Anda di halaman 1dari 18

27

BAB III

STUDI KASUS

A. Identitas Pasien

Berdasarkan interview dengan ibu klien yang dilakukan pada 28

Februari 2019, didapatkan informasi bahwa klien An. M.Sy (20 tahun)

beragama Islam berjenis kelamin laki-laki lahir pada tanggal 12 April

1998 bertempat tinggal di Jl.Mutikarya 3 RT 10/09 No.18 Jakarta. Klien

saat ini sedang menempuh SMP-LB di YPAC Jakarta.

B. Data Subjektif

1. Interview

Interview yang dilakukan bersama ibu klien dilakukan pada 28

Februari 2019 diperoleh informasi yaitu klien an. M.Sy berusia 20

tahun, an. M.Sy dilahirkan dengan usia kehamilan 9 bulan dengan

bantuan bidan, merupakan anak pertama. Riwayat sebelum

melahirkan, saat melahirkan dan sesudah melahirkan tidak mempunyai

riwayat penyakit seperti diabetes, hipertensi, penyakit yang lain, tidak

mengkonsumsi obat-obatan, serta tidak mengalami trauma atau

kecelakaan. An. M.Sy dibawa ke YPAC Jakarta Selatan dikarenakan

klien mengalami masalah keterbatasan gerak yang menyebabkan

pasien tidak mampu merangkak, berdiri, berjalan dikarenakan klien

saat berumur 5 bulan mengalami jatuh saat bersama orang lain, klien

diketahui saat sore dan malam hari klien selalu menangis setelah
28

kejadian terjatuh kemudian dibawa ke tukang urut untuk menangani

kondisi klien yang diharapkan mampu menangani masalah atas

kejadian tersebut, setelah bertahun-tahun di bawa dan ditangani oleh

tukang urut sampai umur 9 tahun dan merasa tidak ada perubahan

terhadap klien, maka saat berumur 10 tahun klien dibawa ke dokter

karena klien mengalami perubahan postur dengan kondisi skoliosis dan

memiliki keterbatasan pada lower extremity mengalami spastisitas

serta abnormal tonus pada kedua ekstremitas bawah serta upper

extremity bagian elbow sinistra, kemudian di diagnosis oleh dokter

mengalami kondisi CP quadriplegi dengan deformitas skoliosis.

Perkembangan milestones pasien mengalami keterlambatan pada

aktivitas duduk pada usia 8 tahun. Klien kemudian dirujuk ke YPAC

Jakarta dengan tujuan mendapatkan pelayanan okupasi terapi dengan

harapan klien mampu mandiri dalam berpakaian memakai dan melepas

kaos / kemeja, makan, belajar, meskipun dengan keterbatasan yang

dimiliki, dikarenakan klien sekarang sudah bersekolah.

2. Observasi Klinis

Berdasarkan observasi terhadap klien yang dilakukan pada 28

Februari 2019. Saat pertama kali bertemu klien, penampilan rapi,

rambut bersih, kulit terawat, gigi kurang terawat, kuku kurang terawat.

Dalam kemampuan bicara, komunikasi koheren tetapi artikulasi

kadang-kadang kurang jelas, intonasi lambat. Klien mengalami

deformitas yaitu skoliosis sehingga mengalami masalah pada postur


29

dan head neck conrol, ekstremitas upper extremity dextra bagian wrist

fleksi mengalami spastisitas. Mobilitas klien menggunakan kursi roda

cp dengan bantalan pada hip untuk mencegah pola kaki menggunting

yang membutuhkan bantuan mobilitas penuh dari orang lain.

3. Screening Test

Berdasarkan pemeriksaan dengan blangko pediatric screening

yang dilakukan pada 28 Februari 2019, pasien bersikap kooperatif,

klien mengalami masalah pada postur dikarenakan skoliosis dan neck

control, atensi klien cukup baik. Klien masih memiliki refleks STNR.

