum konsisten.

Untuk mengarahkan sendok ke dalam mulut pasien masih kesulitan karena

tonus pasien yang hipotonia dengan gerakan yang kurang terarah. Pasien tidak

ada masalah mengunyah dan menelan.

Mood pasien tidak stabil, dan sering berubah-ubah. Atensi dan

konsentrasi pasien belum konsisten.

3. Screening Test

Screening test yang dilakukan pada tanggal 14 Februari 2019 didapatkan

data bahwa pasien lahir pada usia kehamilan fullterm dengan persalinan normal

di rumah bersalin dan dibantu oleh bidan. Usia 7 bulan pasien mengalami

kejang tanpa ada demam, pasien dibawa ke dokter spesialis dan disarankan

melakukan EEG di Yogyakarta. Hasil pemeriksaan EEG yaitu pasien terkena

epilepsy. Keluhan utama orang tua pasien adalah pasien belum mampu berjalan.
3

Perkembangan Milestones pasien yaitu pasien mampu menegakkan kepala

pada usia 4 bulan, berguling pada usia 6 bulan, memindahkan benda dari kanan

ke kiri usia 6 bulan, duduk secara mandiri usia 3 tahun, merangkak maju,

mundur dan ke samping usia 3,5 tahun, kneeling tanpa berjalan usia 3,8 tahun,

berjalan kneeling ke depan, ke belakang usia 4 tahun, berdiri usia 4 tahun, dan

berjalan mandiri tanpa di tetah pada usia 4,5 tahun.

Gerak kasar pasien bernilai sedang yang berarti dapat mempertahankan

kepala tegak namun tidak pada semua posisi. Kontrol kepala pada posisi pull-

to-sit, duduk dan telungkup pada siku bernilai sedang, dengan arti dapat

mempertahankan kepala tegak namun tidak pada semua posisi.

Tonus otot pasien hypotonia. Reaksi duduk tegak pasien untuk ke depan,

ke arah belakang dan samping bernilai (+) namun masih belum stabil. Reaksi

tegak pada saat berdiri untuk ke arah depan, samping dan belakang bernilai (+)

namun masih belum stabil. Ekstensi protektif pada saat duduk dan berdiri ke

arah depan, samping dan belakang bernilai (+). Reaksi keseimbangan pada saat

duduk dan berdiri ke arah depan, samping dan belakang bernilai (-). Pada

aktivitas berjalan pasien bernilai sedang yang berarti mampu memulai namun

tidak dapat mempertahankan semua posisi. Mobilitas pasien adalah berjalan

dengan bantuan sedang. Pasien menggunakan alat bantu yaitu AFO.

Pemeriksaan taktil pada pasien untuk pemeriksaan sentuhan halus, reaksi

pasien yaitu biasa saja terhadap stimulus. Pemeriksaan rasa nyeri reaksi pasien
4

yaitu menarik diri di akhir pemeriksaaan dan untuk pemeriksaan tekanan yang

dalam, reaksi pasien yaitu biasa saja terhadap stimuli.

Pada pola menggenggam gerak kasar seperti pola silindris dan berbentuk

bola bernilai sedang yang berarti mampu memulai, mempertahankan namun

tidak dapat menggunakan gerak kasar secara fungsional, sedangkan pada pola

berbentuk kait bernilai kurang yang berarti tidak mampu memulai,

mempertahankan dan menggunakan pola kait tersebut. Pada pola pegang gerak

halus seperti pola pad to pad, tripod, tip to tip dan opposition bernilai sedang

yang berarti mampu memulai namun tidak dapat mempertahankan dan

menggunakan gerak halus secara fungsional, sedangkan untuk pola lateral pad

bernilai kurang yang berarti tidak mampu memulai, mempertahankan dan

menggunakan pola pegang lateral pad. Pasien mampu memanipulasi benda.

Koordinasi mata-tangan pasien cukup baik, namun untuk koordinasi

lengan-mata-tangan pasien masih kesulitan dikarenakan koordinasi gerak yang

kurang terarah. Pasien mampu melakukan gerakan meyilang melalui garis

tengah tubuh.

