Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

FT. KARDIOVASKULER PULMONAL

PEMERIKSAAN PARU

OLEH

NAMA : Arif Rahmatullah


NIM : 201810490311091

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan suatu kekayaan yang tidak ternilai harganya.


Memelihara kesehatan diri sendiri dan orang-orang di sekitar merupakan hal yang
sangat penting. Kini semakin hari semakin banyak sekali penyakit yang
bermunculan, dari yang biasa hingga yang dapat menyebabkan kematian. Dalam
dunia kesehatan sebelum melanjukan tindakan perlunya untuk melakukkan
pemeriksaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan tindakan selanjutnya,
pemeriksaan merupakan suatu proses yang dilakukan untuk menindak lanjuti suatu
permasalahan yang di alami oleh seseorang.
Dalam dunia medis pemeriksaan menjadi salah satu keberhasilan dari suatu
proses penyembuhan pasien, namun sering juga terjadi pemeriksaan yang tidak
sesuai dan mengakibatkan suatu permasalahan baru seperti keterlambatan dalam
pemulihan atau bahkan berakibat vatal sehingg merenggut nyawa seseorang, untuk
itu tenaga medis harus teliti dalam memperhatikan pemeriksaan secara baik dan
benar serta akurat dan juga sebagai langkah awal untuk menentukan suatu
diagnosa agar dapat memberikan intervensi yang sesuai dan dapat menyembuhkan
pasien dengan sangat baik. Sebagai tenaga medis khususnya dibidang Fisioterapi
di harapkan agar mampu melakukan pemeriksaan yang baik dan benar sehingga
intervensi yang di berikan kepada pasien tepat sasaran serta membantu dalam
proses kesembuhan pasien
Pemeriksaan yang dapat dilakukkan oleh tenaga kesehatan khususnya
dibidang fsisoterapis adalah melakukkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan fisik
merupakan pemeriksaan tubuh untuk menemukan kelainan dari suatu sistem atau
suatu organ tubuh dengan beberapa metode yang di gunakan meliputi pemeriksaan
anamnesis, inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. Tujuan dilakukkannya
pemeriksaan tersebut adalah untuk mengetahui seputar keluhan maupun gangguan
secara statis dan juga dinamis yang di alami oleh pasien, pada pemesiksaan fisik
yang dilakukkan oleh seorang fisioterapis gangguan yang paling umum didapat
meliputi gangguan postural, spasme otot dan lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan definisi dan tata cara melakukan pemeriksaan
anamnesis ?
2. Apakah yang dimaksud dengan definisi dan tata cara melakukkan pemeriksaan
inspeksi ?
3. Apakah yang dimaksud dengan definisi dan tata cara melakukan pemeriksaan
palpasi ?
4. Apakah yang dimaksud dengan definisi dan tata cara melakukan pemeriksaan
perkusi ?
5. Apakah yang dimaksud dengan definisi dan tata cara melakukan pemeriksaan
auskultasi ?
6. Apa saja proses dan langkah-langkah cara melakukkan pemesiksaan dari
pemeriksaan anamnesis, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi ?
7. Bagaimana hasil interpretasi dari setiap saat melakukkan pemeriksaan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari pemeriksaan anamnesis.
2. Untuk mengetahui definisi dari pemeriksaan inspeksi
3. Untuk mengetahui definisi dari pemeriksaan palpasi
4. Untuk mengetahui definisi dari pemeriksaan perkusi
5. Untuk mengetahui definisi dari pemeriksaan auskultasi
6. Untuk mengetahui proses serta lankah-langkah dari melakukan pemeriksaan
7. Untuk mengetahui interpretasi dari setiap pemeriksaan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan Fisik Paru


