Anda di halaman 1dari 13

1.

2.
3.
4.

Azzhara Candra N.A


Devi Mayrida Ayu S.
Inna Zati Hanani
Tania Deni A.

P27228015013
P27228015020
P27228015030
P27228015055

LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Pasien berinisial Ny. M berjenis kelamin perempuan dan berusia 84
tahun. Pasien bertempat tinggal di Tohudan Wetan, Colomadu. Ny. M
memiliki 3 orang anak dan Ny. M tidak pernah mengenyam di bangku
pendidikan. Pasien beragama Islam.
B. Diagnosis Pasien
Diagnosis medis Ny. M adalah Rheumatoid Arthritis dan diagnosis
Okupasi Terapi Ny. M mengalami masalah pada area ADL yaitu memiliki
keterbatasan dalam hal grooming terutama menggelung / menguncir
rambut.
Dalam penulisan diagnosis pasien sudah benar menurut literature
Pedretti et al tahun 2006. Dalam diagnosis pasien menggunakan pragmatic
reasoning.

Pragmatic reasoning yaitu penalaran mengenai aspek

lingkungan, treatment, kemampuan dalam melakukan treatment, atau


ekonomi yang mengelilingi praktek klinis. Faktor eksternal dapat
mempengaruhi keputusan okupasi terapis dalam memilih intervensi untuk
pasien. Kurangnya sumber daya keuangan dapat membatasi pilihan
intervensi yang mungkin bermanfaat untuk pasien. Dalam waktu tertentu,
pasien mungkin perlu bantuan dari pengasuh dalam melakukan aktivitas
tertentu, yang bisa nyaman bagi pasien dan terapis. Alasan menggunakan
pragmatic reasoning yaitu karena okupasi terapis dapat mengakomodasi ke

permintaan situasional dalam memilih intervensi untuk proses terapi


(Mendez & Neufeld, 2003; Pedretti et al. 2006; Schell & Cervero, 1993).

C. Data Subbjektif
1. Initial Assessment
Dari hasil interview yang dilakukan pada tanggal 7 November
2016 diperoleh informasi bahwa Ny. M menderita RA pada bagian
tangan sebelah kanan. Pasien kesulitan jika melakukan gerakan yang
melibatkan fleksi-ekstensi jari-jari tangan. Oleh karena itu, ia
mengalami keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti
memasak, mencuci, membersihkan rumah dan merias diri walaupun
sebenarnya ia mampu melakukan aktivitas tersebut secara mandiri.
Dalam melakukan aktivitas sehari-hari pasien mandiri tetapi lebih
banyak menggunakan tangan kiri kecuali aktifitas makan.
Pada tanggal 8 November 2016, dilakukan pemeriksaan tanda
vital sebelum melakukan assessment LGS dan KO yang kemudian
diperoleh hasil tekanan darah Ny. M 140/90 mmHg.
2. Observasi Klinis
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan pada tanggal 7
November 2016,penampilan Ny. M bersih dan terlihat rapi.Afek yang
dimiliki tepat, pasien mampu mengikuti instruksi secara verbal. Saat
melakukan wawancara pasien dapat berkomunikasi dengan baik,
namun harus menggunakan bahasa Jawa. Mobilitas Pasien tidak
mengalami masalah, pasien mampu berjalan dengan baik dan tanpa
menggunakan alat bantu.
3. Screening Test
2

Berdasarkan interview yang dilakukan pada tanggal 7


November 2016, diperoleh data bahwa pasien memiliki penyakit
rheumatic arthritis akibat dahulunya terlalu sering mengupas bawang
hingga puluhan kilo dalam sehari.Yang dirasakan saat ini adalah
spastik pada jari jari tangan kanan.
4. Riwayat Keluarga/Kondisi Sosial
Pasien mempunyai tiga orang anak dan seorang suami.Anggota
keluarga pasien tidak mempunyai riwayat penyakit rheumatic arthritis.
Type of narrative clinical reasoning merupakan cara pola pikir
terapis untuk menceritakan kembali data hasil interview dan observasi
tentang kondisi pasien dahulu, sekarang dan yang akan datang. Menggali
informasi tentang kondisi lingkungan dan mengetahui harapan pasien
(Alsop & Ryan, 1996). Dengan menggunakan narrative reasoning, terapis
dapat meceritakan kondisi pasien secara detail. Bagian dari procedural
reasoning yang berhubungan dengan evaluasi dan idenfikasi masalah
okupasi terapi telah di sebut diagnostic reasoning (Rogers & Holm, 1991).
Interactive reasoning juga telah di sebut aspek komunitas praktik
(Hasselkus & Dickie, 1994) karena berhubungan dengan bentuk
teraupeutik terapis dengan client dan cargivers.

