Anda di halaman 1dari 21

Tinjauan pustaka

Rabies
Neng Nurmalasari
10-2010-326
E5
21-11-2011

Pendahuluan
Rabies atau penyakit anjing gila disebabkan oleh virus rabies. Virus ini hidup di jaringan saraf
dan kelenjar liur pengidapnya sehingga virus juga terdapat dalam air liurnya. Virus rabies ter

Alamat korespodensi :
Jln. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Email : nengnurmalasari@ymail.com
1

Anamnesis
1. Pengertian
Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit si
pasien.
Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dihaga kerahasiannya yaitu
segala hal yang diceritakan penderita
2. Keluhan utama
Yaitu gangguan atau keluhan yang dirasakan penderita sehingga mendorong ia untuk
datang berobat dan memerlukan pertolongan serta menjelaskan tentang lamanya keluhan
tersebut. Keluhan utama merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien.
3. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit yang bermula pada saat pertama kali penderita merasakan keluhan itu. Tentang
sifat keluhan itu yang harus diketahui adalah:
Tempat
Kualitas penyakit
Kuantitas penyakit
Urutan waktu
Situasi
Faktor yang memperberat atau yang mengurangi
Gejala-gejala yang berhubungan
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit yang pernah diderita di masa lampau yang mungkin berhubungan
dengan penyakit yang dialaminya sekarang.
5. Riwayat keluarga
Segala hal yang berhubungan dengan peranan heredriter dan kontak antar anggota
keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien. Dalam hal ini faktor-faktor sosial
keluarga turut mempengaruhi kesehatan penderita.
6. Riwayat pribadi
Segala hal yang menyangkut pribadi pasien. Mengenai peristiwa penting pasien dimulai
dari keterangan kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat. Termasuk dalam
riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran. Riwayat imunisasi, riwayat makan, riwayat
pendidikan dan masalah keluarga.
7. Riwayat sosial
2

Mencangkup keterangan mengenai pendidikan, pekerjaan dan segala aktivitas di luar


pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, perkawinan, tanggungan keluarga, dal lain-lain.
Perlu ditanyakan pula tentang kesulitan yang dihadapi pasien.
Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosik. Jakarta: bidang penerbitan yayasan diabetes
indonesia; 2004.h. 2-14

Pertanyaan anamnesis

Pemeriksaan
Fisik
1. Inpeksi (periksa lihat)
Inpeksi dapat dibagi menjadi inspeksi umum dan inspeksi lokal. Pada inspeksi umum
pemeriksa melihat perubahan yang terhadi secara umum, sehingga dapat diperoleh kesan
keadaan umum pasien. Pada inpeksi lokal, dilihat perubahan-perubahan lokal sampai
yang sekecil-kecilnya. Untuk bahan perbandingan perlu diperhatikan keadaan sisi lainnya
2. Palpasi (periksa raba)
Setelah inspeksi pemeriksaan dilanjutkan dengan palpasi, yaitu pemeriksaan dengan
meraba, mempergunakan telapak tangan dan memanfaatkan alat peraba yang terdapat
pada telapak tangan dan jari tangan. Dengan palpasi kita dapat menentuka bentuk, besar,
tepi permukaan serta konsistensi organ. Ukuran organ dapat dinyatakan dengan besaran
yang sudah dikenali secara umum misalnya bola pimpong atau telur ayam, tetapi lebih
dianjurkan untuk menyatakannya dalam ukuran misalnya sentimeter.
Permukaan organ dinyatakan apakah rata atu berbenjol-beljol;konsistensi lunak, keras,
kistik atau berfluktuasi; sedangkan tepi organ dinyatakan dengan tumpul atau tajam.
3. Perkusi (periksa ketuk)
Tujuan perkusi adalah mengetahui perbedaan suara ketuk, sehingga dapat ditentukan
batas-batas organ misalnya paru, jantung, dan hati juga untuk mengetahui batas-batas
massa yang abnormal di rongga abdomen.
Perkusi dapat dilakukan dengan cara langsung yaitu dengan mengetukkan ujung jari II
atau III langsung pada daerah yang diperkusi. Cara ini sulit dan perlu banyak latihan.
3

Cara yang lazim digunakan yaitu perkusi tidak langsung. Pada cara ini jari II atau III
tangan kiri diletakkan lurus pada bagian tubuh yang diperiksa, sedangkan jari-jari lainnya
tidak menyentuh tubuh. Jari ini dipakai sebagai landasan untuk mengetuk. Jetuklah jari
ini pada falang bagian distal, proksimal dari kuku dengan jari II atau III tangan kanan
yang membengko. Ketukan ini dilakukan sedemikian rupa sehingga engsel pergerakkan
terletak pada pergelangan tangan, bukannya pada siku.
Secara garis besarnya perkusi dibagi menjadi 3 macam yakni: sonor suara yang terdengar
pada perkusi paru normal; oekak seperti suara pada perkusi otot misalnya otot paha atau
bahu; dan thympani seperti suara yang terdengar pada perkusi abdomen bagian lambung.
Ada juga suara yang terdapat di antara suara tersebut yakni redup antara sonor dan pekak
dan hipersonor antara sonor dan thympani.
4. Auskultasi (periksa dnegar)
Auskultasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop. Dengan cara auskultasi
kita dapat mendengar suara pernapasan, bunyi dan bising jantung, peristaltik usus, dan
aliran darah dalam pembuluh darah.
Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosik. Jakarta: bidang penerbitan yayasan diabetes
indonesia; 2004.h. 2-14

Penunjang
Hitung sel darah putih
Hitung sel darah putih (SDP) digunakan untuk menilai distribusi dan morfologi SDP. Hal ini
memberikan informasi yang lebih spesifik tentang kekebalan tubuh pasien terhadap hitung SDP
sendiri.
SDP diklasifikasikan sebagai salah satu dari lima tipe utama leukosit (neutrofil, eosinofil, basofil,
limfosit, dan monosot) serta presentasi dari tipe tersebut. Hitung jenis adalah presentase tiap tipe
SDP di dalam darah. Jumlah total pada tipe SDP diperoleh dengan mengalikan presentase
masing-masing tipe SDP dengan hitung SDP total.

