PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tugas dokter adalah mengobati pasien (orang sakit). Untuk itu dokter perlu terlebih
dahulu mengetahui apa penyakitnya. Mengenali dan menetapkan penyakit yang menyebabkan
timbulnya keluhan, dan atau tanda-tanda dalam diri pasien, disebut menegakkan diagnosis.
Diagnosis penyakit ditegakkan melalui upaya-upaya :
1.
2.
3.
4.
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan fisik ialah upaya yang dilakukan dokter untuk menemukan tanda-tanda
(sign) yaitu kelainan-kelainan atau perubahan-perubahan pada tubuh pasien yang diakibatkan
oleh penyakit. Kadang-kadang diagnosis telah dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis saja,
atau cukup hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan jasmani. Fisik diagnostik penting untuk
dipelajari sebagai metode pendekatan praktis kepada pasien dengan penekanan kepada fisik
pasien dan psikis pasien.
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas dalam menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior pada bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Aceh Tamiang .
Makalah ini diawali dengan pembahasan tentang anamnesa yang mengarahkan pada
pemeriksaan fisik yang akan dilakukan. Pembahasan tentang fisik diagnostik mencakup dasar
dasar dalam pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda vital, dan pemeriksaan tiap organ atau
regio seperti kepala, leher, dada, perut, alat kelamin, anggota gerak dan pemeriksaan
rangsangan meningeal. Semoga dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan dokter
muda khususnya penulis tentang pemeriksaan fisik diagnostik.
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anamnesa
Anamnesis berguna untuk memperoleh informasi penting dari pasien perihal
penyakitnya sehingga dokter dapat merencanakan pemeriksaan dan tindakan selanjutnya,
selain itu anamnesa dapat membina hubungan baik pasien dokter. Adapun data yang perlu
diperoleh dalam melakukan anamnesa antara lain:
1. Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dituliskan adalah keluhan yang membuat pasien memeriksakan
dirinya ke dokter. Penulisan keluhan utama menggunakan bahasa pasien bukan bahasa
medik.
3. Riwayat penyakit sekarang :
a. Lokasi yang menimbulkan keluhan pasien
b. Kualitas dari keluhan yang dirasakan pasien
c. Kuantitas dari keluhan yang dirasakan pasien ( frekuensi, volume, jumlah)
d. Kronologi keluhan yang dirasakan pasien (kapan timbulnya dan perkembangan
penyakitnya)
e. Onset keluhan yang dirasakan pasien ( permulaan timbulnya keluhan)
f. Faktor pemberat dan peringan keluhan pasien
g. Gejala lain yg menyertai keluhan utama
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Ada hubungan antara penyakit dahulu dan sekarang
b. Tidak ada hubungan dengan penyakit sekarang
c. Tidak ada hubungan dengan penyakit sekarang tetapi saling memberatkan (faktor
resiko)
5. Riwayat medik sebelumnya
a. Penyakit - penyakit yang diderita sebelumnya (pada masa kanak-kanak)
b. Operasi, cedera, kecelakaan dan masuk rumah sakit
c. Pengobatan sebelumnya , Misalnya reaksi alergi terhadap beberapa macam obat
6. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga meliputi penyakit yang dapat diturunkan maupun penyakit
infeksi menular yang ditularkan oleh keluarga pasien
7. Riwayat kebiasaan
Untuk mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit yang sedang
dideritanya. Misalnya merokok, minum-minuman beralkohol, pemakaian obat-obatan
narkoba
8. Riwayat gizi
2
Riwayat makan pasien yang mungkin dapat menjurus kepada diagnosis pasien
(riwayat makan makanan manis pada pasien diabetes mellitus)
9. Riwayat sosial ekonomi
Berhubungan dengan kondisi lingkungan (higienitas), kemakmuran, tekanan ekonomi
dan sosial yang dapat memacu kecemasan dan menimbulkan psikosomatis.
10. Anamnesis sistem
Keadaan badan secara keseluruhan dari ujung rambut sampai ujung kaki:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Keadaan umum : sakit ringan, sedang satu berat, berat badan, tinggi badan.
Kulit : warna kulit, gatal-gatal, luka, petekie, rambut rontok.
Kepala : sefalgia, vertigo, nyeri sinus, trauma kepala.
Mata : visus, infeksi, diplopia, fotofobia, lakrimasi, nyeri pada mata.
Telinga : pendengaran, tinitus, nyeri, nanah, infeksi
Hidung : bersin, epistaksis, sering pilek, obstruksi.
Mulut : gusi berdarah, gigi geligi, sakit kerongkongan, nyeri menelan, suara serak,
ulkus.
h. Payudara : nyeri, bernanah atau keluar cairan, benjolan, infeksi.
i. Sistem pernafasan : batuk, dahak, nyeri bernafas, sesak nafas, hemoptisis.
j. Sistem kardiovaskuler :sakit dada, dispnoe deffort, ortopnoe, paroxismal nocturnal
dispnoe, edema, palpitasi, bising.
k. Sistem pencernaan : nafsu makan, mual, muntah, sendawan, sakit didaerah ulu hati,
nyeri perut, diare, konstipasi, perubahan pola buang air besar.
l. Sistem saluran kemih : warna kencing, disuria, poliuria, nokturia, polakisuria, batu,
nanah, infeksi.
m. Sistem genital : haid, menopause, metrorragia, menoragia,pembengkakan, nyeri,
tumor, ulkus, infeksi,penggunaan kontrasepsi, kemampuan seksual.
n. Sistem skelet : sakit tulang, sakit pinggang, nyeri pada sendi sendi kaku/bengkak,
trauma, patah tulang.
o. Sistem hematopoeitik : anemia, transfusi darah, lebam, tumor.
p. Sistem endokrin : diabetes, tremor, struma, akromegali.
q. Sistem saraf : sinkop, kejang, pusing, gangguan sensoris, gangguan motorik,
gangguan daya ingat, paralisis, parestesia.
r. Sistem mental : nervous, cepat marah, cepat lupa, insomnia, kompulsif, keinginan
bunuh diri.
2.2 Definisi dan Dasar Pemeriksaan Fisik
Fisik diagnostik adalah ilmu untuk membuat diagnosis suatu penyakit melalui
pemeriksaan fisik. Fisik diagnostik merupakan pengetahuan & ketrampilan dasar untuk
dokter. Fisik diagnostik penting untuk dipelajari sebagai metode pendekatan praktis kepada
pasien dengan penekanan kepada fisik pasien dan psikis pasien. Pendekatan dilakukan
langkah demi langkah dan seni pengambilan riwayat penyakit. Langkah ini memfokuskan
problem penyakit pasien.
