Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

PEMERIKSAAN FISIK DASAR BEDAH

Pembimbing:
Dr. Syamsul Bachri, Sp.B

Penyusun:
Agnes Amelia Elim (030.12.006)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
PERIODE 10 OKTOBER 16 DESEMBER 2016
1

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN ISI

1. ANAMNESIS

2. PEMERIKSAAN FISIK

3. PEMERIKSAAN FISIK KHUSUS

10

3.1 KEPALA

11

3.2 LEHER

11

3.3 THORAKS DAN PAYUDARA

14

3.4 ABDOMEN

18

3.5 INGUINAL DAN GENITALIA EKSTERNA

30

3.6 EKSTREMITAS

34

3,7 PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

35

BAB III KESIMPULAN

36

DAFTAR PUSTAKA

37

BAB I
PENDAHULUAN

Ilmu Bedah atau pembedahan (Bahasa Inggris: surgery, Bahasa Yunani: cheirourgia
"pekerjaan tangan") adalah spesialisasi dalam ilmu kedokteran yang mengobati penyakit atau
luka dengan operasi manual dan instrumen. Ahli bedah (surgeon) dapat merupakan dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan yang memiliki spesialisasi dalam bidang ilmu bedah.
Banyak dokter dan mahasiswa kedokteran mengalami kesulitan dalam pemeriksaan fisik
pada penderita penyakit bedah. Kesulitan ini dialami karena berbagai sebab antara lain tidak
menguasai cara pemeriksaan yang baik, tidak menguasai anatomi tubuh manusia, dan kesulitan
menafsirkan kelainan-kelainan yang ditemukan serta ditetapkan. Selain itu masih dapat
ditemukan juga kurangnya kemampuan untuk menggambarkan dan membayangkan tentang apa
yang sedang berlangsung pada penderita, dalam arti kurangnya pemahaman mengenai proses
patologis suatu kasus penyakit yang sering ditemukan dalam ilmu kedokteran bedah.
Akhirnya banyak yang tidak tahu cara menggambarkan penemuan-penemuan mereka
secara sederhana. Jika dokter dan mahasiswa kedokteran tidak memahami pemeriksaan fisik
dasar, maka akan terjadi kesulitan untuk mendiagnosis penyakit yang sedang diderita pasien.
Oleh sebab itu, pembahasan mengenai dasar-dasar perlu dipelajari terlebih dahulu agar dokter
dan mahasiswa kedokteran dapat memahami apa saja yang perlu diperiksa pada pasien untuk
dapat menegakkan diagnosis yang tepat sehingga dapat merencanakan terapi yang tepat pula.

BAB II
PEMBAHASAN ISI

Dua hal yang sangat penting dalam pendekatan diagnosis dan tatalaksana lanjut pasienpasien bedah adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik dasar.
1.

Anamnesis
Anamnesis umum merupakan mata rantai pertama dalam proses pemeriksaan penderita

dan harus dilakukan setelah pemeriksa mengenalkan diri.


Tujuan anamnesis umum ini adalah untuk memperoleh gambaran kesehatan si penderita
secara umum. Yang terpenting pada anamnesis adalah keluhan penderita yang harus dicatat
tersendiri dalam rekam medis, sementara dokter terus mendengarkan keluhan dan masalah yang
disampaikan oleh penderita. Baru setelah memperoleh penjelasan tentang keluhan utama dan
keluhan selanjutnya, maka dokter dapat memulai melakukan peran aktif dengan mengajukan
pertanyaan terarah tentang keluhan atau penyakit yang dihadapi. Bila merasa bahwa keterangan
dianggap sudah cukup jelas maka anamnesis dilanjutkan pada aspek yang lebih khusus yang
disebut anamnesis khusus.
Anamnesis khusus dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang
penyakit yang diderita pasien saat itu. Informasi penting dan khusus yang harus ditelusuri antara
lain, saat keluhan dimulai, berlangsung berapa lama, hubungan dengan musim, saat timbul
keluhan, kebiasaan makan, olahraga, atau kebiasaan hidup, merokok atau peminum minuman
yang mengandung alkohol. Tentang penyakit keturunan yang diderita anggota keluarga dekat.
Perlu juga ditanyakan anamnesis tentang penyakit sistemik dan organ, riwayat penyakit
terdahulu mencakup masa anak, apakah pernah mengalami pembedahan, kecelakaan,
penggunaan bahan-bahan menyebabkan ketergantungan, adanya kemungkinan reaksi alergi
Bila tidak memungkinkan untuk bertanya pada penderita sendiri (auto anamnesis) maka
dapat ditanyakan pada keluarga atau orang yang mengantar (allo anamnesis).

2.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum segera menyusul sesudah informasi yang diperlukan dari

anamnesis. Dari anamnesis sudah diperoleh kesan tentang organ atau sistem yang menderita
4

kelainan atau yang sakit, dan jenis patologinya, misalnya kelainan bawaan, trauma, peradangan,
neoplasia, atau kelainan degeneratif. Pemeriksaan fisik umum ini dilakukan sesuai dengan urutan
yang baku.
Pada pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis biasanya dilakukan serangkaian
pemeriksaan berupa inspeksi, perkusi, palpasi, dan auskultasi. Tidak semua organ atau bagian
tubuh dapat diperiksa dengan cara ini. Jenis pemeriksaan dipilih sesuai dengan kelainan yang
diperkirakan berdasarkan anamnesis atau dipilih menurut informasi apa yang diinginkan. Untuk
menentukan fraktur tulang tibia misalnya, cukup dilakukan inspeksi dan palpasi, sedangkan pada
fraktur iga perlu dilakukan juga pemeriksaan paru untuk melihat kemungkinan komplikasinya ke
paru.
Pemeriksaan fisik penderita mempunyai dua tujuan, yaitu pemeriksaan teliti pada organ
yang sakit yang berhubungan dengan keluhan utama, dan pemeriksaan tambahan untuk menilai
fungsi sistem atau organ yang lain. Pemeriksaan yang kedua ini selain akan memberikan
informasi tambahan terhadap kesehatan umum penderita, juga dapat memberikan informasi
tambahan tentang masalah kesehatan yang dikemukakan oleh penderita dalam keluhan
utamanya. Atas dasar ini, pemeriksaan fisik dapat dibagi menjadi dua, yaitu status presens lokalis
dan status presens generalis. Status presens lokalis atau status lokalis mempunyai hubungan
langsung dengan pola keluhan yang dikemukakan oleh penderita.
2.1.

Pemeriksaan Umum
Setiap pemeriksa jika melihat seorang penderita, maka langkah pertama yang akan

dilakukan adalah secepat mungkin melihat gambaran tentang keadaan umum penderita yang
dihadapinya. Gambaran keadaan umum penderita yang penting:

2.2.

2.3.

Cara berjalan, duduk, tidur


Roman muka, ekspresi wajah
Kesadaran (umunya dengan menggunakan Glasgow Coma Scale)
Kesan sakit
Tampak sakit ringan
Tampak sakit sedang
Tampak sakit berat
Kesan gizi
Gizi buruk atau kurang
Gizi cukup
5


A.