Kadar yang tinggi dari leukosit ini berhubungan dengan berbagai gejala alergi dan reaksi
terhadap parasit. Hitung eosinofil kadang kala dilakukan sebagai uji follow up apabila terdapat
kenaikan atau penurunan kadar eosinofil.
Tujuan

Untuk menilai kapasitas tubuh dalam melawan dan mengatasi infeksi


Untuk mendeteksi dan mengidentifikasi berbagai tife leukemia.
Untuk menentukan tingkat dan beratnya infeksi
Untuk mendeteksi reaksi alergi dan infeksi parasit, dan menilai beratnya (hitung

eosinofil)
Untuk membedakan infeksi virus dari infeksi bakteri.

Persiapan pasien

Jelaskan kepada pasien bahwa uji ini digunakan untuk menilai sistem kekebalan tubuh.
Beri tahukan kepada petugas laboratorium dan dokter mengenai obat-obat yang
digunakan pasien yang mungkin memengaruhi hasil uji. Obat-obatan tersebut mungkin

perlu dibatasi.
Beri tahukan kepada pasien bahwa suatu sampel darah akan di ambil. Jelaskan kapan dan

siapa yang akan melakukan pungsi vena


Beritahukan kepada pasien bahwa ia tidak perlu membatasi makanan dan cairan tapi

seharusnya tidak melakukan olahraga yang berat selama 24 jam sebelum uji.
Jelaskan kepada pasien bahwa mungkin mengalami perasaan sedikit tidak nyaman akibat
pungsi dan turniket.

Prosedur dan perawatan pascauji

Lakukan pungsi vena dan kumpulkan sampel darah dalam tabung berukuran 3 sampai 4,5

ml yang berisi EDTA


Jika terjadi hematom pad alokasi pungsi, berikan kompres hangat. Jika hematom yang

terjadi besar, pantau denyut nadi pada bagian distal dari lokasi pungsi
Pastikan pendarahan subdermal telah berhenti sebelum melepaskan penekanan.

Perhatian

Isilah tabung pengumpul sampai penuh


5

Balikkan sampel perlahan-lahan beberapa kali untuk mencampurkan sampel dengan


antikoagulan. Untuk mencegah hemolisis, jangan mengocok tabung.

Nilai rujukan
Untuk nilai normal dari kelima tipe SDP yang diklasifikasikan pada orang dewasa dan anakanak. Untuk diagnosis yang akurat, hasil uji hitung jenis harus selalu diinterpretasikan dalam
hubungannya dengan hitung SDP total.
Temuan abnormal
Pola abnormal memberikan bukti adanya kisaran yang luas dari keadaan penyakit dan keadaan
lain.
Faktor yang mempengaruhi

Jangan mengisi tabung pengumpul sampai penuh, tidak menggunakan antikoagulan yang

tepat, atau tidak mencampurkan sampel dengan antikoagulan secara adekuat.


Hemolisis akibat perlakuan yang kasar pada sampel.
Metisergid, desipramin (meningkatkan atau menurunkan hitung eosinofil), indometisen,
prokainamid (menurunkan hitung eosinofil), antikovulsan, kapreomisin sefalosforin,
penisilamin-D, senyawa emas, isoniazid, asam paraaminosalisilat, paromomisin,
penisilin, fenotiazin, rifamisisn, streptomisin, sulfanomid, dan tetrasiklin (meningkatkan
hitung eosinofil dengan mencetuskan reaksi alergi).

Pengaruh penyakit pada hitung sel darah


Hitung jenis sel darah putih (SDP) membantu diagnosis karena beberapa penyakit hanya
memengaruhi satu tipe SDP. Di bawha ini, dicantumkan setiap tipe sel bersama dengan efek yang
berkaitan dan penyebabnya.
1. Netrofil
Pengaruh :
Meningkat pada:
a. Infeksi, osteomielitis, ortitis media, salfingitis, septikemia, gonoroe,
edokarditis, variola, varisela, herpes, rocky mountain, spotted fever.
b. Nekrosis iskemik akibat infark miokard, luka bakar, karsinoma
c. Gangguan metabolisme : asidosis diabetik, eklampsia, uremia, tirotoksikosis
6