Pemeriksaan fisik merupakan bagian dari proses membuat diagnosis yang dilakukan
setelah anamnesis. Keterampilan pemeriksaan fisik hanya dapat dipelajari dengan
penangulangan, melakukan berkali-kali, dan latihan.
Pemeriksaan fisik yang akan dilakukan berdasar atas pertimbangan dari:
1. Gejala klinis (symptoms): Manifestasi subyektif dari penderita yang didapat melalui
anamnesis.
2. Tanda Klinis (sign): kelainan penderita yg diperoleh secara obyektif yang didapat
melalui pemeriksaan fisik.
Adapun dasar pada pemeriksaan fisik ada empat yaitu:
1. Inspeksi
Yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual.
2. Palpasi
Palpasi yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua
pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh
melalui inspeksi sebelumnya.
oleh thorax dan visceraabdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem
kardiovaskular
Stetoskop
untuk
pemeriksaan
auskultasi
Gambar Pengukuran
Tekanan Darah
Nadi
Dilakukan dengan palpasi pada A. radialis, A. brakialis, A. femoralis, A. poplitea dan
A. dorsalis pedis, namun yang dicatat sebagai tanda vital ialah denyut nadi radialis. Dengan
tiga jari denyut nadi radialis dicatat:
1)
2)
3)
4)
Suhu tubuh berfluktuasi secara fisiologis sepanjang hari, terendah pada pagi hari
waktu bangun tidur, tertinggi pada kira-kira pukul 15.00-17.00. Suhu tubuh dipengaruhi oleh
aktivitas, makan, dan ovulasi pada wanita.
2.3.4 Pernafasan
Frekuensi pernapasan dipengaruhi aktifitas fisik, emosi, umur, obat-obatan. Normal
pada pria 14-18x/menit, dan pada wanita 16-20x/menit. Bila lebih dari 20x/menit disebut
takipnoe bila kurang dari 14x/menit disebut bradipnoe. Irama pernapasan normal teratur
(reguler). Ampliudo dan Interval inspirasi dan ekspirasi selalu sama.
Jenis-jenis pernapasan:
Pernapasan Biot: pernapasan dengan irama tidak teratur sama sekali misalnya pada
kerusakan otak.
Pernapasan Cheyne-Stokes: amplitudo pernapasan mulai dari kecil makin lama makin
besar sampai mencapai yang tertinggi, kemudian makin mengecil hingga apnoe
beberapa saat lalu mulai bernapas lagi dengan amplitudo yang kecil makin lama makin
Hasil
Kepala yang besar abnormal (makrosefali)
Interpretasi
1. Hydrocephalus (dengan sutura lebar,
orbita seolah tenggelam dan tampak
matanya menunjukkan the setting sun
sign)
2. Penyakit Paget (disertai pembesaran
pembuluh darah dan deformitas.)
3. Sifilis kongenital (benjolan simetris
4.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
2.4.2. Rambut
a. Periksa : warna, kekeringan, kerontokan, alopesia (kebotakan), kelebatan dan
distribusi.
b. Teknik :
Inspeksi : Rambut diinspeksi menurut warna, kelebatan dan distribusi secara
normal.
Palpasi : Mengangkat untaian rambut untuk memeriksa tekstur dari rambut
(kekeringan), dan kerontokan ketika ditarik.
Hasil
Perubahan warna rambut
Interpretasi
Malnutrisi/kwashiorkor
rambut
jagung,
(pirang
seperti
belang-belang
seperti
Rontok
Interpretasi
Dehidrasi
Lepra
terbuka)
Wajah seperti waspada berlebihan
Muka bulat Moon face
Hyperthroidisme
Sindrom Cushing
Asimetri
Wajah toksik
Palsy)
Demam tifoid berat
dehidrasi.
Palpebra oedem terdapat pada gangguan fungsi ginjal, ptosis terdapat pada
miastenia gravis
Konjungtiva pucat menunjukkan Hb kurang dari normal, konjungtiva
tumor.
Palpasi: Palpasi dilakukan untuk menilai orbita mata yaitu kesimetrisan tulang dan
kelembutannya. Minta pasien untuk menutup matanya dan melirik ke bawah, lalu
palpasi dengan menggunakan dua jari pada kelopak mata pasien. Jika ditemukan
nyeri tekan atau nodularitas pada struktur periorbita, perhatikan lokasinya,
karakteristik warna dan konsistensi, dan ada atau tidak nyeri tekan pada
manipulasi. Tekanan tinggi (terasa keras) pada bola mata terdapat pada keadaan
10
glaukoma dan hipoglikemia, sedangkan tekanan rendah pada bola mata terdapat
pada hiperglikemia.
2.4.5. Pemeriksaan Fisik Telinga
a. Periksa : bentuk, ukuran, pembengkakan, kemerahan retakan, eritema, ekskoriasi,
nyeri tekan dan nodul.
b. Teknik :
- Inspeksi : Kedua telinga harus simetris dalam hal kesejajarannya pada kepala dan
ukuran serta bentuknya. Perhatikan telinga sebagai satu pasangan dan kemudian
periksa setiap telinga secara tersendiri. Telinga luar sebagian besar tersusun dari
tulang rawan yang tertutup dengan kulit dan merupakan struktur yang setengah
kaku. Lobus telinga bebas dari jaringan penyambung lunak dan kulit. Amati
adanya pembengkakan, kemerahan atau lesi kulit. Lihat dengan cermat di belakang
-
Penyakit
Tophi Gout pada pinnae telinga
Otitis eksterna
Deskripsi
Benjolan.
Nyeri pada penarikan, eritema dengan atau
tanpa eksudat.
Ulkus kanal yang dalam, kartilago terpajan
Otitis media
dan
11
adanya nanah.
Cairan kuning dan encer terlihat melalui
Miringitis bulosa
Deskripsi
Mukosa hidung pucat, edem dan sering
Rhinitis vasomotorik
berwarna kebiru-biruan.
Mukosa hidung berwarna ungu muda,
Influenza
Sinusitis akut
Sumber cahaya yang terang, juga lampu senter yang dapat dipegang atau lampu lantai
Spatel lidah untuk retraksi jaringan lunak
Kasa segi empat untuk membantu inspeksi lidah
Sarung tangan untuk membantu palpasi struktur mulut
12
Pasien duduk setinggi mata pemeriksa, dan sumber cahaya yang terang harus
dipersiapkan. Persiapan harus siap terletak dalam jangkauan.