Gizi berlebih
Inspeksi
Dengan inspeksi secara umum (pemeriksaan pandang) diperoleh gambaran menyeluruh

dan kesan umum tentang penderita, misalnya; penderita yang tampak sakit berat, penderita
dengan gangguan jiwa, atau yang tidak memberikan kesan sakit sama sekali. Selanjutnya dapat
memberi kesan tentang keasadaran penderita, turgor kulit, dan status gizinya. Kemudian perlu
diperhatikan warna kulit, apakah ada ikterus, bentuk badan dan tingkat aktivitas penderita
Inspeksi dalam keadaan gerakan apakah itu dalam gerakan aktif ataupun pasif. Gerakan
pasif dapat menyebabkan rasa nyeri yang berlebihan dan harus dikerjakan secara hati-hati,
bahkan dalam hal tertentu tidak boleh dilakukan sama sekali contohnya pada patah tulang.
B.

Palpasi
Berlawanan dengan kelainan-kelainan yang kita dapatkan dibagian ilmu penyakit dalam,

maka kelainan-kelainan dalam ilmu bedah pada umumnya tidak difus, tetapi terlokalisir dengan
baik dan tidak terletak pada bagian dalam tubuh, tetapi dapat dilihat serta dapat diraba dari luar.
Palpasi dapat menimbulkan rasa nyeri pada bagian tubuh yang menderita sakit dan oleh
karenanya harus dilakukan dengan hati-hati didasari oleh pengetahuan anatomi topografik yang
cukup, dan bila palpasi yang kita laksanakan dengan keras dan kasar dapat membangkitakan
reaksi rasa sakit atau reaksi rasa takut pada penderita. Maka untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan, palpasi harus dilakukan secara hati-hati dan perlahan-lahan dan halus. Pemeriksaan
raba ini harus dilakukan dengan sisi voler ruas-ruas jari dan tangan serta jari-jari harus
direntangkan sepenuhnya.
Palpasi dari suatu keganasan dapat menyebabkan sel-sel tumor bersangkutan menyebar
masuk dalam aliran darah, hal yang sama juga pada palpasi abses bila palpasi dilakukan dengan
kasar dan keras dapat menyebabkan abses tersebut mengalami perforasi. Pada palpasi dapat
ditentukan suhu dan perbedaan suhu, kelainan bentuk organ, kelainan tahanan, kelainan gerak
dan hubungan struktur dengan struktur disekitarnya.
Yang perlu kita catat pada palpasi :
1. Permukaan:
Permukaan dari suatu pembengkakan harus kita nilai dengan cara menggeserkan jari kita
melintasi permukaan pembengkakan tersebut. Apakah permukaannya rata, berbenjolbenjol atau berlobus, apakah berbatas jelas atau tidak terhadap struktur disekitarnya.
2. Ukuran
Besar pembengkakan yang bersangkutan harus kita ukur dalam dua jurusan dalam
sentimeter (cm).
6

3. Konsistensi
Harus dapat membedakan konsistensi lunak, kenyal, padat, atau keras. Konsistensinya
merata pada seluruh tumor.
4. Fluktuasi
Fluktuasi adalah terjadinya perpindahan cairan yang terdapat dalam ruangan yang
sepenuhnya terisi cairan dan ruangan yang dimaksud itu merupakan sebuah ruangan yang
benar-benar tertutup. Kalau kita melakukan tekanan pada suatu benda padat, maka tenaga
tekanan tersebut akan bergerak, hanya pada satu arah saja, menuju kedasar benda padat
yang bersangkutan dengan kekuatan yang sama besarnya dengan tenaga tekanan yang
telah kita berikan.
Kalua kita melakukan tekanan pada benda setengah padat, maka tekanan yang kita
berikan tersebut akan bergerak ke berbagai arah benda setengah padat tadi, dan benda
tersebut akan mengalami perubahan perubahan bentuk.
Salah satu jari melakukan tekanan pada salah satu sisi pembengkakan, maka jari lain akan
terangkat sebagai akibat dari arah berlawanan yang dialaminya.
Syarat untuk memperlihatkan adanya fluktuasi adalah ruang yang tertutup tesebut harus
terisi penuh dengan cairan, kantung cairan harul berukuran tertentu, mempunyai dasar
yang tidak bergerak, dinding ruang (kantung) harus dapat diregangkan.
5. Hubungan tumor kulit serta dasarnya
Ini dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari, membuat lipatan-lipatan
kulit pada beberapa tempat pada permukaan pembengkakan. Usaha ini tidak akan
berhasil bila pembengkakan dengan dasar fasia atau tulang maka kita tidak dapat
menggeser pembengkakan tersebut dari dasarnya.
6. Krepitasi
Akibat kerusakan pada jalan napas atau akibat infeksi tertentu (gas gangrene) dapat
terjadi penyebaran udara atau gas secara difus di dalam jaringan lunak, misalnya di
jaringan subkutan. Bila kita raba dengan tekanan ringan, dapat dirasakan adanya sensasi
seperti pecahnya gelembung halus. Krepitasi yang halus dapat didengar jelas sekali
dengan stetoskop yang bermembran.
C.

Perkusi
Organ yang terletak lebih dalam tidak dapat dilihat atau diraba jelas keseluruhan atau

sebagian. Untuk menentukan bentuk dan besarnya organ dapat diperoleh melalui perkusi.
Pemeriksaan ini didasarkan pada hantaran dan pemantulan suara dan getaran.
Pada perkusi ini pendengaran dan perabaan sama-sama berperan dalam memberikan
interpretasi untuk memperoleh informasi tentang besarnya oragan, adanya udara dalam struktur
7

yang terletak lebih dalam, juga tentang struktur patologis yang normalnya tidak ada. Perkusi
dapat pula mengikuti perjalanan penyakit, apakah struktut menjadi besar atau mengecil. Atau
timbul cairan bebas dalam perut atau thorak seperti transudate, eksudar, nanah, dan darah.
D.

Auskultasi
Pada umumnya dilakukan dengan stetoskop dengan maksud menilai bunyi dalam tubuh

seperti suara jantung, suara napas atau peristaltic. Pada beberapa tempat ditubuh dapat terdengar
suara yang dalam keadaan normal tidak ada.
E.

Regio Tubuh
Permukaan tubuh kita dibagi dalam sejumlah regio. Ini penting artinya menempakan
kelainan-kelainan yang berhasil kita temukan pada waktu melakukan pemeriksaan.

Regio Korporis

Gambar 1. Regio corporis

Regio Kapitis dan regio koli

Gambar 2. Regio capitis dan coli

3.

Pemeriksaan khusus
Yang terpenting dalam melakukan pemeriksaan khusus adalah penderita harus merasa

aman, penuh rasa percaya kepada dokternya. Perasaan takut, kurang aman dan tidak santai
mengganggu komunikasi antara penderita dengan dokter pemeriksanya.
3.1.

Kepala
Inspeksi kepala pada hakekatnya sudah dimulai sejak dilakukan anamnesa. Pada saat ini

sudah diperoleh kesan tentang keadaan mental dan jiwa penderita berdasarkan kesadaran, cara
komunikasi, perilaku, perasaan yang diungkapkannya. Juga sudah diperoleh keterangan tentang
keadaan umum serta kesan tentang fungsi pendengaran, penglihatan, maupun syaraf otak
lainnya. Demikian pula tentang kelainan pada jaringan lunak wajah dan tengkorak. Palpasi
kepala dilakukan, bila ada keluhan utama menyangkut kepala.
3.2.

Daerah leher
Tujuan dilakukan pemeriksaan daerah leher, dapat dikatakan hampir selalu dimaksudkan

untuk menetapkan adanya pembengkakan atau benjolan yang abnormal yang terdapat pada
daerah tersebut.
Struktur-struktur terpenting yang terdapat di daerah leher
Kelenjar gondok (Tiroid), trakea, os.hyoid, esophagus, semuanya terdapat di garis tengah.
Arteria karotis dan glomus karotikus, struktur ini dapat kita raba, berada tepat di dekat

tepi medial dan kira-kira sekitar pertengahan muskulus sternokleidomastoideus.