d. Respon stress akibat pendarahan akut, pembedahan, olahraga berlebihan,


stress emosional, kehamilan trimester ketiga, kelahiran
e. Penyakit radang: demam rematik, artitis reumatoid, gout akut, vaskulitis,
miositis.
Menurun pada:
a. Depresi sumsun tulang akibat radiasi atau obat-obat sitotoksik.
b. Infeksi : tiroid, tularemia, bruselosis, hepatitis, influenza, campak, parotitis,
rubela, mononukleosis infeksiosa
c. Hipersplenisme: penyakit hati dan penyakit penyimpanan
d. Penyakit vaskular kolagen seperti lupus eritematosa sistemik (SLE)
e. Defisiensi asam folat dan vitamin B12
2. Eosinofil
Meningkat pada :
a. Penyakit alergi : asma, hay fever, sensitif terhadap makanan dan obat, serum
sickness, edema angioneurotik
b. Infeksi parasit : trikhinosis, cacing tambang, cacing gelang, amebiasis
c. Penyakit kulit: eksim, pemfigus, psoriasis, dermatitis, herpes hodgkin,
metasasis, dan nekrosis dari tumor solid
Menurun pada:
a. Respon stress
b. Sindrom chusing
3. Basofil
Meningkat pada:
a. Leukimia mielositik kronik, penyakit hodgkin, kolitis userativa, status
hipersennsitivitas kronik
Menurun pada:
a. Hipertiroid
b. Ovulasi, kehamilan
c. Stress
4. Limfosit
Meningkat pada:
a. Infeksi : tuberkulosis, hepatitis, mononukleosis infeksiosa, parotitis, rubela,
sitomegalovirus
b. Tirotositoksis, hipoadrenalisme, kolitits userativa, penyakit kekebalan tubuh,
leukemia limfositik
Menurun pada:
a. Penyakit hendaya yang parah, seperti gagal jantung, gagal ginjal, dan
tuberkulosis yang meluas
b. Sirkulasi limfatik yang

detektif,

kadar

kortikosteroid

yang

tinggi,

imonudefisiensi akibat imnosupresi


5. Monosit
7

Meningkat pada:
a. Infeksi : bakterial endokarditis subakut, tuberkulosis, hepatitis, malaria
b. Penyakit kolagen vaskuler: SLE reumatoid artitis
c. Karsinoma
d. Leukimia monositik
e. Limfoma.
f. Kawalak JP. Buku pegangan uji diagnosik. Edisi ke 3. Jakarta: EGC;2009.h.
139-142

Uji antibodi rabies (serum)


Nilai rujukan
Antibodi fluoresen indirek (IFA) , 1:16
Deskripsi
Rabdovirus rabies yang menyerang sistem saraf pusat dapat ditemukan di saliva, otak, medula
spinalis, urine, dan feses hewan yang gila. Virus ini dapat ditularkan ke manusia melalui anjing,
kelelawar, sigung, tupai, atau hewan lain yang terinfeksi serta dapat menyebabkan hampit 100%
kematian pada manusia jika tidak diobati sebelum gejala timbul.
Uji antibodi rabies dilakukanj untuk mendiagnosis rabies pada hewan dan pada manusia yang
telah digigit oleh hewan gila, untuk menguji efek imunisasi rabies yang dilakukan pada pekerja
di tempat penitipan hewan. Uji terhadap jaringan otak hewan gila dapt dilakukan untuk
mengkonfirmasi keberadaan virus rabies. Uji antibodis rabies dan pemeriksaan jaringan otak
hewan dilakukan untuk mendiagnosis rabies positif, yang telah ditulurkan ke manusia. Jika
hewan yang dicurigai menderita rabies dapat bertahan hidup lebih dari 10 tahun, hewan tersebut
cenderung tidak menderita rabies.
Tujuan

Untuk membantu mendiagnosis rabies pada hewan dan manusia

Masalah kinis
Peningkatan hitung titer : transmisi rabies
8

Prosedur

Kumpulkan 5 sampai 7 ml darah vena dalam tabung tertutup merah. Jika memungkinkan,

jaringan otak hewan harus dikirim bersama sampel darah ke laboratorium.


Tidak terdapat pembatasan asupan makanan ataupun minuman

Faktor yang memengaruhi temuan laboratorium

Tidak diketahui

Implikasi keperawatan dan rasional

Kaji bila terdapat riwayat gigitan hewan. Imunoglobulin rabies dapat diberikan segera

setelah terpajan untuk menetralisasi virus


Hewan yang menyebabkan gigitan tersebut harus ditangkap. Jika menguji jarngan
otaknya. Menunggu selama 10 hari untuk menentukan berapa lama hewan tersebut dapat
bertahan hidup, merupakan hal yang tidak dianjurkan.

Penyuluhan klien

Anjuran pada pekerja yang berhubungan dengan hewan, seperti yang bekerja di dokter
hewan, kandang hewan, area satwa liar, dan laboratorium penelitian hewan agar
menerima vaksin prapajan rabies seperti HDVC (human diploid cell rabies vaccine)

untuk melindungi kelompok ini dari pajanan rabies


Beri tahu individu yang digigit atau anggota keluarganya untuk segera mencari bantuan
medis. Anjurkan keluarga memberi tahu puskesmas tentang gigitan hewan tersebut.

Hewan tersebut harus ditangkap.


Beri tahu klien dan/atau keluarga bahwa jika hewan tersebut tidak berhasil ditangkap,
klien harus menerima serangkaian vaksin rabies. \jawab pertanyaan klien. Rujuk
pertanyaan tersebut ke profesional kesehatan yang tepat, sesuai kebutuhan.

Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnosik. Edisi 6. Jakarta : EGC;2007.h.Hal
397-8

Rabies
9

Pada anamnesis, terdapat riwayat baru saja mengalami gigitan binatang


Biakan jaringan tenggorok dan air ludah menunjukan adanya virus
Hasil positif pada uji antibodi fluoresen serum terhadap rabies
Hitung SDP tinggi, dengan sel polimorfonuklear yang jumlahnya meningkat dan sel

mononuklear yang besar


Kadar glukosa, aseton, dan protein urin tinggi.