Langkah-langkah inspeksi sebagai berikut:
1. Mulut pasien sedikit terbuka, bibirnya diinspeksi warnanya, lesi dan perdarahan.
Perhatikan sudut mulut akan integritas hubungan mukosa.
Herpes, vesikel sebesar jarum pentul, yang kering dalam beberapa jam dan meninggalkan
krusta. Kheilosis angularis, pecah-pecah pada sudut bibir disebabkan maloklusi gigi,
maserasi dari kelembaban persisten, defisiensi riboflavin, infeksi kandida.
2. Mulut pasien terbuka lebar, rongga mulutnya dinilai dengan menggunakan sinar yang
diarahkan kebelakang menuju tenggorokan. Perhjatikan permukaan dorsal lidah, palatum
durum dan palatum mole, serta permukaan gingival.
Glositis atrofi dengan permukaan merah mengkilat pada defisiensi nutrisi terutama B1
dan B12.
3. Gunakan spatel lidah, periksa tiap kuadran mukosa bukal dan gingiva. Perhatikan juga
keadaan umum gigi. Apakah ada karies? Apakah ada mukosa yang pecah? Adakah
eksudat?
4. Dengan cahaya yang disorot ke pusat, minta pasien untuk mengangkat lidahnya menuju
atap mulut. Perhatikan warna dan vaskularisasi permukaan bawah mulut. Amati adanya
ulkus atau lapisan yang mengalami perubahan warna pada daerah ini dan pada dasar
mulut yang terpajan.
5. Dengan cahaya yang disorotkan ke posterior, pasien diminta untuk bernapas pendek atau
mengatakan
haat,
dengan
maksud
untuk
mengangkat
palatum
mole
dan
mengontraksikan otot orofaring. Lalu perhatikan elevasi palatum dan penjuluran lidah.
Palatoskisis, celah pada garis tengah akibat kegagalan proses palatum untuk saling
bersatu, karenanya terdapat hubungan yang abnormal antara hidung dan rongga mulut.
Torus palatinus, benjolan pada garis tengah kadang-kadang bisa membesar seperti tumor.
6. Kenakan sarung tangan. Dengan tangan yang tidak dominan, pegang lidah dengan kassa
segi empat dan gerakkan lidah ke lateral untuk mengamati permukaan lateralnya.
Langkah-langkah palpasi adalah sebagai berikut:
a. Dengan jari pemeriksa yang bersarung tangan, lidah dipalpasi untuk mengetahui
adanya pembengkakan, ketidakteraturan, atau nyeri tekan
b. Pasien diminta untuk mengangkat lidahnya menutup atap mulut, dan dasar mulut
secara sistematik dipalpasi untuk mengetahui adanya massa atau nyeri tekan
c. Jari telunjuk menyusuri sepanjang gingiva dan tepi palatum, mencari adanya
massa atau nyeri tekan yang sebelumnya tidak terdeteksi
2.4.8.Pemeriksaan Fisik Orofaring
Orofaring orang dewasa biasanya tanpa jaringan tonsil atau adenoid yang bermakna.
Arkus tonsilaris anterior memberi batas terpenting rongga mulut dimana tonsil terletak.
13
Biasanya, ada sedikit jaringan glandular atau tidak sama sekali pada penekanan dimana pada
satu waktu menjadi tempat tonsil. Faring posterior biasanya halus, berkilau dan berwarna
merah muda. Elevasi subepitel yang ada pada dinding faring posterior biasanya menunjukkan
hiperplasi limfoid sekunder akibat infeksi virus lokal yang baru.
Ukuran tonsil:
-
Bentuk
Gerak dan reflex
Kelenjar getah bening
Kelenjat thyroid
A. Carotis
V. Jugularis eksterna
Trakea
Pada keadaan sehat, kecuali kelenjar Getah bening inguinal, biasanya kelenjar Getah
bening tidak teraba. Bila teraba kelenjar Getah bening yang normal konsistensinya lunak,
mudah digerakkan dari kulit diatas maupun didasarnya, suhu normal, permukaannya licin dan
tidak nyeri tekan. Jadi bila teraba, deskripsikan ukuran, konsistensi, permukaan, keadaan kulit
diatasnya (melekat erat atau tidak), dasarnya (tempat perlekatannya, apakah mudah
digerakkan atau tidak), suhu, dan nyeri tekan.
Pembesaran kelenjar Getah bening abnormal dapat terjadi sebagai akibat penjalaran
dari infeksi regional (konsistensi kelenjar Getah bening yang terkena kenyal atau lunak,
ukuran tidak terlalu besar, nyeri) atau metastasis dari neoplasma ganas yang mengakibatkan
kelenjar Getah bening tersebut konsistensinya keras seperti batu tetapi tidak nyeri.
15
Pada keadaan normal, A. Carotis tidak tampak berdenyut, tapi denyutnya dapat diraba.
Bila tampak berdenyut kemungkinan menderita insufiensi katup aorta (AI), hipertensi,
hyperthyroidisme, anemia berat, coaretatio aorta, pada orang yang melakukan aktifitas fisik
berat atau karena emosi. Pada AI denyut dapat hebat sekali hingga leher pasien itu seolah
turut bergoyang sinkron dengan denyut jantung. Pada stenosis katup aorta (AS), A. Carotis
tampak bergetar setiap kali sistole jantung dan disebut carotid shudder. Bila A. Carotis tidak
teraba, mungkin disebabkan adanya tumor yang menekan arteri itu karena ada
thrombus/emboli.
2.4.9.6. Pemeriksaan Vena Jugularis
Vena jugularis diperiksa untuk menentukan tingginya tekanan di atrium kanan yang
dapat ditetapkan dengan melihat tingginya kolom pengisian darah di vena jugularis atau
dengan cara pasien diminta berbaring tinggikan posisi kepala dengan sudut 30-45 dengan
kepala menengok ke samping kiri atau kanan, lalu bendunglah vena daerah proksimal
(disebelah atas klavicula) sampai vena tampak jelas kemudian tandai. Hitunglah jarak antara
titik yang ditandai tadi ke garis/bidang horizontal yang melalui angulus sternalis ludovici. Jika
berada di atas garis horizontalis diberi tanda (+) bila dibawanya diberi tanda minus (-),
sedangkan garis horizontal yang melalui angulus sternalis ludovici diberi nilai 5 cm H 2O. JVP
normal adalah hingga 3 cm diatas bidang horizontal atau ditulis sebagai 5+3 cm H2O. Jika
JVP lebih tinggi dari normal dianggap meningkat dan ditemukan pada dekompensatio kordis
kanan, perikarditis konstriktiva, insufisiensi vena cava superior (sindrom vena cava superior).
