Anda di halaman 1dari 8

Hematemesis Melena et causa Gastritis Erosif

Stefanus
D1 / 10.2012.433
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : stefanus@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Pendarahan gastrointestinal akut mempunyai potensi mengancam jiwa, kasus darura abdomen
yang umum ditemui selama perawatan di rumah sakit. Pendarahan gastrointestinal atas merupakan
pendarahan yang sumbernya berasal dari proksimal dari Ligamentum Treitz. Gastritis adalah suatu
istilah kedokteran untuk suatu keadaan inflamasi jaringan mukosa (jaringan lunak) lambung. Gastritis
bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu
mengakibatkan peradangan pada lambung. Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai diklinik
ialah gastritis akut erosif. Gastritis akut erosive adalah suatu pera dangan permukaan mukosa lambung
yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi.
Disebut erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis.
Penyakit ini dijumpai di klinik sebagai akibat dari pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit
lain atau karena sebab yang tidak diketahui. Pada makalah ini akan dibahas sevara spesifik gastiritis akut
erosive dan gejala-gejala yang dapat ditimbulkannya.

Pembahasan
Skenario
Tn. S 50 tahun dating ke poliklinik umum dengan keluhan muntah berwarna kecoklatan 3x sejak 2 hari
lalu. Pasien juga mengeluh 3 hari terakir ini perutnya terasa sakit pada ulu hati, dan bertambah saat
dirinya mencoba untuk makan. Nyeri agak berkurang setelah dirinya meminum obat maag. Keluhan
nyeri ulu hati ini dirasakan pasien hilang timbul sejak 2 tahun belakangan ini. Pasien juga mengatakan
BABnya berwarna hitam dan berbau rusuk sejak 2 hari lalu. Pasien saat ini mengkonsumsi rutin aspirin
untuk penyakit jantungnya. Riwayat penurunan berat badan tidak ada. Pemeriksaan fisik: konjungtiva
anemis, abdomen: nyeri tekan (+) regio epigastrium, bising usus (+) normal. Pemeriksaan lab belum
ada.

Page | 1
Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung atau tidak
langsung yang memiliki tiga tujuan utama, yaitu mengumpulkan informasi, membagi informasi, dan
membina hubungan saling percaya untuk mendukung kesejahteraan pasien. Informasi atau data yang
dokter dapatkan dari wawancara merupakan data subjektif berisi hal yang diutarakan pasien kepada
dokter mulai dari keluhan utama hingga riwayat pribadi dan sosial.1 Untuk individu dewasa, riwayat
komprehensif mencakup Mengidentifikasi Data dan Sumber Riwayat, Keluhan Utama, Penyakit Saat
Ini, Riwayat Kesehatan Masa Lalu, Riwayat Keluarga, dan Riwayat Pribadi dan Sosial. Dalam kasus ini,
dokter melakukan anamnesis secara langsung dari pasien. Riwayat kesehatan yang perlu dikumpulkan
meliputi :2
(1) Identifikasi data meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pekerjaan,
dan status perkawinan;
(2) Keluhan utama yang berasal dari kata-kata pasien sendiri yang menyebabkan pasien mencari
perawatan;
(3) Penyakit saat ini meliputi perincian tentang tujuh karakteristik gejala dari keluhan utama
yaitu lokasi, kualitas, kuantitas, waktu terjadinya gejala, kondisi saat gejala terjadi, faktor yang
meredakan atau memperburuk penyakit (obat-obatan), dan manifestasi terkait (hal-hal lain yang
menyertai gejala);
(4) Riwayat kesehatan masa lalu seperti pemeliharaan kesehatan, mencakup imunisasi, uji
screening dan penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak, penyakit yang dialami saat dewasa
lengkap dengan waktunya mencakup empat kategori, yaitu medis, pembedahan, obstetrik, dan
psikiatrik;
(5) Riwayat keluarga, yaitu diagram usia dan kesehatan, atau usia dan penyebab kematian dari
setiap hubungan keluarga yang paling dekat mencakup kakek-nenek, orang tua, saudara
kandung, anak, cucu;
(6) Riwayat Pribadi dan Sosial seperti aktivitas dan gaya hidup sehari-hari, situasi rumah dan
orang terdekat, sumber stress jangka pendek dan panjang, pekerjaan dan pendidikan.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-temuan
dalam anamnesis. Tekhnik pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan visual atau pemeriksaan pandang