Rentang atensi pasien sekitar 15 detik. Rentang konsentrasi dan toleransi

terhadap frustasi pasien bernilai sedang yang berarti mampu kembali ke

aktifitas tanpa perintah. Pasien mampu mengidentifikasi angka 1 sampai 10,

warna primer dan bagian tubuh seperti mata, hidung, mulut, rambut, tangan dan

kaki. Pasien mampu mendiskriminasi kanan dan kiri. Mampu mengenal body

image dan body scheme. Pasien mampu mengikuti perintah sederhana, mampu
5

bermain bersama dengan teman sebayanya, kurang kooperatif, gembira dan

friendly.

Komunikasi pasien menggunakan bahasa verbal. Artikulasi kurang jelas.

Pasien berbicara sehari-hari menggunakan Bahasa Indonesia.

Pada aktivitas berpakaian untuk memakai baju, celana dan kaos kaki

pasien masih dibantu, melepas baju masih dibantu, namun untuk melepas

celana pendek, celana panjang, celana dalam dan kaos kaki pasien mampu

melepas secara mandiri dalam posisi duduk. Untuk aktivitas hygiene dan

toileting masih dibantu, namun pasien mampu memberikan kode saat ingin

BAB dan BAK.

Aktivitas makan dan minum pasien masih dibantu, pasien mampu

memegang dan minum dari botol dot dengan mandiri, namun untuk memegang

dan minum dari botol mineral secara mandiri belum mampu, minum

menggunakan sedotan mampu. Untuk aktivitas makan, pasien masih kesulitan

mengarahkan sendok ke dalam mulut karena tonus otot yang hipotonia dengan

kontrol gerakan yang kurang terarah. Makan menggunakan sendok belum

mampu secara mandiri karena pasien masih memegang sendok dengan pola

pegang grasps. Pasien makan disuapi oleh ibu. Pasien tidak diet bahan makanan

tertentu. Pasien memakan nasi dan makan sehari 3 kali.

Pasien merupakan anak pertama dengan pengasuh utamanya yaitu ibu.

Hobi pasien bermain mobil-mobilan. Pekerjaan orang tua adalah pegawai


6

swasta. Rumah pasien berlantai satu dengan lantai dari keramik dan tidak dekat

dengan jalan raya. Kamar mandi berada di dalam rumah dengan wc jongkok.

Daftar masalah yang didapatkan dari screening pediatric yaitu reaksi

duduk tegak pasien untuk ke depan, ke arah belakang dan samping bernilai (+)

namun masih belum stabil, dikarenakan tonus otot pasien yang hypotonia dan

postural control yang belum baik.

Aktivitas makan menggunakan sendok dan menggunakan tangan belum

mampu mandiri karena untuk memegang sendok pasien belum stabil, karena

terkadang pasien masih memegang sendok dengan pola grasp, untuk

mengarahkan makanan ke dalam mulut pasien masih kesulitan karena kontrol

gerakan yang kurang terarah.

Masalah yang diprioritaskan dalam penanganan okupasi terapi yaitu pada

Activity of Daily Living (ADL) berupa mampu makan secara mandiri dan tidak

berceceran.

4. Model / treatment yang digunakan

Pada studi kasus ini kerangka acuan yang digunakan yaitu

Neurodevelopment Treatment (NDT) dengan pendekatan Bobath karena

memiliki tujuan utama yaitu untuk memfasilitasi perkembangan motorik secara

normal dan pencegahan gangguan perkembangan sekunder yang disebabkan

oleh kontraksi otot dan kelainan bentuk pada kedua ekstremitas (Rana et al.,

2017).

C. Data Objektif
7

Beberapa pemeriksaan telah dilakukan pada tanggal 14 Februari 2019

menggunakan pemeriksaan terstandar dan pemeriksaan tidak terstandar.

Pemeriksaan terstandar dilakukan menggunakan blanko-blanko terstandar sebagai

berikut:

1. Pemeriksaan Motorik Halus

Berdasarkan pemeriksaan menggunakan blanko pemeriksaan motorik halus

didapatkan hasil bahwa tangan dominan pasien yaitu sebelah kanan. Fungsi

anggota gerak atas pasien normal, namun koordinasi lengan-mata-tangannya

masih kurang baik, yang disebabkan karena koordinasi gerak pada lengan yang

kurang terarah.