Makin tinggi JVP, makin berat keadaan sakitnya.
mediastinum atau paru seperti efusi pleura (mendorong ke sisi yang sehat), fibrosis paru
(menarik ke sisi yang sakit), atelektasis paru (menarik ke sisi sakit). Pada aneurysma aorta
mungkin teraba tracheal tug yaitu denyutan yang agak mendorong ke atas, sinkron dengan
sistole jantung (pasien diperiksa dalam posisi duduk atau tegak dan wajah agak menengadah)
2.5.Pemeriksaan Fisik Thoraks
Pemeriksaan thorax dilakukan terutama untuk mencari adanya kelainan pada sistem
respirasi dan kardiovaskular tubuh pasien. Pemeriksaan fisik paru yang terdiri dari inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi.
2.5.1.Inspeksi Thoraks
Inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelainan bentuk
dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernapasan.
a. Kelainan dinding dada. Kelainan-kelainan yang bisa didapatkan pada dinding dada
yaitu parut bekas operasi, pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena, spider
nevi, ginekomastia, luka operasi, retraksi otot-otot intercostal.
b. Kelainan bentuk dada. Dada yang normal mempunyai diameter antero-lateral yang
lebih besar dari diameter antero-posterior. Kelainan bentuk dada yang bisa didapatkan
yaitu:
- Barrel chest : dada mengembang, diameter anteroposterior lebih besar dari diameter
latero-lateral, tulang punggung melengkung, angulus costae > 90 derajat. Biasa
-
Gambar
Kelainan
Bentuk Thoraks
17
c. Frekuensi Pernapasan. Frekuensi pernapasan normal 14-20 kali per menit. Jika kurang
dari jumlah normal disebut bradipnoe, dan jika lebih dari jumlah normal disebut takipnoe.
d. Pola dan gerak dinding dada saat pernapasan. Gerak dinding dada normal saat bernafas
adalah simetris, amplitudo gerak napas belahan thorax kanan dan kiri sama, irama teratur.
Asimetri dinding dada dapat disebabkan oleh efusi, fibrosis atau kolaps paru. Untuk pola
pernapasan normal ditandai dengan adanya fase inspirasi dan ekspirasi yang silih berganti.
- Pernapasan dangkal ditemukan pada emfisema, pleuritis dan efusi pleura
- Pernapasan dangkal dan cepat pada decompensatio cordis
- Pernapasan Kussmaul : pernapasan cepat dan dalam, ditemukan pada penderita
-
asidosis.
Pernapasan Cheyne Stokes (periode apnoe, kemudian disusul hiperpnoe dan terjadi
berulang-ulang) didapatkan pada pasien decompensatio cordis kiri, keracunan opium,
18
19
merupakan
getaran
yang
ditransmisikan
melalui
percabagan
bronkopulmonaris ke dinding dada dan dapat dirasakan dengan palpasi ketika pasien
berbicara. Untuk merasakan vokal fremitus, letakkan kedua telapak tangan di dinding dada
pasien, baik anterior maupun posterior, kemudian minta pasien untuk mengucapkan kata
tujuh puluh tujuh, lalu rasakan getaran yang terasa di tangan dan bandingkan
kesimetrisannya. Lakukan pengulangan jika getaran kurang terasa di tangan.
Vokal fremitus dapat kurang teraba tergantung dari sensitivitas dan pengalaman tangan
pemeriksa. Fremitus lebih jelas teraba pada laki-laki karena suara yang rendah, dan dapat
tidak teraba pada orang yang normal yang mungkin disebabkan karena suaranya yang sangat
pelan atau tebalnya dinding dada.
Normalnya vokal fremitus dirasakan simetris kanan dan kiri, tidak ada suara yang
mengeras atau pun melemah. Fremitus dapat dikatakan abnormal apabila getaran yang teraba
tidak sama antara dada bagian kanan dan kiri. Fremitus dapat melemah ataupun hilang sama
sekali dan dapat mengeras. Fremitus akan melemah atau tidak teraba pada penyakit-penyakit
seperti PPOK (penyakit paru obstruktif kronik), efusi pleura, pneumothoraks, obstruksi
bronkial, dimana terjadi penurunan rambatan getaran akibat penurunan kepadatan jaringan
pada paru atau akibat terdapatnya cairan pada rongga thorax. Sedangkan keadaan-keadaan
yang meningkatkan kepadatan paru-paru dan membuatnya lebih padat, seperti konsolidasi,
akan meningkatkan penghantaran fremitus taktil, seperti pneumonia lobaris, tuberkulosis.
2.5.2.3 Meraba iktus cordis
Untuk meraba iktus cordis, minta pasien untuk tidur terlentang dan letakkan telapak
tangan dan sedikit menekan di dada bagian anterior kira kira setinggi ics IV tau V (atau
dibawah papilla mammae pada laki-laki) di linea midklavikularis kiri. Rasakan apakah teraba
getaran yang disebut iktus cordis.
Jika tidak menemukan iktus cordis pada pasien yang terlentang, minta pasien untuk
mengubah posisi dengan memutar tubuh bagian atasnya ke kiri (lateral dekubitus kiri),
kemudian lakukan perabaan lagi pada dinding dada anteriornya. Setelah teraba, tentukan
lokasinya dan amplitudonya. Normalnya iktus cordis teraba di ics V atau ics IV di sebelah
medial linea midklavikularis kiri dengan amplitudo kecil dan pelan.
Apabila terjadi pergeseran iktus cordis ke arah lateral mungkin dapat disebabkan
pembesaran jantung yang dapat ditemukan di gagal jantung kongestif, dan kardiomiopati.