Kelenjar getah bening (KGB), kelompok kelenjar getah bening terpenting terletak di
bawah sudut tulang rahang bawah, pada tepi sisi medial dan lateral muskulus
sternokleidomastoideus dan di fossa klavikularis. Oleh karena di daerah leher terdapat
banyak KGB kurang lebih 300 buah. Maka selalu terdapat kemungkinan cukup besar,
bahwa suatu pembengkakan yang terletak di daerah leher berasal dari sebuah KGB yang
sakit.

10

Gambar 3. Anatomi regio coli


Dari depan daerah leher dibagi secara skematis menjadi dua bagian yang besar oleh
muskuli sternokleidomastoideus.

11

Regio koli anterior; merupakan sebuah persegi empat, dibatasi oleh rahang bawah dan
pinggir depan kedua muskuli sternokleidomastoideus. Region koli anterior yang
berbentuk persegi empat, oleh sebuah garis yang menghubungkan ujung-ujung
os.hioid dengan kedua sudut rahang membagi regio koli mediana superior dan region
koli mediana inferior.
Pada garis tengah region koli anterior terdapat os.hioid, dan mungkin ada sisa dari

duktus tirogilossus (fistel dan kista), laring dan trakea.


Regio koli lateralis; merupakan dua buah segitiga, dibatasi oleh tepi belakang

muskulus sternokleidomastoideus dan tepi depan muskulus trapius dan os.klavikula.


Di daerah ini terdapat KGB, saluran KGB (Hogroma koli) pleksus brachialis, arteria
subklavikula dan kubah paru.
Pemeriksaan leher didasarkan pada susunan anatomi topografis dengan memperhatikan
titik orientasi tertentu. Palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau berbaring.
Pada sikap duduk dapat dilakukan pemeriksaan dari belakang maupun dari depan. Umumnya
regangan otot pita leher (m.sternohioideus dan m.sternotiroideus) mengganggu palpasi maka
pemeriksaan leher harus dilakukan dengan kepala dalam sikap fleksi ringan.
Segitiiga yang dibatasi oleh tulang hyoid, dan batas bawah rahang mengandung kelenjar
limfe dan kelenjar liur submandibular. Didalam simpai kelenjar submandibular terdapat kelenjar
limfe. Oleh karena itu, pembesaran kelenjar limfe akibat radang atu tumor sukar dibedakan
dengan pembesaran kelenjar liur.
Pada pergerakan menelan, seluruh trachea bergerakn naik-turun. Satu-satunya struktur
yang turut dengan gerakan ini adalah kelenjar tiroid.
Pemeriksaan
Pada waktu melakukan pemeriksaan, penderita harus disuruh duduk tegak di atas kursi,
didepan pemeriksa.
- Inspeksi. Pertama perhatikan akan kemungkinan adanya asimetri di daerah ini atau
suatu kedudukan paksa dari kepala penderita (torti kolis). Suruh penderita
menggerakkan kepalanya keseluruh penjuru. Apakah ditemukan lubang (fistel) atau
benjolan yang abnormal. Di regio manakah tepatnya letak kelainan tersebut. Suruh
penderita menelan ludah. Sebuah benjolan yang ikut bergerak turun naik pada waktu
penderita menelan ludah, tentu berasal dari kelenjar tiroid, karena kelenjar tiroid ini
melalui kapsula fibrosa dihubungkan dengan trakea dan laring. Jadi untuk dapat
menegakkan diagnosis struma, sebenarnya tidak sukar.

12

Palpasi. Kita dapat memeriksa dari depan penderita, tetapi lebih mudah melakukan
palpasi tersebut sambil berdiri dibelakang penderita. Pegang leher penderita dengan
mempergunakan kedua tangan. Kemudian bandingkan bagian kiri dan bagian kanan.
Apakah hanya terdapat satu benjolan saja atau terdapat lebih banyak lagi. Bagaimana
permukaannya (licin, batas yang jelas, tidak rata, berbatas tidak jelas, berbenjolbenjol kasar). Besarnya dalam ukuran sentimeter, konsistensinya (lunak, ada
fluktuasi, padat, keras).
Hubungan antara benjolan tersebut dengan struktur disekitarnya, apakah benjolan
terlepas dari kulit di atasnya, pakah dapat digerakkan dari dasarnya, apakah terdapat

3.3.

pulsasi pada benjolan tersebut, atau getaran.


Auskultasi. Apakah terdapat bising pembuluh darah.

Pemeriksaan Thoraks & Payudara


Pada pemeriksaan thoraks arah depan, struktur anatomi yang digunakan sebagai acuan

adalah klavikulas kiri dan kanan, garis tengah depan dari incisura sterni sampai ke prosesu
xiphoideus. Dari arah belakang, garis tengah belakang dari prosesu prominens melalui prosesus
spinosus tulang belakang ke kaudal. Lengkung iga merupakan batas kaudal thoraks.
Biasanya digunakann pula garis midaksila ke kaudal, dan garis midklavikula yaitu garis
sejajar garis tengah mulai dari pertengahan klavikula kearah kaudal. Pada dasarnya dinding
thoraks mudah diperiksa kecuali bagian yang ditutupi oleh tulang belikat dengan ototnya.
Temuan pada pemeriksaan payudara selalu diberikan berdasarkan letaknya terhadap garis acuan
ini.
Pada gerakan nafas perlu diperhatikan secara khusus simetri antara kiri dan kanan,
besarnya pengembangan dada (ekskursi), dan frekuansi nafas. Selain itu diamati pula panjangnya
inspirasi atau ekspirasi. Iga yang membentuk dinding thoraks dapat diraba satu persatu, dan
seluruh gerak respirasi dapat dinilai ekskursi dan simetrinya dengan meletakkan kedua tangan
pada kedua sisi thoraks.
Dengan perkusi dapat ditentukan batas paru-hati, letak dan besar jantung, dan adanya
cairan intrapleural atau intraperikardial. Cara ini tidak dapat digunakan untuk membedakan
adanya darah, transudat, eksudat, atau khilus. Auskultasi digunakan untuk menilai suara nafas
dan bising jantung dan pembuluh darah besar baik fisiologis maupun patologis.
13

Tujuan pemeriksaan payudara untuk mengakkan atau menyingkirkan adanya keganasan


pada payudara penderita. Setiap benjolan atau pembengkakan yang terdapat pada payudara orang
dewasa, harus selalu dicurigai akan adanya kemungkinan keganasan. Tetapi kepastian tidak akan
pernah didapatkan semata-mata hanya melakukan pemeriksaan fisik saja. Harus dilakukan biopsi
jaringan untuk tes patologi anatomi. Kelainan payudara juga ditemukan pada laki-laki.
Anatomi
Kelenjar payudara terdiri dari 15-20 buah lobus kelenjar yang tersusun secara melingkar.
Kelenjar-kelenjar tersebut melalui saluran-saluran air susu yang besar, bermuara kedalam sinus
laktiferus. Sinus laktiferus kemudian akan bermuara kedalam puting susu. Dan puting ini
dikelilingi oleh puting susu yang disebut areola mammae.

