Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tugas dokter adalah mengobati pasien (orang sakit). Untuk itu dokter perlu terlebih
dahulu mengetahui apa penyakitnya. Mengenali dan menetapkan penyakit yang menyebabkan
timbulnya keluhan, dan atau tanda-tanda dalam diri pasien, disebut menegakkan diagnosis.
Diagnosis penyakit ditegakkan melalui upaya-upaya :
1.
2.
3.
4.

Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan fisik ialah upaya yang dilakukan dokter untuk menemukan tanda-tanda
(sign) yaitu kelainan-kelainan atau perubahan-perubahan pada tubuh pasien yang diakibatkan
oleh penyakit. Kadang-kadang diagnosis telah dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis saja,
atau cukup hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan jasmani. Fisik diagnostik penting untuk
dipelajari sebagai metode pendekatan praktis kepada pasien dengan penekanan kepada fisik
pasien dan psikis pasien.
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas dalam menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior pada bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Aceh Tamiang .
Makalah ini diawali dengan pembahasan tentang anamnesa yang mengarahkan pada
pemeriksaan fisik yang akan dilakukan. Pembahasan tentang fisik diagnostik mencakup dasar
dasar dalam pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda vital, dan pemeriksaan tiap organ atau
regio seperti kepala, leher, dada, perut, alat kelamin, anggota gerak dan pemeriksaan
rangsangan meningeal. Semoga dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan dokter
muda khususnya penulis tentang pemeriksaan fisik diagnostik.

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anamnesa
Anamnesis berguna untuk memperoleh informasi penting dari pasien perihal
penyakitnya sehingga dokter dapat merencanakan pemeriksaan dan tindakan selanjutnya,
selain itu anamnesa dapat membina hubungan baik pasien dokter. Adapun data yang perlu
diperoleh dalam melakukan anamnesa antara lain:
1. Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dituliskan adalah keluhan yang membuat pasien memeriksakan
dirinya ke dokter. Penulisan keluhan utama menggunakan bahasa pasien bukan bahasa
medik.
3. Riwayat penyakit sekarang :
a. Lokasi yang menimbulkan keluhan pasien
b. Kualitas dari keluhan yang dirasakan pasien
c. Kuantitas dari keluhan yang dirasakan pasien ( frekuensi, volume, jumlah)
d. Kronologi keluhan yang dirasakan pasien (kapan timbulnya dan perkembangan
penyakitnya)
e. Onset keluhan yang dirasakan pasien ( permulaan timbulnya keluhan)
f. Faktor pemberat dan peringan keluhan pasien
g. Gejala lain yg menyertai keluhan utama
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Ada hubungan antara penyakit dahulu dan sekarang
b. Tidak ada hubungan dengan penyakit sekarang
c. Tidak ada hubungan dengan penyakit sekarang tetapi saling memberatkan (faktor
resiko)
5. Riwayat medik sebelumnya
a. Penyakit - penyakit yang diderita sebelumnya (pada masa kanak-kanak)
b. Operasi, cedera, kecelakaan dan masuk rumah sakit
c. Pengobatan sebelumnya , Misalnya reaksi alergi terhadap beberapa macam obat
6. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga meliputi penyakit yang dapat diturunkan maupun penyakit
infeksi menular yang ditularkan oleh keluarga pasien
7. Riwayat kebiasaan
Untuk mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit yang sedang
dideritanya. Misalnya merokok, minum-minuman beralkohol, pemakaian obat-obatan
narkoba
8. Riwayat gizi
2

Riwayat makan pasien yang mungkin dapat menjurus kepada diagnosis pasien
(riwayat makan makanan manis pada pasien diabetes mellitus)
9. Riwayat sosial ekonomi
Berhubungan dengan kondisi lingkungan (higienitas), kemakmuran, tekanan ekonomi
dan sosial yang dapat memacu kecemasan dan menimbulkan psikosomatis.
10. Anamnesis sistem
Keadaan badan secara keseluruhan dari ujung rambut sampai ujung kaki:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Keadaan umum : sakit ringan, sedang satu berat, berat badan, tinggi badan.
Kulit : warna kulit, gatal-gatal, luka, petekie, rambut rontok.
Kepala : sefalgia, vertigo, nyeri sinus, trauma kepala.
Mata : visus, infeksi, diplopia, fotofobia, lakrimasi, nyeri pada mata.
Telinga : pendengaran, tinitus, nyeri, nanah, infeksi
Hidung : bersin, epistaksis, sering pilek, obstruksi.
Mulut : gusi berdarah, gigi geligi, sakit kerongkongan, nyeri menelan, suara serak,

ulkus.
h. Payudara : nyeri, bernanah atau keluar cairan, benjolan, infeksi.
i. Sistem pernafasan : batuk, dahak, nyeri bernafas, sesak nafas, hemoptisis.
j. Sistem kardiovaskuler :sakit dada, dispnoe deffort, ortopnoe, paroxismal nocturnal
dispnoe, edema, palpitasi, bising.
k. Sistem pencernaan : nafsu makan, mual, muntah, sendawan, sakit didaerah ulu hati,
nyeri perut, diare, konstipasi, perubahan pola buang air besar.
l. Sistem saluran kemih : warna kencing, disuria, poliuria, nokturia, polakisuria, batu,
nanah, infeksi.
m. Sistem genital : haid, menopause, metrorragia, menoragia,pembengkakan, nyeri,
tumor, ulkus, infeksi,penggunaan kontrasepsi, kemampuan seksual.
n. Sistem skelet : sakit tulang, sakit pinggang, nyeri pada sendi sendi kaku/bengkak,
trauma, patah tulang.
o. Sistem hematopoeitik : anemia, transfusi darah, lebam, tumor.
p. Sistem endokrin : diabetes, tremor, struma, akromegali.
q. Sistem saraf : sinkop, kejang, pusing, gangguan sensoris, gangguan motorik,
gangguan daya ingat, paralisis, parestesia.
r. Sistem mental : nervous, cepat marah, cepat lupa, insomnia, kompulsif, keinginan
bunuh diri.
2.2 Definisi dan Dasar Pemeriksaan Fisik
Fisik diagnostik adalah ilmu untuk membuat diagnosis suatu penyakit melalui
pemeriksaan fisik. Fisik diagnostik merupakan pengetahuan & ketrampilan dasar untuk
dokter. Fisik diagnostik penting untuk dipelajari sebagai metode pendekatan praktis kepada
pasien dengan penekanan kepada fisik pasien dan psikis pasien. Pendekatan dilakukan

langkah demi langkah dan seni pengambilan riwayat penyakit. Langkah ini memfokuskan
problem penyakit pasien.
Pemeriksaan fisik merupakan bagian dari proses membuat diagnosis yang dilakukan
setelah anamnesis. Keterampilan pemeriksaan fisik hanya dapat dipelajari dengan
penangulangan, melakukan berkali-kali, dan latihan.
Pemeriksaan fisik yang akan dilakukan berdasar atas pertimbangan dari:
1. Gejala klinis (symptoms): Manifestasi subyektif dari penderita yang didapat melalui
anamnesis.
2. Tanda Klinis (sign): kelainan penderita yg diperoleh secara obyektif yang didapat
melalui pemeriksaan fisik.
Adapun dasar pada pemeriksaan fisik ada empat yaitu:
1. Inspeksi
Yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual.
2. Palpasi
Palpasi yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua
pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh
melalui inspeksi sebelumnya.

Gambar. Area tangan yang digunakan untuk palpasi.


3. Perkusi
Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan tubuh
secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau
cairan atau udara di bawahnya.
4. Auskultasi
Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru,
jantung, pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Umumnya, auskultasi
adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting
yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk

oleh thorax dan visceraabdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem
kardiovaskular

Stetoskop

untuk

pemeriksaan

auskultasi

2.3 Pemeriksaan Tanda Vital


2.3.1 Tekanan Darah
Prinsip pada pengukuran tekanan darah adalah:
- Diukur pada lengan kanan (arteri Brachialis).
- Pada posisi berbaring atau duduk tenang.
- Letak manset setinggi jantung.
Lebih dulu diukur dengan metode palpasi lalu kemudian diukur dengan metode
auskultasi agar diketahui tekanan sistolik dan tekanan diastoliknya. Hal ini untuk mencegah
kesalahan pengukuran tekanan sistolik dengan metode auskultasi, karena adanya silent
(auscultatory) gap. Dengan metode palpasi pengukuran tekanan sistolik lebih dapat
dipercaya.

Gambar Pengukuran

Tekanan Darah

Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII


Selain diukur pada lengan (Arteri. Brachialis) juga kadang-kadang diukur pada
paha (Arteri.Femoralis) yang normalnya 20-30 mmHg lebih tinggi.
2.3.2

Nadi
Dilakukan dengan palpasi pada A. radialis, A. brakialis, A. femoralis, A. poplitea dan

A. dorsalis pedis, namun yang dicatat sebagai tanda vital ialah denyut nadi radialis. Dengan
tiga jari denyut nadi radialis dicatat:
1)
2)
3)
4)

Frekuensi nadi (Normal: 60 100 kali per-menit)


Irama nadi (reguler atau irreguler)
Pengisian nadi (equal atau unequal)
Kualitas nadi (lemah atau kuat)

Gambar Pemeriksaan Nadi


2.3.3. Suhu
Diukur dengan termometer yang diletakan pada ketiak, bawah lidah, rektum, kadangkadang vagina, sedikitnya selama 5 menit. Biasanya pada ketiak. Suhu ketiak 0,2C lebih
rendah dari suhu bawah lidah dan 0,5C lebih rendah dari suhu rektum.

Suhu tubuh berfluktuasi secara fisiologis sepanjang hari, terendah pada pagi hari
waktu bangun tidur, tertinggi pada kira-kira pukul 15.00-17.00. Suhu tubuh dipengaruhi oleh
aktivitas, makan, dan ovulasi pada wanita.

Suhu normal: 36,5-37,2C


Subnormal: 35-36,5C
Subfebris: 37-38C
Febris: >38C
Hiperpirexia: >40C untuk waktu yang lama
Hipotermia: <35C

2.3.4 Pernafasan
Frekuensi pernapasan dipengaruhi aktifitas fisik, emosi, umur, obat-obatan. Normal
pada pria 14-18x/menit, dan pada wanita 16-20x/menit. Bila lebih dari 20x/menit disebut
takipnoe bila kurang dari 14x/menit disebut bradipnoe. Irama pernapasan normal teratur
(reguler). Ampliudo dan Interval inspirasi dan ekspirasi selalu sama.
Jenis-jenis pernapasan:

Pernapasan Biot: pernapasan dengan irama tidak teratur sama sekali misalnya pada

kerusakan otak.
Pernapasan Cheyne-Stokes: amplitudo pernapasan mulai dari kecil makin lama makin
besar sampai mencapai yang tertinggi, kemudian makin mengecil hingga apnoe
beberapa saat lalu mulai bernapas lagi dengan amplitudo yang kecil makin lama makin

besar dan kembali lagi seperti diatas dan seterusnya.


Pernapasan Kussmaul: pernapasan cepat dan dalam.

2.4 Pemeriksaan Fisik Kepala dan Leher


2.4.1 Pemeriksaan Fisik Kepala
a. Periksa : kontur, ukuran dan bentuk secara umum. Kepala normal mempunyai ukuran
rata-rata dan bentuknya bulat.
b. Teknik :
Inspeksi: Kepala diinspeksi menurut kontur, ukuran dan bentuk secara umum.
Palpasi: Palpasi bentuk tulang tengkorak untuk mencari adanya penonjolan
(protrusi) atau penekanan (depresi). Bentuk tulang tengkorak harus simetris dan
secara umum rata, kecuali untuk tonjolan tulang mastoid normal di belakang dan
inferior dari tiap telinga.

Hasil
Kepala yang besar abnormal (makrosefali)

Interpretasi
1. Hydrocephalus (dengan sutura lebar,
orbita seolah tenggelam dan tampak
matanya menunjukkan the setting sun
sign)
2. Penyakit Paget (disertai pembesaran
pembuluh darah dan deformitas.)
3. Sifilis kongenital (benjolan simetris

Kepala yang kecil (mirosefali)

Nyeri ketuk pada daerah mastoid

4.
1.
2.
3.
4.
1.
2.

pada dahi yang disebut Parrots node)


Rickets (berbentuk kotak)
Penyakit Paget
Tumor
Trauma
Bayi tidur hanya pada satu sisi
Sinusitis
Mastoiditis

2.4.2. Rambut
a. Periksa : warna, kekeringan, kerontokan, alopesia (kebotakan), kelebatan dan
distribusi.
b. Teknik :
Inspeksi : Rambut diinspeksi menurut warna, kelebatan dan distribusi secara

normal.
Palpasi : Mengangkat untaian rambut untuk memeriksa tekstur dari rambut
(kekeringan), dan kerontokan ketika ditarik.