Selain akibat pembesaran jantung, pergeseran iktus cordis juga dapat disebabkan oleh
deformitas dinding dada dan kelainan pada paru. Denyut dari iktus cordis normalnya seperti
20
mengetuk dan dapat sedikit mengangkat jari tangan. Selain itu, terdapat juga beberapa
kelainan dari denyut dari iktus cordis, seperti :
Sifat
Kelainan
AS atau hipertensi
slapping ( menampar)
AI
MI
22
Suara perkusi dapat pula pekak, bila konsistensi paru menjadi padat sekali seperti
halnya atelektasis paru, pada kanker paru pada stadium lanjut, atau bila ada bantalan jaringan
ikat dalam rongga pleura (Schwarte)
perkusi dengan jelas dari sonor menjadi pekak. Biasanya batas jantung kiri bertepatan dengan
tempat dimana dapat diraba ictus cordis, yaitu kira-kira 1 jari sebelah medial dari garis midklavikula. Kondisi batas jantung kiri dapat mengalami perubahan posisi apabila secara
anatomi klinis, terjadi perubahan atau perbesaran ukuran dari jantung, maupun pada keadaan
anomali posisi jantung.
Sedangkan untuk mengetahui batas jantung kanan, pemeriksa dapat melakukan
perkusi pada sela iga yang terletak tepat diatas sela iga yang menjadi batas antara paru kanan
dengan hepar. Perkusi untuk menentukan batas jantung kanan dapat dilakukan dari lateral
kanan (di atas paru-hati) kearah medial. Jika pada saat suara perkusi dengan jelas berubah dari
sonor ke pekak, di situlah lokasi batas jantung kanan dapat ditentukan, yaitu pada keadaan
normalnya terletak pada garis mid-sternal. Batas jantung kanan pada pasien tertentu dapat
mengalami perubahan lokasi apabila pada pasien tersebut terjadi perubahan ukuran pada
organ jantung, maupun terjadi anomali posisi dari organ tersebut. Secara klinis, batas-batas
organ tersebut perlu ditentukan, terutama untuk mengetahui ada atau tidak adanya kelainan
pada organ yang terletak pada rongga thorax, yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan,
seperti deviasi mediastinum baik karena terdorongnya paru ke sisi sehat (efusi pleura,
pneumotoraks, tumor mediastinum superior) ataupun karena tertariknya paru ke sisi sakit
(kolaps paru, fibrosis paru, Schwarte), dan kelainan pada organ jantung.
2.5.4 Askultasi Thoraks
2.5.4.1 Pemeriksaan paru anterior
Teknik Auskultasi:
Dilakukan dengan menggunakan stetoskop. Ujung stetoskop bel digunakan agar dapat
mendengar suara yang bernada rendah (low pitch) lebih baik, sedangkan ujung
stetoskop membran/diafragma (Bowies) digunakan agar dapat mendengar suara
24
Gambar
Membangdingkan Sisi Kanan dan Kiri
Lokasi auskultasi
daerah Brongkus
INTENSI
TINGGI
RATIO
TAS
NADA
INSPIRASI:
KARAKTER
LETAK
Kasar
Terdengar diatas
EKSPIRASI
Suara
Sangat
Sangat
napas
keras
tinggi
1:1
tracheal
tracheal
Suara
(diatas leher)
Keras
Tinggi
1:3
Tubular
napas
Di atas
manubrium
bronchial
Suara
Sedang
Sedang
1:1
napas
Berdesir tetap
Terdengar di
tubuler
atas bronkus
bronkoves
utama (linea
ikuler
sternalis ICS I
dan II)
Suara
Lemah
Rendah
3:1
berdesir lemah
Terdengar di
napas
sebagian besar
vesikuler
paru perifer
Dapat pula didapatkan suara napas yang tidak normal atau abnormal, yaitu :
25
Suara nafas asthmatic, yaitu ekspirasi yang memanjang disertai dengan wheezing.
Selain suara napas yang normal dan suara napas yang abnormal perhatikan juga pada saat
melakukan auskultasi apakah terdapatnya suara tambahan yang mungkin terdengar sepanjang
atau pada sebagian fase inspirasi ataupun ekspirasi, seperti :
a
Ronchi
Merupakan suara tambahan pada suara napas yang disebabkan oleh adanya
cairan eksudat/infiltrate/darah di dalam lumen bronchus. Bila cairan tersebut tetap
bersifat encer maka yang terdengar adalah ronchi basah, namun apabila karena
adanya proses penguapan/oksidasi maka yang terdengar adalah ronchi kering.
26
Tergantung dari dalam lumen mana cairan itu terdapat (bronchus besar, sedang
atau kecil/bronchioles), ronchi basah dapat bersifat kasar, sedang atau halus.
Sedangkan ronchi kering dapat terdengar sonorous (kasar/mengorok) atau sibilant
(halus/melengking).
Ronchi basah dapat terdengar nyaring atau tak nyaring, bila terdengar
nyaring maka kemungkinan disekitar sumber ronchi terdapat infiltrat/konsolidasi yang
membuat hantaran suaranya menjadi lebih baik. tetapi pada keadaan seperti emfisema,
efusi pleura, pneumothorax dapat meredam baik suara napas atau suara tambahan.
Ronchi basah biasanya terdengar pada akhir fase inspirasi dan pada awal fase
ekspirasi.
b
Krepitasi
Suara tambahan yang terdengar seperti suara gesekan rambut (lebih halus dari
ronchi basah halus).Suara ini berasal dari cairan di dalam alveolus atau karena
alveolus yang diakibatkan oleh suatu sebab mengempis dan pada inspirasi
mengembang seperti balon karet. Krepitasi biasanya hanya terdengar pada fase awal
inspirasi saja.
Mengi
Terjadi pada keadaan obstruksi bronchus baik local ataupun menyeluruh
seperti pada bronkospasme asmatik.
Pemeriksaan dilakukan dari sisi ke sisi untuk membandingkan suara di kedua sisi
27
Gambar: Lokasi
Auskultasi Paru
Posterior
Aorta
Pulmonal
Trikuspid
Mitral
jantung II adalah fase sistolik dan fase antara bunyi jantung II dan bunyi jantung I adalah
fase diastolik. Fase sistolik pada frekuensi jantung normal lebih pendek daripada fase
diastolic.
Lakukan penilaian : 1. Bunyi jantung
2. Bunyi jantung tambahan
3. Irama dan Frekuensi denyut jantung
4. Bising jantung
5. Bunyi gesek pericardial (pericardial friction rub)
1. Bunyi jantung
a. Bunyi jantung I : Terdengar di area katup mitral terletak di garis midklavikula sinistra
intercostae V dan katup trikuspid terletak di garis parasternal sinistra intercostae IV.