Gambar 4. Anatomi payudara

Mammae dibagi dalam 4 kuadran bagian sentral dan penonjolan lateral dan KGB 2
regional terdapat di:
-

Daerah ketiak, sepanjang pinggir bawah muskulus pektoralis mayor, pada dinding
lateral atas torak, sepanjang pinggir depan muskulus latisimus dorsi. Daerah intra

klavikuler. Daerah supra klavikuler.


Retro sternal, pada kedua sisi parasternal dalam ruang-ruang antar iga sepanjang
arteria torasika interna serta pada mammae yang berseberangan letaknya.
14

Pemeriksaan
Penderita duduk pada sebuah kursi dengan menghadap ke datangnya cahaya. Sedangkan
pemeriksa duduk membelakangi cahaya. Kedua tangan penderita diletakkan di samping badan
atau di atas kepala. Dengan kedudukan berbaring pun penderita dapat juga kita periksa dengan
baik. Terutama untuk melakukan pemeriksaan palpasi lebih mudah bila pasien berbaring.
-

Inspeksi
Pertama bandingkan kedua mammae. Apakah kedua payudara kecil, normal, besar,
kendor atau kencang, perhatikan adanya asimetrisitas. Apakah terdapat perubahan
warna kulit, penarikan kulit kedalam (retraksi), peau deorange, parut luka atau
gambaran pembuluh darah yang tidak normal. Apakah terdapat ketegangan serta letak
salah satu payudara, atau puting susu lebih tinggi. Apakah terdapat ulserasi, Apakah
dapat terlihat adanya pembengkakan dalam payudara, apakah puting susu mulus,
cacat, tertarik kedalam (retraksi). Apakah daerah sekeliling putting susu mulus,
merah, eksematus, ulseratif. Setelah semua yang disebutkan di atas tadi selesai kita
periksa, kita suruh penderita membungkukan bagian atas badan, sehingga dengan
demikian payudaranya menggantung bebas. Dengan demikian, maka suatu
penarikkan kedalam yang sebenarnya memang ada, sekarang dapat kita melihatnya.

15

Gambar 5. Inspeksi payudara


-

Palpasi
Palpasi paling baik dilakukan dengan mempergunakan volar ujung-ujung jari kita.
Palpasi dapat kita lakukan, baik dari depan atau belakang penderita. Perbedaan yang
sebenarnya terdapat antara payudara kiri dan kanan, sekarang lebih mudah dapat kita
raba. Hendaknya pemeriksaan raba ini selalu kita mulai dengan payudara yang sehat,
untuk mendapatkan kesan yang baik tentang jaringan kelenjar normal. Dalam
hubungan ini terdapat banyak sekali perbedaan secara individual.
Kemudian penting sekali menemukan kemungkinan adanya suatu benjolan. Sering
penderita sendiri yang mampus memperlihatkan tempat benjolan tersebut. Di sini
pemeriksaan raba kita lakukan di antara ibu jari dan jari telunjuk, atau diantara ujung-

ujung jari-jari kita, tanpa menjepit benjolan yang kita periksa itu.
Yang harus diperhatikan :
Tempatnya, kuadran mana
Ukuran (dalam centimeter)
Bentuk (bentuk cakram, kumparan, bulat atau berlobus)
Konsistensi (kenyal, lunak, padat, sangat keras)
Permukaan (licin, tidak rat, atau tidak teratur)
Batas, tajam, tumpul, atau tidak teraba batasnya
Pergerakannya (sangat mudah, bebas bergerak, sukar digerakkan)
Hubungan dengan kulit dasarnya, apakah mudah dibuat lipatan kulit di atas benjolan,
adanya dimpling (tarikan ke dalam)
Hubungan dengan fascia pektoralis
Keadaan KGB regional
Beberapa kelainan payudara:
Fisura atau rhagade (luka pecah) pada putting, biasanya pada penderita masa laktasi
Mastitis (neonatorum, adolescentium, puerperium, karsinomatosa)
Ginekomastia
Cairan yang keluar dari putting susu
16

3.4.

- Kuning jernih (serum); mastopati


- Hijau - hitam (kental seperti salep); mastopati
- Cokklat - merah (encer); mastopati, papilloma, karsinoma
Eksema putting susu (paget disease of the breast)
Mastopati
Fibroadenoma (FAM)

Pemeriksaan Abdomen
Tujuan pemeriksaan abdomen bertujuan untuk mendapatkan kesan tentang fungsi organ

yang terdapat dalam rongga abdomen. Pemeriksaan masih tetap dengan cara sederhana, inspeksi,
perkusi, palpasi, auskultasi, selalu mempunyai arti secara peranan yang besar. Dengan cara-cara
pemeriksaan seperti ini maka sindroma-sindroma besar seperti, peritonitis, asites ataupun ileus
hampir selalu dapat kita tegakkan dengan pasti, perdarahan intra abdomen, gangguan sirkulasi,
penyumbatan saluran empedu dan penyumbatan saluran kemih, kemungkinan besar sering dapat
kita tetapkan mendekati kepastian.
Seringkali pemeriksaan menyeluruh dan luas tidak dapat kita kerjakan sebelum
pembedahan dilakukan, meskipun bukan merupakan tindakan mendesak yang perlu segera
dilaksanakan, juga tidak untuk ahli bedah itu sendiri. Paling penting, harus segera dapat kita
capai adalah mengenali sindroma yang terlihat itu.
Anatomi
Rongga abdomen mempunyai dua rongga yang sangat dalam; rongga abdomen bagian
atas dan rongga panggul kecil dan sebuah rongga yang tidak dalam; rongga abdomen bagian
tengah.

17

Gambar 6. Regio abdomen


Regio abdominalis
Rongga abdomen kita dibagi dalam beberapa region. Yaitu menarik dua garis horizontal
yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior dan pinggir bawah kedua lengkung
tulang iga. (arcus costae iga ke 10) dan dua garis vertical yang menghubungkan kedua tulang
18

belikat dengan kedua tuberkulum pubikum. Dengan demikian kita peroleh 9 regio abdominalis,
yang masing-masing mempunyai isi sendiri.
Regio epigastrika, isinya;
- Lobus kiri hati
- Korpus ventrikuli (gaster) dan antrum pilorikum
- Korpus pankreatikum
- Hiatus esophagus dan ostium kardiakum
- Aorta
Regio hipokondrium dekstra
- Pleura kanan, lobus bawah paru kanan
- Diafragma kanan
- Lobus kanan hati
- Kandung empedu, fleksura koli dekstra
- Pylorus dan bulbus duodeni
- Anak ginjal kanan
- Kutub atas ginjal kanan dan pielum
Regio hipokondrium sinistra
- Pleura kiri, lobus bawah paru kiri, diafragma kiri
- Fundus ventrikuli
- Fleksura koli sinistra
- Limpa
- Kauda pancreas
- Anak ginjal kiri
- Kutub atas ginjal kiri & pielum
Regio umbilikalis
- Omentum mayus
- Kolon transversum
- Bagian terakhir duodenum
- Bagian pertama usus halus (yeyunum)
- Kaput dan korpus pancreas
- Bifurkatio aortae
Regio lateralis dekstra
- Kolon asenden
- Bagian kedua duodenum
- Kutub bawah ginjal kanan dan ureter
Regio lateralis sinistra
- Kolon desenden
- Kutub bawah ginjal kiri dan ureter
Regio pubika
- Omentum mayus
- Usus halus
- Fleksura rektosigmoid
- Uterus dan kandgun kemih
Regio inguninalis dekstra (fossa iliaka dekstra)
- Kanalis inguninalis
- Sekum
19