Hasil
Perubahan warna rambut

Interpretasi
Malnutrisi/kwashiorkor
rambut

jagung,

(pirang

seperti

belang-belang

seperti

bendera flag sign- kering, mudah


rontok hingga menjadi tipis, tidak berkilat,
Uban

Rontok

bila tadinya keriting menjadi lurus)


1. Keturunan
2. Anemia pernisiosa
3. Penyakit Simmond
4. Trauma emosionil hebat
1. DM
2. Hyperthyroidisme
3. Sifilis (moth eaten appearance)
4. Demam tifoid
5. Myxedema
6. Infeksi jamur

2.4.3 Pemeriksaan Fisik Wajah


a. Periksa : ekspresi, warna dan bentuk.
b. Teknik :
Inspeksi : perhatikan ekspresi wajah. Ekspresi wajah dapat menunjukkan watak
dan emosi atau keadaan sakit. Setelah itu perhatikan apakah wajah simetris atau
tidak
Hasil
Fasies Hippocrates
Fasies Ikonina (seperti seekor singa)

Interpretasi
Dehidrasi
Lepra

Fasies adenoid (tampak seperti bodoh, Hipertrofi tonsil dan adenoid


lubang hidung besar dan mulut selalu

terbuka)
Wajah seperti waspada berlebihan
Muka bulat Moon face

Hyperthroidisme
Sindrom Cushing

Asimetri

Paresis/paralisis N. VII satu sisi (Bells

Wajah toksik

Palsy)
Demam tifoid berat

Palpasi : Untuk melakukan pemeriksaan terhadap Sinus Paranasal. Dapat


dilakukan pemeriksaan dengan melakukan pemekanan pada sinus paranasal yang
terdapat di daerah wajah, antara lain pemeriksaan sinus frontalis, maxillaris,
sphenoidalis dan etmoidalis.

Gambar Sinus Paranasalis


2.4.4. Pemeriksaan Fisik Mata dan Struktur Periorbita
a. Periksa : alis mata, kelopak mata, bola mata, conjungtiva, sklera, kornea, iris, pupil,
lensa
b. Tehnik
- Inspeksi : Struktur mata yang harus diinspeksi meliputi : alis mata, bulu mata,
tulang orbita, kelopak mata, konjungtiva, kornea, sklera, iris, dan pupil. Adapun
hasil yang dapat dijumpai:
Ukuran bola mata abnormal 12 21 mm.
Eksoftalmus, yaitu bola mata menonjol keluar seperti pada hipertiroid
Enoftalmus,yaitu bola mata tertarik kedalam seperti pada sindrom Horner dan

dehidrasi.
Palpebra oedem terdapat pada gangguan fungsi ginjal, ptosis terdapat pada

miastenia gravis
Konjungtiva pucat menunjukkan Hb kurang dari normal, konjungtiva

hiperemis seperti pada konjungtivitis.


Sklera putih mutiara terdapat pada ankilostomiasis, kuning/ikterik seperti pada

penyakit hati, sklera biru ditemukan pada kelainan osteogenesis imperfekta.


Pupil normal 1 3 mmIsokor kanan dan kiri, anisokor ditemukan pada stroke,

tumor.
Palpasi: Palpasi dilakukan untuk menilai orbita mata yaitu kesimetrisan tulang dan
kelembutannya. Minta pasien untuk menutup matanya dan melirik ke bawah, lalu
palpasi dengan menggunakan dua jari pada kelopak mata pasien. Jika ditemukan
nyeri tekan atau nodularitas pada struktur periorbita, perhatikan lokasinya,
karakteristik warna dan konsistensi, dan ada atau tidak nyeri tekan pada
manipulasi. Tekanan tinggi (terasa keras) pada bola mata terdapat pada keadaan
10

glaukoma dan hipoglikemia, sedangkan tekanan rendah pada bola mata terdapat
pada hiperglikemia.
2.4.5. Pemeriksaan Fisik Telinga
a. Periksa : bentuk, ukuran, pembengkakan, kemerahan retakan, eritema, ekskoriasi,
nyeri tekan dan nodul.
b. Teknik :
- Inspeksi : Kedua telinga harus simetris dalam hal kesejajarannya pada kepala dan
ukuran serta bentuknya. Perhatikan telinga sebagai satu pasangan dan kemudian
periksa setiap telinga secara tersendiri. Telinga luar sebagian besar tersusun dari
tulang rawan yang tertutup dengan kulit dan merupakan struktur yang setengah
kaku. Lobus telinga bebas dari jaringan penyambung lunak dan kulit. Amati
adanya pembengkakan, kemerahan atau lesi kulit. Lihat dengan cermat di belakang
-

tiap aurikula adanya retakan, eritema atau ekskoriasi.


Palpasi : palpasi tiap telinga luar untuk mengetahui adanya nyeri tekan, nodul atau
perasaan tidak enak pada manipulasi. Rasakan daerah di belakang dan bawah

aurikula untuk nodul subkutaneus, kesan akan adanya pembesaran limfonodus


Pemeriksaan Otoskopik
1. Pasangkan spekulum yang bersih pada otoskop.
2. Dengan kepala pasien dicondongkan menjauh dari pemeriksa, pegang heliks
(daun telinga) dan tarik ke arah posterosuperior.
3. Masukkan spekulum ke dalam saluran telinga pasien untuk dilihat secara
langsung. Saat melewati kanalis, lakukan observasi jaringan parut, eritema,
titik perdarahan atau discharge.
4. Lanjutkan pemasukan spekulum dengan visualisasi langsung sampai membran
timpani terlihat semua.
5. Inspeksi membran mengenai warna, translusensi, refleks cahaya, ruptur,
eritema dan penonjolan.

Penyakit
Tophi Gout pada pinnae telinga
Otitis eksterna

Deskripsi
Benjolan.
Nyeri pada penarikan, eritema dengan atau

Otitis eksterna ganas

tanpa eksudat.
Ulkus kanal yang dalam, kartilago terpajan

Otitis media

dan adanya pengelupasan.


1. Refleks cahaya dan permukaan
yang berkilat hilang.
2. Membran eritema, vaskularisasi
yang menonjol pada tepi.
3. Membran dapat perforasi

dan

11

Otitis media serosa

adanya nanah.
Cairan kuning dan encer terlihat melalui

Miringitis bulosa

membran yang tidak meradang.


Bula pada permukaan membran timpani
dan saluran berdekatannya.

2.4.6. Pemeriksaan Fisik Hidung


a. Periksa :
- Mukosa : warna, sekret, perdarahan.
- Septum : sentralitas atau deviasi dan karakteristik mukosa.
- Dinding lateral : konka dan meatus.
b. Teknik :
- Inspeksi : perhatikan sentralitas hidung, konfigurasi umum dan permukaan
kulitnya. Perhatikan septum nasi dan hubungannya dengan jalan udara bebas pada
kedua sisi. Dengan menekan masing-masing lubang hidung secara berganti-ganti
dan meminta pasien untuk menghirup udara dengan lubang hidup disebelahnya
yang terbuka dibuat perkiraan kepatenan hidung. Lubang hidung diperhatikan akan
adanya sekret atau lesi kulit. Inspeksi jalan napas dipermudah dengan meminta
pasien untuk menengadahkan kepalanya ke belakang selagi pemeriksa dengan
lembut menekan ujung hidungnya ke atas. Cahaya yang disorotkan ke dalam
lubang hidung akan menampakkan warna dan konsistensi mukosa hidung, deviasi
septum mayor dan sekret mukosa. Inspeksi lanjut rongga hidung dapat dilanjutkan
dengan spekulum hidung.
Penyakit
Rhinitis alergi

Deskripsi
Mukosa hidung pucat, edem dan sering

Rhinitis vasomotorik

berwarna kebiru-biruan.
Mukosa hidung berwarna ungu muda,

Influenza

bengkak, sekret bening.


Mukosa hidung eritem, mukus berwarna

Sinusitis akut

kuning-hijau yang encer maupun kental.


Sekret purulen.

2.4.7. Pemeriksaan Fisik Mulut


Pemeriksaan rongga mulut dilakukan secara inspeksi dan palpasi. Dalam dilakukannya
pemeriksaan dibutuhkan beberapa hal, antara lain :
a.
b.
c.
d.

Sumber cahaya yang terang, juga lampu senter yang dapat dipegang atau lampu lantai
Spatel lidah untuk retraksi jaringan lunak
Kasa segi empat untuk membantu inspeksi lidah
Sarung tangan untuk membantu palpasi struktur mulut
12

Pasien duduk setinggi mata pemeriksa, dan sumber cahaya yang terang harus
dipersiapkan. Persiapan harus siap terletak dalam jangkauan.
Langkah-langkah inspeksi sebagai berikut:
1. Mulut pasien sedikit terbuka, bibirnya diinspeksi warnanya, lesi dan perdarahan.
Perhatikan sudut mulut akan integritas hubungan mukosa.
Herpes, vesikel sebesar jarum pentul, yang kering dalam beberapa jam dan meninggalkan
krusta. Kheilosis angularis, pecah-pecah pada sudut bibir disebabkan maloklusi gigi,
maserasi dari kelembaban persisten, defisiensi riboflavin, infeksi kandida.
2. Mulut pasien terbuka lebar, rongga mulutnya dinilai dengan menggunakan sinar yang
diarahkan kebelakang menuju tenggorokan. Perhjatikan permukaan dorsal lidah, palatum
durum dan palatum mole, serta permukaan gingival.
Glositis atrofi dengan permukaan merah mengkilat pada defisiensi nutrisi terutama B1
dan B12.
3. Gunakan spatel lidah, periksa tiap kuadran mukosa bukal dan gingiva. Perhatikan juga
keadaan umum gigi. Apakah ada karies? Apakah ada mukosa yang pecah? Adakah
eksudat?
4. Dengan cahaya yang disorot ke pusat, minta pasien untuk mengangkat lidahnya menuju
atap mulut. Perhatikan warna dan vaskularisasi permukaan bawah mulut. Amati adanya
ulkus atau lapisan yang mengalami perubahan warna pada daerah ini dan pada dasar
mulut yang terpajan.
5. Dengan cahaya yang disorotkan ke posterior, pasien diminta untuk bernapas pendek atau
mengatakan

haat,

dengan

maksud

untuk

mengangkat

palatum

mole

dan

mengontraksikan otot orofaring. Lalu perhatikan elevasi palatum dan penjuluran lidah.
Palatoskisis, celah pada garis tengah akibat kegagalan proses palatum untuk saling
bersatu, karenanya terdapat hubungan yang abnormal antara hidung dan rongga mulut.
Torus palatinus, benjolan pada garis tengah kadang-kadang bisa membesar seperti tumor.
6. Kenakan sarung tangan. Dengan tangan yang tidak dominan, pegang lidah dengan kassa
segi empat dan gerakkan lidah ke lateral untuk mengamati permukaan lateralnya.
Langkah-langkah palpasi adalah sebagai berikut:
a. Dengan jari pemeriksa yang bersarung tangan, lidah dipalpasi untuk mengetahui
adanya pembengkakan, ketidakteraturan, atau nyeri tekan
b. Pasien diminta untuk mengangkat lidahnya menutup atap mulut, dan dasar mulut
secara sistematik dipalpasi untuk mengetahui adanya massa atau nyeri tekan
c. Jari telunjuk menyusuri sepanjang gingiva dan tepi palatum, mencari adanya
massa atau nyeri tekan yang sebelumnya tidak terdeteksi
2.4.8.Pemeriksaan Fisik Orofaring
Orofaring orang dewasa biasanya tanpa jaringan tonsil atau adenoid yang bermakna.
Arkus tonsilaris anterior memberi batas terpenting rongga mulut dimana tonsil terletak.
13

Biasanya, ada sedikit jaringan glandular atau tidak sama sekali pada penekanan dimana pada
satu waktu menjadi tempat tonsil. Faring posterior biasanya halus, berkilau dan berwarna
merah muda. Elevasi subepitel yang ada pada dinding faring posterior biasanya menunjukkan
hiperplasi limfoid sekunder akibat infeksi virus lokal yang baru.
Ukuran tonsil:
-

T0: fosa tonsil kosong


T1: tonsil ukuran normal
T2: ukuran tonsil > fosa tonsil
T3: tonsil mencapai uvula
T4: tonsil menutupi rongga mulut