D. Model Treatment/ Kerangka Acuan


Kerangka acuan yang digunakan adalah kerangka acuan biomekanik
untuk mengoptimalkan kembali kemampuan fungsional pasien yang
meliputi ROM, strength dan endurance.

Pada

kerangka

acuan,

menggunakan

procedural

reasoning.

Procedural reasoning mirip dengan proses pengambilan keputusan yang


digunakan oleh disiplin ilmu lain yang mengikuti model medis. Hal ini
memungkinkan terapis untuk mengidentifikasi masalah dan solusi dalam
istilah medis (Fleming, 1991). Okupasi terapis menggunakan penalaran
prosedural untuk merenungkan sifat dan implikasi dari penyakit dan untuk
mengeksplorasi pilihan yang mungkin bisa membantu untuk meringankan
gejala dan meningkatkan fungsi kerja (Mattingly & Fleming, 1994).
E. Data Objektif
Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan blangko Lingkup
Gerak Sendi, dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki keterbatasan
dalam mengekstensikan jari-jari tangan kanannya. (terlampir)
Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan blangko Kekuatan
Otot, dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki kekuatan otot rendah
dengan nilai rata-rata 1 pada area pergelangan tangan dan tangan.
(terlampir)
Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan blangko Functional
Independence Measurement (FIM) diperoleh skor total 117, sehingga
dapat disimpulkan bahwa pasien mampu melakukan aktivitas sehariharinya dengan mendiri. (terlampir)
Dalam penulisan data objektif suaah benar menurut literature
Pedretti, Pendelton, & Scholtz-Krohn,2006.
Data objektif ini menggunakan procedural reasoning, yaitu penalaran
yang memberikan biomedis dan biomekanik pendekatan untuk pemecahan
masalah (Pedretti, Pendelton, & Scholtz-Krohn,2006).

Alasan

menggunakan

procedural

reasoning

adalah

dapat

mengidentifikasi keterbatasan yang dimiliki oleh pasien, sehingga


perencanaan terapi dapat dilakukan dengan baik dan benar.
F. Pengkajian Data
1. Rangkuman Data Objektif dan Subjektif
Berdasarkan observasi dan pemeriksaan yang telah dilakukan
melalui data subjektif dan objektif dapat diperoleh kesimpulan yaitu,
pemeriksaan kemampuan fungsional sebesar 106, hal tersebut
menandakan bahwa pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
secara mandiri.Berdasarkan blangko pemeriksaan LGS dan KO dapat
disimpulkan

bahwa

pasien

memiliki

keterbatasan

dalam

mengekstensikan jari-jari tangan bagian kanan dan pasien memiliki


KO rendah dengan rata- rata nilai sebesar 1 pada area wrist and hand.
Dari hasil interview yang telah dilakukan diperoleh informasi bahwa
Ny. M menderita rematik (Rheumatoid Arthritis) pada bagian tangan sebelah
kanan. Pasien kesulitan jika melakukan gerakan yang melibatkan fleksiekstensi jari-jari tangan. Oleh karena itu, ia mengalami keterbatasan dalam
melakukan kegiatan sehari-hari seperti memasak, mencuci, membersihkan
rumah dan merias diri walaupun sebenarnya ia mampu melakukan aktivitas
tersebut secara mandiri.

Pengkajian

data

menggunakan

interactif

reasoning

dan

procedural reasoning. Interactif reasoning berdasarkan literature


Fleming yaitu penalaran yang berfokus pada klien sebagai pribadi.
Dengan menggunakan penalaran interaktif terapis dapat mulai
memahami pasien lebih baik, dan dapat menghargai keterbatsan yang
dimiliki oleh pasien.

Procedural reasoning, yaitu penalaran yang memberikan


biomedis dan biomekanik pendekatan untuk pemecahan masalah
(Pedretti, Pendelton, & Scholtz-Krohn,2006).
Tujuan menggunakan interactif dan procedural reasoning yaitu
agar dapat menyususn rencana terapi secara tepat, proses terapi dan
factor yang dapat memfasilitasi proses terapi.

2. Aset
Aset yang miliki oleh Ny. M adalah mampu melakukan aktivitas
sehari-hari seperti memasak, mencuci dan membersihkan rumah secara
mandiri. Pasien juga memiliki motivasi yang tinggi hal itu ditunjukkan
dengan antusiasnya dalam menjalankan serangkaian intruksi dari
terapis saat proses terapi dilakukan.
3. Limitasi
Limitasi yang dimiliki Ny. M yaitu kesulitan jika melakukan
gerakan yang melibatkan ekstensi jari-jari tangan, kelemahan LGS dan
KO pada bagian wrist and hand, serta endurance menurun. Karena
limitasinya tersebut pasien mengalami keterbatasan saat melakukan
aktivitas merias diri terutama dalam hal menggelung atau menguncir
rambut.
4. Prioritas masalah
Berdasarkan aset dan limitasi, prioritas masalah yang ada pada
Ny. M yaitu kesulitan dalam mengekstensikan jari-jari tangan bagian
kanan.
5. Diagnosis Okupasi Terapi
Diagnosis Okupasi Terapi Ny. M mengalami masalah pada area
ADL, yaitu memiliki keterbatasan dalam hal grooming terutama untuk
menggelung atau menguncir rambut.