Ileum terminalis
Apendik
Adneksa kanan
Ureter kanan
Arteria iliaka kanan
Regio inguninakis sinistra (fossa iliaka sinistra)
Kanalis inguinalis sinistra
Usus halus
Kolon sigmoid
Adneksa kiri
Ureter kiri
Arteria iliaka kiri

Pemeriksaan
Agar dapat melakukan dengan baik, maka separuh dari torak bagian bawah hingga regio
inguinalis penderita harus dapat kita lihat dengan baik. Penderita harus berbaring terlentang
dengan sempurna, ia hanya diperkenankan mamakai sebuah bantal tipis saja, yang kita letakkan
di bawah kepala. Kedua lengan penderita harus terletak lepas dan bebas disamping tubuhnya dan
tangan penderita tidak boleh diletakkan dibawah kepala. Kalau penderita merasa sangat nyeri,
penderita diizinkan menekan lututnya. Sedangkan pemeriksa harus berdiri atau duduk sebelah
kanan penderita.
-

Inspeksi
Pertama perhatikan bentuk abdomen, bertambah atau berkurangnya volume abdomen, kembung
atau cekung, warna kulit, benjolan, gambaran vena semuanya hendak dicatat. Perut yang normal
biasanya datar. Selanjutnya lihat apakah perutnya tegang atau mengalami tarikan kedalam.
Bagaimana gerakan waktu penderita bernafas. Lihat umbilicus penderita, parut-parut luka,
lubang-lubang yang mudah ditembus, agar 20alua memang terdapat hernia, tidak sempat
terlewatkan. Selanjutnya penderita diminta mencoba beralih kesikap setengah duduk atau
mengangkat kepala sebentar tanpa bantuan agar otot dinding perut menegang, dengan demikian,
tumor yang terletak di antara kulit dan otot dinding perut akan tampak lebih jelas atau akan mulai
tampak (hernia pada dinding perut, umbilicus dan lipat paha akan tampak).
Perhatikan roman muka penderita, reaksi-reaksi yang terjadi sering jelas dapat kita baca pada
wajah penderita dan mampu memberikan lebih banyak keterangan kepada kita dari pada
tanggapan-tanggapan yang diutarakannya. Pada wajah penderita juga pucat pertama kali akan
terlihat pada perdarahan intra abdominal.

20

Suruh penderita menunjuk dengan satu jari di daerah perut mana ia merasakan nyeri tersebut.
Kalau seandainya perasaan nyeri mencakup seluruh daerah perut, seringkali ia juga masih dapat
menunjukkan tempat di mana ia merasakan nyeri paling hebat atau tempat di mana pertama kali
-

perasaan nyeri timbul.


Auskultasi
Apa yang dapat kita dengar;

Peristaltic normal

Pengurangan peristaltic atau hilangnya peristaltic

Hiperperistaltik

Peristaltic ileus

Clapotage (suara berkecipak air)


Untuk mendapatkan kesan yang baik dari peristaltic, maka kita harus mendengar cukup lama dan
dengan penuh kesabaran. Sebaiknya kita mendengarkan beberapa tempat pada perut penderita.
Berkurangnya peristaltic atau hilangnya peristaltic berarti telah terjadi fungsio laesa pada usus,
sering sebagai akibat dari peritonitis. Hiperperistaltik, dapat kita dengar pada rangsangan usus
yang berlebihan, misalnya pada enteritis.
Peristaltic ileus dapat kita dengar pada ileus mekanik dan ditandai dengan datangnya serangan
peristaltic berdenting (metallic sound) suara menggelak atau suara yang timbul jika air mengalir
keluar dari botol yang isinya tumpah dan kemudian perasaan nyeri kolik akan menghilang. Suara
yang dapat kita dengarkan tidak berlangsung terus menerus (diskontinu) dan sifatnya meledak
ledak. Peristaltic ileus beratnya dapat berbeda-beda. Yang paling hebat kita dapat jumpai pada
ileus obstruktiva murni, pada stadium awal. Ia tidak begitu menonjol lagi pada stadium akhir,
dan pada peristiwa di mana disertai peritonitis.
Didengarnya suara jantung di daerah perut menunjukkan adanya jumlah gas yang jumlahnya
normal dalam rongga perut, dengan kata lain, keadaan ini menunjukkan adanya ileur paralitikus
atau ileus mekanik lanjut. Souffls dapat merupakan petunjuk tentang adanya penyempitan
pembuluh darah. Baik sekali mencoba mendengarkan bising pembuluh darah sepanjang

perjalanan aorta dan kedua arteria iliaka eksterna.


Perkusi
Dengan pemeriksaan perkusi kita dapatkan;
1. Jumlah gas yang jumlahnya tidak normal dalam rongga perut (hipertimpani) atau gas yang
terdapat pada tempat yang tidak normal.
2. Cairan bebas yang terdapat dalam rongga peritoneal. Hanya cairan yang jumlahnya besar saja
yang dapat menimbulkan suara redup pada pemeriksaan ketuk. Itulah sebabnya mengapa

21

eksudasi hampir tidak permah menimbulkam redup, sedangkan asites sering. Yang khas

adalah terjadinya pemindahan suara setelah terjadi perubahan posisi berbaring penderita.
3. Masa yang padat (organ, kista, pembengkakan).
Palpasi
Pemeriksaan raba hendaknya dapat kita lakukan dengan tangan yang hangat kita dapat juga
melakukan pemeriksaan raba melalui rok dalam atau baju yang tipis.
Tangan kita harus direntangkan, serta kita letakkan secara mendatar, pemeriksaan raba yang kita
lakukan mempergunakan ujung jari pada perut, tidak berguna sama sekali, karena sebagai reaksi
atas tindakan ini akan timbul reaksi perlawanan otot. Padahal kita harus meraba cukup dalam
pada pemeriksaan raba di daerah perut, melalui dinding perut penderita.
Yang kita dapatkan pada pemeriksaan raba ini adalah:
1.

2.

Ketegangan dinding perut


Menggembungnya serta ketegangan umum yang terjadi pada dinding paru penderita
dapat memberi kesan kepada kita tentang pertambahan volume isi perut
Perlawanan otot aktif dan pasif (defence muscular)
Ketegangan otot abdomen terjadi secara reflektoris, yang timbul kalau kita berusaha
menekan perut penderita. Ini merupakan suatu perlawanan normal yang timbul terhadap
rangsangan yang tidak menyenangkan. Beberapa orang bersifat lebih reaktif, jika
dibandingkan orang lain. Namun reflek ini dapat kita tekan dengan membebaskan
penderita dari segala ketegangan secara sadar, walau pada banyak penderita hal ini sukar
dilakukan. Dari kenyataan yang kita dapatkan, dapat kita lihat betapa penting arti
berbaring dengan bai, sikap hati-hati dalam melakukan pemeriksaan, menenangkan serta
meyakinkan penderita, menerangkan serta mengalihkan perhatian.
Defence muscular umumnya merupakan ketegangan otot dinding perut yang terjadi diluar
kemauan penderita dan ketegangan yang terjadi juga tidak dapat ditekan. Ia merupakan
suatu bentuk perlawanan yang tidak dapat kita atasi. Pada umumnya perlawanan otot
pasif ini tidak mengenai seluruh perut, sehingga kita dapat melihat adanya perbedaan otot
dinding perut tersebut. Defence ini akan timbul jika peritoneum parietale langsung
mendapat rangsangan. Jadi defence hanya dapat kita temukan pada tempat dimana
peritoneum parietale mendapat rangsangan. Oleh karena itu, defence ini sering bersifat
local, paling tidak pada permulaan.
22

