Anda di halaman 1dari 23

Osteoporosis pada Lansia dan Penangananya

Jonathan Kurnia Wijaya


102012149 / E6
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510 - Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
jonathankurnia@hotmail.com
Pendahuluan
Banyak manusia di zaman sekarang ini yang terlarut dalam kehidupan modern
sehingga berbagai macam penyakit dapat diderita. Mulai dari aktivitas manusia dengan alat
bantu gerak yang seiap harinya melakukan aktivitas dengan alat-alat gerak pada tubuhnya.
Contohnya saja tulang dan otot. Aktivitas manusia yang padat dengan tidak diimbanginya
kecukupan dan kelancaran proses metabolisme di dalam tubuh akan membuat organ-organ
pada tubuh akan mengalami gangguan termasuk tulang dan otot yang setiap harinya berperan
dalam kehidupan kita semua.
Osteoporosis merupakan salah satunya bahwa penyakit pada usia lanjut ini dapat
menyerang siapa saja tetapi gejala-gejala dari osteoporosis itu sendiri harus dipelajari dengan
seksama seperti gejala rapuhnya tulang sampai pada patahnya tulang pada usia lanjut juga
membungkuknya badan termasuk dalam gejala osteoporosis. Dengan adanya ilmu radiologi
juga dapat diketahui apakah osteoporosis menyerang tubuh kita ataukah tidak. Dan berbagai
pencegahan juga pengobatan tentang osteoporosis bisa kita ketahui dalam pembahasan kali
ini.
Kasus
Seorang laki-laki usia 60 tahun datang untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.
Ia mengeluhkan punggung bawahnya sering nyeri setelah bangun tidur atau setelah
beraktifitas, namun ia tidak berobat untuk keluhan ini karena ia mengira ini hanyalah suatu
proses penuaan tulang. Dokter yang melakiukan pemeriksaan menganjurkan dilakukan x-ray
pada pasien dan didapatkan hasil adanya lesi litik pada L3-L5. Menurut pasien, saat ibu
pasien berusia kurang lebih 60 tahun juga menglami hal yang sama.
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien.
Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya, yaitu segala
1

hal yang diceritakan oleh penderita. Anamnesis atau medical history adalah informasi yang
dikumpulkan oleh seorang dokter dengan cara melakukan wawancara dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan spesifik baik itu terhadap pasien itu sendiri (auto-anamnesis) maupun
dari orang yang dianggap dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan keadaan
pasien (allo-anamnesis/hetero-anamnesis). Berdasarkan anamnesis yang baik, seorang dokter
biasanya akan menanyakan identitas dan keadaan pasien meliputi:1
1.
2.
3.
4.
5.

Nama lengkap
Jenis kelamin
Umur
Tempat tanggal lahir
Alamat tempat tinggal
11.

6. Status perkawinan
7. Pekerjaan
8. Suku bangsa
9. Agama
10. Pendidikan

Hal pertama yang ditanyakan kepada pasien adalah mengenai riwayat

pribadi pasien. Riwayat pribadi adalah segala hal yang menyangkut pribadi pasien;
mengenai peristiwa penting pasien dimulai dari keterangan kelahiran, serta sikap
pasien terhadap keluarga dekat. Termasuk dalam riwayat pribadi adalah riwayat
kelahiran, riwayat imunisasi, riwayat makan, riwayat pendidikan dan masalah
keluarga.1
12.

Setelah mendapatkan data pribadi pasien, anamnesis selanjutnya adalah

menanyakan keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat keluarga dan riwayat sosial.1
13.

Keluhan utama adalah gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan
penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta
menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar untuk
memulai evaluasi pasien.1 Keluhan utama pasien dengan gangguan muskuloskeletal pada
umumnya meliputi:2

1. Nyeri
14. Sebagai seorang dokter, diperlukan identifikasi lokasi nyeri yang ditanyakan kepada
pasien. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh darah, sendi, fascia, atau periosteum.
Perlu ditentukan kualitas nyeri apakah sakit yang menusuk atau berdenyut. Nyeri
berdenyut biasanya berkaitan dengan tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan
nyeri yang menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang. Perlu juga diidentifikasi
apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas/gerakan. Pada kasus kali ini keluhan nyeri
merupakan keluhan utama yang dialami oleh pasien.2
2. Kekuatan Sendi

15. Perlu ditanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya kekakuan tersebut,
dan apakah selalu terjadi kekakuan.2
3. Bengkak
16.
Perlu ditanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga disertai dengan
nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai cedera pada otot dan tulang. Identifikasi
apakah ada panas atau kemerahan karena tanda tersebut menunjukkan adanya inflamasi,
infeksi, atau cedera.2
4. Deformitas dan Imobilitas
17. Tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba atau bertahap, apakah menimbulkan
keterbatasan gerak. Apakah semakin memburuk dengan aktivitas, apakah dengan posisi
tertentu semakin memburuk.2
5. Perubahan Sensori
18. Tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh tertentu. Apakah menurunnya
rasa atau sensasi tersebut berkaitan dengan nyeri. Penekanan pada saraf dan pembuluh
darah akibat bengkak, tumor atau fraktur dapat menyebabkan menurunnya sensasi.2
19.
Keluhan utama dalam kasus ini adalah seorang laki-laki berusia 60 tahun
mengeluh sangat nyeri pada punggungnya setelah beraktifitas atau tidur. Riwayat penyakit
sekarang adalah penyakit yang bermula pada saat pertama kali penderita merasakan keluhan
itu. Tentang sifat keluhan itu yang harus diketahui adalah:1
1. Tempat
2. Kualitas penyakit
3. Kuantitas penyakit
4. Urutan waktu
5. Situasi
6. Faktor yang memperberat atau yang mengurangi
7. Gejala-gejala yang berhubungan
20.

Pada kasus ini pasien mengaku bahwa keluhan nyeri punggungnya sudah

ia derita sejak lama namun baru sekarang ia keluhkan kepada dokter karna
sebelumnya ia mengira ini hanya proses penuaan.
21.