Reaksi tegak klien yaitu ke samping sisi dextra, memiliki postural

pattern: wirst dextra flexi mengalami spastisitas, elbow dextra flexsi

mengalami spastisitas. Kontrol kepala klien tegak namun dengan

waktu yang tidak lama. Klien belum mampu menerima instruksi

perintah kompleks. Dalam berkomunikasi, klien mampu

berkomunikasi verbal namun mengalami masalah pada artikulasi

karena memiliki keterbatasan pada kontrol rahang.

Dalam aktivitas makan, klien belum mampu makan

menggunakan tangan dan belum mampu menghisap dengan sedotan.

Dalam berpakaian klien belum mampu memakai kaos / kemeja,

mengkancingkan kancing baju. Dalam hal aktivitas mandi, klien masih

perlu bantuan pada aktivitas menggosok badan.


30

4. Kerangka Acuan

Kerangka acuan yang digunakan pada kasus ini yaitu kerangka

acuan NDT (neuro developmental treatment) dan kerangka acuan

rehabilitatif.

Kerangka acuan rehabilitatif dimana pendekatan kompensatori

untuk klien yang akan diperlukan untuk kehidupannya dengan

disabilitas temporer atau permanent yang bertujuan melatih klien untuk

mengkompensasi keterbatasan yang tidak dapat diperbaiki dengan

metode seperti berikut ; alat bantu, modifikasi lingkungan, modifikasi

kursi roda, peralatan ambulasi, adaptasi prosedur, edukasi.

Reasoning penggunaan kedua metode yaitu metode NDT dan

rehabilitatif karena klien masih memiliki asset pada upper extremity

sinistra dan upper extremity dextra dapat ditingkatkan dengan teknik

inhibisi pada metode NDT yang efektif digunakan untuk mengurangi /

menghilangkan pola abnormalitas tonus yang dimiliki oleh klien.

Fungsi metode rehabilitatif yaitu menggunakan modifikasi lingkungan

pada kursi dengan bantalan disamping kedua pelvic untuk

mempertahankan postur pasien, modifikasi aktivitas dengan adapted

technique klien saat melakukan aktivitas berpakaian melepas dan

memakai kaos.
31

C. Data Objektif

1. Pemeriksaan FIM

Berdasarkan pemeriksaan blangko FIM pada 28 Februari 2019.

Didapatkan data bahwa skor yang diperoleh yaitu sebesar 44. Pada

area merawat diri ; makan memiliki skor nilai 3 yaitu klien masih

membutuhkan bantuan sedang, merias diri memiliki skor 4 yaitu

pasien membutuhkan minimal, mandi memiliki skor 2 yaitu klien

membutuhkan bantuan maksimal, berpakaian untuk tubuh bagian atas

memiliki skor 2 yaitu pasien membutuhkan bantuan maksimal,

berpakaian untuk tubuh bagian bawah memiliki skor 1 yaitu klien

membutuhkan bantuan penuh, untuk toileting klien memiliki skor 2

yaitu klien membutuhkan bantuan maksimal.

Pada area kontrol BAK dan BAB pasien memiliki skor 4 yaitu

klien membutuhkan bantuan minimal. Area mobilitas atau transfer

klien dari tempat tidur, kursi, kursi roda memiliki skor 1 yaitu klien

membutuhkan bantuan penuh. Mobilitas pada area toilet pasien

memiliki skor 2 yaitu klien membutuhkan bantuan maksimal. Transfer

dari tempat duduk mandi, bak mandi, shower pasien memiliki skor 1

yaitu klien membutuhkan bantuan penuh.

Area locomotion atau gerak berjalan atau menggunakan kursi

roda serta naik tangga memiliki skor 1 yaitu klien membutuhkan

bantuan penuh.
32

Komunikasi klien dalam hal komprehensif memiliki skor 3

yaitu klien membutuhkan bantuan sedang. Dalam komunikasi ekspresi

klien memiliki skor 4 yaitu klien membutuhkan bantuan minimal yaitu

klien membutuhkkan bantuan minimal.