Intensitas defence tergantung pada derajat perangsangan yang diterima oleh peritoneum
parietale. Rangsangan yang paling kuat adalah isi traktus intestinalis, terutama asam
lambung. Dinding perut keras seperti papan, hanya dapat kita jumpai pada peritonitis
yang diakibatkan perforasi. Darah dan empedu sedikit menimbulkan rangsangan.
Defence merupakan tanda pasti peritonitis, dan oleh karena itu mempunyai nilai
diagnostic yang besar. Kadang kala kita tidak menemukan adanya defence meskipun ada
proses dalam rongga perut. Misalnya :
Perforasi apendik yang letaknya retrosekal
Eksudat dari gelung usus yang mengalami infark yang terletak tersembunyi diantara

3.

usus
Pada pangkreatitis akuta, eksudat terdapat dalam bursa omentalis
Pada kolestitis akuta, di mana empedu bersembunyi dibelakang lobus kanan hati
Nyeri tekan dan lepas tekan
Untuk mengerjakan pemeriksaan ini kita tidak boleh melakukan tekanan yang kuat,
kadang kala terdapat kepekaa yang difus. Yang penting adalah dapat menentukan tempat
nyeri tekan lokal atau punktum maksimum pada dinding perut yang peka difus. Hal ini
paling baik dapat kita lakukan dengan menekan secara hati-hati dan bergantian antara
bagian kiri dan bagian kanan, antara bagian atas dan bawah, dengan menekan berbagai
daerah perut penderita kita dapat membandingkan satu sama lainnya. Nyeri tekan lokal
atau nyeri tekan lepas lokal yang dapat ditimbulkan kembali, merupakan petunjuk adanya
peritonitis lokal, sedangkan perasaan nyeri difus menunjukkan bahwa kita tengah
menghadapi rangsangan peritoneum difus. Intensitas nyeri tekan yang kita temukan
tergantung dari intensitas rangsangan peritoneum, darah sedikit menimbulkan
rangsangan, eksudat dapat merangsang lebih kuat, sedangkan isi lambung dan usus dapat

4.

menimbulkan rangsangan yang paling kuat.


Tahanan normal dan tahanan tidak normal
Agar dapat meraba hati, cara terbaik yang dapat kita lakukan adalah dengan meletakkan
tangan kita sejajar dengan lengkung tulang iga. Kemudian penderita disuruh menarik
napas dalam. Hati yang normal tidak melewati pinggir bawah lengkung bawah iga dan
hanya tepat menyentuh pinggir atas jari-jari tangan kita, yang kita letakkan sejajar dengan
lengkung bawah iga pada saat penderita menarik napas dalam. Tergantung dari bentuk
tubuh seseorang, kadang-kadang pinggir hati letaknya dapat lebih rendah. Jadi untuk
permulaan melakukan pemeriksaan ini, jangan meletakkan tangan kita terlalu tinggi di
daerah perut bagian atas. Tepi hati normal adalah licin, tajam serta tidak menimbulkan
23

nyeri pada saat perabaan. Bila tepi hati teraba tumpul dan tidak teratur serta tidak rata,
menunjukkan kelainan hati. Kadang-kadang kita dapat merasakan adanya benjolan pada
permukaan hati,
Kandung empedu normal tidak dapat kita raba, tetapi kandung empedu yang mengalami
perubahan sebagai akibat bendungan, peradangan, atau perubahan adanya infiltrate atau
tumor, dapat kita raba. Limpa yang normal letaknya jauh di belakang sehingga tidak
dapat kita raba. Limpa yang dapat kita raba adalah limpa yang membesar, jadi merupakan
limpa yang sedang sakit. Dengan berbaring miring pada sisi kiri, maka limpa akan
terdorong ke depan. Dengan demikian limpa lebih mudah diraba. Penderita disuruh
dengan tenang menarik dan mengeluarkan napas dalam-dalam. Catatlah beberapa
5.

pembesaran hati atau limpa, berapa centimeter keluar menonjol di bawah tulang iga.
Clapotage (seperti suara air yang dikocok dalam botol)
Clapotage adalah isitilah yang diberikan untuk suara yang timbul, kalau jumlah gas dan
cairan bersama-sama kita guncangkan dengan tiba-tiba. Jumlah gas dan cairan yang
normal terdapat dalam lambung, tidak dapat menimbulkan clapotage. Dengan demikian
lambung merupakan petunjuk adanya jumlah gas dan cairan yang tidak normal.
Clapotage lambung merupakan tanda pasti adanya retensi. Clapotage pada usus
merupakan tanda pasti pasti adanya ileus. Suara ini dapat kita timbulkan dengan cara
telapak tangan kita melakukan dorongan kuat pada dinding perut. Pada waktu kita
melakukan dorongan tersebut, telingan kita harus kita tempelkan rapat-rapat pada dinding

6.

perut penderita.
Undulasi
Adalah gerakan yang menyerupai gerakan gelombang, yang dapat kita timbulkan kalau
dalam rongga perut terdapat banyak cairan bebas. Kita letakkan jari-jari yang
direntangkan pada satu sisi perut yang menggelembung dan dengan jari telunjuk lainnya
kita lakukan ketukan-ketukan pada sisi perut lainnya.

Ginjal
Pemeriksaan dilakukan secara bimanual, tangan kiri diletakkan dibelakang tubuh
penderita dengan posisi khusus, agar dapat mendorong ginjal kedepan. Kedudukan ginjal pada
posisi punggung dibatasi oleh bagian bawah tulang iga ke 12, pada sisi kranialnya, pinggir iliaka
superior pada sisi keduanya, massa otot-otot punggung yang panjang pada sisi medialnya.
Karenanya dengan sebuah tangan kita letakkan dibawah daerah tersebut dengan ujungujung jari menekan pada pinggir lateral otot-otot punggung yang panjang. Sementara tangan

24

yang lain diletakkan diatas peut pada ketinggian yang sama, dan sejajar dengan tangan dibawah
pada bagian luarnya.
Kemudian kita lakukan tekanan yang kuat pada bagian belakang penderita dan dengan
demikian kedudukan ginjal akan terdorong kedepan. Kutub bawah ginjal normal tepat terletak
pada kedudukan ginjal tersebut. Dengan inspirasi dalam, diafragma akan mendorong ginjal
kebawah sehingga ginjal akan berada di antara kedua tangan pemeriksa. Ginjal yang normal,
umumnya tidak dapat kita raba. Dengan melakukan gerakan-gerakan benturan pada daerah
punggung, kadang-kadang kita berhasil meraba ginjal dari bagian depan perut.