Riwayat penyakit dahulu adalah riwayat penyakit yang pernah diderita di masa

lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialaminya sekarang. Riwayat
keluarga merupakan segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter dan kontak antar
anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien. Dalam hal ini faktor-faktor sosial
keluarga turut mempengaruhi kesehatan penderita. Pada kasus ini pasien bercerita bahwa
ibunya perna mengalami hal yang sama ketika berumur 60 tahunan.1
22.

Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pendidikan, pekerjaan dan

segala aktivitas di luar pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, perkawinan, tanggungan


keluarga, dan lain-lain. Perlu ditanyakan pula tentang kesulitan yang dihadapi pasien.1

23.

Untuk pasien yang datang dengan kasus muskuloskeletal, seorang dokter harus

melakukan anamnesis sistem organ yang meringkas semua gejala dalam sistem-sistem tubuh.
Anamnesis organ tubuh untuk muskuloskeletal antara lain meliputi: kelemahan otot,
kelemahan gerak, kekakuan otot, keterbatasan gerakan, nyeri sendi, kekakuan sendi,
masalah punggung, kram otot, dan juga deformitas.1
24.
25. Pemeriksaan Fisik
26.

Tujuan pemeriksaan fisik umum adalah untuk mengidentifikasi keadaan

umum pasien saat pemeriksaan dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan sakit, gizi
dan aktivitasnya baik dalam keadaan berbaring atau berjalan.1
27.

Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka pemeriksaan fisik biasanya dimulai

dengan pemeriksaan objektif yaitu tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu dan tingkat
kesadaran, serta pemeriksaan tanda-tanda vital dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.1
28.

Dalam pemeriksaan fisik untuk muskuloskeletal khususnya pada kasus ini,

biasanya yang dilakukan adalah inspeksi dan palpasi saja. Selain itu, dalam pemeriksaan
muskuloskeletal juga diperiksa bagaimana cara berjalan dan mobilitas tubuh dari pasien.
Pasien yang masih bisa memiringkan badannya tanpa kesulitan dikatakan sikap badannya
aktif, sebaliknya yang lemah sikap badannya pasif. Pada beberapa penyakit tulang, sendi atau
saraf, cara berjalan dapat memberi petunjuk yang berarti.1 Pemeriksaan fisik harus dilakukan
secara sistematis untuk menghindari kesalahan. Jika mungkin, gunakan ruangan yang cukup
luas sehingga pasien dapat bergerak bebas saat pemeriksaan gerakan atau berjalan. Teknik
inspeksi dan palpasi dilakukan untuk mengevaluasi integritas tulang, postur tubuh, fungsi
sendi, kekuatan otot, cara berjalan dan kemampuan pasien melakukan aktivitas sehari-hari
selain itu tinggi badan dan berat badan juga harus diukur. Kedalaman pengkajian bergantung
pada keluhan fisik pasien dan riwayat kesehatan dan semua petunjuk fisik yang ditemukan.
Pemeriksa harus melakukan eksplorasi lebih jauh. Pada pemeriksaan fisik, terlihat tandatanda fraktur yang klasik antara lain:2
1. Look
29. Deformitas
: penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan.
30. Fungsiolaesa : hilangnya fungsi gerak pada bagian yang mengalami fraktur.
2. Feel
31. Terdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu
3. Move
32. Krepitasi

: terasa krepitasi saat bagian tersebut digerakkan.


4

33. Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.
34. Memeriksa seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak
mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan.
35.

Pada kasus ini tidak di beritahukan tentang pemeriksaan fisik yang sudah
dilakukan. Seharusnya pada pemeriksaan fisik osteoporosis sering ditemukan
kifosis dorsal atau gibbus (dowagers hump) dan penurunan tinggi badan selain itu
didapati juga protuberantia abdomen, spasme otot pravetebral dan kulit yang tipis. 4

36.
37. Pemeriksaan Penunjang
38.

Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan laboratorium dalam arti luas adalah

setiap pemeriksaan yang dilakukan di luar pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang dalam
garis besarnya dimaksudkan sebagai alat diagnostik, petunjuk tatalaksana, dan petunjuk
prognosis.1
39.

Pemeriksaan

penunjang

untuk

kasus

yang

berhubungan

dengan

muskuloskeletal antara lain bisa berupa: film polos, isotop, CT scan, maupun MRI.
40.

Film polos merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang utama pada

sistem skeletal dimana penatalaksanaannya harus dilakukan dengan dua proyeksi. Untuk
daerah vertebra sebaiknya digunakan proyeksi yaitu pada posisi anteroposterior dan lateral.3
41.

Isotop adalah pemeriksaan dimana kandungan senyawa technetium-99m

fosfonat terakumulasi pada tulang beberapa jam setelah penyuntikan isotop secara intravena;
pada prinsipnya pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi proses peradangan pada
jaringan lunak muskuloskeletal, lesi-lesi metastatik pada tulang, dan kelainan fungsional
tulang.3
42.

Computed Tomography Scan atau CT-Scan adalah pemeriksaan yang bertujuan

untuk mengevaluasi fraktur tertentu yang terjadi pada seseorang.3


43.

Magnetic Resonance Imaging atau MRI adalah pemeriksaan yang membantu

untuk melihat adanya massa jaringan lunak, tumor tulang, maupun sendi. MRI sangat sensitif
pada trauma kartilago, otot, ligamen, dan tendon.3
44.

Pemeriksaan yang akan dilakukan untuk pasien ini adalah film polos atau x-ray.
Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan Bone-spesific alkaline phospatase.

45.

Bone-spesific alkaline phospatase adalah pemeriksaan alkali fosfatase yang dihasilkan


oleh osteoblas yang berguna untuk mineralisasi tulang sehingga dapat diketahui kinerja
osteoblas dan tingkat mineral di dalam tulang. Nilai normal: pria 90239 /L dan wanita
di bawah 45 tahun 76196 /L dan wanita >45 tahun 87250 /L. 4,5
5

46.

Selain itu juga dapat dilakukan test Osteocalcin yang juga merupakan pertanda
aktivitas osteoblas dan formasi tulang serta resorpsi mineral tulang, sehingga pada proses
pertumbuhan tulang osteocalcin sangat tinggi kadarnya di dalam tulang4

47.
48. Diagnosis Kerja : Osteoporosis
49.

Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditanda dengan

penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektuktur tulang sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001, National Institute of Health (NIH),
mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
compromised bone strength sehingga tulang mudah patah. 4
50.
51. Osteoporosis Tipe I&II
52.

Osteoporosis dibagi menjadi 2 jenis, osteoporosis tipe primer, dan

osteoporosis sekunder.Osteoporosis primer tidak diketahui penyebabnya, sedangkan


osteoporosis sekunder diketahui penyebabnya.Osteoporosis primer kemudian dibagi menjadi
2 jenis, yakni osteoporosis tipe I dan II.Tipe yang pertama disebut juga osteoporosis pasca
menopause, sedangkan yang kedua disebut osteoporosis senilis karena terjadi gangguan
absorbsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang
mengakibatkan osteoporosis. Penelitian menunjukan bahwa baik pada tipe pertama dan
kedua, keduanya terkait erat dengan kadar estrogen dalam tubuh. Selain itu, diketahui pula
bahwa pemberian kalsium dan vitamin D tidak memberikan hasil yang adekuat pada tipe II. 4
53.
54. Patogenesis Osteoporosis Tipe I
55.

Resorpsi tulang meningkat setelah menopause, terutama 10 tahun setelah

menopause.Oleh karena itu maka insidens fraktur, terutama fraktur vertebrae dan radius distal
meningkat.Penurunan densitas tulang terutama pada tulang trabekular yang memiliki
permukaan yang luas.Hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estorgen. Pertanda terjadinya
resorpsi tulang dan formasi tulang, keduanya mengalami peningkatan bone turnover.
Estrogen, dalam hal ini menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal
cells dan sel-sel mononuklear seperti IL-1, IL-6 dan TNF-a yang berperan meningkatkan
kerja osteoklas. Karena itulah, ketika seseorang mengalami menopause dan mengalami
penurunan kadar estrogen, maka terjadi peningkatan berbagai macam sitokin yang berujung
pada peningkatan produksi osteoklas. 4

56.

Selain meningkatkan produksi osteoklas, menopause juga menurunkan absorbsi


kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Menpause juga
menurunkan sintesis berbagai macam protein yang membawa 1,25(OH) 2D sehingga
pemberian estrogen akan meningkatkan konsentrasi 1,25(OH) 2D pada plasma. Tetapi
pemberian estrogen transdermal tidak berpengaruh karena tidak dibawa ke hati.Meskpiun
estrogen transdermal dapat meningkatkan absorbsi kalsium di usus secara langsung tanpa
dipengaruhi vitamin D. 4

57.

Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH
akan meningkat pada wanita menopause sehingga akan memperberat osteoporosis. 4

58.
59. Patogenesis Osteoporosis Tipe II
60.

Selama hidupnya, wanita akan kehilangan 42% tulang spinalnya, dan 58%

tulang femurnya. Pada umur 80-90an, terjadi ketidakseimbangan remodelling tulang, dimana
resorpsi tulang meningkat sedangakn formasi tulang tetap atau menurun.Hal ini
menyebabkan penurunan masa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan
resiko fraktur.Sampai saat ini tidak diketahui penyebab menurunanya osteoblas pada orang
tua, diduga karena penurunan estrogen dan IGF-1.Defisiensi vit D dan kalsium juga sering
dialami orang tua karena berbagai faktor, seperti asupan yang kurang, malabsorbsi, anorexia
dan kurangnya paparan sinar matahari. Hal ini semakin meningkatkan resorpsi tulang dan
menurunkan massa tulang, terutama pada orang-orang yang tinggal di daerah dengan 4
musim. Defisiensi protein, aspek lingkungan dan genetik juga berpengaruh. 4
61.

Beda halnya dengan pria yang tidak mengalami menopause sehingga tidak terjadi
penurunan kadar estrogen secara mendadak, maka kehilangan massa tulang dalam jumlah
besar seperti pada wanita tidak terjadi. Kehilangan massa tulang terjadi secara linier, dan
menipis secara sedikit demi sedikit. 4

62.

Dengan bertambahnya umur, remodelling endokortikal dan intrakortikal akan


meningkat sehingga kehilangan tulang terutama terjadi pada tulang kortikal dan
meningkatkan resiko fraktur tulang kortikal, misal pada femur proksimal. Total
permukaan tulang untuk remodelling tidak berubah dengan bertambahnya umur. Hanya
berubah dari tulang trabekular ke kortikal. Pada laki-laki tua, peningkatkan resorpsi
endokortikal tulang panjang akan diikuti peningkatakan formasi periosteal, sehingga
diameter tulang panjang akan meningkat dan menurunkan resiko fraktur pada laki-laki
tua. 4

63.

Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi
pada orang tua.Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan
keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan pengelihatan, lantai yang licin atau tidak
rata dsb.Pada umumnya resiko terjatuh pada orang tua tidak disebabkan oleh penyebab
tunggal. 4

64.
65. Diagnosis Banding
1. Multiple Myeloma
66.

Multiple myeloma (MM) adalah tumor malignat tersering kedua pada tulang dan paling
sering mengenai tulang belakang terutama pada bagian vertebrae yang kaya akan sumsum
merah. Dikenal juga dengan nama plasma cell myeloma atau Kahlers disease, MM
adalah kanker pada sel plasma, sejenis sel darah putih yang berfungsi menghasilkan
antibodi. Pada multiple myeloma, akumulasi jumlah sel plasma abnormal di sumsum
tulang belakang akan menggangu produksi sel darah normal. Pada beberapa kasus MM
juga menunjukan adanya produksi protein abnormal yaitu paraprotein yang dapat
menyebabkan kerusakan pada ginjal. Lesi pada tulang dan hiperkalsemia atau kadar
kalsium yang tinggi juga sering dijumpai.6,7
a. Epidemiologi
67.

Di Amerika dan Eropa insidennya 3 diantaran 100.000 penduduk, lebih

banyak ditemukan pada orang kulit hitam dibandingkan dengan kulit putih, dan lebih
banyak pada usia lanjut (rata-rata pada usia 62 tahun). Di Indonesia, dilaporkan
penyakit ini lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan wanita, pada rentang usia
52-72 tahun. Insiden dilaporkan meningkat setelah terkena sinar radioaktif.8
b. Patofisiologi
68.

Multiple myeloma dicirikan dengan adanya proliferasi neoplastik sel

plasma pada lebih dari 10% sumsum tulang belakang. Penelitian menunjukan
bahwa sel tumor pada sumsum tulang belakang memainkan peran yang penting pada
patogenesis myeloma sehingga opsi penatalaksanaan yang adapun semakin banyak. Sel
malignant pada MM, sel plasma dan limfosit plasmatosit adalah limfosit-B yang paling
matang, dikarakteristikan dengan produksi antibodi monoklonal IgG dan IgA. Peran
sitokin juga menjadi sasaran penelitian. Interleukin (IL)-6 juga merupakan faktor
penting pada pertumbuhan in-vitro sel myeloma. Siitokin lain yang berpengaruh adalah
TNF dan IL-1b. 9

69.

Proliferasi sel yang berlebihan menyebabkan penghancuran tulang

dengan lesi osteolitik, anemia dan hiperkalasemia. Penghancuran tulang dan


pergantianya dengan sel tumor menyebabkan kesakitan, penekanan pada korda spinalis
dan fraktur patologis. Infiltrasi sumsum tulang belakang oleh sel plasma berujung pada
neutropenia, anemia dan trombositopenia. Multiple myeloma juga dapat menyebabkan
kerusakan ginjal dimana yang tersering adalah cedera tubuler dan amylodosis. Kondisi
ginjal yang paling sering ditemukan antara lain nefropatia hiperkalsemik, hiperurisemia
karena infiltrasi renal oleh sel plasma. 9
c. Manifestasi dan Gejala Klinis
70.

Penyakit ini sering kali di dahului tanpa keluhan yaitu asimptomatik. Keluhan

tersering yang muncul adalah gejala-gejala yang berhubungan dengan anemia, nyeri
tulang dan infeksi. Nyeri tulang yang timbul dapat di sebabkan oleh gejala-gejala
akibat kerusakan pada rangka tulang tubuh, berupa pembengkakan, nyeri setempat,
nyeri hebat yangterus menerus, dan fraktur patologis yang dapat terjadi padatulangtulang tengkorak, veterbra, sternum, iga-iga, ileum, sacrum dan pangkal-pangkal sendi
bahu dan panggul. Nyeri dapat bersifat hilang timbul, berpindah-pindah, dan
menyerupai reumatik, paling sering pada tulang punggung. Fraktur patologis di tulang
punggung menyerupai nyeri pada pleuritis, gangguan neurologis, deformitas dinding
dada, dan berkurangnya tinggi badan, bila kerusakan pada tulang punggung bagian
pinggang, bagian dada, serta bagian bawah. Dalam perjalanan penyakit yang lanjut,
dapat terjadi gagal ginjal kronik. Kadang-kadang pasien didiagnosis myeloma
multiple karena penemuan labolatoriun yang menunjukan hiperkalsemia,
proteinuria, dan abnormalitas pada elektroforesis serum.8
71.

Pada pemeriksaan fisik pasien mungkin memperlihatkan wajah yang pucat,

tulang yang lunak dan terdapat massa pada jaringan lunak. Pasien mungkin dapat
membuat gejala neurologis yang berhubungan dengan neuropati atau kompresi tulang
belakang. Ada pula gejala neurologis yang unik berupa ensefalopati hiperkalsemia yaitu
bingung, delirium atau koma, mual-mual, muntah atau bahkan dehidrasi. Pasien dengan
amiloidosis dapat mempunyai lidah yang membesar, neuropati dan gagal jantung
kongestif.8
72.

Pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan labolatorium terdapat anemia, Hb

antara 7-10g/dl dengan gambaran norsitik normokrom dan disertai dengan rendahnya
kadar retikulosit. Pemeriksaan leokosit umumnya normal, kecuali pada 50% kasus
ditemukan neutropenia dengan limfositosis relative serta ditemukannya sel plasma dan
9

limfotif muda. Trombosit umumnya dalam batas normal, meskipun dalam beberapa
kasus tombositopenia mungkin saja terjadi. 8
73.

Pada pemeriksaan radiologi, lesi tulang tampak sebagai kelainan yang

disebut punch out lesion. Lesi ini pada tulang iga memberikan gambaran motting
(keropos), sedangkan pada tulang punggung gambarannya berupa struktur tulang
jarang, tumor globular, pemendekan, dan pemuntiran serta hilangnya bayangan diskus
intervetebra. Tetapi pada stadium disi lesi tulang yang ditemukan adalah
osteoporosis, sangat jarang ditemukan osteosklerosis. Kadang-kadang ditemukan
pula tumor sel plasma soliter yang memberikan gambaran lesi kistik yang berbentuk
seperti bursa sabun yang besar dan tunggal. Dalam pemeriksaan sum-sum tulang
ditemukan sel myeloma 5%-10% dan apa bila ditemuakn lebih dari itu diagnosis
multiple myeloma dapat ditegakan. Dengan mikroskop dapat ditemukan inkusi
imunoglobin yang menumpuk.6,8
d. Penatalaksanaan
74.

Tujuan pengobatan adalah menghilangkan rasa sakit sehingga pasien

dapay bergerak aktif untuk menghindari demineralisasi tulang yang lebih lanjut akibat
immobilisasi. Pemakaian korset lumbal dapat dilakukan agar mengurangi rasa nyeri
punggung. Minum banyak air 2-3 liter per hari agar urin banyak dan cukup untuk
mengeluarkan kalsium,asam urat dan rantai ringan immunoglobulin. Setiap infeksi yang
terlihat harus berhati-hati dan diobati secepatnya. Bila patah tulang panjang sebaiknya
dipasang pin intra medular kemusian diradiasi. Radiasi sebaiknya juga diberikan pada
kelainan osteolitik yang terlokalosasi massa paraspinal, serta pemekanan pada sum-sum
tulang.8
75.

Bila terdapat hiperkalsemia dapat diberikan pengobatan dengan infuse

cairan dan prednisolon. Pengobatan medikamentosa yang dianjurkan adalah dengan


kombinasi melfalan atau siklofosfamid dengan prednisolon secara intermiten. Dosis
melfalan 10mg/m2 selama 4 hari kemudian diulang 4-6 minggu kemudian. Dosis ini
dapat dinaikan sampai timbul neutropenia atau trombositopenia ringan atau sampai ada
perbaikan keadaan pasien yang nyata. Sedangkan prednisolon diberikan 60mg/m 2, juga
selama 4 hari lalu kemudian diulang 4-6 minggu kemudian. Sedanglan dosis
siklofosfamid adalah 1000mg/m2 IV diberikan 1 kali saja, lalu diulang 4-6 minggu
kemudian. Pengobatan kombinasi tersebut dapat diberikan paling lama selama 1 tahun
atau kurang.8
e. Prognosis
10

76.

Penyakit ini dapat dikontrol dengan baik, meskipun tidak dapat disembuhkan.

Program pasien tergantung pada hal-hal berikut ini, yaitu kadar ureum, kreatinin dan
kalsium serum, ada atau tidaknya protein yang mempunyai berat molekul tinggi dalam
urin, kuantitas dan kualitas lesi tulang, ada tidaknya anemia, presentase sel myeloma
dalam tulang dan umur pasien, dll. 8
77.
2. Penyakit Paget
78.

Penyakit Paget adalah gangguan tulang yang ditandai oleh pola remodelling

tulang yang dipercepat. Episode berulang penguraian tulang yang cepat diikuti oleh periode
pembentukan tulang yang singkat. Tulang baru menjadi tebal dan kasar, proses ini akhirnya
menyebabkan nyeri, deformitas struktural dan kelemahan akan dikenali sebagai sebab
kenaikan alkali fosfatase. Aliran darah ke tulang yang dipengaruhi oleh penyakit Paget
meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang tinggi yang menyebabkan
pembesaran tulang yang terkena. Tulang baru abnormal dalam struktur, menyebabkan ia lebih
lemah dari tulang normal, meskipun mengandung mineral yang sangat tinggi. Tulang panjang
dan tulang kranium, spina, dan panggul adalah tulang yang paling sering terkena. Prevalensi
penyakit Paget pada pria lebih tinggi dibanding wanita. Biasanya dijumpai pada individu
yang berusia lebih dari 70 tahun. Penyebab penyakit ini tidak diketahui.3,4,5
79. Penyakit paget berhubungan dengan kelainan fungsi osteoklas, yang menjadi sangat aktif
sehingga mengubah homeostasis normal dari remodelling tulang:

Pada tahap awal terjadi peningkatan resorpsi tulang, sehingga membentuk lesi lisis
(osteoporosis sirkumskripta).

Pada tahap lanjut terjadi stimulasi pembentukan tulang baru yang tidak proporsional dan
tidak teratur, menyebabkan adanya daerah-daerah sklerosis tulang.
80.

Siklus resorpsi dan pembentukan menyebabkan peningkatan besar

dalam turnover tulang dan akhirnya terbentuk tulang yang sangat tidak teratur, dan
rentan terhadap fraktur.6
81.

Penyakit Paget ssering kali asimtomatik dengan satu-satunya kelainan hanya

berupa peningkatan fosfatase alkali. Seiring dengan waktu, 90% dari pasien-pasien ini
menunjukkan gejala Paget. Gambaran yang simtomatik tergantung dari tempat dan
banyaknya tulang yang terlibat. Sebanyak 20% pasien mengalami lesi tulang tunggal.
Panggul, tulang belakang, tulang-tulang panjang, dan tengkorak merupakan tempat yang
paling sering terkena. Gejala yang umum meliputi nyeri tulang, deformitas tulang, dan

11

peningkatan suhu pada daerah yang terkena. Komplikasi pada tulang yang penting
adalah fraktur (10%) dan sarkoma osteogenik (jarang < 1%).6
82.

Komplikasi-komplikasi lain sangat jarang terjadi, seperti:6

Komplikasi kardiovaskuler: keadaan output yang meningkat akan menyebabkan gagal

jantung atau penyakit jantung iskemik.


Komplikasi neurologis: kompresi saraf kranial, tuli konduktif (karena osifikasi tendon

stapedius/ kompresi N.VIII) dan stenosis spinal.


Lain-lain: termasuk hiperkalsemia atau hiperkalsiuria, yang nantinya akan menyebabkan
batu ginjal.

83. Ciri khas pada penyakit Paget adalah adanya gambaran cotton wool apperance di
tulang kepala yaitu gambaran seperti kapas dan ivory vertebral body pada
columna vertebra yang terlihat lebih opak dibandingkan dengan vertebra lainnya.
84.
85. Penatalaksanaan
86.

Dalam menangin suatu penyakit dibutuhkan terapi obat-obatan atau

farmakologis dan edukasi pencegahan penyakit tersebut. Berikut merupakan terapi


farmakologis dan edukasi terhadap osteoporosis.
1. Farmakologis
a. Kalsium
87. Asupan kalsium pada penduduk asia pada umumnya lebih rendah dari kebutuhan kalsium
yang direkomendasikan Institute of Medicine, National Academy of Science (1997), yaitu
sebesar 1200mg. Kalsium sebagai monoterapi ternyata tidak dapat mmencegah fraktur
pada pasien osteoporosis. Preparat kalsium terbaik adalah calcium karbonat, karena
mengandung kalsium element 400 g /gram, disusul oleh kalsium fosfat, kalsium sitrat,
kalsium laktat dan kalsium glukonat.4,10
b. Vitamin D
88. Vitamin D digunakan untuk penyerepan kalsium diusus. Lebih dari 90% vitamin D
disintesis dibawah kulit oleh paparan sinar ultraviolet. Pada orang tua kemampuan untuk
aktifasi vitamin D dibawah kulit menjadi sangat berkurang, sehingga pada orang tua
sering terjadi defisiensi vitamin D. kadar vitamin D dalam darah dapat diukur dengan
mengukur kadar 25-OH vitamin D.4
89. Pada penelitian didapatkan suplementasi 500 IU kalsiferol dan 500mg kalsium peroral
selama 18 bulan ternyata dapat menurunkan risiko fraktur non spina sampai 50%. Vitamin
D diindikasikan untuk paraorang tua yang jarang terkena paparan sinar matahari tetapi
tidak diindikasikan kepada populasi anak-anak asia yang banyak terpapar sinar
matahari.4,10
12

c. Esterogen
90. Pencegahan fraktur pada wanita usia lanjut dengan osetoporosis menggunakan estrogen
masih controversial. Beberapa studi membuktikan perempuan dengan terapi esterogen
mengalami kemungkinan terkena penyakit kantung empedu 34% lebih tinggi dan risiko
untuk menjalani operasi biller adalah 38% lebih tinggi, risiko kematian akibat kanker
ovarium pun lebih tinggi hingga 51%. Selain itu ada pula studi yang merupakan uji klinik
randomisasi terkontrol pada wanita 50-79 tahun mendapatkan penurunan panggul dan
vertebra sebesar 24%, tetapi efek samping pemakainan jangka panjang adalah kanker
payudara dan kanker endometrium.4,10
d. Kalsitonin
91. Kalsitonin intranasal (200 IU perhari selama 5 tahun)dapat menurunkan risiko fraktur
vertebra sampai 21%. Sedangkan bukti klinis terhadap pencegahan fraktur non vertebra
belum banyak di teliti.10
e. Bifosfonat
92. Bifosfonat adalah analog pirofosfat dimana atom oksigennya digantikan oleh carbon.obat
ini mempunyai efek menghambat resorpsi tulang, efek ini ditemukan secara empiris pada
saat melakukan studi tentang mineralisasi tulang. Obat bifosfonat bekerja menghambat
enzyme farnesyl difosfonat sintase sehingga kadar geranylgeranyl difosfonat menurun.
Geranilgeranyl difosfonat diperlukan untuk reaksi prenilasi guanosine-trifosfat binding
protein yang sangat essensial untuk aktivitas osteoklas. Penghambatan osteoklas akan
mengakibatkan apoptosis osteoklas sehingga proses resopsi tulang menjadi tidak terjadi,
menurunkan turn over tulang sehingga keseimbangan tulang menjadi positif. Pyrimidinyl
bifosfonat 5mg selama 12 bulan mampu meningkatkan densitas mineral tulang sampai
0,8%-3,8% divetebra dan 11%-1,1% ditulang femur.
93. Pemakaian bifosfonat memerlukan perhatian khusus untuk usia lanjut karena iritasi
esophagus yang dapat ditimbulkannya. Untuk mencegahnya maka pasien harus mminum
obat dengan air yang cukup pada posisi duduk tegak dan tetap tegak selama 30 menit.10
f. Hormone paratiroid
94. Penggunaan hormone paratiroid (PTH) yang diberikan selaka 18-23bulan dengan dosis
20-40mg dikombinasikan dengan obat yang menghambat osteoklas lain seperti bifosfonat
atau kalsitonin mampu menaikan densitas tulang dan menurunkan faktor risiko terkena
fraktur secara bermakna pada perempuan osteoporosis pasca menopause. PTH juga dapat
bekerja secara langsung terhadap tulang dengan meningkatkan aktivitas osteoblas dengan
cara memperpanjang usia hidup osteoblas sehingga meningkatkan jumlah osteoblas,
sehingga densitas tulang bertambah, hal iini terutama akan terlihat pada 12-18 pertama.10
2. Non-Farmakologis

13

95. secara teoritis, osteoporosis dapatdiobati dengan cara menghambat kerja osteoclas
dan/atau meningkatkan kerja osteoblas. Walaupun demikian saat ini obat yang beredar
umumnya menekan kerja osteoklas, contohnya esterogen, bifosfonat dan kalsitonin.
Sedangkan yang meningkatkan osteoblas adalah Na-Flourida dan PTH. Sedangkan
kalsium dan vitamin D tidak member dampak pada osteoklas maupun osteoblas, tetapi
diperlukan untuk optimalisasi mineralisasi tulang. Kekurangan kalsium darah akan
meningkatkan PTH sehingga pengobatan menjadi tidak efektif. Maka dari itu harus
dilakukan edukasi terhadap pasien-pasien osteoporosis antara lain :
1. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik secara teratur untuk memelihara kekuatan,
kelenturan dan koordinasi system neuro muscular serta kebugaran.
2. Hindari rokok, alcohol, mengangkat barang-barang yang berat dan berbagai hal yang
menyebabkan pasien terjatuh serta berbagai obat-obatan atau penyakit yang
menyebabkan osteoporosis.
3. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testosterone dan menopause
awal pada wanita.
4. Perbanyak vitamin D didalam tubuh dengan memberikan suplementasi 400 IU/ hari
atau 800 IU/hari pada orang tua.
5. Hindari pengeksresian berlebihan kalsium di ginjal dengan memberikan natrium
sampai 3gr/hari untuk meningkatkan resopsi kalsium urin>300mg/hari, berikan
diuretic tiazid dosis rendah (HCT 25mg/hari).
96. Terdapat pula latihan yang sangat penting bagi penderita osteoporosis karena dengan
latihan pasien osteoporosis akan lebih tangkas dan lebih kuat ototnya sehingga tidak
mudah terjatuh, selain itulatihan juga akan mencegah perburukan osteoporosis karena
akan mendapatkan rangsangan biofisikoelektrokemikal yang akan meningkatkan
remodeling tulang. Pada pasien osteoporosis latihan pertama-tama dilakukan tanpa beban
lalu akan ditingkatkan perlahan-lahan dengan beban hingga mencapai beban yang
adekuat. Selain latihan dapat dipakaikan alat bantu pada pasien osteoporosis misalkan
korset lumbal, korset ini akan mencegah pasien mengalami fraktur korpus vertebra, dapat
juga dibantu dengan tongkat attau alat bantu lainnya, terutama pada orang tua yang
terganggu keseimbanganya.4
97.
98. Prognosis
99.

Densitas tulang dapat dijadikan tolak ukur terapi berhasil atau tidak. Bila

dalam waktu 1 tahun tidak terjadi peningkatan atau penurunan densitas tulang artinya terapi
yang dijalankan berhasil karena activitas osteoclas sudah dapat ditekan. Selain pemeriksaan
14

densitas tulang pemeriksaan labolatorium seperti alkali fosfatase dan osteocalcin dapat juga
menilai hasil terapi.
100.

Prognosis pada osteoporosis sebenarnya baik jika ditangani dengan baik dan

diketahui sejak dini. Dengan pemberian obat-obatan dan latihan fisik yang cukup akan
memperlambat kerja osteoclas sehingga tidak akan terjadi penurunan densitas tulang lagi.
Namun penurunan densitas tulang yang terjadi sebelum terapi harus diperbaiki juga dengan
pemberian kalsium serta vitamin D. Dengan penanganan yang tepat dan jika diketahui sejak
diniosteoporosis dapat dihidari dari komplikasi-komplikasinya. Salah satu cara mengetaui
densitas tulang dini adalah dengan pemeriksaan Bone Density.4
101.
102.

Komplikasi
103.

Pada penyakit osteoporosis yang terjadi adalah penurunan densitas tulang

sehingga pasien-pasien yang menderita osteoporosis mempunyai kemungkinan besar unntuk


terjadi komplikasi yaitu fraktur osteoporotic. Insidens fraktur pergelangan tangan meningkat
secara bermakna setelah umur 50an, fraktur vertebra 60an, dan fraktur panggul 70an. Pada
perempuan resiko fraktur 2kali dibandingkan dengan laki-laki pada umur yang sama dan k
rena angka harapan hidup perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki maka prevalensi fraktur
osteoporotic pada perempuan menjadi jauh lebih tinggi di bandingkan dengan laki-laki.4
104.
105.

Epidemiologi dan Faktor Resiko Osteoporosis

106.

Osteoporosis dapat menyerang pria maupun wanita. Kondisi ini berkaitan dengan usia
dan khusus pada wanita umumnya karena menopause. Satu dari tiga wanita dan satu dari
12 pria berusia di atas 50 tahun akan menderita retak osteoporosis hal ini dikarenakan
penurunan densitas tulang sehingga pada pasien yang menderita osteoporosis sangat
memungkinkan untuk terjadi fraktur.4
107.

Selain itu dari penelitian yang luas tampak jelas bahwa fraktur yang berkaitan

dengan osteoporosis sering ditemukan pada laki-laki maupun perempuan. Analisis catatan
pasien memperlihatkan 150.000 kasus fraktur yang berkaitan dengan osteoporosis setiap
tahunnya di Inggris dan diantara jumlah tersebut 60.000nya adalah fraktur pada pinggul.
Sedangkan di AS dilaporkan lebih dari 1,2 juta kasus fraktur yang berkaitan dengan
osteoporosis setiap tahunnya.11
108.
109.

Etiologi Osteoporosis

1. Genetic
15

110.

Laki-laki yang orang tuanya menderita osteoporosis, ternyata memiliki

densitas massa tulang yang lebih rendah dibandingkan laki-laki pada umumnya. Selain itu
laki-laki yang ibunya menderita fraktur panggul, ternyata memiliki risiko lebih tinggi
untuk menderita fraktur vertebra. Sampai saat ini, tidak di dapatkan gen spesifik yang
megatur massa tulang dan risiko fraktur pada laki-laki.4
2. Hipogonadisme
111.
Hipogonadisme merupakan salah satu penyebab osteoporosis dan gagalnya
pencapaian massa tulang pada laki-laki. Dalam hal ini, terapi pengganti testosterone
memiliki efek yang baik untuk meningkatkan massa tulang pada laki-laki dengan
hipogonadisme. Sering kali pemeriksaan hipogonadisme pada laki-laki tidak mudah di
deteksi, karena ukuran testis tetap normal, libido yang tetap normal, kadar testosterone
yang tetap normal walaupun kadar luteinizxing hormone meningkat. 4
3. Involusi
112.
Dengan bertambahnya umur, terjadi penurunan massa tulang pada laki-laki,
kira-kira 3%-4% per-dekade setelah umur 40 tahun. Setelah umur 50 tahun, kehilangan
massa tulang lebihbesar lagi, walaupun demikian tetap lebih rendah dibandingkan wanita.
Resopsi endosteal pada laki-laki, tampaknya di kompensasi dengan formasi periosteal,
sehingga risiko fraktur dan penurunan densitas tulang tidak sehebat pada wanita.4
4. Penyakit dan obat-obatan
113.
Berbagai penyakit, obat-obatan, dan gaya hidup dapat menyebabkan
osteoporosis sekunder pada laki-laki, misalnya glukokortikoid, merokok, alcohol,I
nsufisiensi, ginjal, kelainan gastrointestinal dan hati, hiperparatiroidisme, hiperkalsiuria,
antikonvulsan tirotoksikosis, imobilisasi lama, arthritis rheumatoid dsb. 4
5. Idiopati
114.
Sekitar 30% osteoporosis pada laki-laki ternyata tidak diketahui jelas
penyebabnya. Diagnosis osteoporosis idiopatik ditegakan setelah semua penyebab lain
dapat disingkirkan. Saat ini diduga terdapat hubungan antara osteoporosis idiopatik
dengan rendahnya kadar IGF-I atau IGF-I binding protein 3. 4
115.
116.

Gambaran Klinis Osteoporosis


117.

Pada umumnya pasien dengan osteoporosis datang ke dokter dengan keluhan

nyeri pada tulangnya. Nyeri ini bisa dikarenakan penurunan densitas tulang, sehingga tulang
tidak mampu menumpu berat badat lagi atau dapat juga nyeri dikarenakan fraktur pada tulang
yang terjadi osteoporosis. Fraktur vertebra (baji) paling sering terjadi pada pertengahan dorsal
tulang belakang dan sambungan torakolumbalis. Kejadiannya bisa asimtomatik, atau
menyebabkan nyeri punggung berat mendadak. Nyeri akan berkurang pada saat istirahat di

16

tempat tidur. Nyeri ringan akan muncul pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika
melakukan aktivitas atau karena suatu pergerakan yang salah. Sedangkan Fraktur multipel
menyebabkan penurunan tinggi badan dan deformitas tulang belakang. Pada kasus ini
pasien datang juga dikarenakan nyeri saat sehabis tidur dan melakukan aktivitas serta
pada x-ray ditemukan lesi litik pada lumbal 3 sampai lumbal 5. Lesi litik ini terjadi
karena penurunan densitas tulang pada pasien osteoporosis.3,4,12

118.
120.

Gambar 1. Osteoporosis12
122.
123.

119.
121.

Gambar 2. Osteoporosis12

Hati-hati bila di dapatkan gambaran lesi litik seperti punch out kemungkinan

osteoporosis yang diderita oleh pasien dikarenakan multiple myeloma, bila didapatkan
gambaran penebalan korteks

tulang dan pembesaran tulang bisa dimungkinkan paget

disease.3,8

17

124.

125.

126.

Gambar 3. Penyakit Paget13

127.

Gambar 4. Penyakit Paget14

18

128.

129.
130.

131.

Gambar 5. Multiple Myeloma15


133.

134.

132.

Gambar 6. Multiple Myeloma15

fraktur osteoporitik dapat pula terjadi pada pasien dan selain dapat

menyebabkan nyeri, dapat terjadi pula penurunan tinggi badan, kifosis pada tulang punggung
sehingga mendapatkan gambaran seperti punuk kuda.3

19

135.

136.
137.

138.
140.

16

141.

Kesimpulan
142.

139.

17

Sakit nyeri punggung yang diderita oleh laki-laki berumur 60 tahun tersebut

belum tentu merupakan osteoporosis, karna hasil pemeriksaan penunjangnya kurang lengkap,
saya menganjurkan pemeriksaan lanjutan yaitu CBC atau complete blood count. Jika ia
menderita anemia dan kadar hb turun perlu disarankan atau dirujuk pada dokter spesialis
ortopedi dengan dugaan multiple myeloma stadium awal. Selain itu juga dapat dilakukan
pemeriksaan labolatorium yaitu pemeriksaan alkali fosfatase sehingga kita dapat mengetahui
aktivitas osteoblas dalam tubuh, karena pada penyakit paget, aktivitas osteoblas meningkat
hingga 85%.
143.

Tetapi jika hasil labolatorium CBC menunjukan angka-angka yang normal,

pemeriksaan alkali fosfatase dapat digolongkan normal atau menurun bisa dipastikan pasien
menderita osteoporosis.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.
20

151.
152.
153.
154. Daftar Pustaka
1. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes
Indonesia; 2004.h.1-4,6,13-5,20,98.
2. Suratun, Heryati, M Santa, Raenah E. Klien gangguan sistem muskuloskeletal. Jakarta:
EGC; 2008.h.17-8, 150-2.
3. Patel PR. Radiologi. Ed 2. Jakarta: Erlangga; 2007.h.192-4.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.2650-76.
5. Priyana A. Peran pertanda tulang dalam serum pada tatalaksana osteoporosis. Universa
Medicina 2007; 26:152-9.
6. Kricun ME. Imaging of bone tumors. Pennsylvania: W.B Saunders Company; 2004.
p.278-9.
7. Palumbo A, Rajkumar SV. Treatment of newly diagnosed myeloma. Leukemia. Mar
2009;23(3):449-56.
8. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R dkk. Kapita selekta fakultas kedokteran UI. Edisi ke 3.
Jakarta: Media Aesculapius ; 2005.h.555-6
9. Raab MS, Podar K, Breitkreutz I, Richardson PG, Anderson KC. Multiple myeloma.
Lancet. July 25 2009;374(9686):324-39.
10. Perhimpunan Osteoporosis Indonesia. Osteoporosis. Jakarta: Perosi; 2006. h.24-7.
11. Michael JG, Barri MM, John MK, Lonere A. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC;
2005.h.458-460.
12. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Belajar dari awal radiologi klinis dari gambar ke
diagnosis. Jakarta: EGC; 2013.h.128-131.
13. Paget disease, diunduh dari: http://blog.myesr.org/dr-pepes-diploma-casebook-case-5/, 14
Maret 2014.
14. Paget

disease,

diunduh

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/394165-

overview#a19, 14 Maret 2014.


15. Multiple

myeloma,

diunduh

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/391742-

overview, 14 Maret 2014.


16. Osteoporosis

pada

tulang

belakang,

diunduh

dari:

http://marcusbrillius.hubpages.com/hub/Osteoporosis-the-brittle-truth, 15 Maret 2014.

21

17. Fraktur

osteoporosis

pada

tulang

belakang,

diunduh

dari:

http://uvahealth.com/services/neurosciences/conditions-and-treatments/11541, 15 Maret
2014

22

155.

Anda mungkin juga menyukai