Kognitif klien dalam interaksi sosial, memecahkan persoalan

dan daya ingat memiliki skor 3 pasien yaitu klien membutuhkan

bantuan sedang.

2. Pemeriksaan Bobath Chart

Pemeriksaan yang dilakukan pada 12 Maret 2019, pasien dapat

mengangkat kepala saat terlentang. Klien mampu mengangkat satu

tangan kiri dan kepala diangkat keatas. Klien mampu tengkurap lengan

ekstensi di samping tubuh, telapak tangan menghadap ke bawah. Klien

mampu duduk dengan lutut ekstensi, tungkai abduksi, hip 90 – 100

derajat.

3. Pemeriksaan skala asworth

Pemeriksaan yang dilakukan pada 12 Maret 2019, klien

didapatkan hasil bahwa pada upper extremity dextra mengalami

spastisitas pada elbow dengan skor 3 yang artinya peningkatan tonus

otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM, tetapi sendi pada

masih mudah digerakkan dan wrist flexi memiliki skor 4 yang artinya

peningkatan tonus otot sangat nyata, dan gerakan pasif sulit dilakukan.
33

D. Pengkajian Data

1. Rangkuman Data Subjektif dan Objektif

Berdasarkan Interview dan pemeriksaan yang dilakukan pada

28 Februari 2019 didapatkan hasil bahwa klien An. M.Sy (20 tahun)

beragama Islam berjenis kelamin laki-laki lahir pada tanggal 12 April

1998 bertempat tinggal di Jl.Mutikarya 3 RT 10/09 No.18 Jakarta.

Sikap pasien kooperatif, terdapat masalah pada postur karena

mengalami skoliosis dan head neck control, atensi klien cukup baik.

Tonus pada perut tidak ada hambatan. Klien masih memiliki refleks

STNR. Mobilitas klien sehari-hari menggunakan alat bantu kursi roda

cp dengan bantalan pada hip untuk mencegah pola kaki menggunting.

Tangan dominan klien bagian sinistra dan tangan bagian elbow dan

wrist dextra mengalami spastisitas.

Klien an. M.Sy memiliki skor 44 pada pemeriksaan FIM dan

pada pemeriksaan bobath chart memiliki hasil bahwa klien dapat

mengangkat kepala saat terlentang. Klien mampu mengangkat satu

tangan kiri dan kepala diangkat keatas. Klien mampu tengkurap lengan

ekstensi di samping tubuh, telapak tangan menghadap ke bawah. Klien

mampu duduk dengan lutut ekstensi dengan salah satu tangan

menumpu pada lantai dengan tungkai abduksi, hip 90 – 100 derajat.


34

2. Asset

Asset yang dimiliki oleh klien adalah memiliki kontak mata

selama lima menit dengan rentang atensi pada suatu aktivitas selama

30 menit dan klien tidak terdistraksi dengan mudah kembali aktivitas

tanpa perintah dan mampu menyelesaikan aktivitas tanpa tanda-tanda

frustasi, kemarahan atau menyerah. Klien dapat mempertahankan

kepala tegak namun dalam waktu yang tidak lama. Dalam posisi duduk

klien mampu duduk tegak namun badan asimetris dikarenakan kondisi

skoliosis. Klien mampu melakukan aktivitas menggunakan tangan

dominan yaitu upper extremity sinistra dengan pola menggenggam

power grip. Klien mampu melakukan aktivitas bilateral dengan

menggunakan kedua upper extremity. Pada hand sklills klien, klien

mampu dalam memanipulasi tangan dengan menggunakan media

pensil, gunting dan mampu melakukan aktivitas makan dan minum

menggunakan sisi dominan sinistra. Klien dapat menyisisir rambut

dan menggosok gigi secara mandiri dengan menggunakan tangan

bagian sinistra.