Kawalak JP. Buku pegangan uji diagnosik. Edisi ke 3. Jakarta: EGC;2009.h. 139-142
Diagnosis
Diagnosis kerja
Diagnosis cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Anamnesa tentang adanya kelainan yang
dapat menjai

Diagnosis banding
Bila ditemukan keluhan yang klasik dan ada riwayat gigitan hewan, tidak sukar melakukan
diagnosis banding. Penting untuk mempertimbangkan diagnosis sekalipun tanpa riwayat
panjanan nyata, seperti pada kasus terbaru yang tidak pernah kontak dengan hewan pembawa
rabies. Tetanus dimasukkan ke dalam diagnosis banding. Gejala trimus dan spasme otot biasanya
menetap pada tetanus. Sementara hal itu bersifat intermiten pada rabies. Yang harus dipikirkan
juga adalah etiologi penyebab ensefalitis virus lain. RUDOLF

Isolasi virus dari saliva, cairan serebrospinalis, sekret air mata, sekret hidung dan urine harus
dicoba, tetapi hasil yang negatif tidak boleh menyingkirkan diagnosis rabies karena virus ini
dikeluarkan secara intermiten. Pemeriksaan antibodi fluoresen dari jaringan otak, kulit atau
kerokan kornea cepat, terpercaya dan akurat bila dilakukan sempurna. Biopsi kulit di belakang
leher, yang padat dengan serabur saraf, sangat membantu dan berguna untuk pemeriksaan
10

imunofluoresen. Pemeriksaan mikroskop jaringan otak untuk mencari badan negri yang
terpercaya dan akurat, tetapi memakan waktu beberapa hari. Tikus yang dinokulasikan dengan
suspensi jaringan otak juga memerlukan waktu beberapa hari, tetapi memungkinkan isolasi virus.
RUDOLF
Etiologi
Rabies
Rabies adalah infeksi virus karnivora bukan manusia yang utama. Rabies kurang umum terjadi
pada manusia; bila terjadi, biasanya akibat gigitan hewan dan memperlihatkan ensefalitis akut
dengan angka kematian yang sangat tinggi. Penyakit ditandai dengan gelisah, eksitasi, dan
spasme intermiten laring dan faring yang hebat terutama pada saat makan dan minum. Keluhan
terakhir ini disebut hidrofobua. Pajanan rabies terjadi akibat gigitan hewan dan profilaksis
pascapajanan harus sering dipertimbangkan sebagai bagian sering dan penting dalam praktik
kesehatan anak.
Virus rabies mempunyai diamerer 100 sampai 150 nm; berupa virus RNA dan digolongkan ke
dalam rabdovirus. Virus ini resisten terhadap fenol, antibiotik, dan antiseptik yang umum di
pakai, dengan pengecualian benzalkonium klorida dan senyawa amonium keempat lainnya. Virus
rabies dengan cepat dihancurkan oleh sinar ultraviolet, sinar matahari, asam kuat,dan alkali.
Suspensi virus rabies akuosa dinonaktifkan dalam waktu 30 menit pada temperatur 54 sampai
56o C. Infektivitas bisa menetap selama bertahun-tahun bila virus diawetkan melalui proses
pengeringan dan dibekukan pada suhu 4oC. rudolf
Epidemologi
Virus rabies mempunyai pejamu yang sangat banyak, menginfeksi semua hewan percobaan
berdarah panas. Kebanyakan rabies hewan terdapat pada hewan buas, tidak pada hewan rumah.
Kelelawar, sigung, serigala, anjing hutan, rubah, kucing liar, dan banyak spesies lain terlibat.
Rabies tidak endemik pada hewan pengerat. Untuk tujuan pencegahan, kelelawar dan sigung
dimasukkan sebagai penjamu rabies, kecuali terbukti sebaliknya. Rabies yang berkaitan dengan
anjing relatif tidak umum di amerika serikat dan negara lain karena anjing diawasi dan
divaksinasi. Namun, anjing merupakan sumber rabies yang biasa pada beberapa negara seperti
11

meksiko, amerika latin, asia dan afrika. Gigitan anjing selalu menjadi alasan utama pemberian
profilaksis pascapajanan.
Di amerika serikat, kira-kira sepertiga infeksi baru disebabkan oleh pajanan dengan anjing di
negawa lain, dan sejak tahun 1980, 6 sampai 10 pasien tidak mempunyai pajanan baru. Kematian
akibat rabies pada manusia tiap tahun diseluruh dunia diperkirakan beribu-ribu. Rabies bisa
terjadi di setiap musim atau iklim, dan kepekaan terhadap rabies kelihatannya tidak berkaitan
usia, seks dan ras./ insiden infeksi rabies tertinggi ditemukan pada anak, mungkin karena ramah
dengan hewan dan tidak mampu mempertahankan diri. Tingkat serangan penyakit pada orang
yang digigit oleh hewan penyebar rabies susah diperkirakan, bergantung pada luka, dalamnya
gigitan, adanya saliva yang terinfeksi virus, dan perlindungan oleh pakaian. Pemberian vaksin
secara dramatis menurunkan risiko penyakit pada orang yang digigit oleh hewan berpenyakit
rabies. Rudolf
Patofisiologi
Luka gigit dan sengatan serangga
Umum
Luka gigit dapat disebabkan oleh hewan liar, hewan piaraan, atau manusia. Hewan liar yang
biasanya mengigit adalah hewan yang memang ganas dan pemakan daging, misalnya harimau,
singa, hiu, atau bila hewan itu atuau bila hewan itu terganggu atau terkejut, yaitu dalam usaha
membela diri. Hewan piaraan jinak mengigit ka;au disakiti atau diganggu, lebih-lebih dalam
keadaan tertentu, misalnya sedang memelihara anaknya yang masih kecil, sedang makan, atau
bila sakit. Bila hewan mengigit tanpa alasan jelas, harus dicurigai kemungkinan hewan tersebut
menderita penyakit yang mungkin menular melalui gigitannya, misalnya rabies.
Luka gigitan dapat hanya berupa luka tusuk kecil atau luka compang-camping luas yang berat.
Luka gigtan manusia bahaya karena dalam mulut manusia ditemukan lebih banyak kuman
patogen dibangding; mungkin karena detnya yang lebih bervariasi.
Persoalan yang ditimbulkan oleh gigitan atau sengatan serangga adalah lukanya sendiri,
kontaminasi bakteri atau virus dan reaksi alergi. Dalam penanggulangan, perlu lebih dahulu
diidentifikasi hewan yang mengigit atau menyengat untuk perencanaan langkah pertolongan.
12