2.4.9.Pemeriksaan Fisik Leher


Pemeriksaan leher terdiri atas :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Bentuk
Gerak dan reflex
Kelenjar getah bening
Kelenjat thyroid
A. Carotis
V. Jugularis eksterna
Trakea

2.4.9.1 Bentuk Leher


Leher relatif pendek pada bayi dan anak kecil, myxedema, sindroma Cushing, cretin.
Benjolan/pembesaran dileher dapat disebabkan oleh pembesaran kelenjar getah bening,
kelenjar thyroid, aneurysma A. Carotis, kista (bronkio genik, higroma, kista dermoid dan
sebagainya).
2.4.9.2. Gerak dan Refleks
Keterbatasan gerak leher dapat disebabkan kelainan vertebrae, servikalis, otot-otot
leher, tetanus atau menderita retropharyngeal abses. Posisi kepala abnormal akibat kekakuan
atau pendeknya otot leher ( m.sternocleidomastoideus ) unilateral disebut tortikolis. Pada
adanya rangsang meningeal seperti pada meningitis misalnya, terdapat kaku kuduk dan
refleks Brudzinsky I positif.
2.4.9.3. Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening
1. Kelenjar getah bening di daerah kepala : Preaurikularis, Aurikularis posterior,
oksipitalis, submentalis.
2. Kelenjar getah bening di daerah leher: anterior, media, dan posterior Superior,
inferior.
14

Pada keadaan sehat, kecuali kelenjar Getah bening inguinal, biasanya kelenjar Getah
bening tidak teraba. Bila teraba kelenjar Getah bening yang normal konsistensinya lunak,
mudah digerakkan dari kulit diatas maupun didasarnya, suhu normal, permukaannya licin dan
tidak nyeri tekan. Jadi bila teraba, deskripsikan ukuran, konsistensi, permukaan, keadaan kulit
diatasnya (melekat erat atau tidak), dasarnya (tempat perlekatannya, apakah mudah
digerakkan atau tidak), suhu, dan nyeri tekan.
Pembesaran kelenjar Getah bening abnormal dapat terjadi sebagai akibat penjalaran
dari infeksi regional (konsistensi kelenjar Getah bening yang terkena kenyal atau lunak,
ukuran tidak terlalu besar, nyeri) atau metastasis dari neoplasma ganas yang mengakibatkan
kelenjar Getah bening tersebut konsistensinya keras seperti batu tetapi tidak nyeri.

Gambar Kelenjar Getah Bening Daerah Kepala dan Leher


2.4.9.4. Pemeriksaan Fisik Kelenjar Tiroid
Pemeriksaan kelenjar thyroid dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan auskultasi. Pada
inspeksi dilihat apakah ada pembesaran, jejas, sikatrik. Pada palpasi posisi pemeriksa
dibelakang pasien. Pasien disuruh menelan ludahnya sendiri untuk memastikan kelenjar
thyroid atau bukan, kelenjar thyroid bergerak naik bila pasien melakukan gerak menelan.
Tentukan besar, konsistensi, permukaan, kulit diatasnya, nyeri tekan atau tidak, dan suhu.
Pada auskultasi mencari ada tidaknya bruit. Pembesaran kelenjar thyroid disebut struma
(goiter) yang mungkin bersifat toksik (hipertiroidisme) atau non toksik (eutiroid atau
hipotiroidisme).
2.4.9.5. Pemeriksaan Arteri Carotis

15

Pada keadaan normal, A. Carotis tidak tampak berdenyut, tapi denyutnya dapat diraba.
Bila tampak berdenyut kemungkinan menderita insufiensi katup aorta (AI), hipertensi,
hyperthyroidisme, anemia berat, coaretatio aorta, pada orang yang melakukan aktifitas fisik
berat atau karena emosi. Pada AI denyut dapat hebat sekali hingga leher pasien itu seolah
turut bergoyang sinkron dengan denyut jantung. Pada stenosis katup aorta (AS), A. Carotis
tampak bergetar setiap kali sistole jantung dan disebut carotid shudder. Bila A. Carotis tidak
teraba, mungkin disebabkan adanya tumor yang menekan arteri itu karena ada
thrombus/emboli.
2.4.9.6. Pemeriksaan Vena Jugularis
Vena jugularis diperiksa untuk menentukan tingginya tekanan di atrium kanan yang
dapat ditetapkan dengan melihat tingginya kolom pengisian darah di vena jugularis atau
dengan cara pasien diminta berbaring tinggikan posisi kepala dengan sudut 30-45 dengan
kepala menengok ke samping kiri atau kanan, lalu bendunglah vena daerah proksimal
(disebelah atas klavicula) sampai vena tampak jelas kemudian tandai. Hitunglah jarak antara
titik yang ditandai tadi ke garis/bidang horizontal yang melalui angulus sternalis ludovici. Jika
berada di atas garis horizontalis diberi tanda (+) bila dibawanya diberi tanda minus (-),
sedangkan garis horizontal yang melalui angulus sternalis ludovici diberi nilai 5 cm H 2O. JVP
normal adalah hingga 3 cm diatas bidang horizontal atau ditulis sebagai 5+3 cm H2O. Jika
JVP lebih tinggi dari normal dianggap meningkat dan ditemukan pada dekompensatio kordis
kanan, perikarditis konstriktiva, insufisiensi vena cava superior (sindrom vena cava superior).
Makin tinggi JVP, makin berat keadaan sakitnya.

Pengukuran Tekanan Vena Jugularis


2.4.9.7. Pemeriksaan Fisik Trakhea
Letak trakhea diraba dan pada keadaan normal berada ditengah leher/incisura jugular
sterni. Bila letaknya tidak ditengah kemungkinan terdorong atau tertarik oleh suatu proses di
16

mediastinum atau paru seperti efusi pleura (mendorong ke sisi yang sehat), fibrosis paru
(menarik ke sisi yang sakit), atelektasis paru (menarik ke sisi sakit). Pada aneurysma aorta
mungkin teraba tracheal tug yaitu denyutan yang agak mendorong ke atas, sinkron dengan
sistole jantung (pasien diperiksa dalam posisi duduk atau tegak dan wajah agak menengadah)
2.5.Pemeriksaan Fisik Thoraks
Pemeriksaan thorax dilakukan terutama untuk mencari adanya kelainan pada sistem
respirasi dan kardiovaskular tubuh pasien. Pemeriksaan fisik paru yang terdiri dari inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi.
2.5.1.Inspeksi Thoraks
Inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelainan bentuk
dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernapasan.
a. Kelainan dinding dada. Kelainan-kelainan yang bisa didapatkan pada dinding dada
yaitu parut bekas operasi, pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena, spider
nevi, ginekomastia, luka operasi, retraksi otot-otot intercostal.
b. Kelainan bentuk dada. Dada yang normal mempunyai diameter antero-lateral yang
lebih besar dari diameter antero-posterior. Kelainan bentuk dada yang bisa didapatkan
yaitu:
- Barrel chest : dada mengembang, diameter anteroposterior lebih besar dari diameter
latero-lateral, tulang punggung melengkung, angulus costae > 90 derajat. Biasa
-

ditemukan pada pasien emfisema, bronchitis kronis, PPOK.


Pectus excavatum : dada dengan tulang sternum yang mencekung ke dalam
Pectus carinatum/pigeons chest : dada dengan tulang sternum menonjol ke depan
Rachitic chest : pembengkakan pada costochondral junction (Rachitic rosary)
Kelainan tulang belakang : kifosis, scoliosis, lordosis
Penonjolan atau retraksi unilateral

Gambar

Kelainan
Bentuk Thoraks

17

c. Frekuensi Pernapasan. Frekuensi pernapasan normal 14-20 kali per menit. Jika kurang
dari jumlah normal disebut bradipnoe, dan jika lebih dari jumlah normal disebut takipnoe.
d. Pola dan gerak dinding dada saat pernapasan. Gerak dinding dada normal saat bernafas
adalah simetris, amplitudo gerak napas belahan thorax kanan dan kiri sama, irama teratur.
Asimetri dinding dada dapat disebabkan oleh efusi, fibrosis atau kolaps paru. Untuk pola
pernapasan normal ditandai dengan adanya fase inspirasi dan ekspirasi yang silih berganti.
- Pernapasan dangkal ditemukan pada emfisema, pleuritis dan efusi pleura
- Pernapasan dangkal dan cepat pada decompensatio cordis
- Pernapasan Kussmaul : pernapasan cepat dan dalam, ditemukan pada penderita
-

asidosis.
Pernapasan Cheyne Stokes (periode apnoe, kemudian disusul hiperpnoe dan terjadi
berulang-ulang) didapatkan pada pasien decompensatio cordis kiri, keracunan opium,

barbiturat, atau uremia.


Pernapasan Biot, yakni pernapasan yang sama sekali tidak teratur dalam frekuensi

dan amplitudonya, dapat ditemui pada kerusakan otak.


e. Jenis Pernapasan. Ada beberapa jenis pernapasan yang bisa ditemui pada pasien.
1. Torakal : pada pasien tumor abdomen, peritonitis umum
2. Abdominal : pasien PPOK lanjut
3. Kombinasi : adalah jenis pernapasan yang terbanyak. Pada perempuan sehat
umumnya pernapasan torakal lebih dominan, dan disebut torako-abdominal.
Sedangkan pada laki-laki sehat, pernapasan abdominal lebih dominan dan disebut
abdomino-torakal.
f. Pulsasi pada Dinding Thorax. Iktus kordis normal tampak pada sela iga V, 1-2 cm
sebelah medial garis midclavicularis kiri, diameternya kira-kira 2 cm. Letaknya akan
bergeser sedikit ke bawah saat inspirasi dalam. Dapat pula bergeser ke kiri/kanan pada
waktu berbaring pada sisi kiri/kanan, atau akibat adanya efusi pleura, pneumothorax,
fibrosis paru, atelektasis, tumor mediastinum, atau pada scoliosis abnormal.
2.5.2. Palpasi Thoraks
Pada thoraks, palpasi dilakukan baik untuk memeriksa paru-paru maupun jantung.
Ketika melakukan palpasi paru, perhatikan nyeri tekan dan abnormalitas pada kulit yang
berada di atasnya, ekspansi respiratorius, dan fremitus. Sedangkan pada palpasi jantung,
rasakan pulsasi pada apex (iktus cordis) atau pulsasi lain yang teraba dan merasakan adanya
thrill atau tidak.

18

Gambar Posisi Tangan Pada Palpasi Thoraks


Pemeriksaan palpasi thoraks pada pasien dapat dilakukan pada posisi duduk untuk
memeriksa thoraks bagian posterior, dan pada posisi terlentang untuk memeriksa thoraks
bagian anterior. Pada pasien wanita, tutupi sisi dada lainnya ketika memeriksa salah satu dada
anteriornya. Tutupi bagian anterior dada pasien pada saat memeriksa bagian punggung
pemeriksaan dapat dilakukan pada pasien dengan posisi duduk terlebih dahulu, kemudian
setelah selesai melakukan semuanya, lakukan hal yang sama pada saat pasien terlentang.
Sementara pemeriksa memeriksa dari sisi sebelah kanan pasien.
Pertama lakukan palpasi dengan hati-hati pada setiap daerah tempat terasanya nyeri
yang dikeluhkan atau tempat terlihatnya lesi atau memar. Nyeri tekan interkostal terdapat
pada daerah pleura yang mengalami inflamasi. Luka memar biasanya ditemukan di daerah
fraktur tulang iga.
2.5.2.1 Tes ekspansi dada.
Hal ini dilakukan dengan cara meletakkan kedua ibu jari di sekitar ketinggian iga ke10 dengan jari-jari tangan lainnya memegang secara longgar dinding dada sebelah lateral dan
sejajar dinding tersebut. Kedua ibu jari sedapat mungkin dietakkan di garis tengah tapi jangan
sampai bertemu (linea sternalis ataupun linea vertebralis) ataupun terlalu menekan dada agar
mudah bergerak saat pasien inspirasi. Kemudian minta pasien untuk menarik nafas yang
dalam. Lalu lihat jarak antara kedua ibu jari tangan ketika keduanya bergerak saling menjauhi
saat inspirasi, perhatikan juga kesimetrisannya dan apakah ada bagian dada yang tertinggal.
Normalnya pada saat insiprasi kedua dada mengembang secara simetris dengan
melebarnya jarak diantara kedua ibu jari (kurang lebih berjarak 5cm) dan tidak ada gerakan
yang tertinggal. Penyebab berkurangnya atau tertinggal ekspansi dada unilateral dapat berupa
penyakit fibrotik kronik pada paru-paru atau pleura yang ada di bawah dnding dada, efusi
pleura, pneumonia lobaris, obstruksi bronkial yang unilateral.