Pasien belum mampu melempar bola dikarenakan tonus otot yang

hipotonia. Pasien mampu melakukan aktivitas cross midline seperti

memindahkan bola dari kanan ke kiri. Pasien tidak memiliki hambatan pada

gerakan supinasi dan pronasi. Pasien mampu memegang dan melepas bola,

melepas dan menempatkan benda (pegs geometri), memasang 10 biji pegs

geometri sedang. Pasien mampu meronce menggunakan benang gilig dengan

manik-manik besar, sedang dan kecil, melepas biji manik-manik besar dan kecil

dan mampu menggenggam biji kedelai. (Lampiran 2)

2. Pemeriksaan WeeFIM

Berdasarkan pemeriksaan menggunakan blanko WeeFIM diperoleh hasil

pada area self care dengan score 17, pada area mobility dengan score 13 dan
8

pada area social cognition dengan score 12. Total keseluruhan dari pemeriksaan

WeeFIM yaitu 42 dengan arti usia pasien setara dengan usia dibawah 3 tahun.

(Lampiran 3)

3. Pemeriksaan Clinical Observation of Neuromotor Performance

Berdasarkan pemeriksaan menggunakan blanko Clinical Observation 0f

Neuromotor Performance diperoleh hasil bahwa pada tes Poor Sensory

Modulation pasien mengalami gangguan pada Gravitational Insecurity,

Distractibility dan Level of Activity.

Pada tes Difficulty with Posture pasien mengalami kesulitan pada Prone

Extension, Extensor Muscle Tone, dan Equilibrium.

Pada tes Poor Bilateral Integration and Sequencing (BIS) pasien

mengalami kesulitan pada Mixed Hand Preference, Hopping/ Jumping in Series

of Circles, Skipping, Jumping Jacks, Symmetrical Stride Jumping, Reciprocal

Stride Jumping dan Stepping Over A Moving Objects.

Pada tes Somatodyspraxia pasien mengalami kesulitan pada Sequential

Finger Touching Dan Diadokokinesia.

Pada tes Visually Controlled Eye Movement tidak mengalami kesulitan.

(Lampiran 4)

4. Level Gross Motor Function Classification System (GMFCS)


9

Berdasarkan level Gross Motor Function Classification System (GMFCS)

yaitu pasien berada pada level II yang berarti anak-anak CP kesulitan berjalan

pada jarak yang jauh dan kesulitan dalam menyeimbangkan tubuh saat berada

di medan yang tidak rata, miring, di daerah yang ramai atau pada ruangan yang

terbatas. (Lampiran 5)

5. Pemeriksaan tidak terstandar

Pada pemeriksaan tidak terstandar yaitu menggunakan tes koordinasi

fungsi sereberal yang digunakan untuk mengetes control motorik dari pasien.

Dari tes tersebut didapatkan hasil bahwa pasien belum mampu melakukan tes

Dysdiadochokinesia dan tes Dyssynergia. Pasien mampu melakukan tes

Dysmetria untuk gerakan finger to finger dan finger to nose. Pasien tidak

mengalami temor dan asthenia (mudah lelah). Pada tes Rebound Phenomenon

of Holmes pasien belum mampu mengontrol gerakan tangan saat tahanan

dilepaskan.

D. Assessment / Pengkajian Data

1. Rangkuman data Subjektif dan Objektif

Berdasarkan data subjektif dan objektif didapatkan data bahwa pasien

berinisial An. MA berusia 4 tahun 8 bulan berjenis kelamin laki-laki yang

beralamat di Nawangan, Kab. Pacitan. Diagnosis medis pasien yaitu CP ataxia,

diagnosis topis nya pada area Cerebellum dan diagnosis kausatif pasien karena

kejang pada usia 7 bulan.


10

Dari hasil screening test didapatkan daftar masalah meliputi, pasien

hipotonia, reaksi tegak, ekstensi protektif dan reaksi keseimbangan saat duduk

dan berdiri ke arah depan, samping dan belakang bernilai (-), pada pola pegang

berbentuk kait dan lateral pad bernilai kurang dan pada pola pegang pad to pad,

tip to tip, oposisi dan tripod, pasien belum mampu mempertahankan pegangan

dan menggunakan gerak halus secara fungsional. Makan menggunakan sendok

dan tangan belum mampu mandiri karena untuk memegang sendok pasien

belum stabil karena terkadang pasien masih memegang sendok dengan pola

grasp serta untuk mengarahkan makanan ke dalam mulut pasien masih

kesulitan karena tonus otot yang hipotonia dengan kontrol gerakan yang kurang

terarah.