1. Anamnesis
Anamnesis atau wawancara merupakan langkah pertama dalam tata cara
kerja yang harus ditempuh untuk membuat diagnosis. Seorang tenaga kesehatan
akan dapat mengarahkan kemungkinan diagnostik pada seorang pasien melalui
anamnesis yang baik.
Penting bagi pasien untuk menggambarkan secara jelas mengenai gejala
penyakit yang sedang dialaminya dengan bahasanya sendiri dan keluhan pasien
harus didokumentasi dengan lengkap dari awal pemeriksaan. Tujuan dari
anamnesis adalah untuk mendapatkan informasi yang menyeluruh mengenai
kesehatan pasien dan menjaga hubungan komunikasi yang baik antara dokter dan
pasien secara profesional agar dokter dapat mengekspresikan empati terhadap
pasiennya dan sebaliknya (Markum, 2000 dalam (Wiranata, 2013))
Menurut (Ohm et al., 2013) Berkomunikasi secara empatik termasuk salah
satu aspek penting dalam interaksi antara tenaga medis dengan pasiennya, karena
dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi pasien
Anamnesis dibagi menjadi dua jenis, yaitu autoanamnesis dan alloanamnesis.
Autoanamnesis adalah wawancara medis yang dilakukan secara langsung
antara tenaga medis dan pasien itu sendiri, sedangkan alloanamnesis dilakukan
oleh tenaga medis dengan keluarga pasien yang membawa pasien tersebut ke
dokter (Markum, 2000 dalam (Wiranata, 2013)). Alloanamnesis sangat
dibutuhkan jika berhubungan dengan anak kecil atau bayi, orang tua lansia, dan
pasien sakit jiwa. Hal pertama yang harus ditanyakan saat melakukan anamnesis
adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama
dan pekerjaan
Hal-hal yang perlu ditanyakan pada saat melakukan anamnesis menurut
(Redhono, Putranto, & Budiastuti, 2012) :
a. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2) Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?
3) Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4) Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5) Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
6) Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7) Analisis sistem yang menyertai keluhan utama.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Menanyakan apakah pernah mengalami penyakit yang serupa, kapan
terjadinya, dan apakah sudah pernah melakukan pengobatan.
c. Riwayat sosial dan ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi
pendidikan, pekerjaan, pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola
tidur, minum alkohol atau merokok, obat- obatan, aktivitas seksual, sumber
keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan).