19

2.5.2.2 Pemriksaan vokal fremitus


Fremitus

merupakan

getaran

yang

ditransmisikan

melalui

percabagan

bronkopulmonaris ke dinding dada dan dapat dirasakan dengan palpasi ketika pasien
berbicara. Untuk merasakan vokal fremitus, letakkan kedua telapak tangan di dinding dada
pasien, baik anterior maupun posterior, kemudian minta pasien untuk mengucapkan kata
tujuh puluh tujuh, lalu rasakan getaran yang terasa di tangan dan bandingkan
kesimetrisannya. Lakukan pengulangan jika getaran kurang terasa di tangan.
Vokal fremitus dapat kurang teraba tergantung dari sensitivitas dan pengalaman tangan
pemeriksa. Fremitus lebih jelas teraba pada laki-laki karena suara yang rendah, dan dapat
tidak teraba pada orang yang normal yang mungkin disebabkan karena suaranya yang sangat
pelan atau tebalnya dinding dada.
Normalnya vokal fremitus dirasakan simetris kanan dan kiri, tidak ada suara yang
mengeras atau pun melemah. Fremitus dapat dikatakan abnormal apabila getaran yang teraba
tidak sama antara dada bagian kanan dan kiri. Fremitus dapat melemah ataupun hilang sama
sekali dan dapat mengeras. Fremitus akan melemah atau tidak teraba pada penyakit-penyakit
seperti PPOK (penyakit paru obstruktif kronik), efusi pleura, pneumothoraks, obstruksi
bronkial, dimana terjadi penurunan rambatan getaran akibat penurunan kepadatan jaringan
pada paru atau akibat terdapatnya cairan pada rongga thorax. Sedangkan keadaan-keadaan
yang meningkatkan kepadatan paru-paru dan membuatnya lebih padat, seperti konsolidasi,
akan meningkatkan penghantaran fremitus taktil, seperti pneumonia lobaris, tuberkulosis.
2.5.2.3 Meraba iktus cordis
Untuk meraba iktus cordis, minta pasien untuk tidur terlentang dan letakkan telapak
tangan dan sedikit menekan di dada bagian anterior kira kira setinggi ics IV tau V (atau
dibawah papilla mammae pada laki-laki) di linea midklavikularis kiri. Rasakan apakah teraba
getaran yang disebut iktus cordis.
Jika tidak menemukan iktus cordis pada pasien yang terlentang, minta pasien untuk
mengubah posisi dengan memutar tubuh bagian atasnya ke kiri (lateral dekubitus kiri),
kemudian lakukan perabaan lagi pada dinding dada anteriornya. Setelah teraba, tentukan
lokasinya dan amplitudonya. Normalnya iktus cordis teraba di ics V atau ics IV di sebelah
medial linea midklavikularis kiri dengan amplitudo kecil dan pelan.
Apabila terjadi pergeseran iktus cordis ke arah lateral mungkin dapat disebabkan
pembesaran jantung yang dapat ditemukan di gagal jantung kongestif, dan kardiomiopati.
Selain akibat pembesaran jantung, pergeseran iktus cordis juga dapat disebabkan oleh
deformitas dinding dada dan kelainan pada paru. Denyut dari iktus cordis normalnya seperti
20

mengetuk dan dapat sedikit mengangkat jari tangan. Selain itu, terdapat juga beberapa
kelainan dari denyut dari iktus cordis, seperti :
Sifat

Kelainan

heaving (naik turun seperti gelombang)

AS atau hipertensi

slapping ( menampar)

AI

thrusting (tidak ditempatnya, menyebar)

MI

diskinetik (tidak teratur melebihi lokasi Disfungsi ventrikel kiri


normal)

Tabel. Kelainan denyut ictus cordis


Namun perlu diperhatikan, iktus cordis ini tidak selalu teraba. Hal ini dapat terjadi
apabila tebalnya dinding dada, emfisema, efusi pericardial, syock, dan yang paling jarang
karena dekstrokardia.
Selain iktus cordis, dapat teraba juga pulsasi lain di pasien yang menderita kelainan
pada jantungnya. Parasternal impulse dapat teraba bila meletakkan telapak tangan di bagian
kiri dari sternal yang bisa disebabkan oleh membesarrnya ventrikel kanan atau pembesaran
atrium kiri. Pada hipertensi pulmonal dapat dirasakan pulsasi sistolik di ICS II di sebelah kiri
sternum. Hal ini disebabkan oleh penutupan katup pulmonal dengan tekanan yang meningkat.
2.5.2.4 Meraba thrill
Thrill adalah getaran yag teraba pada dinding thoraks yang berasal dari terjadinya
turbulensi aliran darah di dalam jantung atau saat dipompa keluar dari jantung. Turbulensi
aliran darah ini bisa terjadi karena adanya penyempitan (stenosis) ataupun aliran darah yang
kembali karena bocor (regurgitasi) dari katup jantung. Jadi thrill dapat teraba apabila terjadi
stenosis atau regurgitasi katup jantung. Thrill dapat didengarkan dengan stetoskop yang
disebut dengan murmur atau bising jantung.
Meraba thrill paling baik dengan menggunakan kepala tulang metakarpal, bukannya
dengan ujung jari, dan ditekankan dengan sangat ringan pada kulit. Jika memakai tekanan
yang terlalu besar, thrill tidak akan dapat teraba sehingga akan menyebabkan hasil
pemeriksaan menjadi false negatif.
Pada orang sehat, thrill tidak teraba pada lokasi keempat katup jantung. Apabila teraba
thrill, maka harus ditentukan lokasi punctum maksimumnya dan ditentukan pada fase sistole
atau diastole untuk menentukan katup mana yang mengalami kelainan. Apabila thrill teraba
berbarengan dengan denyut iktus cordis, berarti fasenya adalah sistole, dan sebalikya.
21

2.5.3 Perkusi Thoraks


Perkusi dari thorax adalah manuver yang digunakan oleh dokter untuk menilai bagian
dari integritas paru-paru. Paru-paru diisi dengan udara cukup untuk ventilasi dan dilanjutkan
dengan pertukaran gas setempat. Perkusi adalah salah satu teknik daripada 3 teknik yang lain
yaitu inspeksi, palpasi, dan auskultasi digunakan dalam pemeriksaan fisik untuk menegakkan
diagnosis.
Perkusi harus dikerjakan meliputi seluruh lapang thorax depan, yaitu mulai dari fossa
supra clavikularis hingga bertemu dengan batas bawah paru. Dalam pemeriksaan perkusipun,
thorax sisi samping pun harus diperiksa, demikian pula thorax bagian belakang. Hendaknya
perkusi selalu dikerjakan pada tempat-tempat simetris kiri dan kanan, dengan demikian akan
lebih mudah untuk menemukan daerah-daerah yang abnormal. Kemudian daerah-daerah ini
perlu ditentukan batas-batasnya, agar dapat diperkirakan lokalisasi serta luas nya kelainan
dalam paru.
Perkusi dapat dikerjakan dengan mengetuk dinding toraks secara langsung dengan
paru reflex (percussion hammer) ataupun dengan meletakkan jari tengah kiri (phalangs III)
pada dinding toraks untuk kemudian diketuk dengan ujung jari III kanan melalui fleksi
tangan. Sebelum melakukan pemeriksaan ini, kiranya perlu diingat bahwa getaran suara
karena perkusi hanya akan dapat menembus sedalam 3-4 cm dan bahwa pemantulan suara
kembali tergantung pada kepadatan jaringan didalamnya. Makin banyak udara dalam jaringan
maka semakin besar resonansi yang terbentuk. Dengan demikian, perkusi pada thorax
seseorang sehat dengan otot dada tebal, akan jauh lebih redup jika dibandingkan dengan
seseorang yang sehat, kurus, dan dengan otot dada yang tidak tebal, walaupun kedua-duanya
tetap harus dianggap normal.
Suara perkusi yang normal disebut sonor dan suara yang didengar pada paru kiri harus
sama dengan yang didengar pada paru kanan, dan perlu ditekankan bahwa tentunya
pemeriksaan harus dilakukan pada tempat yang sama atau simetris. Bila didengar suara yang
lebih keras maka disebut hipersonor atau hyper-resonance. Hal ini dijumpai bila dalam paru
terdapat banyak udara, misalnya pada pneumotoraks dan bila perkusi dilakukan tepat diatas
bulla.Bila suara yang didengar lebih keras dan nyaring daripada hipersonor, maka disebut
timpani. Hal ini dijumpai bila dalam paru ada rongga kosong seperti kavitas besar, suatu
bulla, ataupun suatu pneumotoraks yang luas atau lokal. Suara perkusi dapat pula redup, yaitu
bila konsistensi paru agak padat, misalnya bila terdapat infiltrate seperti halnya pada TB,
pneumonia lobaris, ataupun karena adanya letak tinggi diafragma yang patologis.

22

Suara perkusi dapat pula pekak, bila konsistensi paru menjadi padat sekali seperti
halnya atelektasis paru, pada kanker paru pada stadium lanjut, atau bila ada bantalan jaringan
ikat dalam rongga pleura (Schwarte)

Gambar: Posisi Perkusi Lapangan Paru


Di samping memperhatikan suara hasil perkusi, perlu juga ditentukan batas paruhepar, yaitu dengan perkusi yang ringan dari atas ke bawah pada daerah sela iga, yaitu
sepanjang garis mid-clavikularis kanan. Biasanya suara sonor akan mendadak berubah
menjadi suara redup pada sela iga 5 sampai dengan 6, yang merupakan batas paru kananhepar bagian depan. Didapatkannya suara redup pada perkusi di sela iga tersebut, dapat
ditentukan sebagai batas dari paru kanan-hepar. Pada pasien dengan hepatomegali, batas paru
kanan-hepar akan mengalami perubahan posisi, sehingga suara redup akan ditemukan pada
sela iga yang lebih tinggi dari keadaan normal nya.
Batas paru-hepar bagian belakang ditentukan dengan perkusi ringan pada bagian dari
ujung scapula terus ke bawah. Perubahan mendadak dari suara sonor menjadi redup biasanya
akan didapatkan setinggi processus thoracalis ke-10 atau ke-11. Batas bawah paru kiri pada
umumnya tidak dicari, karena terlalu sulit membedakan suara perkusi kedua organ ini, apalagi
terkadang lambung dapat terisi penuh makanan, dan dapat dalam kondisi kosong sama sekali.
Tetapi, pemeriksaan batas paru kiri-lambung dapat dilakukan pemeriksaan dengan cara
melakukan perkusi secara teratur sepanjang garis axillaris anterior yang dimulai dari sela iga
2. Batas paru-lambung pada keadaan normal dapat ditemukan pada sela iga 6-8 dengan
ditemukannya perubahan suara sonor menjadi timpani. Batas organ paru-lambung dapat
bersifat fluktuatif akibat ukuran lambung yang bersifat dinamis, tergantung pada jumlah
makanan yang terdapat didalamnya.
Setelah itu, tentukan batas jantung kanan dan kiri. Batas jantung kiri ditentukan
dengan melakukan perkusi dari lateral kiri ke bagian medial pada sela iga 5. Batas jantung kiri
ditentukan dengan menemukan lokasi dimana hasil perkusi didapatkan perubahan suara
23

perkusi dengan jelas dari sonor menjadi pekak. Biasanya batas jantung kiri bertepatan dengan
tempat dimana dapat diraba ictus cordis, yaitu kira-kira 1 jari sebelah medial dari garis midklavikula. Kondisi batas jantung kiri dapat mengalami perubahan posisi apabila secara
anatomi klinis, terjadi perubahan atau perbesaran ukuran dari jantung, maupun pada keadaan
anomali posisi jantung.
Sedangkan untuk mengetahui batas jantung kanan, pemeriksa dapat melakukan
perkusi pada sela iga yang terletak tepat diatas sela iga yang menjadi batas antara paru kanan
dengan hepar. Perkusi untuk menentukan batas jantung kanan dapat dilakukan dari lateral
kanan (di atas paru-hati) kearah medial. Jika pada saat suara perkusi dengan jelas berubah dari
sonor ke pekak, di situlah lokasi batas jantung kanan dapat ditentukan, yaitu pada keadaan
normalnya terletak pada garis mid-sternal. Batas jantung kanan pada pasien tertentu dapat
mengalami perubahan lokasi apabila pada pasien tersebut terjadi perubahan ukuran pada
organ jantung, maupun terjadi anomali posisi dari organ tersebut. Secara klinis, batas-batas
organ tersebut perlu ditentukan, terutama untuk mengetahui ada atau tidak adanya kelainan
pada organ yang terletak pada rongga thorax, yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan,
seperti deviasi mediastinum baik karena terdorongnya paru ke sisi sehat (efusi pleura,
pneumotoraks, tumor mediastinum superior) ataupun karena tertariknya paru ke sisi sakit
(kolaps paru, fibrosis paru, Schwarte), dan kelainan pada organ jantung.
2.5.4 Askultasi Thoraks
2.5.4.1 Pemeriksaan paru anterior
Teknik Auskultasi:

Dilakukan dengan menggunakan stetoskop. Ujung stetoskop bel digunakan agar dapat
mendengar suara yang bernada rendah (low pitch) lebih baik, sedangkan ujung
stetoskop membran/diafragma (Bowies) digunakan agar dapat mendengar suara

bernada tinggi (high pitch)


Posisi pasien berbaring terlentang kemudian minta pasien untuk bernapas dengan
mulut yang terbuka
Pemeriksaan dilakukan dari sisi ke sisi untuk membandingkan suara dikedua sisi

paling sedikit selama satu siklus respirasi yang sempurna.