G. Perencanaan Terapi
Berdasarkan prioritas masalah, maka dapat dibuat tujuan jangka
panjang dan jangka pendek terapi, yaitu:
1. Tujuan jangka panjang (LTG)
Ny. M mampu menggelung / menguncir rambut dengan
menggunakan kedua tangan dalam posisi duduk secara mandiri dalam
6 kali sesi terapi. Kami memilih tujuan jangka panjang tersebut karena
pasien merasa tidak percaya diri apabila rambutnya tidak terlihat rapi
jika bertemu dengan orang lain.
2. Tujuan jangka pendek (STG)
STG 1: Ny. M mampu meraup manik-manik menggunakan tangan
kanan dalam posisi duduk secara mandiri dalam 2 kali sesi
terapi.
STG 2: Ny. M mampu memindahkan botol minuman ukuran besar ke
atas menggunakan tangan kanan dalam posisi duduk secara
mandiri dalam 2 kali sesi terapi.
STG 3: Ny. M mampu menggelung/ menguncir rambut dengan
menggunakan kedua tangan dalam posisi duduk secara
mandiri dalam 2 kali sesi terapi.
3. Strategi atau teknik
Strategi atau teknik yang digunakan adalah Latihan dan Joint
Protection. Teknik latihan bertujuan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kekuatan dan daya tahan melalui gerak aktif dan pasif.
Gerakan aktif, non resisted / light resistive exercise berguna dalam
mempertahankan otot. Dalam teknik latihan ini Ny. M diminta untuk
memindahkan botol minuman dari ukuran kecil, sedang hingga botol
minuman ukuran besar untuk mengetahui lingkup gerak sendi pada

tangan kanannya.Setelah itu botol minuman tersebut diisi air dengan


berat yang berbeda, diantaranya 240 mL, 400 mL dan 600 mL untuk
mengetahui kekuatan otot. Setelah Ny. M mampu memindahkan botol
minuman yang digradasi ukuran dan beratnya, kemudian Ny. M dilatih
meraup / mengambil manik-manik dengan tangan kanan dalam posisi
ekstensi.
Untuk teknik selanjutnya joint protection yaitu proses
mengurangi stress internal dan eksternal persendian selama aktifitas
fungsional dengan menggunakan prinsip-prinsip JPT yaitu hindari
posisi deformitas, gunakan sendi terkuat untuk melakukan aktifitas,
hindari aktfitas yang tidak selesai dalam waktu cepat, penyederhanaan
kerja, konservasi energi, dan istirahat.
4. Frekuensi
Frekuensi terapi sebanyak 3 kali dalam seminggu.
5. Durasi
Durasi yang dibutuhkan untuk setiap kali sesi terapi yaitu
selama 15 menit.
6. Media terapi
Media terapi yang digunakan sebagai alat terapi untuk Ny. M
adalah botol minuman ukuran kecil, sedang dan besar, manik-manik.
7. Home Program
Home program yang diberikan yaitu pasien diharapkan dapat
menerapkan latihan dan joint protection seperti yang diberikan terapis.
H. Pelaksanaan Terapi
Pelaksanaan terapi terdiri dari adjunctive methods, enabling
activities,purposeful activity, dan occupation.
1. Adjunctive Methods

Dalam pelaksanaan terapi diawali dengan adjunctive methods


yang bertujuan untuk mempersiapkan pasien mengikuti terapi ke tahap
selanjutnya.Yang dilakukan pada tahap ini adalah positioning sebagai
persiapan terapi.Pasien diposisikan duduk berdampingan dengan
terapis.
2. Enabling Activities
Enabling adalah tahap aktifitas terapi yang dilakukan dengan
memberikan aktifitas yang bertujuan kepada pasien. Pada tahap ini
pasien diberi aktivitas untuk menunjang program terapi yang dapat
meningkatkan LGS dan KO wrist and hand bagian sebelah kanan.
Aktivitas yang diberikan yaitu mengambil manik-manik kecil dengan
posisi jari oposisi dan tangan meraup, memindahkan botol minuman
dengan ukuran dan berat yang berbeda serta ketinggian yang berbeda
pula.
3. Purposeful Activity
Tahap ini merupakan aktivitas bertujuan untuk aktivitas yang
bermakna bagi pasien serta merupakan bagian dari kegiatan rutinitas
dan terjadi pada konteks occupation performance. Pada tahap ini
pasien melakukan aktivitas grooming, yaitu menggelung atau
menguncir rambut dengan bimbingan dari terapis.
4. OccupationPerformance