Berdasarkan dari hasil interview, observasi, screening dan assessment

didapatkan level Gross Motor Function Classification System (GMFCS) pasien

yaitu level II yang berarti anak-anak CP pada level GMFCS II kesulitan

berjalan pada jarak yang jauh dan kesulitan dalam menyeimbangkan tubuh saat

berada di medan yang tidak rata, miring, didaerah yang ramai atau pada

ruangan yang terbatas. Pasien berjalan dengan bantuan fisik (digandeng) dan

hanya memiliki kemampuan minimal untuk melakukan aktivitas motorik

seperti melompat dan berlari.

2. Aset

Aset yang dimiliki pasien yaitu pasien berpenampilan rapi dan bersih.

Pasien mampu mengikuti instruksi sederhana. Pasien mampu duduk secara


11

mandiri. Pasien mampu melakukan gerakan menyilang melalui garis tengah

tubuh. Pasien mampu memulai pola genggam silindris, pola pegang pad to pad,

tip to tip, oposisi, tripod dan mampu memegang sendok menggunakan pola

genggam grasps dengan lengan supinasi. Pasien mampu mengkoordinasikan

mata dan tangannya.

3. Limitasi

Limitasi yang dimiliki pasien yaitu pasien kurang kooperatif, tonus otot

pasien hipotonia. Reaksi duduk tegak pasien untuk ke depan, ke arah belakang

dan samping bernilai (+) namun masih belum stabil.

Pada pola pegang pad to pad, tip to tip, oposisi dan tripod, pasien belum

mampu mempertahankan pegangan dan menggunakan gerak halus secara

fungsional. Koordinasi lengan-mata-tangan pasien masih kesulitan dikarenakan

kontrol gerak yang kurang terarah. Pasien tidak mampu memulai,

mempertahankan dan menggunakan pola pegang berbentuk kait dan lateral.

Pada aktivitas makan menggunakan sendok dan menggunakan tangan

masih dibantu karena untuk memegang sendok menggunakan pola tripod

pasien belum stabil karena terkadang pasien masih memegang sendok dengan

pola grasp. Untuk mengarahkan makanan ke dalam mulut pasien masih

kesulitan karena tonus otot yang hipotonia dengan kontrol gerakan yang kurang

terarah. Aktivitas berpakaian dan aktivitas hygiene masih dibantu.


12

Mood pasien tidak stabil, dan sering berubah-ubah. Atensi dan konsentrasi

belum konsisten.

4. Prioritas Masalah

Berdasarkan aset, limitasi, hasil pemeriksaan dan kesepakatan antara orang

tua pasien dan terapis didapatkan prioritas masalah pada kasus ini yaitu

kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas makan secara mandiri.

5. Diagnosis OT

Berdasarkan hasil Assessment dapat diketahui bahwa pasien mengalami

gangguan pada area Activity of Daily Living (ADL) yaitu aktivitas makan. Pada

area produktivitas pasien yaitu reaksi tegak pada saat duduk dan berdiri kurang,

sehingga mengganggu aktivitas pasien karena cenderung memfleksikan

badannya. Pada area leisure yaitu pasien belum mampu berjalan secara mandiri

sehingga mempengaruhi sosialisasi dengan teman sebayanya.

E. Perencanaan Terapi

Pada studi kasus ini akan dilakukan perencanaan terapi yaitu:

1. Tujuan Jangka Panjang

Pasien mampu makan secara mandiri dan tidak berceceran pada posisi duduk

selama 18 kali sesi terapi.

2. Tujuan Jangka Pendek

STG 1: pasien mampu duduk tegak di kursi secara mandiri selama 5 kali sesi

terapi
13

STG 2: pasien mampu mengontrol gerakan pada lengan untuk aktivitas

fungsional makan secara mandiri selama 3 kali sesi terapi

STG 3: pasien mampu memegang sendok menggunakan pola tripod secara

mandiri selama 4 kali sesi terapi.

STG 4: pasien mampu mengarahkan makanan ke dalam mulut tanpa tercecer

selama 6 kali sesi terapi.

3. Strategi / Teknik

Kerangka acuan yang digunakan adalah kerangka acuan Neurodevelopment

Treatment (NDT) dengan pendekatan Bobath dengan teknik fasilitasi, key

points of contol, Central of Gravity (COG), dan Base of Support (BOS).

4. Frekuensi

Frekuensi terapi dilakukan sebanyak 2-3 kali sesi terapi dalam seminggu.

5. Durasi

Durasi terapi yaitu selama 20 – 30 menit.