24

Gambar
Membangdingkan Sisi Kanan dan Kiri

Lokasi auskultasi

daerah Brongkus
INTENSI

TINGGI

RATIO

TAS

NADA

INSPIRASI:

KARAKTER

LETAK

Kasar

Terdengar diatas

EKSPIRASI
Suara

Sangat

Sangat

napas

keras

tinggi

1:1

tracheal

tracheal
Suara

(diatas leher)
Keras

Tinggi

1:3

Tubular

napas

Di atas
manubrium

bronchial
Suara

Sedang

Sedang

1:1

napas

Berdesir tetap

Terdengar di

tubuler

atas bronkus

bronkoves

utama (linea

ikuler

sternalis ICS I
dan II)

Suara

Lemah

Rendah

3:1

berdesir lemah

Terdengar di

napas

sebagian besar

vesikuler

paru perifer

Tabel: suara napas normal

Dapat pula didapatkan suara napas yang tidak normal atau abnormal, yaitu :
25

Terdapatnya suara napas tracheal, bronchial, sub-bronchial/bronkovesikuler di tempat


yang tidak seharusnya. Keadaan ini mungkin disebabkan karena bronchiolus di daerah
perifer dada mengalami infiltrasi/konsolidasi sehingga suara ketiga napas tersebut
langsung dihantarkan ke stetoskop tanpa tertutup suara napas vesikuler.

Suara napas vesikuler yang memanjang.


Rasio fase inspirasi : ekspirasi menjadi 3:2 atau 3:3. Terdengar bila lumen bronchiolus
mengalami penyempitan.

Suara napas terdengar lemah


Dapat diakibatkan dinding dada yang tebal, atau akibat aliran udara yang berkurang
seperti pada emfisema, pada bronkus yang mengalami obstruksi, ataupun akibat
interposisi cairan atau udara di dalam rongga pleura yaitu efusi pleura, pnemothorax.

Suara napas mengeras


Hal ini terjadi karena adanya infiltrat pada paru dan ateletaksis paru akibat kompresi
sedangkan lumen bronkus tetap terbuka.

Suara napas amforik


Bunyi yang menyerupai tiupan pada botol yang kosong.Dapat terjadi bila terdapat
kavitas besar yang berhubungan terbuka dengan suatu bronkus.

Suara nafas cog-wheel


Merupakan suara nafas yang tersendat-sendat dan terdapat pada pleuritis adhesiva
karena alveolus mengembang tidak serentak dan tidak merata setiap inspirasi.

Suara nafas metamorphosing


Merupakan suara inspirasi yang mendadak berubah dari halus menjadi kasar.
Terdapat pada sumbatan bronkus/bronkiolus yang mendadak lepas.

Suara nafas asthmatic, yaitu ekspirasi yang memanjang disertai dengan wheezing.

Selain suara napas yang normal dan suara napas yang abnormal perhatikan juga pada saat
melakukan auskultasi apakah terdapatnya suara tambahan yang mungkin terdengar sepanjang
atau pada sebagian fase inspirasi ataupun ekspirasi, seperti :
a

Ronchi
Merupakan suara tambahan pada suara napas yang disebabkan oleh adanya
cairan eksudat/infiltrate/darah di dalam lumen bronchus. Bila cairan tersebut tetap
bersifat encer maka yang terdengar adalah ronchi basah, namun apabila karena
adanya proses penguapan/oksidasi maka yang terdengar adalah ronchi kering.

26

Tergantung dari dalam lumen mana cairan itu terdapat (bronchus besar, sedang
atau kecil/bronchioles), ronchi basah dapat bersifat kasar, sedang atau halus.
Sedangkan ronchi kering dapat terdengar sonorous (kasar/mengorok) atau sibilant
(halus/melengking).
Ronchi basah dapat terdengar nyaring atau tak nyaring, bila terdengar
nyaring maka kemungkinan disekitar sumber ronchi terdapat infiltrat/konsolidasi yang
membuat hantaran suaranya menjadi lebih baik. tetapi pada keadaan seperti emfisema,
efusi pleura, pneumothorax dapat meredam baik suara napas atau suara tambahan.
Ronchi basah biasanya terdengar pada akhir fase inspirasi dan pada awal fase
ekspirasi.
b

Krepitasi
Suara tambahan yang terdengar seperti suara gesekan rambut (lebih halus dari
ronchi basah halus).Suara ini berasal dari cairan di dalam alveolus atau karena
alveolus yang diakibatkan oleh suatu sebab mengempis dan pada inspirasi
mengembang seperti balon karet. Krepitasi biasanya hanya terdengar pada fase awal
inspirasi saja.

Mengi
Terjadi pada keadaan obstruksi bronchus baik local ataupun menyeluruh
seperti pada bronkospasme asmatik.

Suara gesek pleura (Pleural friction rub)


Suara tambahan yang Disebabkan karena gesekan antara kedua permukaan
pleura yang menjadi kasar misal akibat peradangan. Dapat terdengar sepanjang
inspirasi dan ekspirasi dan dapat terdengar di bagian basal paru.

2.5.4.2 Pemeriksaan paru posterior


Teknik auskultasi

Didengarkan pada bagian punggung

Posisi pasien duduk dan bernafas melalui mulut

Stetoskop diletakkan pada lokasi yang sama dengan perkusi punggung

Pemeriksaan dilakukan dari sisi ke sisi untuk membandingkan suara di kedua sisi

27

Gambar: Lokasi

Auskultasi Paru
Posterior

2.5.4.3 Pemeriksaan Auskultasi Jantung


Empat daerah auskultasi klasik sesuai dengan titik-titik pada prekordium dimana
kejadian-kejadian yang berasal dari tiap katup jantung dapat didengar paling jelas. Daerahdaerah ini tidak perlu berkaitan dengan posisi anatomis katup tersebut. Daerah-daerah ini
adalah sebagai berikut :
-

Aorta
Pulmonal
Trikuspid
Mitral

: sela iga 2, tepi sternum kanan/garis sternalis


: sela iga 2, tepi sternum kiri
: tepi sternum bawah kiri
: apeks jantung (ICS 5 sedikit medial dari garis midklavikularis kiri)

Gambar Daerah Auskultasi Jantung


Bunyi jantung terutama disebabkan oleh menutupnya katup jantung. Pada waktu
sistole jantung, katup mitral dan trikuspid bersamaan menutup hingga dihasilkan bunyi
jantung I, sedangkan katup aorta dan pulmonal bersamaan membuka. Pada waktu diastole
jantung, katup aorta dan pulmonal bersamaan menutup hingga dihasilkan bunyi jantung II,
sedangkan katup mitral dan tricuspid membuka. Fase antara bunyi jantung I dengan bunyi
28

jantung II adalah fase sistolik dan fase antara bunyi jantung II dan bunyi jantung I adalah
fase diastolik. Fase sistolik pada frekuensi jantung normal lebih pendek daripada fase
diastolic.
Lakukan penilaian : 1. Bunyi jantung
2. Bunyi jantung tambahan
3. Irama dan Frekuensi denyut jantung
4. Bising jantung
5. Bunyi gesek pericardial (pericardial friction rub)
1. Bunyi jantung
a. Bunyi jantung I : Terdengar di area katup mitral terletak di garis midklavikula sinistra
intercostae V dan katup trikuspid terletak di garis parasternal sinistra intercostae IV.
Melemah pada keadaan :
o Fibrosis katup mitral
o Infark miokard
o Emfisema
o Efusi pericardial/pleura kiri
Megeras pada keadaan :
o Mitral stenosis/tricuspid stenosis
o Takikardia
o Blokade jantung
o Hipertiroidisme
o Anemia
o Demam rematik akut
b. Bunyi jantung II :Terdengar di area katup aorta terletak di garis sternalis dextra
intercostae II dan katup pulmonal terletak di garis sternalis sinistra intercostae II.
Melemah pada keadaan :
o Hipotensi
o Shock
o Fibrosis katup semilunar
o Emfisema
o Pulmonal stenosis

Mengeras pada keadaan :


o Setelah aktifitas
o Hipertensi sistemik
o Hipertensi pulmonal

Pada orang dewasa dengan hipertensi pulmonal (misalnya karena payah jantung kiri)
bunyi jantung II terdengar pecah/splitting karena katup pulmonal dan katup aorta tidak
menutup secara bersamaan, keadaan ini bisa normal dengan ciri pada inspirasi splitting
terdengar jelas sedangkan pada ekspirasi splitting menghilang sedangkan pada RBBB,
dengan ciri splitting dapat terdengar jelas baik saat inspirasi maupun ekspirasi.
Pada ASD, PS dan LBBB dengan ciri splitting justru menghilang dengan inspirasi
dan disebut sebagai splitting yang paradoks. Splitting bunyi jantung II pada orang normal
29

disebabkan karena pada waktu inspirasi, katup pulmonal menjadi lebih terlambat
menutupnya daripada katup aorta.
2. Bunyi jantung tambahan
a. Bunyi jantung III
Terdengar setelah bunyi jantung II dengan nada yang lebih rendah. Normal
pada anak-anak/dewasa muda muda yang sehat tetapi selalu abnormal pada usia
melebihi 40 tahun. Hal ini tampak pada beberapa kasus regurgitasi mitral tanpa
adanya gagal jantung.
b. Bunyi jantung IV
Bunyi jantung IV terdengar sesaat sebelum bunyi jantung I, normal amat
sangat lemah sehingga tidak terdengar. Pada keadaan patologis dapat didengar
misalnya pada keadaan hipertrofi ventrikel. Terjadinya adalah karena sewaktu atrium
berkontraksi diakhir diastole menyebabkan regangan pula pada venrikel.
c. Opening snap
Merupakan bunyi diastolic yang tajam yang paling baik diketahui pada
keadaan mitral stenosis, opening snap bernada sedang sampai tinggi dan kadangkadang sangat terlokalisir. Kalau opening snap terjadi dengan cepat setelah bunyi
jantung II maka stenosis mitral berat. Namun opening snap dapat hilang pada stenosis
mitral kalau daun katupnya mengalami kalsifikasi berat.
Terjadi pada apeks, pada tepi kiri bawah sternum, atau diantaranya.Untuk
menemukan salah satunya, pindahkan diafragma sedikit demi sedikit dari ruang ICS
2 kiri ke arah bawah dan kemudian ke lateral. Kalau masih tidak terdengar, periksa
untuk mengetahui ada tidaknya snap selama dan setelah meminta pasien untuk
mengubah posisi ke posisi dekubitus lateral kiri.
d. Bunyi ejeksi (ejection sound)
Terdengar segera setelah bunyi jantung I dengan nada tinggi (high pitch),
disebabkan oleh distensi yang terjadi secara tiba-tiba pada aorta atau ateri pulmonalis
yang patologik (misalnya mengalami aneurysma, hipertensi pulmonal, AS, PS, AI)
saat systole. Pada ekspirasi terdengar lebih jelas. Punctum maximum dapat terdapat
di pulmonal (pulmonary ejection sound) atau di apex (aortic ejection sound)
e. Klik sistolik (systolic click)
Terdegar ditengah fase sistolik, walaupun kadang-kadang terdengar pada
perikarditis, umumnya tidak mempunyai makna patologik.
3. Irama dan Frekuensi denyut jantung
Denyut jantung orang dewasa normal adalah 60 100 siklus regular/menit pada irama
sinus yang normal. Jantung atlet mungkin mempunyai denyut jantung yang lebih lambat pada
bradikardia sinus, dan selain itu kecepatan yang lebih lambat juga ditemukan pada beberapa

30

penyakit jantung. Anemia, hipertiroidisme, demam dan anxietas dapat menyebabkan


takikardia sinus.
4. Bising jantung
Terjadi karena aliran darah dalam jantung menjadi turbulen sehingga menimbulkan
getaran. Dibedakan menjadi :
a. Murmur sistolik
Pansistolik murmur
Terjadi apabila pada fase sistolik katup atrioventikular menutup tidak

sempurna.Terdapat pada Mitral Insufisiensi.