Melemah pada keadaan :
o Fibrosis katup mitral
o Infark miokard
o Emfisema
o Efusi pericardial/pleura kiri
Megeras pada keadaan :
o Mitral stenosis/tricuspid stenosis
o Takikardia
o Blokade jantung
o Hipertiroidisme
o Anemia
o Demam rematik akut
b. Bunyi jantung II :Terdengar di area katup aorta terletak di garis sternalis dextra
intercostae II dan katup pulmonal terletak di garis sternalis sinistra intercostae II.
Melemah pada keadaan :
o Hipotensi
o Shock
o Fibrosis katup semilunar
o Emfisema
o Pulmonal stenosis
Pada orang dewasa dengan hipertensi pulmonal (misalnya karena payah jantung kiri)
bunyi jantung II terdengar pecah/splitting karena katup pulmonal dan katup aorta tidak
menutup secara bersamaan, keadaan ini bisa normal dengan ciri pada inspirasi splitting
terdengar jelas sedangkan pada ekspirasi splitting menghilang sedangkan pada RBBB,
dengan ciri splitting dapat terdengar jelas baik saat inspirasi maupun ekspirasi.
Pada ASD, PS dan LBBB dengan ciri splitting justru menghilang dengan inspirasi
dan disebut sebagai splitting yang paradoks. Splitting bunyi jantung II pada orang normal
29
disebabkan karena pada waktu inspirasi, katup pulmonal menjadi lebih terlambat
menutupnya daripada katup aorta.
2. Bunyi jantung tambahan
a. Bunyi jantung III
Terdengar setelah bunyi jantung II dengan nada yang lebih rendah. Normal
pada anak-anak/dewasa muda muda yang sehat tetapi selalu abnormal pada usia
melebihi 40 tahun. Hal ini tampak pada beberapa kasus regurgitasi mitral tanpa
adanya gagal jantung.
b. Bunyi jantung IV
Bunyi jantung IV terdengar sesaat sebelum bunyi jantung I, normal amat
sangat lemah sehingga tidak terdengar. Pada keadaan patologis dapat didengar
misalnya pada keadaan hipertrofi ventrikel. Terjadinya adalah karena sewaktu atrium
berkontraksi diakhir diastole menyebabkan regangan pula pada venrikel.
c. Opening snap
Merupakan bunyi diastolic yang tajam yang paling baik diketahui pada
keadaan mitral stenosis, opening snap bernada sedang sampai tinggi dan kadangkadang sangat terlokalisir. Kalau opening snap terjadi dengan cepat setelah bunyi
jantung II maka stenosis mitral berat. Namun opening snap dapat hilang pada stenosis
mitral kalau daun katupnya mengalami kalsifikasi berat.
Terjadi pada apeks, pada tepi kiri bawah sternum, atau diantaranya.Untuk
menemukan salah satunya, pindahkan diafragma sedikit demi sedikit dari ruang ICS
2 kiri ke arah bawah dan kemudian ke lateral. Kalau masih tidak terdengar, periksa
untuk mengetahui ada tidaknya snap selama dan setelah meminta pasien untuk
mengubah posisi ke posisi dekubitus lateral kiri.
d. Bunyi ejeksi (ejection sound)
Terdengar segera setelah bunyi jantung I dengan nada tinggi (high pitch),
disebabkan oleh distensi yang terjadi secara tiba-tiba pada aorta atau ateri pulmonalis
yang patologik (misalnya mengalami aneurysma, hipertensi pulmonal, AS, PS, AI)
saat systole. Pada ekspirasi terdengar lebih jelas. Punctum maximum dapat terdapat
di pulmonal (pulmonary ejection sound) atau di apex (aortic ejection sound)
e. Klik sistolik (systolic click)
Terdegar ditengah fase sistolik, walaupun kadang-kadang terdengar pada
perikarditis, umumnya tidak mempunyai makna patologik.
3. Irama dan Frekuensi denyut jantung
Denyut jantung orang dewasa normal adalah 60 100 siklus regular/menit pada irama
sinus yang normal. Jantung atlet mungkin mempunyai denyut jantung yang lebih lambat pada
bradikardia sinus, dan selain itu kecepatan yang lebih lambat juga ditemukan pada beberapa
30
sempurna.
31
Titik Mc Burney : titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang terletak pada
1/3 lateral dari garis yang menghubungakan SIAS dengan umbilikus. Titik Mc
Burney tersebut dianggap sebagai lokasi apendiks yang akan terasa nyeri tekan bila
terdapat apendisitis.
Garis Schuffner : garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan
umbilikus yang terbagi menjadi 4 bagian dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan
yang merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa,
dari schuffner I-VIII.
kelainan fungsi hati atau biasa kita sebut dengan ikterus, atau karena kelebihan
mengkonsumsi vitamin A (hipercarotenimia).
b. Lihat bentuk dari abdomen.
Rata, membuncit, bentuk skafoid, Cechaxia atau bentuk lain seperti sagging of the
flank. Bentuk perut yang rata dapat ditemukan pada orang yang atletis sampai kurus. Perut
buncit dapat ditemukan pada orang over weight, oedem, ascites, ataupun pada orang sehat.
Bentuk skafoid pada orang berbadan sangat kurus.
Cechaxia ditemukan pada orang dengan marasmus. Bentuk sagging of the flank pada
orang dengan obesitas ataupun dengan riwayat Diabetes Militus. Namun tidak semua orang
dengan diabetes militus memiliki bentuk abdomen berupa sagging of the flank.
c. Adakah pulsasi (gerakan) atau masa yang terlihat.
Pulsasi (gerakan) yang dapat dilihat secara mata telanjang dari abdomen adalah
adanya gerak dari peristaltiK usus. Adapun keadaan yang memungkinkan terlihatnya gerak
peristaltic usus adalah keadaan dimana bentuk abdomen yang sangat kurus (skafoid). Karena
tipisnya lapisan lemak yang menutupi area abdomen sehingga gerak peristaltik usus dapat
terlihat dari luar. Massa yang terlihat pad abdomen bisa bermacam-macam. Bisa berupa
benjolan (tumor), ataupun dari pembesaran organ setempat (hepatomegali yang sangat besar,
hernia inguinalis, dll).
d. Adakah efloresensi bermakna pada kulit abdomen
Rash, ptekie, roseolar spot, pigmentation, spider naevi, caput medusa, striae, dan
hematom. Efloresensi bermakna seperti ptekiae terjadi apabila ada penurunan ketahanan
dinding pembuluh darah. Biasa terjadi pada demam berdarah. Roseola spot adalah bintikbintik kemerahan pada kulit karena adanya emboli basil (kuman) dalam kapiler kulit, biasa
ditemukan pada punggung dan anggota gerak. Roseola spot biasa terjadi pada deam tifoid.