Tindakan terhadap luka adalah pembersihan luka, disusul dengan menjahit rapat atau membuat
jahitan situasi, yaitu jahitan untuk sementara sesuai keadaan dengan maksud mencegah luka
mengganga terlalu lebar. Cara menjahit tergantung pada kemungkinan adanya infeksi. Umumnya
dianggap lebih aman kalau sementara hanya dibuat jahitan situasi. Setelah diamati beberapa hari
dan luka tampak tenang. Baru dijahit rapat.
Tindakan terhadap kuman atau alergen yang masuk terdiri atas mencuci dan eksisi luas luka.
Diusahakan untuk menghalangi dan mengurangi penyebaran dengan memasng turkinet, istirahat
total, dan mendinginkan daerah yang bersangkutan. Untuk menawarkan racun, diberikan serum
antiracun dan jika diduga kontaminasi kuman penyakit, diberikan vaksin.
Sjamsuhidajat R (ed) dan Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke 2. Jakarta: EGC;2004.h.8586
Mekanisme pertahanan tubuh pada infeksi
Patofisiologi infeksi
Reaksi pertama pada infeksi adalah reaksi umum yang melibatkan susunan saraf dan sistem
hormon yang menyebabkan perubahan metabolik. Pada saat itu terjadi reaksi jaringan
limforetikularisdi seluruh tubuh berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit
B).
Reaksi kedua berupa reaksi lokal yang disebut inflamasi akut. Reaksi ini terus berlangsung
selama masih terjadi pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab kerusakan jaringan bisa
diberantas, sisa jaringan yang rusak yang disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh
tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reaksi sel fagosit kadang
berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses
atau bertumpuk di sel jaringan tubuh lain membentuk flegmon (peradangan yang luas di jaringan
ikat.
Trauma hebat, berlebihan, dan terus menerus menimbulkan reaksi tubuh yang juga berlebihan
berupa fagositsis debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk
mengganti jaringan yang rusak. Fase ini disebut fase organisasi. Bila dalam fase ini pengrusakan
jaringan berhenti, akan terjadi fase penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi
13

fibrosa. Akan tetapi, bila pengrusakan jaringan berlangsung terus, akan terjaid fase inflamasi
kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak hilang.
Mekanisme pertahanan tubuh pada infeksi
Reaksi vaskuler
Reaksi vaskuler pada radang adalah vasodilatasi diikuti perubahan permeabilitas pembuluh
darah. Ini terjadi karena pada trauma atau kerusakan jaringan dikeluarkan mediator kimia yang
akan menyebabkan darah mengalir lebih banyak ke daerah yang mengalami cedera sehingga
kemudian akan terjadi eksudasi (pengeluran cairan radang) plasma darah dan keluarnya leukosit
dari pembuluh darah. Semua ini akan menyebabkan pembengkakan (tumor), rasa hangat (kalor),
merah (rubor) dan nyeri (dolor) pada daerah radang.
Reaksi seluler
Reaksi seluler akibat kerusakan jaringan adalah hasilnya aktivasi fagosit dan makrofag dalam
sistem pertahanan tubuh seluler sehingga terjaid fagositosis dan imunitas seluler. Selain oleh sel
mononuklear (monosit dan makrofag), fagosit dilakukan juga oleh sel polimorfonuklear (sel
neutrofil dan eosinofil). Reaksi inflamasi berupa peleberan kapiler dan meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah memungkinkan sel makrofag keluar dari pembuluh darah menuju
daerah radang. Pada infeksi sel fagosit juga bergerak menuju kuman oleh adanya zzt kemotaksit.
Kuman dimakan oleh sel fagosit setelah terjadi adhesi kuman pada sel fagosit.
Proses imunitas seluler dilaksanakan oleh sel limfosit T yang menghasilkan limfokin, yaitu zat
yang menrangsang aktivitas el fagosit. Terdapat juga sel T yang langsung membunuh kuman.
Reaksi humoral
Pertahanan humoral merupakan reaksi yang mlibatkan sistem komplemen dan antibodi. Sistem
komplemen terdiri atas beberapa komponen protein plasma yang menyebabkan reaksi biologis
berantai. Antibodi adalah imunoglobulin (igG, igM, igA, igE, igD) yang dihasilkan oleh limfosit
B akibat rangsangan spesifik dari antigen. Antibodi akan bereaksi secara spesifik dengan antigen
dan menyebabkan aglutinasi dan presipitasi. Reaksi antigen antibodi juga menyebabkan aktivasi
komplemen. Selain itu, antibodi berkemampuan menetralkan virus dan toksin, mencegah
14

menempelnya kuman pada sel tubuh menyebabkan lisis bakteria, dan menyebabkan opsonisasi
bakteria.
Kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan cara
mengeluarkan eksotoksin, mengeluarkan zat toksik terhadap dinding sel, dan menimbulkan efek
imunopatologis. Eksotoksin dapat berefek lokal (misalnya toksin escherichia coli dan clostridium
diffivlie) maupun sistemik (misalnya toksin kuman tetanus). Efek imunopatologis dapat berupa
reaksi anafilaksis, sitotoksitas akibat antibodi, dan hipersensitivitas kompleks imun yang dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan, pendarahan dan nekrosis.
Tubuh mempunyai beberapa mekanisme petahanan permukaan tubuh, yaitu kulit an mukosa
saluran cerna, saluran kelamin. Pada kulit yang berperan adalah lapisan epidermis.. selain itu,
terdapat sawar biologis yang dibentuk oleh kuman/flora normal kulit, dan sawar kimia yang
berupa keasaman yang ditimbulkan oleh cairan keringat dan asam lemak dari kelenjar sebasea.
Mekanisme pertahanan kedua adalah eliminasi penyebab infeksi oleh reaksi radang melalui
reaksi vaskuler dan reaksi seluler. Inflamasi ini menyebabkan pengumpulan sel leukosit dan
ciran serum di daerah trauma.
mekanisme pertahanan ketiga adalah upaya membatasi invasi kuman penyakit secara regional
dengan limfadenitis. Setelah masuk ke dalam tubuh, kuman akan terbawa oleh aliran limfe dan
menyebabkan aktivasi fagositosis di dalam sistem limfoid. Sistem limfoidyang terdekat dengan
kerusakan jaringan dan terdekat dengan masuknya kuman akan lebih dahulu aktif dan secara
klinis terlihat sebagai suatu limfadenitis regional. Ini merupakan bagian dari usaha tubuh untuk
mencegah meluasnya infeksi.
Mekanisme pertahanan keempat adalah pembasmian kuman oleh sistem retikuloendotelia yang
terdiri atas sel retikulum pada limpa dan sistem limfatik yang kesemuanya mempunyai
kemampuan fagositosis. Sel dari sistem retikuloendotelial ini berperan lebih besar dalam fase
sesudah radang akut, baik dalam fase resolusi, organisasi, maupun penyembuhan.
Gambaran infeksi inflamasi
Dikenal tiga tingkat radang, yaitu inflamasi akut, subakut, dan kronik. Cambaran klinis inflamasi
akut memperlihatkan tanda rubor dan kalor akibat vasodilatasi, serta tumor karena eksudasi.
15

Ujung saraf perasa akan terangsang oleh peradangan sehingga timbul dolor. Nyeri dan
pembengkakan akan meyebabkan gangguan faal. Kelima gejala ini dikenal dengan nama gejala
kardinal dari celsus.
Asbes akibat radang akut berat yang terletak dekat permukaan ditandai dengan adanya fluktuasi,
sedangkan felgmon yang sering ditemukan di jaringan subkutan ditandai oleh pembengkakan
difus yang merah dan sangat nyeri. Pada keduanya biasanya didapati demam dan umumnya
keadaan umum yang menurun. Asbes dapat pecah oleh adanya nekrosis jaringan dan kulit di
atasnya.
Fase inflamasi akut dapat diikuti oleh radang kronik. Inflamasi akut atau kronis yang berada di
permukaan kulit atau mukosa dapat menyebabkan kerusakan epitel yang disebut tukak atau
ulkus. Kadang pusat infeksi atau radang berada jauh di bawah kulit sehingga nanah akan keluar
melalui jalan khusus yanng terbentuk pada jaringan yang paling lemah. Jalan khusus ini disebut
fistel (pipa) atau sinus (ruang/cekungan).
Tubuh akan berusaha membatasi infeksi ini dnegan mengaktifkan jaringan limfoid sehingga
terjadi radang akut kelenjar limf (limfadenitis0 regional.
Bila yang masuk kuman virulensi tinggi, atau keadaan pertahanan tubuh sedang lemah, kuman
dapat masuk ke pembuluh darah dan terbawa dalam aliran darah, terus berkembang biak, dan
masuk ke seluruh jaringan tubuh menyebabkan septisema (pembusukan).
Sjamsuhidajat R (ed) dan Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke 2. Jakarta: EGC;2004.h.1415
Gejala klinik
Kebanyakan rabies yang dilaporkan pada manusia terjadi akibat gigitan hewan. Interval antara
gigitan dan serangan penyakit sangat bervariasi, dari 9 hari sampai beberapa tahun. Namun, masa
inkubasi rata-rata adalah 18 sampai 60 hari. Masa inkubasi itu lebih pendek bila gigitan terjadi di
kepala dan di ekstermitas. Penyakit dimulai dengan gejala prodormal yang ditandai dengan
ketakutan, ketegangan, insomnia, malaise, dan sakit kepala. Bisa terjadi nyeri dan rasa kebal di
tempat gigitan. Fase ini berakhir dalam 2 sampai 7 hari dan biasanya diikuti oleh serangan gejala
neurologis, dimulai dengan fase eksitasi, yang disebut juga rabies menggila. Fase eksitasi
16