Ejection sistolik murmur
Terjadi apabila pada fase sistolik katup semilunaris membuka tidak

sempurna.Terdapat pada Aorta Stenosis, dan Pulmonal Stenosis.


b. Murmur diastolic
Early diastolic murmur
Terjadi apabila pada fase distolik katup semilunaris menutup tidak sempurna.

Terdapat pada Aorta Insufisiensi, dan Pulmonal Insufisiensi


Mid diastolic murmur
Terjadi apabila pada fase diastolik atrioventikular membuka tidak

sempurna.

Terdapat paad Mitral Stenosis.


5. Pericardial friction rub
Terdengar seperti bunyi sepatu kulit yang masih baru karena permukaan pericardium
parietal dan visceral menjadi kasar dan pada pergesekan waktu systole dan diastole jantung
menimbulkan bunyi. Terdapat pada perikarditis
2.5 Pemeriksaan Fisik Abdomen
Pemeriksaan fisik abdomen meliputi 4 tahap, yaitu:
1. Inspeksi
2. Auskultasi
3. Perkusi
4. Palpasi
Sebelum memulai pemeriksaan, perlu diketahui bahwa Abdomen dibagi menjadi 4
kuadran (kanan atas, kanan bawah, kiri atas, dan kiri bawah), atau dibagi menjadi 9 regio
abdomen (hipocondrium kanan, epigastrium, hipocondrium kiri, lumbar kanan, umbilical,
lumbar kiri, iliac kanan, hipogastrica, iliac kiri.

31

Gambar Pembagian Regio Abdomen


Selain peta regional tersebut terdapat beberapa
titik dan garis yang sudah disepakati, antara lain:
-

Titik Mc Burney : titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang terletak pada
1/3 lateral dari garis yang menghubungakan SIAS dengan umbilikus. Titik Mc
Burney tersebut dianggap sebagai lokasi apendiks yang akan terasa nyeri tekan bila
terdapat apendisitis.

Gambar : Titik Mc Burney


-

Garis Schuffner : garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan
umbilikus yang terbagi menjadi 4 bagian dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan
yang merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa,
dari schuffner I-VIII.

2.6.1 Inspeksi Abdomen


a. Tentukan warna kulit pada abdomen pasien.
Apakah sawo matang, putih, hitam, kuning langsat, atau warna kekuningan. Warna
kulit sawo matang biasa pada orang-orang Asia terutama Asia Tenggara. Kulit putih pada
orang dari Asia Barat (dataran China, Jepang, Korea, Eropa, Amerika). Warna kulit hitam
pada orang-orang Afrika, Asia Timur), dan warna kulit kuning langsat pada beberapa negara
Asia Tenggara seperti Indonesia. Warna kulit yang kekuningan bisa disebabkan karena
32

kelainan fungsi hati atau biasa kita sebut dengan ikterus, atau karena kelebihan
mengkonsumsi vitamin A (hipercarotenimia).
b. Lihat bentuk dari abdomen.
Rata, membuncit, bentuk skafoid, Cechaxia atau bentuk lain seperti sagging of the
flank. Bentuk perut yang rata dapat ditemukan pada orang yang atletis sampai kurus. Perut
buncit dapat ditemukan pada orang over weight, oedem, ascites, ataupun pada orang sehat.
Bentuk skafoid pada orang berbadan sangat kurus.
Cechaxia ditemukan pada orang dengan marasmus. Bentuk sagging of the flank pada
orang dengan obesitas ataupun dengan riwayat Diabetes Militus. Namun tidak semua orang
dengan diabetes militus memiliki bentuk abdomen berupa sagging of the flank.
c. Adakah pulsasi (gerakan) atau masa yang terlihat.
Pulsasi (gerakan) yang dapat dilihat secara mata telanjang dari abdomen adalah
adanya gerak dari peristaltiK usus. Adapun keadaan yang memungkinkan terlihatnya gerak
peristaltic usus adalah keadaan dimana bentuk abdomen yang sangat kurus (skafoid). Karena
tipisnya lapisan lemak yang menutupi area abdomen sehingga gerak peristaltik usus dapat
terlihat dari luar. Massa yang terlihat pad abdomen bisa bermacam-macam. Bisa berupa
benjolan (tumor), ataupun dari pembesaran organ setempat (hepatomegali yang sangat besar,
hernia inguinalis, dll).
d. Adakah efloresensi bermakna pada kulit abdomen
Rash, ptekie, roseolar spot, pigmentation, spider naevi, caput medusa, striae, dan
hematom. Efloresensi bermakna seperti ptekiae terjadi apabila ada penurunan ketahanan
dinding pembuluh darah. Biasa terjadi pada demam berdarah. Roseola spot adalah bintikbintik kemerahan pada kulit karena adanya emboli basil (kuman) dalam kapiler kulit, biasa
ditemukan pada punggung dan anggota gerak. Roseola spot biasa terjadi pada deam tifoid.
Pigmentation adalah perubahan warna kulit setempat. Contoh penyakit yang memiliki tanda
adanya pigmentation pada abdomen adalah Addisons Disease.
Spider naevi atau disebut juga spider angiomata biasanya timbul akibat adanya
pembesaran dari arteriol central. Spider naevi dapat menjadi tanda dari beberapa penyakit
seperti kelainan fungsi hati. Dapat pula sebagai parameter penentuan stage dari penyakit
hepatitis C dan hepatopulmonary syndrome, atau sebagai efek samping dari sebuah terapi
seperti terapi pada rheumatoid arthritis dengan menggunakan estrogen, atau wanita dengan
penggunaan alat kontrasepsi oral.
Caput medusa adalah pelebaran dari vena paling superficial yang menjalar keatas dari
umbilicus. Contoh penyebab dari terbentuknya caput medusa adalah adanya hipertensi porta
yang mengakibatkan adanya rekanalisasi dari vena umbilicalis yang memungkinkan
33

terbentukya jalan pintas baru untuk memenuhi kebutuhan venous return. Striae adalah suatu
area irregular pada kulit yang berbentuk seperti pita atau garis. Striae dapat terjadi akibat
adanya kondisi fisiologis seperti kehamilan, atau pada keadaan patologis seperti cushing
syndrome.
e. Adakah bekas luka ataupun bekas sayatan operasi.
Jika hal tersebut ditemukan dalam pemeriksaan, konfirmasikan hal tersebut dengan
menanyakan kembali pada pasien
f. Lihat dan nilai umbilicus.
Adakah hernia umbilikalis, umbilicus menonjol, atau smiling umbilicus
g. Nilai pergerakan abdomen selama bernafas
Apakah ekspresi pasien memperlihatkan rasa tidak nyaman atau kesakitan. Ini bisa
mengindikasikan adanya peritonitis.
2.6.2 Auskultasi Abdomen
Auskultasi dengan diafragma stetoskop merupakan langkah kedua pada pemeriksaan
abdomen. Perhatikan bahwa urutan pemeriksaan disini berbeda dengan bagian tubuh lain
dimana auskultasi mendahului palpasi. Diafragma diletakkan dengan kontak penuh pada kulit
abdomen. Bising pertama yang dinilai adalah gas dalam usus dan dapat dinilai pada setiap
kuadran. Tekan diafragma terhadap kulit dan dengar bunyi gemuruh intermitten pada aktivitas
usus normal.

Gambar Auskultasi

Abdomen

Auskultasi dapat menunjukkan bunyi ramai (rushing sound), bernada tinggi dari
obstruksi intestinal awal atau bunyi seperti terkocak (succussion sound) akibat peningkatan
cairan dan udara dalam viskus cekung yang berdilatasi. Auskultasi cermat diatas hepar yang
membesar kadang-kadang menunjukkan harsh bruit tumor vaskuler, terutama pada kasus
hepatoma, atau friction rub kasar dari nodul permukaan, venous hum pada umbilikus dapat
34

menandakan hipertensi portal dan peningkatan aliran darah kolateral di sekitar hepar.
Gelombang cairan dan pekak di bagian pinggul yang berpindah dengan perpindahan posisi
pasien (pekak beralih) merupakan tanda penting yang menunjukkan adanya cairan
peritoneum. Pada pasien obesitas, jumlah cairan yang sedikit sulit ditunjukkan, kadangkadang, cairan dapat dideteksi dengan perkusi abdomen dengan pasien merangkak
2.6.3 Perkusi Abdomen
Pemeriksaan perkusi abdomen dilakukan dengan cara tidak langsung, sama seperti
pada perkusi di rongga thorax tetapi dilakukan dengan penekanan yang lebih ringan dan
ketokan yang lebih perlahan.
Pemeriksaan perkusi digunakan untuk:
1. Mendeteksi kandung empedu atau vesika urinaria, dimana suaranya redup atau pekak.
2. Menentukan ukuran hati dan limpa secara kasar.
3. Menentukan penyebab distensi abdomen: penuh gas (timpani), masa tumor (redup-pekak)
dan ascites (pekak pada pinggir dan timpani pada bagian sentral).

Gambar Perkusi Abdomen

Perkusi Abdomen untuk Mengetahui Ukuran Hepar

35

Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen berisi
lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara perkusi abdomen yaitu timpani.
Daerah hati perkusinya adalah pekak. Hilangnya daerah pekak hati dan bertambahnya bunyi
timpani pada seluruh abdomen harus dipikirkan adanya kemungkinan udara bebas dalam
rongga perut, misalnya pada perforasi usus.
Dalam keadaan adanya cairan pada rongga abdomen, perkusi diatas dinding perut
mungkin timpani dan disampingnya pekak. Dengan memiringkan pasien ke satu sisi, suara
pekak ini akan berpindah (shifting dullness). Pemeriksaan shifting dullness sangat
patognomonis dan lebih dipercaya dari pemeriksaan adanya gelombang cairan. Beberapa
pemeriksaan ascites:
1. Pemeriksaan gelombang cairan
Cara ini dilakukan pada pasien dengan ascites yang cukup banyak dan perut yang agak
tegang. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang dan tangan pemeriksa diletakkan pada satu
sisi sedangkan tangan lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut pada sisi lainnya.Sementara itu
mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen itu sendiri, maka tangan
pemeriksa lainnya (atau tangan pasien sendiri) diletakkan ditengah-tengah perut dengan
sedikit tekanan.
2. Pemeriksaan menentukan adanya redup yang berpindah (shifting dullness)
Pasien dalam posisi telentang di perkusi dari garis tengah sedikit ke bawah umbilicus
kearah lateral kiri. Pada tempat mulainya terjadi perubahan bunyi dari timpani ke redup
(dullness) beri tanda. Kemudian pasien diminta berbaring pada sisi kanannya. Pada perkusi
yang dilakukan dalam posisi ini seperti tadi, tempat perubahan bunyi perkusi dari timpani ke
redup bergeser ke lebih lateral karena cairan yang tadinya berada disisi kiri abdomen pada
posisi berbaring miring pada posisi kanannya akan jatuh mengalir ke sisi kanan sebagai
tempat terbawah, hingga daerah yang pada posisi terlentang di perkusi terdengar redup
sekarang menjadi timpani. Hal tersebut dinamakan shifting dullness.
Untuk cairan yang lebih sedikit dan meragukan dapat dilakukan pemeriksaan dengan
posisi pasien tengkurap dan menungging (knee-chest position). Perkusi dilakukan dari lateral
ke medial (atas ke bawah). Setelah beberapa saat, pada perkusi daerah perut yang terendah
jika terdapat cairan akan didengar bunyi redup.