6. Media Terapi

Media terapi yang akan digunakan yaitu meja, kursi, Gym ball, Ballster,

cone, bola kecil, keranjang, balok gradasi ukuran, stick es krim, koin, kaleng,

biji-bijian, wadah dan sendok.

7. Home Program
14

Home program yang diberikan kepada pasien yaitu diharapkan pasien mau

melakukan latihan untuk penguatan postural control dengan melakukan

aktivitas seperti merangkak, merayap dan memanjat dengan di dampingi orang

tua. Diharapkan juga kepada orang tua pasien untuk memberikan support

kepada pasien dengan cara mendampingi pasien saat melakukan latihan untuk

meningkatkan stabilitas duduk dan stabilitas lengannya menggunakan aktivitas

seperti memasukkan bola ke dalam keranjang. Saat dirumah, orang tua juga

diharapkan melatih pasien untuk memegang sendok dengan benar, orang tua

dapat melatih pasien dengan cara meminta pasien memasukkan koin ke dalam

celengan. Memberikan edukasi kepada orang tua agar orang tua memberikan

kesempatan kepada pasien untuk latihan makan secara mandiri saat berada

dirumah.

F. Pelaksanaan Terapi

Pelaksanaan terapi dengan menerapkan perencanaan terapi yang sudah

disusun. Berikut rencana Pelaksanaan Terapi yang akan dilakukan:

1. Adjunctive Methods

Adjunctive merupakan langkah untuk mempersiapkan pasien sebelum

melakukan terapi. Aktivitas yang dilakukan pada adjunctive methods antara lain:

berdoa dan pemanasan gerak.

Sesi terapi dimulai dengan aktivitas berdoa bersama antara terapis dan

pasien. Dilanjutkan dengan pemanasan gerak dan duduk di atas Gym ball.
15

Pemanasan gerak dilakukan pada semua gerakan di area shoulder, elbow dan

wrist dengan cara pasien menirukan gerakan yang di instruksikan terapis. Pada

aktivitas ini terapis memperhatikan posisi tubuh pasien agar tetap seimbang

dengan memperhatikan Base of Support (BOS) dan Centre of Gravity (COG)

yang merupakan titik tengah pada tubuh yaitu pada bagian pelvic pasien.

Aktivitas selanjutnya yaitu pasien di duduk kan di atas gym ball, terapis

memberikan tehnik key point of cotrol pada bagian pelvic pasien. Terapis

mengarahkan bola ke samping kanan, kiri, depan dan belakang. Pada aktivitas

ini terapis memperhatikan posisi tubuh pasien agar tetap seimbang dengan

memperhatikan Center og Gravity (COG) pada area panggul untuk menumpu

badanya.

Safety precaution pada aktivitas adjunctive yaitu pasien pada posisi duduk

tegak di kursi, dengan terapis berada didepan pasien untuk menjaga kestabilan

gerakan apabila pasien melakukan gerakan aktif.

Gambar 1.1 Berdoa


16

Gambar 1.2 Pemanasan gerak

2. Enabling

Pada tahap ini aktivitas yang diberikan kepada pasien lebih kompleks tetapi

belum mengarah kepada aktivitas bertujuan. Aktivitas yang diberikan pada

enabling activities antara lain: menyusun cone dengan gradasi ketinggian,

memasukkan bola dari depan ke keranjang yang berada di sebelah kiri pasien,

menyusun balok yang diberikan terapis dari sebelah kanan disusun di sebelah

kiri pasien, kneeling dan tengkurap di atas ballster.

a. Menyusun cone

Pasien duduk tegak pada kursi. Pasien diminta untuk menyusun cone

yang dipegang terapis. Terapis memberikan gradasi untuk ketinggian cone,

mulai dari selevel dada pasien sampai dengan level kepala pasien. Aktivitas

ini berfungsi untuk mengontrol gerakan pada lengan pasien.

Pada aktivitas ini terapis memperhatikan posisi tubuh pasien agar tetap

seimbang dengan memperhatikan Center og Gravity (COG) pada area

panggul untuk menumpu badanya dan tetap memperhatikan Base of Support

(BOS).
17

Gambar 2.1 Menyusun cone

Safety precautions pada aktivitas ini yaitu pasien duduk tegak di kursi.

Terapis duduk di depan pasien dan memberikan bantuan kepada pasien jika

pasien membutuhkan bantuan. Terapis harus memperhatikan postural

control, Center of Gravity dan Base of Support dari pasien untuk

menghindari adanya kompensasi gerakan.

b. Memasukkan bola dari depan ke keranjang sebelah kiri

Pasien diminta untuk memasukkan bola yang berada di depan pasien ke

keranjang yang berada disebelah kiri pasien setinggi level kepala pasien.

Aktivitas ini bertujuan untuk meningkatkan motor control pada pasien serta

dapat meningkatkan keseimbangan pasien pada saat duduk.

Pada aktivitas ini terapis memperhatikan posisi tubuh pasien agar tetap

seimbang dengan memperhatikan Center og Gravity (COG) pada area

panggul untuk menumpu badanya dan tetap memperhatikan Base of Support

(BOS).

Gambar 2.2 Memasukkan bola ke keranjang


18

c. Menyusun balok dengan gradasi ukuran

Aktivitas lain yang diberikan yaitu menyusun balok yang diberikan oleh

terapis dari depan pasien dan disusun disebelah kiri pasien dengan gradasi

ukuran dari yang terkecil hingga besar, aktivitas ini dilakukan untuk

meningkatkan control motor pada lengan pasien.

Tehnik yang digunakan yaitu fasilitasi yang berfungsi untuk

memfasilitasi tonus otot pasien dengan pemberian gradasi ukuran pada balok.

Pada aktivitas ini terapis memperhatikan posisi tubuh pasien agar tetap

seimbang dengan memperhatikan Center og Gravity (COG) pada area

panggul untuk menumpu badanya dan tetap memperhatikan Base of Support

(BOS).

Gambar 2.3 Menyusun balok

Safety precautions pada aktivitas ini yaitu pasien duduk tegak di kursi.

Terapis duduk di depan pasien dan memberikan bantuan kepada pasien jika

pasien membutuhkan bantuan. Terapis harus memperhatikan postur tubuh,


19

Center of Gravity dan Base of Support dari pasien untuk menghindari

adanya kompensasi gerakan.

d. Memasukan koin ke dalam celengan dengan berjalan kneeling

Aktivitas lainnya yaitu berjalan kneeling, pasien diminta untuk berdiri di

atas lutut. Terapis mengunakan tehnik Key Point of Cntrol dengan

memegangi pelvic pasien. Pasien di instruksikan untu berjalan menggunakan

lutut dan memasukkan koin ke dalam celengan dilakukan dengan tujuan

untuk meningkatkan kemampuan memegang pola tripod. Sedangkan

aktivitas memasukkan koin kedalam celengan

Gambar 2.4 Berjalan kneeling

Safety precautions pada aktivitas berjalan kneeling yaitu terapis berada

di samping pasien untuk membantu jika pasien membutuhkan bantuan.

e. Tengkurap di atas Ballster


20

Aktivitas lainnya yaitu anak diminta untuk tengkurap di atas ballster,

pada tahap ini terapis menggunakan teknik fasilitasi agar anak mampu

mengangkat kepala dan meluruskan trunk nya, menggunakan COG pada

abdomen nya untuk menumpu berat badan pasien dan memperhatikan BOS

nya yaitu di lutut pasien. Pada tahap ini pasien diminta untuk meraih benda

yang ada di atas kepalanya. Terapis memberikan stabilisasi pada tangan yang

tidak di gunakan. Terapis memperhatikan trunk pasien lurus atau tidak.

Safety precautions pada aktivitas ini yaitu terapis duduk di depan

pasien dan memberikan bantuan kepada pasien jika pasien membutuhkan

bantuan. Terapis harus memperhatikan postur tubuh, Center of Gravity dan

Base of Support dari pasien untuk menghindari adanya kompensasi

gerakan.

3. Purpossefull activity

Purposefull meliputi semua aktivitas yang memiliki tujuan yang menetap,

berhubungan dan bermakna bagi pasien. Pada aktivitas ini pasien diminta untuk

melakukan simulasi makan menggunakan biji-bijian. Pasien diminta untuk

memegang sendok dan menyendok biji-bijian lalu dipindahkan ke wadah yang

berada didepan pasien. Aktivitas ini bertujuan untuk melatih kekuatan otot pada

pola tripod. Aktivitas lain yang diberikan yaitu pasien diminta untuk memegang

sendok dan menyendok biji-bijian lalu diarahkan ke wadah yang berada di

depan mulut pasien.


21

Aktivitas ini bertujuan untuk meningkatkan motor control pada lengan

pasien.

Pada aktivitas ini terapis memperhatikan posisi tubuh pasien agar tetap

seimbang dengan memperhatikan Center og Gravity (COG) pada area panggul

untuk menumpu badanya dan tetap memperhatikan Base of Support (BOS).

Gambar 3.1 Menyendok biji-bijian

Gambar 3.2 Mengarahkan sendok ke depan mulut


22

Tehnik yang digunakan pada aktivitas ini yaitu fasilitasi, dengan cara

terapis membantu mengarahkan pasien untuk mengarahkan sendok ke dalam

mulut.

4. Occupation

Occupation merupakan tahap yang paling tinggi dari kontinuitas

pelaksanaan okupasi terapi. Pada tahap ini pasien diminta untuk

mempraktikkan langsung aktivitas makan, mulai dari memegang sendok

menggunakan pola tripod, mengarahkan makanan ke dalam mulut, serta pasien

mampu melakukan aktivitas makan secara mandiri.

Pada aktivitas ini terapis memperhatikan posisi tubuh pasien agar tetap

seimbang yaitu dengan memperhatikan Base of Support (BOS) pasien dan

Central of Gravity (COG) yang merupakan titik tengah tubuh yaitu pada pelvic

dari pasien.

G. Re-evaluasi

1. Data Subjektif

Berdasarkan hasil re-evaluasi pada tanggal 22 Maret 2019 didapatkan hasil

bahwa pasien pada posisi duduk sudah lebih bagus dari sebelumnya, pasien

mampu mempertahankan posturnya saat aktivitas terapi dilakukan meskipun

masih belum konsisten, hal ini dikarenakan adanya respon positif pada
23

equilibrium yang dapat dilihat pada saat pasien mampu mempertahankan kepala

dan upper trunk tegak saat duduk.

Pada aktivitas memegang sendok, pasien sudah mampu memegang sendok

dengan pola tripod, namun masih belum konsisten karena terkadang pasien

masih memegang sendok dengan pola grasp. Untuk mengarahkan sendok ke

dalam mulut, pasien masih mengalami sedikit kesulitan karena tonus otot yang

hypotonia, sehingga penggerak utama untuk mengarahkan makanan ke mulut

masih menggunakan elbow dan mengakibatkan makanan yang akan dibawa

kemulut masih berceceran.

Atensi dan konsentrasi pasien masih belum konsisten. Pasien masih sering

terdistraksi jika ada mainan atau media terapi lain disekitarnya.

2. Data objektif

Reevaluasi pada data objektif dilakukan pada 22 Maret 2019. Hasil re-

evaluasi yang telah dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan motorik halus,

pemeriksaan WeeFIM, pemeriksaan observation of neuromotor performance

dan level Gross Motor Function Classification System (GMFCS).

a. Pemeriksaan motorik halus

Berdasarkan pemeriksaan menggunakan blanko pemeriksaan motorik

halus didapatkan hasil bahwa tangan dominan pasien yaitu sebelah kanan.

Fungsi anggota gerak atas pasien normal, koordinasi lengan-mata-tangannya

sudah lebih bagus dari sebelumnya, dikarenakan pasien sudah mampu

mengontrol gerakan pada lengannya. Pasien sudah mampu melempar bola


24

dikarenakan pasien sudah mampu mengontrol gerakan pada lengan. Pasien

mampu memegang, melepas dan menempatkan benda. (Lampiran 2)

b. Pemeriksaan WeeFIM

Berdasarkan pemeriksaan menggunakan blanko WeeFIM diperoleh

hasil pada area self care dengan score 20 mengalami peningkatan pada

aktivitas makan dari nilai 2 menjadi nilai 5, pada area mobility dengan score

13 dan pada area social cognition dengan score 12. Total keseluruhan dari

pemeriksaan WeeFIM yaitu 45 dengan arti usia pasien setara dengan usia

dibawah 3 tahun. (Lampiran 3)

c. Pemeriksaan observation of neuromotor performance

Berdasarkan pemeriksaan ulang menggunakan blanko Clinical

Observation of Neuromotor Performance diperoleh hasil bahwa pasien

mulai menunjukkan tidak adanya kesulitan pada aktivitas equilibrium,

dimana pasien mulai dapat melakukan postural adjustment dengan anggota

gerak ke atas dan mampu mempertahankan kepala dan upper trunk tegak.

(Lampiran 4)

d. Level Gross Motor Function Classification System (GMFCS).

Berdasarkan pengamatan ulang pada Level Gross Motor Function

Classification System (GMFCS), diperoleh hasil level GMFCS yaitu tetap

pada level II, namun pasien sudah mampu menyeimbangkan tubuhnya pada

ruangan yang terbatas. (Lampiran 5)

e. Pemeriksaan tidak terstandar


25

Berdasarkan pemeriksaan ulang pada pemeriksaan tidak terstandar

menggunakan tes koordinasi fungsi sereberal di dapatkan hasil bahwa pasien

masih belum mampu melakukan gerakan pada tes Dysdiadochokinesia, tes

Dyssynergia dan pada tes Rebound Phenomenon of Holmes.

3. Hasil Pencapaian Terapi

Pencapaian hasil terapi yang dilakukan di klinik MIM Ponorogo selama 12

kali sesi terapi dari total perencanaan 18 kali sesi terapi. Berdasarkan hasil

pengamatan setelah melakukan 12 kali sesi terapi, program terapi yang

dilakukan belum sepenuhnya tercapai, karena intensitas terapi pada frekuensi

dan durasi dalam melakukan kegiatan terapi masih sangat kurang.

Dari hasil pencapaian terapi ini didapatkan kesimpulan bahwa pada STG I

belum sepenuhnya tercapai, pasien sudah lebih bagus dari sebelumnya, pasien

mampu mempertahankan kepala dan upper trunk tegak saat duduk meskipun

masih belum konsisten, sehingga terapis masih harus melatih postural control

pasien agar pasien tidak duduk condong ke arah flexi (membungkuk).

Pada STG II tercapai yaitu pasien mampu mengontrol gerakan pada lengan

untuk fungsional makan melalui aktivitas terapi yang diberikan.

Pada STG III tercapai yaitu pasien mampu memegang sendok

menggunakan pola tripod meskipun belum konsisten.


26

Dan pada STG IV belum sepenuhnya tercapai, yaitu pasien belum mampu

mengarahkan sendok ke dalam mulut tanpa berceceran.

H. Follow Up

1. Tindakan OT selanjutnya

Untuk lebih meningkatkan kemampuan pasien dalam aktivitas makan

terutama pada aktivitas mengarahkan sendok ke dalam mulut, terapis dapat

melakukan penguatan dengan cara melakukan pemanasan gerak pada

ekstremitas atas, seperti pada shoulder, elbow, wrist dan grasp, dan

memberikan aktivitas yang dapat menguatkan ekstremitas atas khususnya pada

bagian lengan kanan. Terapis juga masih harus melatih postural control pasien

agar pasien tidak duduk condong ke arah flexi (membungkuk), terapis dapat

memberikan aktivitas dengan merayap, merangkak atau memanjat untuk

memfasilitasi pasien supaya trunk pasien dalam posisi lurus. Terapis dapat

memberikan aktivitas kepada pasien untuk lebih meningkatkan pola tripod

pasien serta memberikan aktivitas untuk mengontrol gerakan pada lengan

pasien seperti memberikan aktivitas menyusun balok, dan memasukkan koin ke

dalam celengan. Terapis memberikan edukasi kepada keluarga untuk

memberikan kesempatan kepada pasien untuk makan secara mandiri namun

tetap dalam pengawasan dan melalukan pemanasan gerak saat berada dirumah.

2. Home program

Home program yang diberikan kepada pasien yaitu diharapkan pasien mau

melakukan latihan untuk penguatan postural control dengan melakukan


27

aktivitas seperti merangkak, merayap dan memanjat dengan di dampingi orang

tua. Diharapkan juga kepada orang tua pasien untuk memberikan support

kepada pasien dengan cara mendampingi pasien saat melakukan latihan untuk

meningkatkan stabilitas duduk dan stabilitas lengannya menggunakan aktivitas

seperti memasukkan bola ke dalam keranjang. Saat dirumah, orang tua juga

diharapkan melatih pasien untuk memegang sendok dengan benar, orang tua

dapat melatih pasien dengan cara meminta pasien memasukkan koin ke dalam

celengan. Memberikan edukasi kepada orang tua agar orang tua memberikan

kesempatan kepada pasien untuk latihan makan secara mandiri saat berada

dirumah.

Anda mungkin juga menyukai