Dalam kemampuan berkomunikasi, pasien mampu

berkomunikasi secara verbal dan nonverbal namun dengan artikulasi

yang kurang jelas.

3. Limitasi

Pasien memiliki limitasi yaitu spastik pada ekstremitas atas

bagian dextra-ekstensor serta masih memiliki refleks STNR. Klien


35

memiliki keterbatasan skoliosis, strabismus, ibu jari kortikal dan

menggenggam pada tangan dextra. Klien belum mampu untuk

merangkak, berdiri dan berjalan.

Klien mengalami kesulitan menghisap, menelan dan

mengkontrol rahangnya. Klien belum mandiri makan menggunakan

tangan serta belum mampu menhisap menggunakan sedotan. Klien

belum mandiri berpakaian melepas dan memakai kaos/kemeja,

menalikan sepatu, makan menggunakan tangan dan aktivitas toilet

secara mandiri dikarenakan memiliki keterbatasan yaitu spastik pada

ektremitas atas bagian dextra.

4. Prioritas Masalah

Prioritas masalah pada klien adalah berpakaian melepas dan

memakai kaos dengan posisi duduk secara mandiri dikarenakan

mengalami keterbatasan spastik pada ekstremitas upper wrist dextra

dan mengalami masalah pada head neck control.

5. Diagnosis Okupasi Terapi

Berdasarkan asset dan limitasi pasien, maka diperoleh

kesimpulan klien mengalami masalah pada area ADL yaitu aktivitas

melepas dan memakai kaos.

Anak belum mandiri berpakaian melepas dan memakai kaos

dikarenakan keterbatasan pada upper extremity wrist dan elbow dextra

mengalami spastisitas serta mengalami masalah pada head neck

control.
36

E. Perencanaan Terapi

1. Tujuan Jangka Panjang 1

Klien mampu melepas kaos secara mandiri dengan adaptive

technique pada posisi duduk dalam 12 kali sesi terapi.

Tujuan Jangka pendek

a. STG 1 : Pasien mampu melepas kaos dari belakang punggung

keluar kepala dengan posisi duduk dalam 4 kali sesi terapi.

b. STG 2 : Pasien mampu melepas kaos keluar dari lengan dextra

dengan posisi duduk dalam 4 kali sesi terapi.

c. STG 3 : Pasien mampu melepas kaos keluar dari lengan sinistra

dengan posisi duduk dalam 4 kali sesi terapi.

Tujuan Jangka Panjang 2

Klien mampu memakai kaos secara mandiri dengan adaptive

technique pada posisi duduk dalam 12 kali sesi terapi.

Tujuan Jangka pendek

a. STG 1 : Pasien mampu memasukkan kaos ke lengan dextra

dengan posisi duduk dalam 4 kali sesi terapi.

b. STG 2 : Pasien mampu memasukkan kaos ke lengan sinistra

dengan posisi duduk dalam 4 kali sesi terapi.

c. STG 3 : Pasien mampu memasukkan kaos ke kepala dengan

posisi duduk dalam 4 kali sesi terapi.


37

d. STG 4 : Pasien mampu memakai dan merapikan kaos dengan

posisi duduk dalam 4 kali sesi terapi.

2. Strategi dan teknik

Strategi yang digunakan dalam kerangka acuan NDT yaitu:

inhibisi dengan tujuan mengurangi abnormalitas tonus. Dengan

merubah postural dan patern yang menyebabkan dapat bergerak lebih

normal dengan menghambat pola gerak abnormal menjadi sikap tubuh

yang normal dengan menggunakan teknik “reflex inhibitory patern”.

Serta menerapkan pola forward chaining pada pelaksanaan treatment,

yaitu klien melakukan aktivitas mulai dari urutan awal. Pada kerangka

acuan rehabilitative menerapkan adaptive technique dalam aktivitas

melepas dan memakai kaos serta menggunakan adaptasi lingkungan.