36

Gambar Pemeriksaan Shifting dullness


3. Pemeriksaan Puddle sign
Seperti pada posisi knee chest dan dengan menggunakan stetoskop yang diletakkan
pada bagian perut terbawah didengar perbedaan suara yang ditimbulkan karena ketukan jari
jari pada sisi perut sedangkan stetoskop digeserkan melalui perut tersebut ke sisi lainnya.
4. Perkusi pada posisi tegak.
Bunyi redup akan terdapat dibagian bawah karena pada posisi ini cairan akan
terkumpul di bagian terbawah rongga abdomen. Bila dilakukan perkusi seluruh dinding perut
pada pasien dengan posisi terlentang, akan diperoleh daerah redup berbentuk huruf U.
2.6.4 Palpasi Abdomen
Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan dalam
rongga abdomen. Palpasi dilakukan secara sistematis dengan seksama, pertama kali tanyakan
apakah ada daeerah-daeerah yang nyeri tekan. Perhatikan ekspresi wajah pasien selama
pemeriksaan palpasi. Sedapat mungkin seluruh dinding perut dapat terpalpasi. Kemudian cari
apakah pembesaran massa tersebut berupa tumor, pemebesaran hati, lien, atau kandung
empedu. Periksa juga ginjal, ballotement positif atau negatif. Palpasi dilakukan dalam 2 tahap,
yaitu palpasi permukaan (superficial) dan palpasi dalam (deep palpation). Pada palpasi
superficial, Posisi Tangan menempel pada dinding perut, umumnya penekanan dilakukan
dengan ruas terakhir dan ruas tengah jari jari, bukan dengan ujung jari. Sistematika
palpasi dilakukan hati-hati pada daerah nyeri yang dikeluhkan oleh pasien.
Palpasi superficial tersebut bisa juga disebut palpasi awal untuk orientasi
sekaligus memperkenalkan prosedur palpasi pada pasien. Perhatikan data yang
37

didapat dengan palpasi superfisial tersebut.


Palpasi dalam dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan atau rasa nyeri yang tidak
didapat kan pada palpasi superfisial dan untuk lebih menegaskan kelainan yang didapat pada
palpasisuperfisial dan yang terpenting adalah palpasi organ spesifik misalnya palpasi hati,
limpa dan ginjal. Palpasi dalam juga penting pada pasien yang gemuk atau pasien dengan otot
dinding yang tebal. Palpasi dapat dilakukan 1 tangan dapat pula dilakukan 2 tangan
(bimanual) terutama pada pasien gemuk. Biasakan palpasi dengan seksama meskipun tidak
ada keluhan yang bersangkutan dengan penyakit traktus gastrointestinal.

Gambar Palpasi Permukaan dan Palpasi Dalam.


Posisi pasien dalam keadaan relaks telentang, kedua tangan pasien diletakkan di
samping, bernafas melalui mulut, dengan kedua tungkai fleksi pada sendi paha dan lutut.
Pakaian pasien dilepas seperlunya.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan perut pasien. Dalam keadaan normal, semua organ
di dalam rongga perut pasien tidak dapat diraba, kecuali pada orang kurus dan dinding perut
yang lembek, dapat diraba, sedikit ujung hepar di proc. Xyphoideus, kutub bawah ginjal
kanan, aorta abdominalis, vertebrae lumbalis IV dan V, uterus dalam keadaan gravid >3 bulan,
vesica urinaria yang penuh.
Objek yang diperiksa pada pemerisaan palpasi abdomen:
-

Rigiditas dinding abdomen/defense muskular


Nyeri tekan/raba dan nyeri lepas
Ada tidaknya ascites
Tumor ekstra/intra abdominal
Gaster, duodenum, jejunum, ieum, colon
Hepar
Vesica fellea
Lien
Renal atau Ginjal
Vesica urinaria
Uterus dan adnexanya

Sistematika dalam pemeriksaan pemeriksaan palpasi abdomen:


38

1. Melakukan palpasi superficial secara menyeluruh dan lakukan pemeriksaan turgor


kulit
Palpasi dilakukan secara menyeluruh di 9 regio abdomen.Palpasi ditujukan untuk
mengetahui kesupelan dinding perut pasien secara keseluruhan. Pada keadaan normal, dinding
perut pasien terasa supel dan tidak teraba suatu massa. Kelainan dapat terjadi jika terjadi
kekakuan/rigiditas pada dinding perut. Perut akan teraba seperti papan. Defense muskular
dapat dipastikan dengan cara meletakkan kedua telapak tangan pada M.Rectus abdominis
kanan dan kiri, kemudian salah satu tangan menekan. Bila tangan yang lain merasakan
dinding perut menjadi seperti papan, defense muskular positif.
Pemeriksaan turgor dilakukan dengan seperti mencubit kulit perut pasien secara
horizontal, kemudian memperhatikan waktu kembalinya bekas cubitan.Normalnya dapat
kembali kurang dari 2 detik.
2. Melakukan pemeriksaan untuk nyeri tekan dan nyeri lepas
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menekan 4 kuadran perut pasien dan daerah
umbilikus.Perhatikan wajah pasien dan tanyakan apakah terasa sakit atau tidak dapat menekan
dan saat melepas tekanan tersebut.Normalnya tidak terdapat nyeri tekan ataupun nyeri lepas
pada seluruh kuadran perut.
3. Melakukan pemeriksaan palpasi hepar
Palpasi hepar dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbesaran pada hepar lobus
kanan maupun lobus kiri, serta untuk menentukan ada tidaknya nyeri tekan pada hepar.
Pemeriksaan diakukan mulai dari caudal ke cranial sepanjang linea midclavicularis kanan
yang dimulai dari SIAS dengan cara meletakkan tangan pemeriksa pada dinding abdomen
saat pasien ekspirasi, kemudian meminta pasien melakukan inspirasi sambil tangan pemeriksa
berusaha menyentuh hepar yang bergerak turun bersamaan dengan inspirasi tadi. Jika terdapat
perbesaran hepar, maka tentukan juga ukuran perbesarannya denganmengacu pada arcus
costae, yang dideskripsikan dengan ukuran berapa jari hepar teraba di bawah arcus costae,
lalu tentukan tepi hepar yang teraba, apakah tajam/tumpul, konsistensi kenyal/keras, perukaan
rata/berbenjol-benjol, dan apakah terdapat nyeri tekan dalam perabaan

39

Gambar Palpasi Hepar


4. Melakukan palpasi vesica fellea
Pada keadaan normal vesica fellea tidak dapat teraba. Pemeriksaan untuk meraba
vesica fellea akan menetukan apakah murphy sign pada pasien bersifat positif atau negative.
Pemeriksaan dilakukan dari caudal ke cranial sepanjang linea mediana sampai ke sudut
pertemuan antara kedua arkus costae. Dan pada daerah tersebut tanyakan pasien apakan ada
rasa sakit untuk mengetahui adakah murphy sign positif. Positif bila terdapat nyeri saat
dilakukannya palpasi dan diikuti dengan terabanya vesica fellea.

Gambar Pemeriksaan Murphy Sign


5. Melakukan pemeriksaan palpasi lien
Pada dasarnya cara pemeriksaan perabaan lien memiliki cara yang sama dengan
palpasi hepar, hanyalah pada pemeriksaan lien terdapat perbedaan dari arah perabaan dalam
pemeriksaannya. Arah pemeriksaan palpasi lien adalah dari spina iliaca anterior superior
40

(SIAS) ke titik pertemuan antara linea midclavicularis kiri dengan arcus costae kiri.
Kemudian kedua titik tersebut dihubungkan melalui umbilikus, dan membagi daerah tersebut
dalam 8 titik yang sama besar (S1-S8). S1 terletak di titik pertemuan antara linea
midclavicularis kiri dengan arcus costae kiri, S4 di umbilikus, dengan S2 dan S3 terletak di
antaranya, kemudian S8 tepat di titik SIAS dan S5, S6 dan S7 diantaranya. Jika terdapat
pembesaran maka tentukan juga membesar di tegak lurus Tentukan ukuran pembesaran lien
dengan menentukan posisi lien pada titik Schuffner berapa, bagaimana konsistensi, tepi,
pemukaan dan nyeri tekan.

Gambar Palpasi Lien


6. Melakukan palpasi ginjal
Palpasi Ginjal dilakukan dengan 2 tangan (bimanual). Salah satu tangan diletakkan di
dinding perut, tangan yang lain diletakkan di dorsal. Saat pasien menarik nafas, ginjal dicoba
ditangkap diantara kedua tangan pemeriksa dengan diikuti dengan tangan yang disebelah
dorsal mendorong ginjal ke arah ventral dan tangan yang di ventral menekan ke bawah. Cara
ini disebut dengan pemeriksaan ballotement. Ballotement positif berarti teraba seperti massa
bulat antara kedua tangan. Hal ini harus bisa dibedakan dengan perbesaran vesica fellea dan
lien.
Ginjal normal tidak teraba, kecuali pada orang kurus, terutama wanita, kutub bawah ginjal
kadang dapat teraba.Ballotement positif
dapat terdapat pada perbesaran ginjal atau
tumor pada ginjal.

Gambar : Pemeriksaan Ballotement dan Nyeri Ketuk CHV


41

Selain itu, pemeriksa juga dapat menetukan ada tidaknya nyeri ketuk pada ginjal
dengaan meminta pasien miring ke salah 1 sisi kemudian dengan tangan di kepal, pukulkan
secara ringan di daerah pinggang. Nyeri ketuk positif jika terdapat nyeri waktu diketuk.
7. Melakukan pemeriksaan ascites dengan teknik undulasi
Metode pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat keadaan ascites
pada abdomen.Cara yang dilakukan adalah dengan meminta pasien berbaring telentang dan
meletakkan kedua tangan di atas perut sambilmenekan.Letakkan tangan pemeriksa di kedua
sisi perut pasien. Tangan kiri mendorong perut pasien dan tangan kanan mencoba merasakan
getarannya.

Gambar : Pemeriksaan undulasi


2.7 Pemeriksaan Fisik Genitalia dan Anorektal
Pemeriksaan abdomen dapat diakhiri dengan colok dubur. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan pada pasien dalam posisi miring (symposisi), lithotomi, maupun kneechest.Pemeriksaan dapat dilakukan dengan satu tangan maupun dua tangan (bimanual, satu
tangannya di atas pelvis).

42

Colok dubur perlu hati-hati karena sifat anus yang sensitif, mudah kontraksi. Oleh
karena itu colok dubur dilakukan serileks mungkin menggunakan lubrikasi. Sebaiknya
penderita kencing terlebih dahulu.
Pada posisi lithotomi diagnosis letak kelainan menggunakan posisi jam yakni jam 3
sebelah kanan, jam 9 sebelah kiri, jam 6 ke arah sacrum dan jam 12 ke arah pubis.
Pemeriksaan anorektal menggunakan colok dubur atau anal toucher, guna memeriksa keadaan
kelenjar prostat apakah ada pembesaran. Colok dubur juga untuk memeriksa kemungkinan
adanya hemoroid. Otot lingkar dubur atau sphincter ani diperiksa bagaimana kekuatannya
atau tonusnya.

Gambar : Pemeriksaan Rectal Toucher


Pemeriksaan Genitalia Pria:
-

Inspeksi : Observasi daerah inguinal untuk memeriksa adakah tonjolan atau tonjolan
tidak simetris dari salah satu kantong skrotum atau yang lain. Batuk, tertawa, atau

manuver valsava dapat menyebabkan tonjolan


Palpasi : Palpasi hernia inguinalis dengan cara menepatkan permukaan telapak tangan
jari telunjuk atau tengah langsung di daerah lateral terhadap setiap tuberkel pubis dan
minta paasien untuk batuk. Amati denyutan tunggal yang kuat melawan jari. Periksa
apakah ada hidrokel (penumpukan cairan pada scrotum) atau varikokel (pelebaran
vena pada leher scrotum yang menimbulkan nyeri dan infertilitas).

Pemeriksaan Genitalia Wanita :


-

Inspeksi : distribusi rambut pubis, retraksi labia mayora melihat klitoris apakah ada
lesi. Lebarkan labia minora untuk melihat orificium uretra apakah ada kemerahan,
sekret. Inspeksi orificium vagina apakah ada fluor albus lalu perineum dan lobang

anus
Palpasi : pemeriksaan kelenjar bartholini.