Page | 2
(inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), pemeriksaan ketok (perkusi) dan pemeriksaan dengar dengan
menggunakan stetoskop (auskultasi). Pemeriksaan inspeksi yaitu melihat perut baik bagian depan
ataupun belakang (pinggang). Inspeksi ini dilakukan dengan penerangan cahaya yang cukup sehingga
didapatkan keadaan abdomen seperti simetris atau tidak, bentuk atau kontur, ukuran, kondisi dinding
perut (kulit, vena, umbilikus, striae alba) dan pergerakan dinding perut. Pemeriksaan palpasi dinding
perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan dalam rongga abdomen. Palpasi dilakukan
secara sustematis dengan seksama, pertama kali ditanyakan apakan ada daerah-daerah yang nyeri tekan.
Pemeriksaan perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen berisi
lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal, suara perkusi abdomen yaitu timpani, kecuali di
daerah hati suara perkusinya adalah pekak. Pemeriksaan auskultasi ini untuk memeriksa suara/bunyi
usus. Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda-tanda vital selalu dijalankan pertama kali untuk
mendapatkan suhu badan pasien, tekanan darah dan frekuensi pernafasan serta bilangan denyut nadi.3
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengevaluasi keadaan pasien, apakah pasien tersebut
mengalami shock dan anemia. Hematemesis dan melena merupakan symptom umum dari pendarahan
saluran cerna bagian atas akut pada pasien. Tanda-tanda klinis pasien mengalami gangguan
hemodynamic yaitu takicardi lebih dari 100x per menit, tekanan darah sistolik kurang dari 90mmHg,
akral dingin, oligouria atau bahkan anuria.4 Pada pemeriksaan fisik pada umunya diketemukan nyeri
pada regio epigastrium.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diagnosis yang diperlukan antara lain, elektrokardiogram terutama bila
pasien berusia di atas 40 tahun, ureum dan kreatinin serum, karena pada perdarahan SCBA pemecahan
darah oleh kuman usus akan mengakibatkan kenaikan ureum, sedangkan kreatinin serum tetap normal
atau sedikit meningkat. Juga perlu diperiksa elektrolit (Na, K, Cl), dimana perubahan elektrolit bisa
terjadi karena perdarahan, transfusi atau kumbah lambung. Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk
mengetahui berapa jumlah volume darah yang kurang dari pasien dan apabila memungkinkan, jumlah
volume darah yang dibutuhkan pasien dapat diukur dari pemeriksaan darah lengkap sebelumnya untuk
volume yang lebih pasti. Selain itu juga pemeriksaan darah dilakukan untuk memeriksa adanya antibodi
terhadap Helicobacter pylori dalam darah atau tidak.
Perkembangan dari endoskopi yang mempermudah untuk diagnostic dan terapi pada pendarahan
saluran cerna bagian atas. Dengan bantuan endoskopi, hasil yang diperoleh lebih akurat terkait dengan

Page | 3
sumber pendarahan tersebut.5 Endoskopi harus segera dilakukan segera setelah dilakukan pemasangan
nasogastrial tube jika diindikasikan pemasangan tersebut, stabilisasi hemodinamik dan setelah
tercapainya pengaturan dan pemantauan secara adekuat pada ICU.6 Endoskopi kapsul dapat
mengidentifikasi lesi-lesi kecil yang dapat menyebabkan pendarahan saluran cerna bagian atas yang
dapat digunakan untuk mempermudah terapi pada pasien rawat jalan.7

Diagnosis Kerja
Berdasarkan dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien mengalami
muntah yang berwarna kecoklatan dan BABnya berwarna hitam dan dari hasil anamnesis didapatkan
bahwa pasien mengkonsumsi secara rutin aspirin untuk penyakit jantungnya. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa pasien tersebut mengalami hematemesis melena et causa gastritis erosif.

Diagnosis Banding
1. Hematemesis Melena et causa Tukak Duodenum
Tukak duodenum atau dengan kata lain ulkus duodenum memiliki gejala yang sama pada
gastritis yaitu nyeri pada regio epigastrium. Akan tetapi, tukak duodenum ini memiliki ciri khas
yaitu nyeri pada malam hari yang dapat membangunkan penderita dari tidurnya. Selain itu juga
nyeri yang timbul disertai adanya rasa terbakar dirasakan oleh pasien ketika dalam keadaan lapar
dan menghilang setelah makan atau dengan pemberian antasida. Penyebabnya dapat disebabkan
oleh infeksi Helicobacter pylori, obat-obatan umumnya NSAIDs, gaya hidup, stress, genetic.
Gejala yang dapat ditimbulkan yaitu dispepsia, rasa terbakar pada dada, hematemesis melena,
anemia.
2. Hematemesis Melena et causa Esofagitis Erosif
Laserasi ini merupakan robekan longitudinal pada esofagus di daerah esophagogastric junction.
Keadaan tersebut terjadi karena episode vomitus yang berlebihan dengan kegagalan relaksasi
LES, umumnya terlihat pada para pecandu alkohol. Laserasi pada esofagus ini secara potensial
dapat menimbulkan hematemesis masif, inflamasi, ulkus residual, mediastinitis, atau peritonitis.
3. Hematemesis Melena et causa Varises Esofagus
Varises esofagus merupakan anastomosis venosa dari vena kolateral, biasanya disebabkan oleh
hipertensi vena porta atau obstruksi vena porta. Kedua keadaan ini umumnya terjadi akibat
sirosis hati, yang terbatas pada dua per tiga bagian bawah esofagus dan sering menyebabkan

Page | 4
varises lambung (“varises yang mendaki” dengan shunt portosistemik: aliran darah kolateral
melalui vena azygos menuju vena kava superior (SVC) dari vena porta). Varises esofagus bagian
atas dapat berkembang dari obstruksi vena kava superior (“varises yang menurun” : merupakan
kolateral dari SVC, melalui vena azygos menuju vena kava inferior (IVC) atau vena porta).
Gambaran radiologis endoskopi merupakan pemeriksaan penunjang pilihan. Perdarahan varises
memiliki onset tiba-tiba, tidak nyeri, volume besar, darah merah kehitaman, memiliki riwayat
penyakit hati (alkoholik), tanda-tanda fisik hipertensi portal.

Etiologi
1. Obat-obatan golongan NSAIDs yakni aspirin, ibuprofen dan naproxen, kokain, kolkisin; pada
dosis toksis terutama pada pasien dengan gagal ginjal atau gangguan fungsi hepar; kayexalate,
chemotherapeutic agents seperti mitomycin C, 5-fluoro-2-deoxyuridine dan floxuridine.
2. Alkohol
3. Infeksi bakteri: Helicobacter pylori
4. Infeksi virus: CMV
5. Infeksi jamur
6. Infeksi parasite
7. Stress akut (shock)
8. Radiasi
9. Alergi dan intoksikasi makanan
10. Refluks empedu
11. Iskemia, supply darah yang berkurang pada gaster.
12. Trauma langsung.

Epidemiologi
Mortalitas dan morbiditas pada gastritis tergantung pada penyebab gastritis tersebut. Pada
umumnya, kebanyakan kasus gastritis yang sudah terdiagnosis dan diketahui penyebabnya dapat diatasi.
Selain itu gastritis juga dapat diderita pada pria maupun wanita, pada semua jenjang umur kecuali akibat
Helicobacter pylori yang meningkat seiring dengan bertambahnya umur.8

Page | 5
Patofisiologi
Gastritis erosive akut dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab sepesrti NSAIDs,
alcohol, kokaine, stress, radiasi, refluks empedu dan iskemia yang dapat menyebabkan perdarahan, erosi
dan ulkus pada mukosa gaster. NSAIDs seperti aspirin, ibuprofen, dan naproxen merupakan etiologi
tersering pada gastritis erosive. Cara kerja NSAIDs untuk sebagian besar berdasarkan hambatan sintesa
prostglanding, dimana kedua jenis cyclo-oxygenase diblokir, sedangkan NSAIDs yang ideal hendaknya
hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1 (perlindungan mukosa lambung), lagi pula
menghambat lipooxygenase (pembentukan leukotriene).9

Penatalaksanaan Non Medika Mentosa


Penilaian keadaan awal, ditetapkan keadaan hemodinamik, apakah stabil, potensial tidak stabil,
atau sudah dalam keadaan renjatan. Prinsip ABC (airway-breathing-circulatioin) harus tetap dipegang
pada setiap kasus emergensi. Perlu pemasangan jalur intravena pada vena yang besar untuk antisipasi
kebutuhan resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila hemodinamik stabil, pasien dapat lanjut ke
tatalaksana spesifik untuk hematemesis melena. Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus
cairan kristaloid (misalnya cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat menggunakan dua jarum
berdiameter besar (minimal 16G) dan pasang monitor CVP (central venous pressure); tujuannya
memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil. Biasanya tidak sampai memerlukan
cairan koloid (misalnya dekstran) kecuali pada kondisi hipoalbuminemia berat. Secepatnya kirim
pemeriksaan darah untuk menentukan golongan darah, kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit, lekosit.
Kapan transfusi darah diberikan sifatnya sangat individual, tergantung jumlah darah yang hilang,
perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung, dan akibat klinik
perdarahan tersebut. Pemberian transfusi darah pada perdarahan saluran cerna dipertimbangkan pada
keadaan berikut ini :
1. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil
2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih
3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin <10 g% atau hematokrit <30%
4. Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurun.

Kemudian pasien perlu istirahat tirah baring, puasa atau diet hati dan lambung dan pemasangan
NGT (nasogastric tube) hanya atas indikasi, yaitu untuk memantau aktivitas perdarahan.10

Page | 6
Penatalaksanaan Medika Mentosa10
a. Transfusi darah (packed red cell/whole blood)
b. Plasma segar beku bila ada koagulopati
c. PPI (proton pump inhibitor) intravena dosis tinggi yaitu omeprasol 80 mg IV bolus, dilanjutkan
dengan drip n8 mg/jam selama 72 jam.

Pencegahan
Pasien perlu diperingatkan tentang obat-obatan atau factor-faktor penyebab yang dapat
menimbulkan gastritis dan pendarahan saluran cerna bagian atas seperti NSAIDs, aspirin, alcohol,
rokok, caffeine, stress.

Penutup
Hematemesis melena pada kasus diatas disebabkan karena penggunaan obat aspirin yang dapat
menyebabkan erosi pada mukosa gaster.

Daftar Pustaka
1. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.286-287
2. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: buku saku. Edisi ke-5.
Jakarta: EGC; 2008.h.1-9, 15, 64-70
3. Supartondo, Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Anamnesis. Ed.5. Vol.1. Jakarta.
Interna Publishing, 2009.h. 25-7.
4. American College of Surgeons Committee on Trauma. Advanced Trauma Life Support Course
Manual. Chicago, Ill: American College of Surgeons; 2007.
5. Silverstein FE, Gilbert DA, Tedesco FJ, Buenger NK, Persing J. The national ASGE survey on
upper gastrointestinal bleeding. II. Clinical prognostic factors. Gastrointest Endosc. May
1991;27(2):80-93.
6. Schenker MP, Majdalany BS, Funaki BS, et al; and Expert Panel on Vascular Imaging and
Interventional Radiology. ACR Appropriateness Criteria® upper gastrointestinal
bleeding. [online publication]. Reston (VA): American College of Radiology (ACR); 2010.

Page | 7
7. Chandran S, Testro A, Urquhart P, La Nauze R, Ong S, Shelton E, et al. Risk stratification of
upper GI bleeding with an esophageal capsule. Gastrointest Endosc. Feb 26 2013.
8. Lanas A, Perez-Aisa MA, Feu F, Ponce J, Saperas E, Santolaria S, et al. A nationwide study of
mortality associated with hospital admission due to severe gastrointestinal events and those
associated with nonsteroidal antiinflammatory drug use. Am J Gastroenterol. Aug
2005;100(8):1685-93.
9. Tjay TH, Rahardja K. Obat-obat penting: kasiat, penggunaan dan efek-efek sampingnya. 6th Ed.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2007.h.330.
10. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran
UKRIDA; 2013. h. 29-30; 99-102.

Page | 8

Anda mungkin juga menyukai