3. Frekuensi

Terapi dilakukan sebanyak tiga kali sesi terapi dalam satu

minggu.

4. Durasi

Durasi dilakukan selama 30 - 45 menit per sesi terapi.

5. Media Terapi

Media terapi yang digunakan dalam proses terapi yaitu: peg

board balok, kaos.


38

7. Home Program

Edukasi kepada klien dan keluarga klien untuk latihan aktivitas

melepas dan memasang kaos dengan mandiri ketika dirumah. Klien

juga diberi edukasi untuk melakukan latihan rutin di rumah dengan

dengan kaos. Dengan media mainan klien memindahkan mainan dari

bawah ke atas dengan tujuan melatih kemampuan membungkuk

pasien. Latihan dilakukan selama 15-25 menit di rumah, tujuannya

untuk melatih kemandirian pasien dalam melepas dan memakai kaos.

Memberikan edukasi kepada orang tua klien dalam posisi

duduk di kursi agar menggunakan kursi dengan tahanan di samping

pelvic dengan tujuan menjaga keamanan pasien.

8. Safety Precaution

Kursi yang digunakan dalam beraktivitas di rumah sebaiknya

memiliki ujung kayu yang tumpul. Permukaan pada kursi harus dalam

keadaan halus, tidak ada serat atau serpihan kayu yang tersisa. Bidang

yang digunakan dalam beraktivitas memakai kaos sebaiknya pada

bidang datar.

F. Pelaksanaan Terapi

1) Adjunctive

Aktivitas adjunctive merupakan prosedur terapi untuk

mempersiapkan “occupational performance” anak tetapi sebagai

preeliminasi penggunaan aktivitas bertujuan.


39

Memberi salam dan doa kepada pasien sebelum memulai

aktivitas serta melakukan elongation pada elbow dextra, wrist

dextra, finger dextra dan shoulder dextra terlebih dahulu dengan

tujuan mengurangi spatisitas tonus pasien, kemudian melakukan

elongation pada elbow sinistra, wrist sinistra, finger sinistra dan

shoulder sinistra dengan tujuan mengurangi spatisitas tonus

pasien.

2) Enabling

Pada tahap ini terapis memfokuskan pada pengkajian dan

program remidiasi komponen kinerja occupational serta mulai

mendidik anak dengan aktivitas yang berhubungan dengan area

kerja occupational.

(Gambar enabling G.1)

Klien diberi aktivitas melepas peg board dan memasang

peg board bertujuan mengurangi gerak refleks klien dengan

menginhibisi pola gerak abnormalitas klien dengan upper extremity

dextra dan sinistra meraih peg board keatas kearah yang telah

ditentukan oleh terapis dengan selalu memperhatikan postur klien

yaitu klien mampu mempertahankan postur dan klien mampu


40

membungkuk dengan tujuan mampu melakukan aktivitas melepas

dan memakai kaos dengan adaptive technique.

(Gambar enabling G.2)

Untuk menginhibisi pola gerak abnormalitas gerak refleks

elbow klien maka klien memegang peg board yang diletakkan pada

table top kemudian klien memberikan ke tangan terapis kedepan

kepala klien secara bergantian dengan tujuan melatih posisi

membungkuk yang berguna pada penerapan adaptive technique

melepas dan memakai kaos.

Untuk melatih pola gerak normal dalam melepas dan

memakai kaos, maka klien memegang peg board yang diletakkan

pada table top kemudian klien memberikan ke tangan terapis

melewati garis tengah tubuh klien dengan tujuan melatih pola saat

memasukkan lengan pada lubang lengan kaos.

Untuk melatih pola graps klien, maka dalam pelaksanaan

aktivitas enabling dengan media peg board, pasien diberi berbagai

macam bentuk peg board.