Pigmentation adalah perubahan warna kulit setempat. Contoh penyakit yang memiliki tanda
adanya pigmentation pada abdomen adalah Addisons Disease.
Spider naevi atau disebut juga spider angiomata biasanya timbul akibat adanya
pembesaran dari arteriol central. Spider naevi dapat menjadi tanda dari beberapa penyakit
seperti kelainan fungsi hati. Dapat pula sebagai parameter penentuan stage dari penyakit
hepatitis C dan hepatopulmonary syndrome, atau sebagai efek samping dari sebuah terapi
seperti terapi pada rheumatoid arthritis dengan menggunakan estrogen, atau wanita dengan
penggunaan alat kontrasepsi oral.
Caput medusa adalah pelebaran dari vena paling superficial yang menjalar keatas dari
umbilicus. Contoh penyebab dari terbentuknya caput medusa adalah adanya hipertensi porta
yang mengakibatkan adanya rekanalisasi dari vena umbilicalis yang memungkinkan
33
terbentukya jalan pintas baru untuk memenuhi kebutuhan venous return. Striae adalah suatu
area irregular pada kulit yang berbentuk seperti pita atau garis. Striae dapat terjadi akibat
adanya kondisi fisiologis seperti kehamilan, atau pada keadaan patologis seperti cushing
syndrome.
e. Adakah bekas luka ataupun bekas sayatan operasi.
Jika hal tersebut ditemukan dalam pemeriksaan, konfirmasikan hal tersebut dengan
menanyakan kembali pada pasien
f. Lihat dan nilai umbilicus.
Adakah hernia umbilikalis, umbilicus menonjol, atau smiling umbilicus
g. Nilai pergerakan abdomen selama bernafas
Apakah ekspresi pasien memperlihatkan rasa tidak nyaman atau kesakitan. Ini bisa
mengindikasikan adanya peritonitis.
2.6.2 Auskultasi Abdomen
Auskultasi dengan diafragma stetoskop merupakan langkah kedua pada pemeriksaan
abdomen. Perhatikan bahwa urutan pemeriksaan disini berbeda dengan bagian tubuh lain
dimana auskultasi mendahului palpasi. Diafragma diletakkan dengan kontak penuh pada kulit
abdomen. Bising pertama yang dinilai adalah gas dalam usus dan dapat dinilai pada setiap
kuadran. Tekan diafragma terhadap kulit dan dengar bunyi gemuruh intermitten pada aktivitas
usus normal.
Gambar Auskultasi
Abdomen
Auskultasi dapat menunjukkan bunyi ramai (rushing sound), bernada tinggi dari
obstruksi intestinal awal atau bunyi seperti terkocak (succussion sound) akibat peningkatan
cairan dan udara dalam viskus cekung yang berdilatasi. Auskultasi cermat diatas hepar yang
membesar kadang-kadang menunjukkan harsh bruit tumor vaskuler, terutama pada kasus
hepatoma, atau friction rub kasar dari nodul permukaan, venous hum pada umbilikus dapat
34
menandakan hipertensi portal dan peningkatan aliran darah kolateral di sekitar hepar.
Gelombang cairan dan pekak di bagian pinggul yang berpindah dengan perpindahan posisi
pasien (pekak beralih) merupakan tanda penting yang menunjukkan adanya cairan
peritoneum. Pada pasien obesitas, jumlah cairan yang sedikit sulit ditunjukkan, kadangkadang, cairan dapat dideteksi dengan perkusi abdomen dengan pasien merangkak
2.6.3 Perkusi Abdomen
Pemeriksaan perkusi abdomen dilakukan dengan cara tidak langsung, sama seperti
pada perkusi di rongga thorax tetapi dilakukan dengan penekanan yang lebih ringan dan
ketokan yang lebih perlahan.
Pemeriksaan perkusi digunakan untuk:
1. Mendeteksi kandung empedu atau vesika urinaria, dimana suaranya redup atau pekak.
2. Menentukan ukuran hati dan limpa secara kasar.
3. Menentukan penyebab distensi abdomen: penuh gas (timpani), masa tumor (redup-pekak)
dan ascites (pekak pada pinggir dan timpani pada bagian sentral).
35
Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen berisi
lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara perkusi abdomen yaitu timpani.
Daerah hati perkusinya adalah pekak. Hilangnya daerah pekak hati dan bertambahnya bunyi
timpani pada seluruh abdomen harus dipikirkan adanya kemungkinan udara bebas dalam
rongga perut, misalnya pada perforasi usus.
Dalam keadaan adanya cairan pada rongga abdomen, perkusi diatas dinding perut
mungkin timpani dan disampingnya pekak. Dengan memiringkan pasien ke satu sisi, suara
pekak ini akan berpindah (shifting dullness). Pemeriksaan shifting dullness sangat
patognomonis dan lebih dipercaya dari pemeriksaan adanya gelombang cairan. Beberapa
pemeriksaan ascites:
1. Pemeriksaan gelombang cairan
Cara ini dilakukan pada pasien dengan ascites yang cukup banyak dan perut yang agak
tegang. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang dan tangan pemeriksa diletakkan pada satu
sisi sedangkan tangan lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut pada sisi lainnya.Sementara itu
mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen itu sendiri, maka tangan
pemeriksa lainnya (atau tangan pasien sendiri) diletakkan ditengah-tengah perut dengan
sedikit tekanan.
2. Pemeriksaan menentukan adanya redup yang berpindah (shifting dullness)
Pasien dalam posisi telentang di perkusi dari garis tengah sedikit ke bawah umbilicus
kearah lateral kiri. Pada tempat mulainya terjadi perubahan bunyi dari timpani ke redup
(dullness) beri tanda. Kemudian pasien diminta berbaring pada sisi kanannya. Pada perkusi
yang dilakukan dalam posisi ini seperti tadi, tempat perubahan bunyi perkusi dari timpani ke
redup bergeser ke lebih lateral karena cairan yang tadinya berada disisi kiri abdomen pada
posisi berbaring miring pada posisi kanannya akan jatuh mengalir ke sisi kanan sebagai
tempat terbawah, hingga daerah yang pada posisi terlentang di perkusi terdengar redup
sekarang menjadi timpani. Hal tersebut dinamakan shifting dullness.