43

2.8 Pemeriksaan Fisik Ekstremitas


2.8.1 Inspeksi
Selama inspeksi perhatikan :
1. Postur tubuh pasien, perasaan tidak nyaman, cara berjalan.
2. Proporsisi ekstremitas ukuran terhadap tubuh
3. Persendian dan area diatasnya (kulit, otot, tendon, tulang dan sendi) pada satu sisi,
bandingkan dengan sisi yang lain untuk observasi kesimetrisan, Nodulus, kelemahan,
massa atau deformitas dapat menjadi penyebab ketidaksimetrisan pada ekstremitas.
4. Observasi deformitas (Varus: kaki bentuk O, Valgus: kaki berbentuk X)
5. Perubahan warna seperti Erytema yang biasanya terdapat inflamasi. adanya
Ecchymosis mungkin mengindikasikan kerusakan otot dibawah otot, ligament, atau
struktur tulang. Selain itu juga perluObservasi oedema, teksture, turgor.
6. Perhatikan warna kulit pasien, ada atau tidak pucat, ikterik, sianosis
a. Pucat : pada anemia, kurang gizi, lama menderita sakit
b. Ikterik : pada radang hati(hepatitis), obstruksi saluran empedu, atau pada anemia
hemolitik.Ikterus harus dibedakan dari carotenemia, yaitu pada anak-anak yang
terlalu banyak makan wortel. Warna kuningnya mendekati orange, terutama di
telapak tangannya, sedangkan skleranya tidak kuning.Ikterik atau keadaan ikterus
harus dilihat di bawah terang sinar matahari.
c. Sianosis : warna kebiruan pada kulit. Terdapat dua jenis sianosis, yaiyu sianosis
sentrla dan sianosis perifer. Sianosis sentral terutama ditemukan di sekitar mulut,
bibir, kuku/ujung jari tangan/kaki, mukosa mulut serta lidah yang disebabkan
karena oksigenasi darah di paru-paru tidak adekuat. Sedangkan sianosis perifer
tidak ditemukan di mukosa mulut dan lidah melainkan pada kuku, disebabkan oleh
deoksigenasi(pengambilan O2 dari darah oleh jaringan) yang berlebihan seperti
pada vasokonstriksi pembuluh darah atau karena adanya obstruksi pada pembuluh
darah.(17)Sianosis akan terlihat apabila kadar Hb-reduksi (HbCO) dalam darah
meningkat sampai melebihi 5g%.Sianosis yang

terjadi karena vasokonstriksi

pembuluh darah akibat hawa dingin disebut akrosianosis.


7. Efloresensi kulit
8. Atrofi kulit biasanya terdapat pada orang tua, disebut scleroderma.
9. Kuku : sianosis pada decompensatio cordis. Koilonychia (kuku cekung,tipis, rapuh)
pada anemia defisiensi Fe atau pada infeksi jamur.Splinter hemorrhagia pada
endokarditis infektif. Clubbing fingers pada kelainan jantung bawaan atau penyakit
paru kronik (misal: bronkiektasis) atau penyakit kronis pada sistem gastro-intestinal
10 Bulu rambut : rontok pada pria penderita sianosis hati, tumbuh seperti pria pada
wanita (hirsutisme)
11 Oedema yang terjadi baik pada extremitas atas maupun extremitas bawah

44

12 Otot : perhatikan apakah bentuknya normal(eutrofi), atrofi atau hipertrofi. Apakah


terdapat rigiditas, hipotonia atau hipertoni. Atrofi otot dapat ditemukan pada
poliomyelitis, digiditas otot ditemukan pada upper motor neuren lesion, hipotonia otot
pada lower motor neuron lesion
13 Pembengkakan sendi, Pembengkakan sendi bisa terjadi pada :
a. Osteoarthritis, pada orang tua biasanya pada sendi lutut dan lebih banyak pada
wanita.
b. Demam rematik, pada sendi besar, berpindah-pindah
c. Rheumatoid arthritis,pada sendi-sendi kecil dan simetris
d. Gout, terutama pada sendi pangkal ibu jari kaki atau tumit.
14. Gerak involunter :
a. Tremor. Tremor yang halus dan cepat pada anxietas dan thyrotoksikosis. Diperiksa
dengan cara merentangkang kedua tangan pasien ke depan, lalu meletakkan kertas di
atasnya dan perhatikan ada atau tidaknya tremor. Tremor yang kasar dan terjadi baik
pada waktu istirahat maupun bila akan melakukan sesuatu pada orang tua. Tremor
kasar terutama bila hendak melakukan sesuatu(tremor intentional) terjadi pada
penderita Parkinson. Flapping tremor terjadi bila tangan dihiperekstensikan lalu
dilepas mendadak, timbul getaran fleksi-ekstensi berulang-ulang. Terdapat pada
kegagalan fungsi hati, uremia, keracunan obat-obatan hipnotika.
b. TIC : gerakan sederhana yang diulang-ulang terdapat pada anxietas yang biasa
disebut juga sebagai habit spasm.
c. Khorea : gerakan involunter yang tidak teratur, tanpa tujuan, asimetrik, sekonyong
konyong, cepat dan sebentar. (17)
d. Athetosis : gerakan involunter pada otot lurik yang terjadi pada bagian distal dan
terjadi secara perlahan-lahan
e. Balismus : gerakan involunter yang sangat kasar, sebentar, berulang-ulang, dan kuat
sehingga anggota tubuh seakan-akan beputar tidak teratur. Khorea, athethosis dan
hemibalismus terjadi pada gangguan ganglia basal di otak.Chorea dapat pula terjadi
pada demam rematik.

2.8.2 Palpasi
1. Obsevasi Suhu, dengan menggunakan punggung tangan untuk membandingkan satu
sisi dengan sisi lainnya.
2. Kelembaban kulit
3. Kelainan bentuk (deformitas)
45

4. Krepitasi,yaitu sensasi berderak yang teraba dan sering ditemukan pada tulang rawan
sendi yang menjadi kasar yang disebabkan oleh pergerakan fragmen tulang pada
fraktur.
5. Rasa tidak nyaman (nyeri tekan)
6. Oedema : tentukan pitting atau non-pitting oedema dengan cara menekan bagianbagian tertentu seperti pada pretibial atau dorsum pedis selama beberapa saat lalu
melihat apakah membekas atau tidak. Bila ada cekungan bekas tekanan maka disebut
pitting oedema, dan bila tidak membekas disebut non-pitting oedema
7. Pengukuran besar otot
8. Pergerakan Sendi (ROM)
a. ROM Aktif
-

Jika terdapat injury atau nyeri mulailah dari sisi yang normal terlebih
dahulu

Bandingkan kesimetrisan ROM diantara sendi

Observasi nyeri, penurunan ROM, gerakan abnormal

b. ROM Pasif
Pemeriksa harus memegang dengan lembut tapi dengan kuat ekstremitas dan
persendian, pemeriksa yang menggerakan bagian tubuh pasien dengan satu tangan
pemeriksa memfiksasi bagian atas sendi yang akan digerakkan.
9.Uji Kekuatan Otot
Jika nyeri atau ada injury, mulailah pada sisi normal.Pemeriksaan kekuatan otot dapat
dilakukan dengan menggunakan pengujian otot secara manual atau Manual Muscle Testing
(MMT). Prosedur pelaksanaan MMT adalah sebagai berikut :
a.

Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga otot mudah


berkontraksi sesuai dengan kekuatannya. Posisi yang dipilih harus memungkinkan

kontraksi otot dan gerakan mudah diobservasi.


b.
Bagian tubuh yang dites harus terbebas dari pakaian yang
menghambat.
c.

Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus


dilakukan.

d.

Pasien mengontraksikan ototnya dan stabilisasi diberikan


pada segmen proksimal.

e.

Selama terjadi kontraksi, gerakan yang terjadi diobservasi,


baik palpasi pada tendon.

f.

Memberikan tahanan pada otot yang dapat bergerak dengan

luas, gerak sendi penuh dengan melawan grafitasi.


g.
Melakukan pencatatan hasil MMT.Gunakan taxonomy
dibawah ini ketika mencatat dan melaporkan hasil uji kekuatan otot:
46

5 : mampu bergerak dengan luas, gerak sendi penuh,

melawan gravitasi, dan melawan tahanan maksimal.


4 : mampu bergerak dengan luas, gerak sendi penuh,

melawan gravitasi, dan melawan tahanan sedang.


3 : mampu bergerak dengan luas, gerak sendi penuh,

melawan gravitasi, tanpa tahanan.


2 : mampu bergerak dengan luas, gerak sendi penuh, tanpa
melawan gravitasi.

1 : tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat


dipalpasi.

2.8.3

0 : kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi.


Pemeriksaan Refleks dan Koordinasi gerak

2.8.3.1 Koordinasi gerak


Dapat dinilai waktu pasien melakukan gerakan seperti berjalan, duduk, membuka
pakaian, berbaring atau dengan melakukan pemeriksaan finger to finger(jari-hidung-jari)
untuk ekstremitas atas dan heel to knee untuk ekstremitas bawah.
Tes jari-hidung-jari yaitu pasien dengan posisi lengan dan tangan ekstensi, kemudian
meminta pasien menunjuk hidungnya sendiri dan jari pemeriksa secara bergantian, lalu
pemeriksa memindahkan posisi jarinya ke berbagai tempat dan pasien diminta melakukan
gerakan menunjuk jari-hidung-jari berulang-ulang dengan cepat tes tumit-lutut yaitu pasien
dalam posisi berbaring diminta meletakkan tumit kanan di lutut kiri, kemudian meminta
pasien menggeser tumit kanannya sepanjang tibia kiri kea rah dorsum pedis kiri berulangulang bergantian untuk kedua tungkai.
Apabila pasien tidak dapat melakukannya dengan baik berarti terjadi gangguan
koordinasi gerak.
2.8.3.2 Pemeriksaan Refleks
1. Refleks fisiologis
a. Refleks Bisep
b. Refleks Trisep
c. Refleks Brachioradialis
d. Refleks Patella

47

Gambar Refleks Bisep

Gambar : refleks trisep

Gambar
Refleks Brachioradialis

Gambar Refleks Patella

2.Reflek Patologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Reflek Babinski
Refleks Chaddok
Reflek Schaeffer
Refleks Oppenheim
Refleks Gordon
Reflek Gonda
Reflek Hoffmann-tromner

Gambar Refleks Babinski

Gambar Refleks Chaddok

48

Gambar Refleks Oppenheim


Gambar Refleks Schaeffer

Gambar
Refleks Gordon

Gambar Refleks Gonda

2.9 Pemeriksaan Tanda-tanda Rangsang Meningeal


Adakah Peningkatan suhu tubuh, nyeri kepala, kaku kuduk, mual muntah, kejang
a. Pemeriksaan Kaku kuduk
Minta pasien menggerakkan kepalanya ke samping kanan dan kiri perhatikan ada atau
tidak kekakuan pada leher pasien
b.Pemeriksaan Kernig
-

Posisikan pasien untuk tidur terlentang


Fleksikan sendi panggul tegak lurus (90) dengan tubuh, tungkai atas dan bawah

pada posisi tegak lurus pula.


Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk

sudut lebih dari 135 terhadap paha.


Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135, karena
nyeri atau spasme otot hamstring / nyeri sepanjang N.Ischiadicus, sehingga panggul
ikut fleksi dan juga bila terjadi fleksi involuter pada lutut kontralateral maka
dikatakan Kernig sign positif.

49

Gambar pemeriksaan Tanda Kernig


b. Pemeriksaan Brudzinski I (Brudzinskis neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan ditempatkan dibawah kepala
pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi ditempatkan didada pasien
untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu
menyentuh dada. Brudzinski I positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi
di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik

Gambar : pemeriksaan tanda brudzinski I


c. Pemeriksaan Brudzinski II
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut,
kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul.Kemudian perhatikan ada atau tidak
fleksi pada tungkai yang satu lagi
Apabila Refleks brudzinki I, II dan kernig positif menunjukkan adanya rangsang pada
selaput otak, misalnya pada peradangan(meningitis) atau perdarahan subarachnoid.

50

BAB III
PENUTUP
Fisik diagnostik adalah ilmu untuk membuat diagnosis suatu penyakit melalui
pemeriksaan fisik. Fisik diagnostik merupakan pengetahuan & ketrampilan dasar untuk dokter
Fisik diagnostik penting untuk dipelajari sebagai metode pendekatan praktis kepada
pasien dengan penekanan kepada fisik pasien dan psikis pasien.Pendekatan dilakukan langkah
demi langkah dan seni pengambilan riwayat penyakit.Langkah ini memfokuskanproblem
penyakit pasien.Pemeriksaan fisik merupakan bagian dari proses membuat diagnosis yang
dilakukansetelahanamnesis.Ketrampilan

pemeriksaan

fisik

hanya

dapat

dipelajari

denganpengulangan, melakukan berkali-kali, dan latihan


Dasar pada pemeriksaan fisik ada empat yaitu:
1.
2.
3.
4.

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

DAFTAR PUSTAKA
51

H.M.S. Markum. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Penyakit Dalam FKUI, 2005


Setiyohadi, Bambang. Pemeriksaan Fisis Umum. In: Sudoyo Aru et all editor. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1.Interna Publishing : Jakarta. 2009.


Martin R Cleopas. Pemeriksaan Fisis Dada dan Paru : Sudoyo Aru et all editor. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1.Interna Publishing : Jakarta. 2009.


Simadibrata, Marcellus. Pemeriksaan Abdomen, Urogenital dan Anorektal. In Sudoyo
Aru et all editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Interna Publishing : Jakarta.

2009.
Swartz Mark. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.1995.

52

Anda mungkin juga menyukai