Gambar 7. Palpasi bimanual pada ginjal


Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut
kostovertebra (yaitu sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra).
Pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal, mungkin teraba pada palpasi dan
terasa nyeri pada perkusi.
Pemeriksaan Buli-buli
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan atau massa atau jaringan parut
bekas irisan atau operasi di suprasimfisis. Massa di daerah suprasimfisis mungkin merupakan
tumor ganas buli-buli atau karena buli-buli yang terisi penuh dari suatu retensi urine. Dengan
palpasi dan perkusi dapat ditentukan batas atas buli-buli
Pemeriksaan genitalia eksterna
Pada inspeksi genitalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya kelainan pada
penis/uretra antara lain; mikropenis, makropenis, hipospadia, kordae, epispadia, stenosis pada
25

meatus uretra eksterna, fimosis, parafimosis, fistel uretro-kutan, dan ulkus, tumor penis. Striktura
uretra anterior yang berat menyebabkan fibrosis korpus spongiosum yang teraba pada palpasi di
sebelah ventral penis, berupa jaringan keras yang dikenal dengan spongiofibrosis. Jaringan keras
yang teraba pada korpus kavernosum penis mungkin suatu penyakit Peyrone.
Pemeriksaan skrotum dan isinya
Perhatikan apakah ada pembesaran pada skrotum, perasaan nyeri pada saat diraba, atau
ada hipoplasi kulit skrotum yang sering dijumpai pada kriptorkismus. Untuk membedakan antara
massa padat dan massa kistus yang terdapat pada isi skrotum, dilakukan pemeriksaan
transiluminasi (penerawangan) pada isi skrotum. Pemeriksaan penerawangan dilakukan pada
tempat yang gelap dan menyinari skrotum dengan cahaya terang. Jika isi skrotum tampak
menerawang berarti berisi cairan kistus dan dikatakan sebagai transiluminasi positif atau
diafanoskopi positif.
Colok dubur (Rectal Toucher)
Untuk melakukan pemeriksaan pada daerah dubur sangat penting kita melihat dengan jelas
(inspeksi). Maka perlu penderita dipersiapkan untuk pemeriksaan ini. Sebaiknya penderita
disuruh bersikap sujud dengan bertopang pada lutut dan siku diatas tempat tidur. Dengan posisi
demikian, maka anus berada kira-kira setinggi mata kita. Untuk orang yang sakit serta orang
yang berusia lanjut, posisi terlentang merupakan posisi yang paling nyaman.
Colok dubur juga dapat dilakukan dengan posisi jongkok. Dengan kedudukan seperti ini, organorgan yang terdapat dalam panggul sedikit merosot kebawah, menuju kearah anus.
Sebaiknya pemeriksaan penderita dengan posisi berbaring miring tidak dilakukan, karena kita
harus berdiri pada arah punggung penderita yang berbaring dengn posisi miring, maka sebagai
akibat pembengkokan jari kita yang melakukan colok dubur tersebut, struktur-struktur yang
terdapat pada bagian depan tidak dapat kita raba dengan baik.
Ketentuan lain mengatakan sebelum melakukan colok dubur, harus kita pastikan dahulu bahwa
kandung kemih penderita benar-benar kosong.

26

Gambar 8. Pemeriksaan rectal toucher


Inspeksi :
Eksim
Bekas-bekas parut
Lubang-lubang fistel
Pembengkakan
Ulserasi
Teknik colok dubur :
1. Tentukan tonus muskulus sfingter (lembek pada kelumpuhan, robekan), parut-parut luka
bekas pembedahan yang terdahulu, prolapse.
2. Kemudian lakukan penekanan dengan hati-hati dan berturut-turut pada semua arah. Tentukan
apakah tonusnya sama pada semua tempat dan tanyakan kepada penderita apakah ia
merasakan nyeri pada tempat tertentu. Tanda yang patognomonis suatu fisura adalah
perasaan nyeri tekan selektif yang hebat, tepat pada bagian dorsal, pada tempat dimana
terdapat fisura yang praktis memang selalu terletak pada bagian dorsal.
3. Biar jari kita menggeser lebih jauh sedikit lagi kedalam dan tentukan keadaan selaput lender
rectum secara melingkar.
4. Radang; nyeri tekan dan pembengkakan merupakan gejala yang berharga.
5. Prostat; dalam keadaan normal prostat ditemukan kurang lebih 2 cm kranial dari tepi sfingter
pada pemeriksaan colok dubur, besarnya sebesar buah kastanye, konsistensinya lunak atau
27

kenyal lunak. Pada hipertrofi prostat; lekuk median sebagian besar menghilang dan puncak
prostat serta batas lateral prostat sulit atau tidak dapat diraba. Konsistensinya lebih padat.
6. Vesikula seminalis; dalam keadaan normal tidak dapat diraba. Pada infeksi mungkin teraba
sebagai struktur yang nyeri, berbentuk bulat panjang, dan melekat pada kedua sisi prostat.
7. Ekskavasio rektovaginalis dan retrovesikalis : kedua struktur ini tepat dicapai oleh jari yang
melkukan colok dubur. Ditempat ini terletak ujung yang paling bawah serta paling dalam dari
kavum peritoneum.
8. Setelah selesai, lihat apakah pada sarung tangan menempel darah, lender atau nanah. Jangan
lupa memperhatikan warna dan konsistensi tinja penderita.
3.5.

Pemeriksaan region inguinalis dan genitalia eksterna


Kelainan pada lipatan inguinal :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Penyakit KGB sendiri (limfoma)


Arteria femoralis (aneurisma)
Hernia femoralis
Prosesus vaginalis pertionei yang terbuka (hernia inguinalis lateralis)
Dinding belakang perut yang lemah (hernia inguinalis medialis)
Testis yang tidak turun ketempat semestinya
Funikulitis (epididymitis)
Kista ligamentum teres uteri pada wanita

Gambar 10. Anatomi regio inguinal dan skrotum

28

Skrotum
Didalamnya kita jumpai adanya funikulus spermatikus, testis dan epididymis. Di antara
kedua organ ini kita dapat meraba suatu struktur yang terasa keras seperti balok-balok kecil.
Testis menggantung dalam skrotum dengan membentuk sudut kira-kira 60 derajat. Testis yang
terletak horizontal menunjukkan adanya mesorkium (torsi). Testis kiri selalu tergantung lebih
rendah daripada testis kanan. Kedua testis sering tidak sama besarnya.
Kesimpulan yang dapat kita tarik adalah dalam skrotum dan leher skrotum dapat kita temukan
kelainan-kelainan struktur;
1. Funikulus spermatikus
Hidrokel funikuli
Hernia inguinalis lateralis dalam prosesus vaginalis peritonei yang tetap terbuka
Varikosa vena testikuloris (varikokel)
Pembengkakan duktus deferen
2. Testis; tumor, testis, torsio, orkitis, atrofi
3. Epididymis; epididymitis, spermatokel
4. Tunika vaginalis; hidrokel
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan daerah inguinal dan genital ini, sebaiknya penderita disuruh telanjang
dibawah arkus kostae kebawah. Pertama-tama periksa daerah perut, jangan lupa melakukan
pemeriksaan penis dengan mendorong prepusium ke belakang agar kita dapat memeriksa glans
penis dan ulkus koronarius, vulva, perineum, anus, celah bokong dan bokong.
Berdiri, oleh karena dengan kedudukan penderita seperti ini gaya berat akan
menyebabkan hernia lebih mudah kita lihat dan pemeriksaan pada penderita dalam keadaan
berdiri dapat kita lakukan dengan lebih meyeluruh
Berbaring, dengan kedudukan penderita seperti ini, kita lebih mudah melakukan
pemeriksaan raba. Andai kata terdapat hernia, kita lebih muda dapat melakukan reposisi dan sisa
pemeriksaan lebih mudah dapat kita lakukan. Waktu melakukan diagnose kita beranjak dari dua
struktur anatomis yang mudah dikenali; lig inguinale dan arteria femoralis.