Untuk cairan yang lebih sedikit dan meragukan dapat dilakukan pemeriksaan dengan
posisi pasien tengkurap dan menungging (knee-chest position). Perkusi dilakukan dari lateral
ke medial (atas ke bawah). Setelah beberapa saat, pada perkusi daerah perut yang terendah
jika terdapat cairan akan didengar bunyi redup.
36
39
(SIAS) ke titik pertemuan antara linea midclavicularis kiri dengan arcus costae kiri.
Kemudian kedua titik tersebut dihubungkan melalui umbilikus, dan membagi daerah tersebut
dalam 8 titik yang sama besar (S1-S8). S1 terletak di titik pertemuan antara linea
midclavicularis kiri dengan arcus costae kiri, S4 di umbilikus, dengan S2 dan S3 terletak di
antaranya, kemudian S8 tepat di titik SIAS dan S5, S6 dan S7 diantaranya. Jika terdapat
pembesaran maka tentukan juga membesar di tegak lurus Tentukan ukuran pembesaran lien
dengan menentukan posisi lien pada titik Schuffner berapa, bagaimana konsistensi, tepi,
pemukaan dan nyeri tekan.
Selain itu, pemeriksa juga dapat menetukan ada tidaknya nyeri ketuk pada ginjal
dengaan meminta pasien miring ke salah 1 sisi kemudian dengan tangan di kepal, pukulkan
secara ringan di daerah pinggang. Nyeri ketuk positif jika terdapat nyeri waktu diketuk.
7. Melakukan pemeriksaan ascites dengan teknik undulasi
Metode pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat keadaan ascites
pada abdomen.Cara yang dilakukan adalah dengan meminta pasien berbaring telentang dan
meletakkan kedua tangan di atas perut sambilmenekan.Letakkan tangan pemeriksa di kedua
sisi perut pasien. Tangan kiri mendorong perut pasien dan tangan kanan mencoba merasakan
getarannya.
42
Colok dubur perlu hati-hati karena sifat anus yang sensitif, mudah kontraksi. Oleh
karena itu colok dubur dilakukan serileks mungkin menggunakan lubrikasi. Sebaiknya
penderita kencing terlebih dahulu.
Pada posisi lithotomi diagnosis letak kelainan menggunakan posisi jam yakni jam 3
sebelah kanan, jam 9 sebelah kiri, jam 6 ke arah sacrum dan jam 12 ke arah pubis.
Pemeriksaan anorektal menggunakan colok dubur atau anal toucher, guna memeriksa keadaan
kelenjar prostat apakah ada pembesaran. Colok dubur juga untuk memeriksa kemungkinan
adanya hemoroid. Otot lingkar dubur atau sphincter ani diperiksa bagaimana kekuatannya
atau tonusnya.
Inspeksi : Observasi daerah inguinal untuk memeriksa adakah tonjolan atau tonjolan
tidak simetris dari salah satu kantong skrotum atau yang lain. Batuk, tertawa, atau
Inspeksi : distribusi rambut pubis, retraksi labia mayora melihat klitoris apakah ada
lesi. Lebarkan labia minora untuk melihat orificium uretra apakah ada kemerahan,
sekret. Inspeksi orificium vagina apakah ada fluor albus lalu perineum dan lobang
anus
Palpasi : pemeriksaan kelenjar bartholini.
43
44
2.8.2 Palpasi
1. Obsevasi Suhu, dengan menggunakan punggung tangan untuk membandingkan satu
sisi dengan sisi lainnya.
2. Kelembaban kulit
3. Kelainan bentuk (deformitas)
45
4. Krepitasi,yaitu sensasi berderak yang teraba dan sering ditemukan pada tulang rawan
sendi yang menjadi kasar yang disebabkan oleh pergerakan fragmen tulang pada
fraktur.
5. Rasa tidak nyaman (nyeri tekan)
6. Oedema : tentukan pitting atau non-pitting oedema dengan cara menekan bagianbagian tertentu seperti pada pretibial atau dorsum pedis selama beberapa saat lalu
melihat apakah membekas atau tidak. Bila ada cekungan bekas tekanan maka disebut
pitting oedema, dan bila tidak membekas disebut non-pitting oedema
7. Pengukuran besar otot
8. Pergerakan Sendi (ROM)
a. ROM Aktif
-
Jika terdapat injury atau nyeri mulailah dari sisi yang normal terlebih
dahulu
b. ROM Pasif
Pemeriksa harus memegang dengan lembut tapi dengan kuat ekstremitas dan
persendian, pemeriksa yang menggerakan bagian tubuh pasien dengan satu tangan
pemeriksa memfiksasi bagian atas sendi yang akan digerakkan.
9.Uji Kekuatan Otot
Jika nyeri atau ada injury, mulailah pada sisi normal.Pemeriksaan kekuatan otot dapat
dilakukan dengan menggunakan pengujian otot secara manual atau Manual Muscle Testing
(MMT). Prosedur pelaksanaan MMT adalah sebagai berikut :
a.
d.
e.
f.
2.8.3
47
Gambar
Refleks Brachioradialis
2.Reflek Patologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Reflek Babinski
Refleks Chaddok
Reflek Schaeffer
Refleks Oppenheim
Refleks Gordon
Reflek Gonda
Reflek Hoffmann-tromner
48
Gambar
Refleks Gordon
49
50
BAB III
PENUTUP
Fisik diagnostik adalah ilmu untuk membuat diagnosis suatu penyakit melalui
pemeriksaan fisik. Fisik diagnostik merupakan pengetahuan & ketrampilan dasar untuk dokter
Fisik diagnostik penting untuk dipelajari sebagai metode pendekatan praktis kepada
pasien dengan penekanan kepada fisik pasien dan psikis pasien.Pendekatan dilakukan langkah
demi langkah dan seni pengambilan riwayat penyakit.Langkah ini memfokuskanproblem
penyakit pasien.Pemeriksaan fisik merupakan bagian dari proses membuat diagnosis yang
dilakukansetelahanamnesis.Ketrampilan
pemeriksaan
fisik
hanya
dapat
dipelajari
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
DAFTAR PUSTAKA
51
H.M.S. Markum. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Pusat Penerbitan
2009.
Swartz Mark. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.1995.
52