timbul dengan cepat; terdapat rasa takut yang sangat dan rasa terteror. Terjadi kedutan, delirium,
dan meningismus, dan gerakan kejang ringan. Salah satu dari gejala yang menonjol adalah yang
berkaitan dengan menelan. Bila pasien mencoba menelan makanan atau minuman, terjadi nyeri,
spasme hebat pada laring dan faring. Lebih lanjutm suara, bau, atau bahkan bunyi cairan pun bisa
merangsang spasme ini. Sianosis bisa terjadi selama periode ini. Sering terjadi tercekik dan
aspirasi. Termperatur meningkat (39,5 sampai 40,5oC) dan terjadi kejang generalisata. Perilaku
gila seperti merobek pakaian dan selimut sering terjadi. Periode intermiten yang relatif tenang
bisa terjadi, dan selama ini pasien terlihat cukup sehat.
Fase paralisis muncul sebagai paralisis progresif, berhentinya spasme dan koma kemudian dalam
waktu singkat, kematian. Kadang-kadang keluhan utama adalah paralisis asenden progresif, jenis
rabies ini dikenal sebagai jenis bisu. Dalam keseluruhan kasus, banyak terjadi komplikasi hebat,
terutama despresi pernapasan dan hipoventilasi. Komplikasi jantung dan hipotensi juga umum
terjadi. Hingga kini, rabies manusia bersifat fatal. RUDOLF
Prognosis
Kematian karena infeksi virus rabies boleh dikatakan 100 % bila virus sudah mencapai sistem
saraf. Dari tahun 1857 sampai 1972 dari kepustakaan dilaporkan 10 pasien yang sembuh dari
rabies namun sejak tahun 1972 hingga sekarang belum ada pasien rabies yang dilaporlan hidup.
Prognosis rabies selalu fatal karena sekali gejala rabies telah tampak hampir selalu kematian
terjadi 2-3 hari sesudahnya sebagai akibat gagal napas/henti jantung ataupun paralisis
generalisata. Berbagai penelitian dari tahun 1986 sampai 2000 yang melibatkan lebih dari 800
kasus gigitan anjung pengidap rabies di negara endemis yang segera mendapatkan perawatan
luka, pemberian VAR dan SAR, mendapatkan angka survival 100%.
Sudoyo AW dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: pusat penerbitan ilmu penyakit dalam;
2010.h. 2911-2930
Preventif
Pencegahan termasuk upaya kesehatan masyarakat umum seperti kewajiban vaksinisasi anjing,
karantina hewan peliharaan pelancong,imunisasi prapajanan bagi peternak hewan atau
pemelihara hewan yang kemungkinan terpajan, dan yang paling penting adalah profilaksis
17

pascaprajanan bagi orang yang digigit hewan. Rabies hewan liar merupakan masalah serius yang
belum dapat ditanggulangi saat ini. RUDOLF
Penataklaksanaan
Pengobatan terdiri dari perawatan suportif yang intensif, terutama untuk pendukung ventilasi dan
peredaran darah. Pasien harus diisolasikan karena virus rabies terdapat di saliva, air mata, urine,
dan cairan tubuh lain. Penunjang harus mengenakan masker, sarung tangan, dan baju pelindung.
Profilasksis prapajanan atau pasca pajanan harus dilakukan pada beberapa pasien selamat.
Meskipun demikian, peran terapi globulin imun rabies belum jelas, lagipula belum diketahui obat
antivirus yang bisa menolong.
Profilaksis pascapajanan
Hal yang paling umum mengenai rabies yang merepotkan dokter yaitu apakah profilaksis harus
diberikan setelah pajanan yang potensial. Faktor berikut ini akan mempengaruhi keputusan
tersebut
Pajanan baru dengan rabies
Spesies hewan penggigit. Hewan golongan karnivora, seperti sigung, rubah, serigala, anjing
hutan, kucing dan anjing tampaknya paline infeksius; hewan ternak, bajing, tupai, musang, tikus
air, luwak kadang-kadang infeksius. Kelelawar dicurigai paling menular. Gigitan hewan
pengerat, marmut, burung, dan reptil kadang-kadang memerlukan pengobatan.
Lingkungan tentang kejadian gigitan. Pajanan hebat adalah gigitan multiple, luka tembus yang
dalam atau gigitan di kepala, leher, lengan, atau jari. Pajanan ringan adalah cakaran, jilatan, dan
lecet tunggal di badan kecuali leher, kepala, tangan atau kaki.
Pajanan bukan gigitan. Luka terbuka atau lecet (abrasio) dapat dicemari oleh saliva yang
terinfeksi melalui jilatan. Hirupan virus rabies dapat terjadi pada pekerja laboratorium, para
peneliti gua. Rabies juga disebarkan melalui transplantasi kornea. Walaupun banyak pasien
rabies yang dirawat, belum ada penularan antar manusia.
Status vaksinasi hewan yang mengigit

18

Adanya rabies di daerah tersebut. Penyediaan pengawasan yang adekuat dan adanya fasilitas
laboratorium adalah hal yang paling penting untuk mengetahui pakah terdapat rabies di tempat
itu dan pada spesies apa. Bentuk informasi ini biasanya dapat diberikan oleh petugas kesehatan
masyarakat setempat.
Penanganan luka. Pengobatan menyeluruh dan segera terhadap semua gigitan dan cakaran
merupakan hal penting untuk mencegah rabies. Saat ini, pencucian menyeluruh dengan sabun
dan air dipercaya paling baik.
Penanganan hewan pada menggigit. Anjing dan kucing yang menggigit manusia harus dikurung
dan diawasi oleh dokter hewan paling kurang 5 hari dan lebih baik 7 sampai 10 hari. Penyakit
pada hewan pengigit harus segera dilaporkan ke petugas kesehatan masyarakat setempat dan
dokter. Bila hewan harus dibunuh untuk menangkapnya, harus dilakukan dengan cara tidak
merusak kepalanya. Sebaliknya bila hewan mati, kepala harus disimpan dalam lemari pendingin
untuk pemeriksaan dan diagnosa laboratorium. Hewan liar yang diduga kuat menderita rabies
harus dibunuh dan kepalanya dikirim untuk pemeriksaan laboratorium. Laboratorium kesehatan
masyarakat akan melakukan pemeriksaan otak dengan tekhnik antibodi fluoresen. Bila
pemerikasaan itu negatif, dapat dianggap bahwa tidak ada virus rabies dalam saliva hewan itu.
Ann A. Buku ajar pediatri rudolph. Edisi ke 20. Jakarta: EGC;2006.h.749-51
Jika binatang pengigit dapat ditangkap, binatang diamati apakah menunjukan gejala penyakit
atau tidak. Gejala yang ditunjukkan binatang ini sebenarnya tidak berbeda dari gejala pada
manusia.
Jika bintatang yang bersangkutan mati. Diagnosis dapat dipertegas dengan pemeriksaan air liur
untuk biakan virus, dan pemeriksaan patologi jaringan otak untuk menemukan badan negri yang
merupakan tanda khas.
Jika binatang tak tertangkap, dapat dipertimbangkan insiden atau adanya wabah. Binatang
malam liar yang mengigit pada siang hari seperti kelelawar, patut dicurigai. Letak gigitan dan
berat/ringannya luka juga harus menjadi pertimbangan dalam menentukan tindakan. Kemudian
terapi dihentikan kalau setelah lima hari diamati ternyata binatang pengigit tidak sakit. Bila
binatang tak tertangkap atau terbunuh, terapi vaksin sebaiknya diberikan. Pemberian serum
diikuti vaksin dilakukan bila binatang diduga mngidap rabies, atau setelah binatang didiagnosa
19

rabies klinis dan laboratoris. Sjamsuhidajat R (ed) dan Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke
2. Jakarta: EGC;2004.h.51-2
Globulin hiperimun rabies dan vaksin rabies
Bila telah dibuat keputusan untuk memberikan profilaksis pascapajanan, anjuran terbaru dari
WHO dan dari pelayanan kesehatan masyarakat amerika serikat bahwa kedua bentuk imunisasi
baik pasif maupun aktif bisa digunakan dalam semua kasus. Saat ini hanya tiga produk yang
dipakai. Globulin imun rabies (RIG) dibuat dari darah pasien yang mengandung antibodi kadar
tinggi terhadap rabies. Setiap mililiter mengandung 150 IU. Dosis yang dianjurkan adalah 10
IU/kg. Separuh RIG harus diinfiltrasikan di sekitar luka, dan sisanya diberikan secara
intramuskular. Serum antirabies kuda di pakai hanya bila RIG tidak tersedia. Bila antiserum kuda
yang dipakai, garis pandu lazimnya bagi pemberian serum kuda harus diperhatikan, misalnya
riwayat alergi, tes kulit dan tes mata untuk tes kepekaan dan pemberian obat secara hati-hati
dengan persiapan untuk penanganan kemungkinan anafilaksis. Dosis bahan ini adalah 40 IU/kg
dan juga diberikan sebagaian disekitar luka dan sisanya secara intramuskular.
Vaksin sel diploid manusia (HDCV) adalah satu-satunya vaksin baru yang didapat di amerika
serikat. Vaksin ini menghasilkan respon antibodi yang sangat bagus. Dianjurkan lima cara
pemberian sesegera mungkin setelah terpajan dan kemudian 3, 7, 24, dan 28 hari setelah
pemberian pertama. Reaksi sesudah pemberian vaksin ini umumnya ringan: mual, nyeri
abdomen, sakit otot dan pusing tanpa reaksi neurologi yang sering terjadi dengan vaksin sebelum
ini. Orang yang memerlukan vaksinasi di negara lain bisa di dapatkan berbagai bentuk vaksin
siap pakai. Tes antibodi rutin dengan HDCV tidak perlu karena respon antibodi yang diharaplan
bagus. Pada individu yang berpergian ke negara sedang berkembang, vaksinasi HDCV harus
dilengkapi, jika mungkin, sebelum memberikan profilaksis klorokuin, dan klorokuin mengurangi
respon antibodi terhadap vaksin.
Ann A. Buku ajar pediatri rudolph. Edisi ke 20. Jakarta: EGC;2006.h.749-51
Vaksin rabies bermacam-macam, ada yang dibuat dari antigen lemah dari biakan virus rabies
dalam telur yang dimatikkan secara kering, dan ada yang dibuat dari otak anak tikus. Yang
diinkubasi rabies (vaksin SMB; suck ling mouse brain vaccine)

20

Serum di da[at dari darah kuda sehingga harus hati-hati terhadap kemungkinan syok
anafilataksis. Serum dibuat dengan cara menyuntik kuda tiap hari selama dua minggu dengan
emulsi 5% jaringan terinfeksi. Serum diberikan dengan dosis 40 IU/kgBB, yaitu sebanyak 5 ml
secara infiltratif disekitar gigitan yang tergolong berat.
Vaksin disuntikan subkutan tiap hari sampai 20-30 kali. Pad apenderita yang mendapat serum
diberikan booster (yang meningkatkan efisensi obat, serum, atau vaksin) 10-20 hari setelah
suntikan terakhir. Vaksin SMB disuntikkan subkutan tujuh kali 2 ml sebagai dasar, kemudian dua
kali 0,25 ml sebagai booster. \binatang pelihaaraan yang mampu menularkan rabies diberikan
vaksinasi antirabies.
Sjamsuhidajat R (ed) dan Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke 2. Jakarta: EGC;2004.h.512
Kesimpulan

Daftar pustaka
1.

21

Anda mungkin juga menyukai