2. Inspeksi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan melihat langsung seluruh
tubuh pasien atau hanya bagian tertentu yang diperlukan. Metode ini berupaya
melihat kondisi klien dengan menggunakan ‘sense of sign’ baik melalui mata
telanjang atau alat bantu penerangan (lampu). Inspeksi adalah kegiatan aktif,
proses ketika perawat harus mengetahui apa yang dilihatnya dan dimana
lokasinya. Metode inspeksi ini digunakan untuk mengkaji warna kulit, bentuk,
posisi, ukuran dan lainnya dari tubuh pasien.
Pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat
pasien secara seksama, persistem dan tidak terburu-buru sejak pertama bertemu
dengan cara memperoleh riwayat pasien dan terutama sepanjang pemeriksaan
fisik dilakukan. Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman
untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan lebih memvalidasi apa yang dilihat
oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau dari pasien. Pemeriksa kemudian
akan mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua
indera tersebut yang akan membantu dalam membuat keputusan diagnosis atau
terapi (Anggi pebrina, 2018)
3. Palpasi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan menggunakan ‘sense of
touch’ Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan
perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan.
Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk
mengumpulkan data, misalnya metode palpasi ini dapat digunakan untuk
mendeteksi suhu tubuh(temperatur), adanya getaran, pergerakan, bentuk,
kosistensi dan ukuran.
Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh. Menurut (Anggi
pebrina, 2018) Teknik palpasi dibagi menjadi dua:
a. Palpasi ringan
Caranya : ujung-ujung jari pada satu/dua tangan digunakan secara simultan.
Tangan diletakkan pada area yang dipalpasi, jari-jari ditekan kebawah
perlahan-lahan sampai ada hasil.
b. Palpasi dalam (bimanual)
Caranya : untuk merasakan isi abdomen, dilakukan dua tangan. Satu tangan
untuk merasakan bagian yang dipalpasi, tangan lainnya untuk menekan ke
bawah. Dengan Posisi rileks, jari-jari tangan kedua diletakkan melekat pd jari-
jari pertama
Macam-macam palpasi yang dapat dilakukan Menurut pendapat (Dr.
Sugiarto, dr., Dhani Redhono Harioputro, dr., Sp.PD-KPTI Yuliana Heri Suselo,
dr., MSc Siti Munawaroh, dr., Annang Giri Moelyo, dr, Sp.A, M.Kes Anik
Lestari, dr, Yulyani Werdiningsih, SpPD Arif Suryawan, dr, & Ii, 2018) sebagai
berikut :
1. Palpasi dangkal
a. Menggunakan telapak tangan kanan (palmar) atau ujung jari
-jari tangan, tidak boleh menggunakan jari-jari yang
terpisah.
b. Jari –jari harus menyatu.
c. Tangan bergerak dari satu sisi ke sisi lain secara urut
sehingga tidak ada bagian yang terlewat.
d. Palpasi dengan menggunakan tangan yang hangat, sebab
bila terlalu dingin dapat menyebabkan spasme otot volunter
yang disebut “guarding”
e. Ajak pasien untuk bercakap-cakap untuk menghilangkan
kekakuan otot akibat rasa takut atau gelisah.
f. Posisi pasien terlentang dimana sendi panggul dan lutut
dalam posisi fleksi .
g. Digunakan untuk memeriksa denyutan, rasa sakit, spasme
otot, kekakuan otot, tekstur permukaan kulit, temperatur,
dan massa (ukuran, lokasi, konsistensi, dan batas lesi).
2. Palpasi dalam
a. Digunakan untuk menentukan ukuran organ dan juga massa
tumor/jaringan.
b. Telapak tangan diletakkan di abdomen kemudian tekan
dengan lembut tetapi kuat.
c. Pasien diminta bernafas dalam melalui mulut dan lengan
pasien berada disamping tubuh.
4. Perkusi

Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi


getaran/ gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian
tubuh yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan
pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung oleh
kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan resonansi. Karakter
bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan
struktur dibawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan,
semakin lemah hantarannya dan udara/ gas paling resonan (Anggi pebrina,
2018).

Menurut pendapat dari (Sutejo et al., 2016) Secara garis besar, suara perkusi
dibagi menjadi 3 macam, yakni sonor (suara yang terdengar pada perkusi paru
normal), pekak (seperti suara yang terdengar pada perkusi otot, misalnya otot
paha atau bahu), dan timpani (seperti suara yang terdengar pada perkusi abdomen
bagian lambung). Selain itu, ada suara yang terdapat diantara suara tersebut,
misalnya redup (antara sonor dan pekak) dan hipersonor (antara sonor dan
timpani).

5. Auskultasi

Auskultasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop untuk


mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh organ dalam. Suara yang didengar
dibedakan berdasarkan frekuensi (pitch), intensitas (keraslemahnya), durasi,
kualitas (timbre), dan waktunya. Dengan auskultasi dapat didengar suara
pernapasan, bunyi atau bising jantung, peristaltik usus, serta aliran darah dalam
pembuluh darah. Teknik ini seharusnya dipakai bersama-sama dengan inspeksi,
perkusi, dan palpasi. Umumnya, auskultasi adalah teknik yang dilakukan terakhir
pada suatu pemeriksaan, kecuali auskultasi yang dilakukan pada daerah abdomen
harus mendahului palpasi dan perkusi karena jika tidak demikian, suara mekanik
yang terjadi dalam abdomen akibat menekan-nekan sekitar isi perut akan
menghasilkan “suara usus” palsu (Sutejo et al., 2016).
BAB III

HASIL PEMERIKSAAN

A. Identitas Pasien
1. Nama Pasien : Thompson
2. Usia : 35 tahun
3. Alamat : jln. Joyosuko II no 5 merjosari
4. Pekerjaan : Manajer sistem informasi
5. Hobi : Traveling
B. Tanda-tanda vital
1. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
2. Denyut nadi : 85x/menit
3. Pernapasan : 18x/menit
4. Temperatur : 36,7⁰C
5. Tinggi badan :165 cm
6. Berat badan : 60 kg
C. Kasus
Seorang pasien bernama Pak Thompson datang ke klinik fisioterapi dengan
keluhan batuk dan pilek sudah 3 hari. Pasien mengatakan bahwa akhir-akhir ini
sudah sering mengalami batuk pilek dan sudah berkali-kali ke dokter. Terakhir
terkena batuk pilek sekitar 2 minggu yang lalu dan sudah sembuh, lalu tiga hari
yang lalu terserang batuk pilek lagi. Bulan lalu pasien juga mengatakan 3 kali
terkena batuk pilek. Pasien menjelaskan ketika batuk mengeluarkan dahak berwarna
hijau, saat batuk terasa nyeri di dada dan otot terasa tegang, batuk sering terjadi saat
pagi dan malam saat akan tidur, sering hidung buntu, sehingga bernafas melalui
mulut, nafsu makan hilang karena tidak bisa membau dan merasakan makanan.
Pasien sudah datang ke dokter umum namun tidak diberikan obat karena dari
catatan medis akhri-akhir ini pak Thompson sudah banyak mengkonsumsi obat
untuk batuk pilek, dan disarankan untuk ke fisioterapi. Lakukan pemeriksaan
fisioterapi pada kasus di atas.
D. Tata cara pelaksanaan
1. Anamnesis
Menurut pendapat dari (Anggi pebrina, 2018) Langkah-langkah dalam
melakukan pemeriksaan anamnesis sebagai berikut :
Mula-mula dipastikan identitas pasien dengan, lengkap (informasi
biografi), Keluhan utama, Riwayat kesehatan saat ini, Riwayat penyakit
terdahulu
Kajian data kepada pasien:
a. Nama
b. Umur
c. Jenis Kelamin
d. Nama Orang tua
e. Alamat
f. Umur, Penduduk, & Pekerjaan Orang Tua
g. Agama dan Suku Bangsa
2. Inspeksi
Menurut pendapat dari (Dr. Sugiarto, dr. et al., 2018) langkah-langkah dalam
melakukan pemeriksaan inspeksi sebagai berikut :
1. Pastikan suhu ruangan dalam keadaan nyaman.
2. Gunakan penerangan yang baik, dianjurkan menggunakan cahaya
matahari.
3. Lihatlah terlebih dahulu, sebelum menyentuh pasien.
4. Paparkan dengan lengkap bagian tubuh yang akan diperiksa sambil
menutup terlebih dahulu bagian-bagian yang belum diperiksa.
5. Bandingkan simetri bagian-bagian badan.
3. Palpasi
Menurut pendapat dari (Dr. Sugiarto, dr. et al., 2018) langkah-langkah dalam
melakukan pemeriksaan palpasi sebagai berikut :
a. Seperti pada inspeksi, sebelumnya diawali dengan wawancara untuk menggali
riwayat penyakit dan juga supaya pasien menjadi tenang.
b. Daerah yang akan diperiksa harus bebas dari pakaian yang menutupi.
c. Yakinkan bahwa suhu telapak tangan pemeriksa tidak dingin.
d. Pada fase awal diusahakan supaya terjadi relaksasi otot di atas organ yang
akan dipalpasi yaitu dengan cara melakukan fleksi lutut dan sendi panggul .
e. Derajat kekakuan otot dapat diketahui dengan melakukan palpasi dangkal.
f. Kekakuan otot lebih sering terjadi karena rasa takut atau gelisah, yang harus
diatasi dengan melakukan pendekatan psikologis .
g. Pada saat palpasi disarankan untuk sejauh mungkin dengan daerah yang
sedang mengalami luka terbuka.
h. Berbeda dengan palpasi thoraks, palpasi abdomen dilakukan terakhir setelah
inspeksi, auskultasi dan perkusi.
i. Cara meraba dapat menggunakan :
1) Jari telunjuk dan ibu jari : untuk menentukan besarnya suatu massa (bila
massa berukuran kecil).
2) Jari ke-2, 3 dan 4 bersama-sama : untuk menentukan getaran/ denyutan,
konsistensi, tekstur permukaan atau kualitas suatu massa secara garis besar.
3) Seluruh telapak tangan : untuk meraba kualitas suatu massa seperti lokasi,
ukuran, nyeri tekan, mobilitas massa (bila massa terletak jauh di bawah
4) Permukaan tubuh atau berukuran cukup besar) serta menentukan batas
-batas suatu organ.
j. Saat melakukan palpasi, berikan sedikit tekanan menggunakan ujung atau atau
telapak jari dan lihat ekspresi pasien untuk mengetahui adanya nyeri takan.
4. Perkusi
Menurut pendapat dari (Dr. Sugiarto, dr. et al., 2018) langkah-langkah dalam
melakukan pemeriksaan perkusi sebagai berikut :
a. Hiperekstensi jari tengah tangan kiri. Tekan distal sendi interfalangeal pada
permukaan lokasi yang hendak diperkusi. Pastikan bahwa bagian yang lain
dari tangan kiri tidak menyentuh area perkusi.
b. Posisikan lengan kanan agak dekat ke permukaan tubuh yang akan diperkusi.
Jari tengah dalam keadaan fleksi sebagian, relaksasi dan siap untuk mengetuk.
c. Dengan gerakan yang cepat namun relaks, ayunkan pergelangan tangan kanan
mengetok jari tengah tangan kiri secara tegak lurus, dengan sasaran utama
sendi distal interfalangeal. Dengan demikian, kita mencoba untuk
mentransmisikan getaran melalui tulang sendi ke dinding dada. Ketoklah
dengan menggunakan ujung jari, dan bukan badan jari (kuku harus dipotong
pendek).
d. Tarik tangan anda sesegera mungkin untuk menghindari tumpukan getaran
yang telah diberikan. Buatlah ketukan seringan mungkin yang dapat
menghasilkan suara yang jelas. Gambar 7 di atas menunjukkan teknik perkusi
yang benar.
Lakukan perkusi secara urut dan sistematis. Bandingkan area perkusi kanan dan
kiri secara simetris dengan pola tertentu

5. Auskultasi
Menurut pendapat dari (Dr. Sugiarto, dr. et al., 2018) langkah-langkah dalam
melakukan pemeriksaan auskultasi sebagai berikut :
a. Suasana harus tenang, suara yang mengganggu dihilangkan.
b. Membuka pakaian pasien untuk mendengarkan bagian tubuh yang diperiksa.
c. Hangatkan bagian membran/ diafragma atau mangkuk agar tidak
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien.
d. Menjelaskan kepada pasien apa yang ingin kita dengarkan. Menjawab
dengan baik setiap pertanyaan pasien terkait apa yang akan dan sudah kita
periksa.
e. Jangan menekan terlalu keras bila menggunakan bagian mangkuk.
f. Menggunakan bagian diafragma untuk mendengarkan suara jantung yang
normal dan bising usus.
g. Pasangkan kedua ear pieces ke dalam liang telinga sampai betul-betul
masuk, tetapi tidak menekan.
h. Auskultasi paru dilakukan untuk mendeteksi suara nafas dasar dan suara
nafas tambahan. Hal ini dilakukan di seluruh dada dan punggung dengan
titik auskultasi sama seperti titik perkusi. Auskultasi dimulai dari atas ke
bawah, dan dibandingkan kanan dan kiri dada. Auskultasi paru pada bayi
suara nafas akan terdengar lebih keras dan lebih ramai dibandingkan dengan
dewasa. Hal ini disebabkan karena pada bayi stetoskop terletak lebih dekat
dengan sumber suara.
i. Lakukan auskultasi secara urut dan sistematis. Auskultasi jantung dilakukan
meliputi seluruh bagian dada, punggung, leher, abdomen. Auskultasi ini
tidak harus dengan urutan tertentu. Namun dianjurkan membiasakan dengan
sistematika tertentu. Contohnya dimulai dari apeks, kemudian ke tepi kiri
sternum bagian bawah, bergeser ke sepanjang tepi kiri sternum, sepanjang
tepi kanan sternum, daerah infra dan supraklavikula kiri dan kanan, lekuk
suprasternal dan daerah karotis di leher kanan dan kiri. Kemudian seluruh
sisi dada, samping dada dan akhirnya seluruh punggung. Auskultasi
sebaiknya dimulai sisi mangkuk kemudian sisi diafragma. Auskultasi
jantung pada anak sering memiliki sinus disritmia normal, yang meningkat
frekuensi jantungnya pada saat inspirasi dan berkurang frekuensi jantungnya
saat ekspirasi.
j. Auskultasi abdomen dilakukan setelah inspeksi, agar interpretasinya tidak
salah, karena setiap manipulasi abdomen akan mengubah bunyi peristaltik
usus. Auskultasi abdomen untuk mendengarkan bising usus. Frekuensi
normal 5 sampai 34 kali permenit. Ada beberapa kemungkinan yang dapat
ditemukan antara lain bising usus meningkat atau menurun, desiran pada
stenosis arteri renalis, danfriction rubs pada tumor hepar atau infark
splenikus.
E. Dokumentasi dan Interpretasi
1. Anamnesis
Interpretasi
Anamnesis Umum :
a.Nama : Thompson
b.umur : 35 Tahun
c.jenis kelamin : Laki-laki
d.nama orang tua : Asep bil gates
e.alamat : jln. Joyosuko II no 5 merjosari
f.umur & pekerjaan orang tua : 55 Tahun & Database Administrator
g. agama dan suku bangsa : Islam
Anamnesis Khusus :
a. Keluhan Utama : Bapak thompson menderita batuk dan pilek selama 3 hari
saat batuk terakhir bapak thompson mengeluarkan dahak berwarna hijau, batuk
terasa nyeri di bagian dada dan otot terasa lebih tegang dari biasanya, batuk
sering terjadi pada saat pagi dan malam hari.
b. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien sudah pernah berobat ke dokter umum
tetapi pada saat berobat dokter tidak memberikan obat kepada pasien karena
pada rekam medis yang ada bahwa bapak Thomson baru saja sudah banyak
mengkonsumsi obat-obatan untuk batuk dan pilek, dan dilakukan rujuk untuk
berobat ke fisioterapis
2. Inspeksi
Interpretasi :
a. Inspeksi Status : Terlihat di daerah wajah pasien tampak pucat, hidung pasien
berwana agak kemerahan akibat pilek dan pasien tampak merasa
tenggorokannya kesakitan saat batuk.
b. Inspeksi Dinamis : Pasein terlihat kesusahan saat menarik napas panjang,
pasien juga ketika menarik napas terasa kesakitan pada daerah dada, gangguan
pada tingkat pernapasan (dispnea) akibat hidung pasien tersumbat dan hanya
dapat bernapas melalui mulut.
3. Palpasi
a. Taktil fremitus
Interpretasi : fremitus pasien menurun karena penurunan pasokan oksigen

Gambar 1.0 Gambar 1.1

Gambar 1.2 Gambar 1.3

b. Exphansi Thorax
Interpretasi : pasien merasa nyeri, pengembangan dinding thorax tidak
maksimal, serta terjadi spasme dan pasien sedikit merasakan demam.
Gambar 1.4 Gambar 1.5

4. perkusi

Interpretasi : Pasien merasa nyeri ketika tekan pada dinding dada.

Gambar 2.0 Gambar 2.1

Gambar 2.2 Gambar 2.3


Gambar 2.4 Gambar 2.5

Gambar 2.6 Gambar 2.7

Gambar 2.8 Gambar 2.9


Gambar 2.10 Gambar 2.11

Gambar 2.12 Gambar 2.13

Gambar 2.14 Gambar 2.15


Gambar 2.16 Gambar 2.17

5.Auskultasi
Interpretasi : paru-paru pasien mengeluarkan bunyi suara wheezing
saat menarik napas dan menghembuskannya.

Gambar 3.0 Gambar 3.1


Gambar 3.2 Gambar 3.3

Gambar 3.4 Gambar 3.5

Gambar 3.6 Gambar 3.7


Gambar 3.8 Gambar 3.9

Gambar 3.10 Gambar 3.11

Gambar 3.12 Gambar 3.13


Gambar 3.14 Gambar 3.15

Gambar 3.16 Gambar 3.17

Gambar 3.18 Gambar 3.19


Gambar 3.20 Gambar 3.21

Gambar 3.21 Gambar 3.22

Gambar 3.23 Gambar 3.24


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemeriksaan fisik merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh tenaga


kesehatan untuk melakukan pengecekan pada pasien yang mengalami abnormalitas
yang dilakukan sevcara langsung yang bertujuan untuk memperoleh sebuah
informasi yang berkaitan dengan masalah kesehatan pada pasen yang sedang
dirasakan. Pemeriksaan ini juga memjadi sesuatu hal yang sangat wajib dilakukan
oleh tenaga medis sebelum melakukan penanganan yang ingin dilakukan kepada
pasien.

Pada tenaga kesehatan yang khususnya dibidang fisioterapis dalam fisioterapis


pemeriksaan ini sangat penting sekali untuk dilakukan kepada paisen, diantara
pemeriksaan yang di periksa meliputi pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan
inspeksi, pemeriksaan palpasi, pemeriksaan perkusi, dan yang terakhir ada
pemeriksaan auskultasi. Dalam pemeriksaan dibidang fisioterapis pemeriksaan ini
yang di maksudkan agar seorang fisioterapis dapat denga mudah dan teliti dalam
menentukan dan memberikan sebuah penanganan yang tepat kepada pasien dan juga
agar fisioterapis tidak salah dalam memberikan sesuatu penanganan yang akhirnya
dapat merugikan pasien tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Anggi pebrina. (2018). Pengkajian Dalam Proses Keperawatan Anamnesa dan Pemeriksaan
Fisik Abstrak Latar belakang. Pengkajian Dalam Proses Keperawatan Anamnesa Dan
Pemeriksaan Fisik, 11.

Dr. Sugiarto, dr., S. P.-K., Dhani Redhono Harioputro, dr., Sp.PD-KPTI Yuliana Heri Suselo,
dr., MSc Siti Munawaroh, dr., Mm., Annang Giri Moelyo, dr, Sp.A, M.Kes Anik
Lestari, dr, M. K., Yulyani Werdiningsih, SpPD Arif Suryawan, dr, A., & Ii. (2018).
Teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. (0271).

Redhono, D., Putranto, W., & Budiastuti, V. I. (2012). History taking/Anamnesis. Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta/RSUD
Dr Moewardi Surakarta, 50(6), 3–6.

Sutejo, I. R., Biotech, M., Purwandhono, A., Si, M., Kedokteran, F., & Jember, U. (2016).
MODUL KETERAMPILAN KLINIK DASAR BLOK 6 Pemeriksaan Fisik Dasar dan
BLS ( 3 ).

Wiranata, budiarto. (2013). Teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Kesehatan,
3(2000), 7.

Anda mungkin juga menyukai