29

Selanjutnya mulai meraba pinggir atas simfisis. Ini dapat kita lakukan dengan meraba
daerah perut, pada tempat yang terletak pada pertengahan jarak antara umbilicus dan pangkal
penis.
Inspeksi
Suruh penderita berdiri, dengan menghadap cahaya. Minta penderita menunjukkan
tempat yang dirasakan nyeri, kalau kebetulan memang ada dan harus mengetahui tempat
anatomis yang tepat dan tempat yang dirasakan nyerti tersebut. Bila pada inspeksi tadi tidak ada
pembengkakan yang dapat kita lihat, maka suruh penderita batuk, atau agak mengedan. Bila ada
hernia akan kelihatan.
Palpasi
Peganglah leher skrotum antara ibu jari dan jari telunjuk (kanan dan kiri). Dalam kedaan
normal kita hanya dapat meraba duktus deferens sebagai seutas tali yang padat, menggelinding
diantara kedua jari kita.
Pada hernia, dengan jari telunjuk atau jari kelingking dapat dicoba mendorong isi hernia
dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah
hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam hal hernia yang masih dapat direposisi, pada waktu jari
masih berada di anulus eksternus pasien diminta mengejan. Kalua ujung jari menyentuh hernia,
berarti menandakan hernia inguinalis lateralis, dan kalua sisi jari yang menyentuhnya, berarti
hernia inguinalis medialis, pemeriksaan ini disebut finger tip test.

30

Gambar 11. Pemeriksaan finger tip test


Pada varikokel, pleksus pampiniformis yang membesar dapat kita rasakan didaerah ini.
Bila funikulus menebal, maka terdapat hernia inguinalis lateralis, hidrokel komunikans atau
suatu proses dalam skrotum (peradangan, torsi testis, tumor atau epididymitis)
Pada hidrokel testis, diagnose pasti hidrokel dapat kita tegakkan dengan melakukan
penerawangan (diafonoskopi). Pada hidrokel, testis bersatu dengan pembengkakan tersebut.
Sedangkan pada spermatokel testis berdiri sendiri, terlepas dari pembengkakan tersebut.
Gangguan yang dapat terjadi pada testis;
1.
2.
3.
4.

Torsio testis
Tumor
Orkitis
Lues

Gangguan pada epididymis;


1.
2.
3.
4.
3.6.

Epididymitis akut
Epididymitis kronik (TBC)
Kista
Tumor
Pemeriksaan alat gerak
31

Pada pemeriksaan alat gerak diperhatiakn semua unsur ekstremitas, khususnya tulang,
sendi, dan otot. Pada inspeksi selalu harus dibandingkan sebelah kiri dengan sebelah kanan
dalam keadaan gerak dan pasif. Lingkup gerak sendi aktif dan pasif harus dibandingkan.
Pada pemeriksaan sendi, titik acuan sendi adalah bagian tulang yang menonjol di sekitar
sendi. Pada palpasi diperhatikan anatomi tulang dan celah sendi. Synovia biasanya tidak teraba.
Jika ada cairan didalam sendi, selalu ada pembengkakan.
Pada inspeksi dapat diperoleh kesan mengenai keadaan otot. Perbedaan besarnya
walaupun sedikit pada perbandingan yang kiri dari yang kanan, umumnya merupakan petunjuk
adanya kelainan sendi atau gangguan saraf. Tarikan otot dan kekuatannya dapat diketahui dengan
pembebanan otot tersebut.
Pada umumnya, keadaan dan fungsi tendi otot mudah diperiksa karena letaknya dekat
permukaan. Sarung tendo yang kebanyakan ditemukan di tangan, pergelangan tangan, kaki,
pergelangan kaki, dan sekitar sendi bahu, tidak dapat diraba kecuali jikta ada kelainan.
Cidera dapat menyebabkan hemartrosis dan dislokasi sendi, patah tulang, dan kontusio
atau rupture otot. Pembebanan tulang, terlalu lama, dan terlalu berat pada tendo dan otot, seperti
waktu kerja dan olahraga, dapat menyebabkan kelainan beban berlebih. Radang akut dapat
disebebkan bakteri. Seperti gonore, dan menahun ialah artritis tuberculosis dan artritis reumatik
kronik. Osteomyelitis ditemukan dalam bentuk akut, yang menyebar secara hematogen atau
langsung dari patah tulang terbuka, kronik karena tuberculosis, dan kronik karena tuberculosis
atau infeksi pada patah tulang terbuka.
Tumor primer atau sekunder sering ditemukan ditulang, jaringan lunak, otot dan sendi,
tetapi hampir tidak pernah ditendo. Kelainan degenerative seperti arthrosisdeformans sering
ditemukan pada umur lanjut dan dapat menyebabkan keadaan yang sangat mengganggu karena
nyeri.
3.7.

Pemeriksaan neurologis
Pada penderita kelainan bedah teruama bagian bedah ortopedi maupun bedah saraf, perlu

dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap apabila ditemukan adanya gangguan yang berupa
kelemahan otot, gangguan koordinasi serta gangguan sensibilitas.
32

Pemeriksaan neurologis disesuaikan dengan kelainan yang di dapat atau dicurigai seperti
kelemahan otot anggota gerak atas pada spondylosis servikal atau tetraparesis atau tetraplegi
setelah trauma pada tulang belakang servikal. Pemeriksaan yang sama misalnya pada
paraparesis/paraplegi oleh karena adanya kelainan pada tulang torakal ataupun lumbal. Juga
harus diperiksa adanya gambaran kelainan pada anggota gerak misalnya claw hand, drop foot,
atau adanya atrofi otot pada daerah tertentu.
Fungsi motorik. Pemeriksaan tonus dan kekuatan otot. Pemeriksaan tonis kelompok otot
secara individual dilakukan dengan menggerakan sendi-sendi. Pada pemeriksaan ini dapat
diketahui adanya spastisitas atau kelemahan otot. Disamping itu perlu dilakukan dan dicatat
kekuatan otot.
Fungsi sensorik. Pemeriksaan sensibilitas. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat
apakah adanya kelainan dalam sensibilitas pada daerah tertentu misalnya hiperestesia. Salah satu
pemeriksaan sensibilitas misalnya pemeriksaan nyeri tajam dan sensasi raba halus, ataupun
misalnya tanda Tinel untuk mengetahui distribusi saraf medianus pada pergelangan tangan. Pada
pemeriksaan sensinbilitas perlu dibuatkan gambar berdasarkan daerah yang mengalami
perubahans sensibilitas.
Pemeriksasan refleks. Pemeriksaan reflex baik reflex normal seperti patella, aschilles,
untuk mengetahui ganggguan pada reflex ini, misalnya pada suatu hernia nucleus pulposus. Juga
reflex patologis yang lain seprti Babinski, Gordon, Chaddok, Openheim pada pasien dengan
stroke atau perdarahan intracranial.

33

BAB III
KESIMPULAN
Ilmu bedah adalah merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang mengembalikan
fungsi anatomi normal dengan cara pembedahan. Pemeriksaan bedah harus dilakukan secara
menyeluruh dan detail untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik untuk menunjang
diagnosis penyakit dan tindakatan lanjut yang sesuai.

34

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Widjaja AR. Pemeriksaan Dasar Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti:
2.
3.
4.
5.

Jakarta; 2012
Brunicardi CF. Schwarzts Principles of Surgery. Ed 10th. Mc-Graw Hill Education; 2015
Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. EGC: Jakaerta; 2005
Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yasif Watampone: Jakarta; 2009.
Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Ed.3. Sagung Seto: Jakarta; 2012.

35

Anda mungkin juga menyukai