Untuk melatih dan meningkatkan hand manipulation klien,

maka klien diberi aktivitas melepas dan memasang berbagai


41

macam bentuk pada media frame dressing seperti kancing baju,

ritsleting, kancing tekan.

Safety precaution pada aktivitas enabling ini adalah

aktivitas ini menggunakan kursi dengan bantalan atau pembatas

kayu disebelah pelvic klien agar memberi keamanan postur klien.

3) Purposeful

Klien diberi aktivitas melepas kaos dengan adaptive

technique yaitu dengan menggunakan tangan kiri sebagai tangan

dominan dan dibantu tangan kanan dalam posisi duduk tegak

dengan memperhatikan postur deformitas yaitu skoliosis klien serta

menggunakan teknik forward chaining yaitu klien melakukan

aktivitas melepas kaos sampai keluar dari kepala dengan

menggunakan tangan dominan klien yaitu tangan kiri kemudian di

lepas dari kedua lengan klien oleh terapis.

(Gambar Purposefull G.3)


42

(Gambar Purposefull G.4)

(Gambar Purposefull G.5)

Safety precaution pada aktivitas purposefull ini adalah

aktivitas ini menggunakan kursi dengan bantalan atau pembatas

kayu disebelah pelvic klien agar memberi keamanan postur klien.

4) Occupational Performance

Occupational performance yaitu tahapan tertinggi dalam

pelaksanaan terapi dimana dalam lingkungan fisik maupun sosial

anak mampu melakukan occupation (aktivitas) secara mandiri.

Pada occupational performance, klien diharapkan mampu aktivitas

melepas dan memakai kaos secara mandiri dengan adaptive

technique dalam aktivitas sehari-hari.


43

G. Re-evaluasi

1. Re-evaluasi Data Subjektif

Setelah dilakukan dilakukan sepuluh kali terapi diperoleh hasil

data subjektif yaitu pasien mampu memakai kaos secara mandiri.

Nyeri dan kaku pada elbow dextra pasien berkurang pada saat aktivitas

sehari-hari yaitu pada aktivitas memakai kaos, makan, dan minum.

2. Re-evaluasi Data Objektif

Setelah dilakukan sepuluh kali sesi terapi diperoleh hasil data

objektif yaitu :

a. Pemeriksaan FIM

Berdasarkan pemeriksaan FIM diperoleh total skor 46

dari total skor FIM sebelumnya 44. Berubah 2 skor pada

berpakaian untuk tubuh bagian atas menjadi skor 4 dari

skor 2 yang berarti pasien membutuhkan bantuan minimal

untuk berpakaian tubuh bagian atas khususnya memakai

kaos.

b. Pemeriksaan Skala Asworth

Berdasarkan pemeriksaan Skala Asworth diperoleh

hasil bahwa elbow dextra diperoleh skor 4 - yang berarti

pasien mampu menahan tahanan minimal tetapi belum full

ROM. Pada wrist dextra diperoleh skor 4 + dimana pasien

mampu menahan tahanan minimal full ROM.


44

3. Re-evaluasi Hasil Terapi / Pencapaian

Setelah dilakukan sepuluh kali sesi terapi diperoleh hasil terapi

/ pencapaian yaitu LTG I klien mampu melepas kaos secara mandiri

dengan adaptive technique pada posisi duduk dalam 12 kali sesi terapi

dan LTG II klien mampu memakai kaos secara mandiri dengan

adaptive technique pada posisi duduk dalam 12 kali sesi terapi.

H. Follow Up

Sebaiknya pasien tetap menggerakkan elbow dextra sampai sebatas

kekakuan kemampuan pasien. Pasien tetap melakukan latihan di rumah

seperti yang sudah diajarkan oleh terapis. Pasien diharapkan dapat

melanjutkan program terapi selanjutnya agar dapat memaksimalkan

fungsional elbow kanannya dalam aktivitas sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai