Anda di halaman 1dari 15

Hipokalemia et causa Diare Cair Akut

Fera Susanti
102011310
D8
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email: ferasusanti93@yahoo.com
I. Pendahuluan
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Kandungan air di dalam sel lemak lebih
rendah dari pada kandungan air di dalam sel otot. Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua
kompartmen utama yaitu cairan ekstrasel dan cairan intrasel. Cairan ekstrasel dibagi dalam dua
subkompartmen yaitu cairan intersisium dan cairan intravaskular (plasma). Dalam dua
kompartmen cairan tubuh ini terdapat beberapa kation dan anion (elektrolit) yang penting dalam
mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel.
Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel yang
bermuatan (ion) positif atau negatif. Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan
dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan
banyak gangguan. Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusi beberapa kompartemen cairan
tubuh manusia adalah fungsi utama empat elektrolit mayor, yaitu natrium (Na+), kalium (K+),
klorida (Cl-), dan bikarbonat (HCO3-). Pemeriksaan keempat elektrolit mayor tersebut dalam
klinis dikenal sebagaiprofil elektrolit. Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel,
kalium kation terbanyak dalam cairan intrasel dan klorida merupakan anion terbanyak dalam
cairan ekstrasel. Jumlah natrium, kalium dan klorida dalam

tubuh merupakan cermin

keseimbangan antara yang masuk terutama dari saluran cerna dan yang keluar terutama melalui
ginjal. Gangguan keseimbangan natrium, kalium dan klorida berupa hipo- dan hiper-. Hipo-

terjadi bila konsentrasi elektrolit tersebut dalam tubuh turun lebih dari beberapa mili ekuivalen
dibawah nilai normal dan hiper- bila konsentrasinya meningkat diatas normal.
Melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, differential diagnosis, working
diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi,
serta prognosis, tinjauan pustaka ini mencoba untuk menjelaskan faktor yang mempengaruhi
pasien datang dengan keluhan pada skenario 4, yaitu lemah pada kedua tungkai, nyeri otot dan
lemas sejak 1 haru yang lalu, serta diare yang disertai mual, muntah sejak 3 hari lalu. Dengan
demikian diambil hipotesis bahwa OS menderita hipokalemi et causa diare akut.
II. Skenario
Seorang wanita, 30 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan utama kelemahan pada
kedua tungkai sejak 1 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan nyeri otot dan badan terasa lemas.
Sejak 3 haru yang lalu, pasien mengeluh diare 10 kali/hari, konsistensi cair, warna coklat, tidak
ada lender atau darah. Keluhan diare disertai dengan mual dan muntah.
III. Anamnesis
Anamnesis atau wawancara medis merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan
pasien, baik secara langsung pada pasien yang bersangkutan atau secara tidak langsung melalui
keluarga maupun relasi terdekatnya. Setelah anamnesis, kita dapat merumuskan masalahmasalah pasien dan dilanjutkan dengan proses pengkajiannya. Kemudian ditetapkan rencana
pengelolaan terhadap pasien, yaitu rencana pemeriksaan untuk diagnosis, pengobatan, maupun
penyuluhannya, dan diikuti dengan pelaksanaan rencana tersebut beserta evaluasi atau tindak
lanjuitnya.1
Data anamnesis, terdiri atas beberapa kelompok data penting sebagai berikut:
- Identitas
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama
orang tua atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama.1

- Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan bagian paling penting dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis ini biasanya memberikan informasi terpenting untuk mencapai diagnosis banding,
dan memberikan wawasan vital mengenai gambaran keluhan yang menurut pasien paling
penting.6 Pada skenario 4, keluhan utama pasien adalah lemah pada kedua tungkai, nyeri otot dan
lemas sejak 1 haru yang lalu, serta diare yang disertai mual, muntah sejak 3 hari lalu. Dengan
demikian diambil hipotesis bahwa OS menderita hipokalemi et causa diare akut. 2
- Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
RPS adalah cerita kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak
sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.6 Pasien datang ke dokter mungkin dengan
keluhan sistemik yang merupakan penyulit dari kelainan urologi, antara lain gagal ginjal (malese,
pucat, uremia) atau demam disertai menggigil akibat infeksi atau urosepsis dan keluhan lokal
(urologi) antara lain nyeri akibat kelainan urologi, keluhan miksi, adanya benjolan, disfungsi
seksual, atau infertilitas. Keluhan atau symptom sistem urogenitalia meliputi dari nyeri, keluhan
miksi, perubahan warna urine, keluhan berhubungan dengan gagal ginjal, serta keluhan pada
organ reproduksi.3
- Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
RPD penting untuk mencatat secara rinci semua masalah medis yang pernah timbul
sebelumnya dan terapi yang pernah diberikan, seperti adakah tindakan operasi dan anastesi
sebelumnya, kejadian penyakit umum tertentu.4
- Riwayat Pribadi dan Sosial
Secara umum menanyakan bagaimana kondisi sosial, ekonomi dan kebiasaan-kebiasaan
pasien seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, dan hal yang berkaitan.Asupan gizi pasien juga
perlu ditanyakan, meliputi jenis makanannya, kuantitas dan kualitasnya.Begitu pula juga harus
menanyakan vaksinasi, pengobatan, tes skrining, kehamilan, riwayat obat yang pernah
dikonsumsi, atau mungkin reaksi alregi yang dimiliki pasien. Selain itu, harus ditanyakan juga
bagaimana lingkungan tempat tinggal pasien.4

- Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga berguna untuk mencari penyakit yang pernah diderita oleh kerabat
pasien karena terdapat kontribusi genetik yang kuat pada berbagai penyakit.Sedangkan riwayat
sosial penting untuk memahami latar belakang pasien, pengaruh penyakit yang diderita terhadap
hidup dan keluarga mereka. Selain itu yang juga perlu diperhatikan adalah riwayat berpergian
(penyakit endemik).5
Pada skenario 4, pasien mengeluh diare 10kali/hari disertai dengan mual dan muntah,
oleh sebab itu ada beberapa anamnesis yang perlu dilakukan untuk meninjau keluhan tersebut:
- Diare. Perlu ditanyakan buang air besarnya encer atau air, disertai darah atau tidak, disertai
lendir atau tidak, frekuensi BAB per hari, disertai demam atau tidak, disertai tria disentri
(tenesmus, BAB darah dan lendir, sakit perut) atau tidak, ada mual muntah atau tidak, riwayat
makan dan minum pasien: higenis atau tidak, apakah mengandung makanan atau minuman yang
iritatif terhadap saluran cerna, apakah ada intoleransi laktosa atau tidak, apakah baru saja pergi
ke daerah yang wabah diare, apakah ada pemakaian antibiotika injeksi atau oral sebelum diare,
apakah ada resiko seks bebas, apakah ada keadaan imunokompromais, apakah makan obat-obat
yang menimbulkan diare, apakah ada infeksi sistemik lain, dan lain-lain.6
- Mual dan muntah. Anamnesis yang teliti kenapa pasien tersebut mengalami mal merupakan
suatu hal penting harus dicari. Apakah keluhan mual tersebut berdiri sendiri atau diikuti dengan
muntah. Apakah ada faktor-faktor pencetus kenapa pasien tersebut menjadi mual. Makanan yang
terlalu banyak lemak atau makanan yang mengandung banyak gas juga bisa menyebabkan
seorang menjadi mual. Selain itu riwayat penggunaan obat-obatan dan riwayat penggunaan
alcohol juga perlu dicari untuk mengetahui penyebab dari mual muntah tersebut. Untuk
mengetahui seorang kenapa mengalami mual dan atau muntah bisa berorientasi pada
kemungkinan penyebab dari mual muntah tersebut kenapa terjadi. Penganan yang tepat dapat
diberikan jika dugaan penyebab dari mual muntah tersebut sudah dapat diidentifikasi. Ada
beberapa patokan yang menjadi pegangan apakah mual muntah yang terjadi begitu hebat
sehingga dapat menyebabkan komplikasi akibat mual muntah yang terjadi tersebut. Setelah
anamnesis yang teliti untuk mengetahui seberapa berat mual dan muntah yang terjadi serta

kemungkinan penyebab dari mual muntah tersebut maka perlu dilakukan pemeriksaan fisis yang
teliti pada pasien dengan mual muntah tersebut.7
IV. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik umum adalah mendapatkan atau mengidentifikasi keadaan
umum pasien saat diperiksa, dengan penekanan pada tanda-tanda kehidupan (vital sign), keadaan
sakit, keadaaan gizi, dan aktivitas baik dalam keadaan berbaring atau pun berjalan. Pemeriksaan
tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh.
Derajat kesadaran juga perlu diidentifikasi bersamaan dengan keadaan umum pasien. 4
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisis abdomen, pemeriksaan muskuloskeletal atau
ekstremitas, serta turgor kulit.7
- Abdomen
Pemeriksaan abdomen dimulai dari inspeksi, untuk melihat adakah distensi, benjolan,
asites, dan vena kolateral. Dengan palpasi bisa ditemukan hepatomegali maupun splenomegali,
disamping menemukan lokasi nyeri yang dikeluhkan penderita. Perkusi dapat mendeteksi adanya
asites dan menkonfirmasi pembesaran hati. Auskultasi dapat mendeteksi bruit dari hepatoma.7
- Ekstremitas
Pemeriksaan ekstremitas meliputi inspeksi, palpasi, memeriksa gerakan dan kekuatan
otot, memeriksa sensibilitas, dan memeriksa refleks. Perhatikan bentuk dan ukuran. Periksa pula
adanya luka, tumor, jaringan perut, daerah hiperemis, nyeri raba, edema pada tekanan varises,
palmar eritema, clubbing. Nilai pula keadaan sendi, tanda radang, dan deformitas. Sedangkan
palpasi dilakukan untuk memeriksa denyut nadi, konsistensi otot, adanya kelenjar, bentuk saraf
tepi, dan pemeriksaan refleks serta sensibilitas.4
- Turgor kulit
Turgor kulit diperiksa di dinding perut, lengan, dan punggung tangan.4

V. Pemeriksaan Penunjang
5

- pH urin
Salah satu fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan asam basa tubuh melalui
ekskresi ion H+ dan reabsorpsi bikarbonat sehingga pemeriksaan pH urin dapat memberikan
gambaran tentang keadaan pH tubuh. Urin normal mempunyai pH 4.8-7.4. Banyak faktor yang
dapat mempengaruhi pH urin, antara lain status asam basa tubuh, diet, infeksi traktus urinarius,
dan penyakit tertentu, misalnya asidosis, diare, kelaparan. pH urin alkalis dapat dijumpai pada
diet sayuran atau buah-buahan, beberapa jenis obat (misalnya NaHCO 3), dan penyakit tertentu
(misalnya renal tubular asidosis, asidosis metabolic, infeksi traktus urinarius oleh kuman
penghasil urease. Sedangkan pH urin asam dapat dijumpai pada diet tinggi protein, beberapa
jenis obat (misalnya NH4Cl, mandelic acid), dan penyakit tertentu (misalnya diabetes mellitus
dengan ketoasidosis, infeksi traktus urinarius oleh kuman E. coli.). Cara penetapan pH urin dapat
dilakukan dengan carik celup atau pH meter.10
- Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan ini terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin, leukosit, laju endap darah, hitung
jenis leukosit, dan hitung trombosit.3
- Pemeriksaan asam basa
Keseimbangan asam basa tubuh dikontrol oleh kompleks sistem buffer pada tubulus
proksimalis dan distalis, yang melibatkan pengaturan ion fosfat, bikarbonat, dan ammonium;
sedangkan sekresi ion hidrogen terutama terjadi di tubulus distalis.3
VI. Differential Diagnosis
- Hipomagnesemia
Hipomagnesemia adalah suatu keadaan konsentrasi serum Mg 1,6 mg/dl atau -2 SD
dari rata-rata populasi umum. Faktor predisposisi dan faktor presipitasi penyebab
hipomagnesemia

serta

keluhan

yang

dirasakan,

seperti:

apakah

terdapat

gangguan

gastrointestinal terutama diare, gangguan renal berupa penyakit renal atau penggunaan diuretik,
gangguan endokrin berupa hipertiroid atau hiperparatiroid, poliuria yang mengarahkan ke
SIADH, adanya riwayat diabetes atau terapi insulin, dan alkaholik kronik. Pada pemeriksaan
6

fisis, dapat ditemui gejala klinis berupa gangguan neuromuskular seperti otot terasa lemas,
faskulasi otot, tremor, tetani, tanda Chovstek, dan Trousseau positif. Gejala klinis yang menyertai
hipokalemia dan hipokalsemia karena hipomagnesemia dapat menyebabkan gangguan elektrolit
berupa hipokalemia dan hipokalsemia. Gangguan neurologis juga dapat muncul seperti vertigo,
nistagmus, afasia, hemiparesis, depresi, delirium, dan koreoatetosis. Gangguan kardiovaskular
berupa aritmia juga dapat ditemukan.7
- Hipokalsemia
Hipokalsemia adalah kondisi dimana kadar kalsium dalam darah rendah, yaitu
konsentrasi kalsium bebas ion dalam darah di bawah 4.0-6.0 mg/dL. Penyebab kalsium serum
yang rendah dapat dikategorikan sebagai defisit hormon paratiroid, defisit vitamin D, dan
hilangnya kalsium. Anamnesis yang perlu ditanyakan adalah apakah ada riwayat parestesia
perifer dan perioral, confusion, otot kejang, otot kedutan, serta riwayat operasi bedah leher
(bedah tiroid atau paratiroid). Pemeriksaan fisis yang perlu dilakukan adalah kulit, katarak,
neurologi, serta uji spesifik.7
- Hiponatremia
Menurunnya kadar natrium dalam darah dapat disebabkan oleh kurangnya diet makanan
yang mengandung natrium, sedang menjalankan terapi dengan obat diuretik (mengeluarkan air
kencing dan elektrolit), terapi ini biasanya diberikan dokter kepada penderita hipertensi dan
jantung, terutama yang disertai bengkak akibat tertimbunnya cairan. Muntah-muntah yang lama
dan hebat juga dapat menurunkan kadar natrium darah, diare apabila akut memang dapat
menyebabkan hipernatremia tapi apabila berlangsung lama dapat mengakibatkan hiponatremia,
kondisi darah yang terlalu asam (asidosis) baik karena gangguan ginjal maupun kondisi lain
misalnya diabetes juga dapat menjadi penyebab hiponatremia. Akibat dari hiponatremia sendiri
relatif sama dengan kondisi hipernatremia, seperti kejang, gangguan otot dan gangguan syaraf.4
VII. Working Diagnosis
Hipokalemia et causa diare akut. Disebut hipokalemia bila kadar kalium dalam plasma
kurang dari 3.5 meq/L. Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam klinik.
Penyebab hipokalemi dapat berupa asupan kalium yang kurang, pengeluaran kalium yang
7

berlebihan melalui saluran cerna atau ginjal atau keringat, serta kalium yang masuk ke dalam sel.
Pengeluaran kalium yang berlebihan dari saluran cerna antara lain muntah, selang naso-gastrik,
diare, atau pemakaian pencahar. 1
Pada keadaan muntah atau pemakaian selang naso-gastrik, pengeluaran kalium bukan
melalui saluran cerna atas karena kadar kalium dalam cairan gastric hanya sedikit (5-10 meq/L).
Akan tetapi kalium banyak keluar melalui ginjal. Akibat muntah atau selang naso-gastrik, terjadi
alkalosis metabolic sehingga banyak bikarbonat yang difiltrasi di glomerolus yang akan
mengikat kalium di tubulus distal (duktus koligentes) yang juga dibantu dengan adanya
hiperaldosteron sekunder dari hipovalemia akibat muntah. 1
Kesemuanya ini akan meningkatkan ekskresi kalium melalui urin dan terjadi
hipokalemia. Pada saluran cerna bawah, kalium keluar bersama bikarbonat (asidosis metabolik).
Kalium dalam saluran cerna bawah jumlahnya lebih banyak (20-50 meq/L).1
Pada keadaan normal, hipokalemia akan menyebabkan ekskresi kalium melalui ginjal
turun hingga kurang dari 25 meq per hari sedang ekskresi kalium dalam urin lebih dari 40 meq
per hari menandakan adanya pembuangan kalium berlebihan melalui ginjal. Ekskresi kalium
yang rendah melalui ginjal dengan disertai asidosis metabolik merupakan pertanda adanya
pembuangan kalium berlebihan melalui saluran cerna seperti diare akibat infeksi atau
penggunaan pencahar.1
Tambahan netto basa atau kehilangan netto asam menimbulkan alkalosis metabolik.
Namun, jika tidak ada perubahan pada mekanisme ginjal normal untuk mereabsorpsi bikarbonat
atau menyekresi ion hidrogen, alkalosis tidak akan menetap. Pada keadaan penurunan volume
ekstrasel menetap (terutama dengan kehilangan klorida), penurunan kalium tubuh total, sekresi
aldosteron persisten, atau kombinasi gangguan di atas, terjadi peningkatan reabsorpsi bikarbonat
tubulus proksimal dan alkalosis metabolic tetap bertahan. Kebanyakan pasien dengan alkalosis
metabolic mengalami penuruan simpanan kalium tubuh total dan hipokalemia, yang
menyebabkan peningkatan sekresi ion hidrogen melalui tubulus distal, peningkatan reabsorpsi
bikarbonat di sepanjang seluruh tubulus dan menyebabkan asiduria parodoksikal.11
Penyebab utama asidosis metabolik adalah kehilangan bikarbonat (misalnya melalui diare
atau urine), produksi endogen dan retensi asam (misalnya kelainan metabolisme bawaan atau
8

uremia), dan pemberian asam eksogen (misalnya salisilat atau etilen glikol). Celah anion dapat
membantu membedakan kehilangan bikarbonat dari tambahan netto asam sebagai etiologi
asidosis. Pada asidosis anion yang tidak tentu di atas kisaran celah anion normal (10-14 meq/L)
dianggap sebagai tambahan netto asam. Jika celah anion normal, kehilangan bikarbonat melalui
sistem gastrointesitinal atau ginjal merupakan kemungkinan penyebab.11
VIII. Etiologi
Penurunan kadar kalium serum dapat diakibatkan oleh distribusi ulang antara
kompartmen kalium intrasel besar dan ruang kalium ekstrasel yang lebih kecil. Pergeseran
kalium transel dari serum ke sel ditemukan pada alkalosis akut, terapi insulin, agen
simpatomimetik, terapi dengan vitamin B12, dan paralisis periodik hipokalemi familial.11
Kehilangan netto kalium ginjal terjadi akibat penggunaan kebanyakan diuretik,
aminoglikosida, amfoterisin B, kemoterapi kanker yang mengandung platinum, pemberian
mineralkortikoid berlebihan, penyakit ginjal, seperti asidosis tubulus renal, dan sindrom Bartter.
Sindrom

Bartter

ditandai

dengan

hipokalemia,

alkalosis

metabolik

hipokloremik,

hiperaldosteronisme, hipereninemia, peningkatan ekskresi klorida urine, gagal pertumbuhan,


tekanan darah normal, hyperplasia apparatus jukstaglomerolus, dan peningkatan ekskresi
prostlagandin E2 urin. Kelainan ini tampaknya berupa defek pada kotransporter Na-K-Cl pada
nefron distal.11
IX. Epidemiologi
Frekuensi hipokalemia pada populasi umum sulit untuk diperkirakan, namun mungkin
kurang dari 1% dari orang yang tidak minum obat memiliki tingkat kalium serum lebih rendah
dari 3,5 mEq / L. Asupan kalium bervariasi sesuai dengan umur, jenis kelamin, latar belakang
etnis, dan status sosial ekonomi. Apakah perbedaan-perbedaan dalam asupan menghasilkan
derajat yang berbeda dari hipokalemia atau kepekaan yang berbeda terhadap penghinaan
hipokalemia tidak diketahui.12
X. Patofisiologi
Aldosteron adalah mekanisme pengendali utama bagi sekresi kalium pada nefron distal
ginjal. Peningkatan sekresi aldosteron menyebabkan reabsorpsi natrium (dan air) dan ekskresi
9

kalium. Sebaliknya penurunan sekresi aldosteron menyebabkan ekskresi natrium dan air serta
penyimpanan kalium. Rangsangan utama bagi sekresi aldosteron adalah penurunan volume
sirkulasi efektif atau penurunan kalium serum. Hipervolemia, penurunan kalium serum, atau
peningkatan natrium serum menyebabkan penurunan aldosteron. Ekskresi kalium juga
dipengaruhi oleh status asam basa dan kecepatan aliran di tubulus distal. Pada keadaan alkalosis,
ekskresi K+ akan meningkat dan pada keadaan asidosis, akan menurun. 13
Pada tubulus distal, ion H+ dan ion K+ bersaing untuk diekskresikan sebagai pertukaran
dengan reabsorpsi Na+ untuk mempertahankan muatan listrik tubuh yang netral. Jika terjadi
keadaan alkalosis metabolik yang disertai dengan kekurangan ion H +, tubulus akan menukar
dengan Na+ dengan K+ demi mempertahankan ion H+. Asidosis metabolik akan meningkatkan
ekskresi H+ dan menurunkan ekskresi K+. Mekanisme ini menjelaskan mengapa hipokalemia
sering disertai dengan alkalosis, dan hiperkalemia disertai asidosis. Kecepatan aliran urine yang
tinggi pada tubulus distal mengakibatkan peningkatan ekskresi K+ total dan kecepatan aliran yang
rendah akan menurunkan ekskresi K+.13
XI. Manifestasi Klinis
Pada hipokalemia timbul kelemahan otot, perasaan lelah, nyeri otot, dan restless legs
syndrome. Ini merupakan gejala pada otot yang timbul pada kadar kalium kurang dari 3 meq/L.
Penurunan yang lebih berat dapat menimbulkan kelumpuhan atau rhabdomylisis. Selain itu ada
ileus, diabetes insipidius nefrogenik, paralisis arefleksi, dan terutama dengan penggunaan
digitalis, aritmia, serta tekanan darah yang meningkat. 1,11
Efek hipokalemia pada ginjal berupa timbulnya vakuolisasi pada tubulus proksimal dan
distal. Juga terjadi gangguan pemekatan urin sehingga menimbulkan poliuri dan polidipsi.
Hipokalemia juga akan meningkatkan produksi NH4 dan produksi bikarbonat di tubulus
proksimal yang akan menimbulkan alkalosis metabolic. Meningkatnya NH4 (ammonia) dapat
mencetuskan koma pada pasien dengan gangguan fungsi hati.1
Bila disertai dengan alkalosis metabolik akan timbul kebingungan mental, tetani, curah
jantung buruk, penguatan toksisitas digitalis, hipoventilasi, dan pergeseran kurva oksigen
hemoglobin ke kiri. Sedangkan bila disertai asidosis metabolik dapat timbul takikardia, aritmia

10

ventricular, penurunan kontraktilitas jantung, pernapasan Kussmaul, nyeri abdomen, peningkatan


asam urat serum, dan hiperkalemia.11
XII. Penatalaksanaan
Untuk hilangnya cairan akan diobati berdasarkan tipe penanganan yang dipilih
bergantung pada penyebab yang mendasari. Kehilangan melalui ginjal dan gastrointestinal
biasanya dapat diganti dengan memberikan kalium klorida tambahan per oral atau intravena.
Kehilangan kalium harus diganti secara hati-hati untuk menghindari hiperkalemia karena kalium
harus melalui ruang ekstrasel untuk memenuhi defisit intrasel yang lebih besar.11
Indikasi koreksi kalium dapat dibagi dalam.1
1. Indikasi mutlak, pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu pada keadaan
pasien sedang dalam pengobatan digitalis, pasien dengan ketoasidosis diabetik,
pasien dengan kelemahan otot pernapasan, dan pasien dengan hipokalemia berat
(K<2 meq/L).
2. Indikasi kuat, kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalulama yaitu pada
keadaan insufisiensi koroner atau iskemi otot jantung, ensefalopati hepatikum,
dan pasien yang memakai obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari
ekstra ke intrasel.
3. Indikasi sedang, pemberian kalium tidak perlu segera, seperti pada hipokalemia
ringan (K antara 3-3,5 meq/L).
Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral oleh karena lebih mudah. Pemberian
40-60 meq dapat menaikan kadar kalium sebesar 1-1,5 meq/L, sedang pemberian 135-160 meq
dapat menaikan kadar kalium sebesar 2,5-3,5 meq/L.1
Pemberian kalium intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena yang
besar dengan kecepatan 10-20 meq/jam. Pada keadaan aritmia yang berbahaya atau kelumpuhan
otot pernapasan, dapat diberikan dengan kecepatan 40-100 meq/jam. KCl dilarutkan sebanyak 20
meq dalam 100 ml NaCl isotonik. Bila melalui vena perifer, KCl maksimal 60 meq dilarutkan
dalam NaCl isotonic 1000 ml. Sebab bila melebihi ini dapat menimbulkan rasa nyeri dan dapat
menyebabkan sklerosis vena.1

11

Untuk mengobati diare cair akut, ada beberapa penggolongan farmakologi sebagai
berikut: 1
- Kemoterapeutika untuk terapi kausal yaitu memberantas bakteri penyebab diare seperti
antibiotika, sulfonamide, kinolon dan furazolidon.
1

Racecordil

Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara memperlambat


motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus.
Obat diare ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek
konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Efek
samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen (luka di bagian perut),
sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi.

Nifuroxazide

Dioctahedral smectite suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik, secara


in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap toksin,
bakteri, serta rotavirus. Smectite mengubah sifat fisik mukus lambung dan
melawan mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga dapat memulihkan
integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari normalisasi rasio laktulosemanitol urin pada anak dengan diare akut.

- Obstipansia untuk terapi simtomatis (menghilangkan gejala) yang dapat menghentikan


diare dengan beberapa cara: 1
1. Zat penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi
air dan elektrolit oleh mukosa usus seperti derivat petidin (difenoksilatdan
loperamida), antokolinergik (atropine, ekstrak belladonna)
2. Adstringensia yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tannin)
dan tannalbumin, garam-garam bismuth dan alumunium.

12

3. Adsorbensia, misalnya karbo adsorben yanga pada permukaannya dapat menyerap


(adsorpsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau yang adakalanya
berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk di sini adalah juga musilago zat-zat
lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka-lukanya dengan suatu lapisan
pelindung seperti kaolin, pektin (suatu karbohidrat yang terdapat antara lain sdalam
buah apel) dan garam-garam bismuth serta alumunium.
- Spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang seringkali
mengakibatkan nyeri perut pada diare antara lain papaverin dan oksifenonium. 1
XIII. Komplikasi
-Kardiovaskular
Hipokalemia memiliki pengaruh luas di banyak sistem organ yang, dari waktu ke waktu,
dapat menyebabkan penyakit kardiovaskular. Komplikasi kardiovaskular secara klinis pertanda
paling penting dari morbiditas yang signifikan atau mortalitas dari hipokalemia. Meskipun
hipokalemia telah terlibat dalam pengembangan aritmia atrium dan ventrikel, aritmia ventrikel
namun ini telah menerima perhatian yang besar. Peningkatan kerentanan terhadap aritmia
jantung diamati dengan hipokalemia yang disertai dengan gagal jantung kongestif, penyakit atau
akut iskemia jantung iskemik miokard, terapi agresif hiperglikemia, seperti dengan diabetic
ketoacidosis, terapi digitalis, terapi Metadon, serta Sindrom Conn.12
Asupan kalium rendah telah terlibat sebagai faktor risiko untuk pengembangan hipertensi
dan atau kerusakan akhir organ. Hipokalemia menyebabkan reaktivitas vaskular berubah,
kemungkinan dari efek deplesi kalium terhadap ekspresi reseptor adrenergik, reseptor
angiotensin, dan mediator relaksasi pembuluh darah. Hasilnya adalah peningkatan vasokonstriksi
dan gangguan relaksasi, yang memainkan peran dalam gejala klinis yang beragam, seperti
iskemik aktivitas sistem saraf pusat atau rhabdomyolysis.12

- Muskuloskeletal

13

Kelemahan otot, depresi refleks deep-tendon, dan bahkan flaccid paralysis dapat
mempersulit hipokalemia. Rhabdomyolysis dapat diprovokasi, terutama dengan olahraga berat.
Namun,

rhabdomyolysis

juga

telah

terlihat

sebagai

komplikasi

hipokalemia

berat,

hiperaldosteronisme primer dengan tidak adanya latihan.12


- Ginjal
Kelainan fungsi ginjal sering menyertai hipokalemia akut atau kronis. Ini termasuk
diabetes insipidus nefrogenik, alkalosis metabolik dari ekskresi bikarbonat yang terganggu dan
peningkatkan ammoniagenesis, serta degenerasi kistik dan interstitial jaringan parut.12
- Gastrointestinal
Hipokalemia mengurangi motilitas usus, yang dapat menyebabkan atau memperburuk
ileus. Hipokalemia juga merupakan faktor dalam terjadinya ensefalopati dalam sirosis.1
-

Metabolik
Hipokalemia memiliki efek ganda pada regulasi glukosa dengan mengurangi pelepasan

insulin dan sensitivitas insulin perifer. Bukti klinis menunjukkan bahwa efek hipokalemia
dari thiazide merupakan faktor penyebab diabetes mellitus thiazide terkait.12

XIV. Prognosis
Hipokalemia umumnya dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi,
terutama bila terjadi aritmia jantung atau kematian jantung mendadak. Namun, kontribusi
independen dari hipokalemia sendiri tidak menimbulkan peningkatan morbiditas atau
mortalitasnya.12
XV. Kesimpulan
Pada wanita berusia 30 tahun yang datang dengan keluhan lemah kedua tungkai, lemas
otot, nyeri otot badan lemas dan diare terdiagnosis terkena hipokalemi e.t diare cair akut. Hasil
diagnosis akan ditunjang dari adanya pemeriksaan fisik juga pemeriksaan penunjang yang
dilakukan.

14

XVI. Daftar Pustaka


1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2006.h529-40.
2. Darwis D, Moenajat Y, Nur BM, Madjid AS, Siregar P, Aniwidyaningsih W, dkk. Fisiologi
keseimbangan air dan elektrolit dalam gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa,
fisiologi, patofisiologi, diagnosis dan

tatalaksana,

ed.

ke-2, Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2008.h.29-114.


3. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Jakarta: CV Sagung Seto; 2012.h.1-3, 21-38.
4. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta; Interna Publishing; 2011.h.11-25, 47-8, 61, 155-65.
5. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010.h.181-3.
6. Gleadle Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007.h.12-21.
7. Setiati S, Sari DP, Rinaldi I, Ranitya R, Pitoyo CW. Lima puluh masalah kesehatan di bidang
ilmu penyakit dalam. Buku kesatu. Jakarta: Interna Publishing; 2008.h.102-18, 263-9.
8. Setiati S, Rinaldi I, Ranitya R, Purnamasari D. Lima puluh masalah kesehatan di bidang ilmu
penyakit dalam. Buku kedua. Jakarta: Interna Publishing; 2011.h.140-7.
9. Ndraha S. Bahan ajar gastrohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran
UKRIDA; 2013.h25-35.
10. Sediono H, Iskandar I, Halim SL, Santoso R, Sinsanta. Patologi klinik urinalisis. Jakarta:
Biro Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2009.h.24-5.
11. Behrman RE, Kliegman RM. Esensi pediatric nelson. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010.h.736-41.
12. Harvey TC. Addison's disease and the regulation of potassium: the role of insulin and
aldosterone. Med Hypotheses. 2007;69(5):1120-6.

15

Anda mungkin juga menyukai