Berdasarkan terapi yang telah dilakukan diharapkan pasien


mampu menerapkan aktivitas purposeful activity dalam kehidupan
sehari-hari.
Tahap pelaksanaan terapi pada pasien sebagai berikut : Pada tahap
adjunctive. Procedure yang mempersiapkan pasien untuk kinerja kerja
tetapi yang dasar untuk penggunaan aktivitas yang bertujuan dalam praktik
okupasi terapi. Metode pada level pertama dissebut dengan adjunctive
methods, meliputi olahraga, fasilitasi dan inhibisi teknik, posisi, stimulasi
sensorik, yang dipilih adalah modalitas agen fisik, dan penyediaan
perangkat seperti penjepit dan splint. Metode level pertama dan perangkat
yang sering digunakan (tapi tidak terbatas pada) dalam tahap akut penyakit
atau cidera. Bila menggunakan metode ini okupasi terapis mungkin akan
focus dengan menilai dan perbaikan komponen kinerja. Hal ini penting
bagi okupasi terapis untuk merencanakan perkembangan pengobatan
sehingga modalitas adjunctive di gunakan sebagai persiapaan untuk
kegiatan teraarah dan di harapkan menuju kemandirian maksimal di
bidang kerja.
Pada tahap pelaksanaan enabling terapis menggunakan procedural
and interactive reasoning, enabling activities banyak menggunakan
metode dalam okupasi terapi tetapi tidak dapat dianggap kegiatan terarah
namun mungkin langkah langkah menuju kemampuan untuk melakukan
purposefull activities. Metode tersebut disebut sebagai enabling activities.
Aktifitas yang bertujuan memiliki otonom pada tujuan yang melekat di
10

luar fungsi motorik yang dibutuhkan untuk melakukan tugas dan


memerlukan partisipasi aktif dari pasien. Banyak pasien yang tidak siap
untuk berkegiatan di tingkat kinerja ini .
Pada tahap proses terapi tersebut, terapis menggunakan procedural
and interactive reasoning. Apabila mengacu pada procedural reasoning,
terapis belum menyesuaikan dengan teknik yang terdapat dalam kerangka
acuan neurodevelopmental, dengan memperhatikan control postural
dengan cara menekan keypoint yang mampu memperbaiki control postural
dan memperhatikan otot-otot, stabilitas serta keseimbangan yang berperan
dalam aktifitas duduk.

I. Kekurangan Terapis dalam Menangani Pasien dengan Kondisi


Rheumatoid Arthritis
Karena pasien tidak bisa berbahasa Indonesia, menyebabkan
terapis kesulitan untuk berkomunikasi secara lancar dengan pasien. Pada
saat pasien di interview mengenai penyakitnya, ia mengatakan kalau
penyakitnya itu adalah bibit stroke dan sebelumnya tidak mengatakan
terkena rematik. Saat proses interview terapis tidak bisa menghandle arah
pembicaraan dan terbawa oleh cerita pasien tentang keluarganya. Pada saat
interview terapi juga tidak menanyakan secara khusus penyakit yang
diderita oleh pasien, hanya menanyakan hal-hal umum saja.

11

Pada saat pemeriksaan LGS dan KO banyak trick movement yang


dilakukan oleh pasien, tetapi terapis membiarkan hal itu tetap terjadi. Hal
itu dikarenakan kesulitan pasien dalam memahami instruksi yang
diberikan oleh terapis. Pada pemeriksaan KO, terapis tidak memberi
tahanan yang maksimal hanya memberi tahanan 4 dikarenakan takut
pasien akan merasa kesakitan.

12

DAFTAR PUSTAKA

Alsop & Ryan. (1996). Making The Most of Fieldwork Education: A Practical
Approach. New York, NY: Chapman & Hall.
Fleming, M. H. (1991). Clinical Reasoning in Medicine Compared with Clinical
Reasoning in Occupational Therapy. American Journal of Occupational
Therapy, 45(11), 988-996
Mattingly, C. (1991). What is Clinical Reasoning ? The American Journal of
Occupational Therapy, 45 (11), 979-986.
Mendez, L. & Neufeld, J. (2003). Clinical Reasoning: What is it and Why Should
I Care?. CAOT, Ottawa, CAOT Publication, 35 p.
Rogers, J.C & Holm, M.B. (1991). Occupational Therapy Diagnostic Reasoning:
A Component of Clinical Reasoning. The American Journal of
Occupational Therapy, 45 (11), 1045-1053.

13

Anda mungkin juga menyukai