Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

Anamnesis & Pemeriksaan Fisik Dasar Orthopedi Non Trauma

Penulis : dr. Radian Adi Arya Kusuma


Cilacap 2020

1
Pendahuluan

Pengkajian kesehatan menyeluruh seorang individu terdiri dari tiga komponen: (1)
wawancara dan riwayat kesehatan; (2) pengamatan umum dan pengukuran tanda-tanda vital;
dan (3) pemeriksaan fisik, yang meliputi evaluasi diagnostik, interpretasi temuan klinis,
diagnosis, terapi dan tindak-lanjut.

Pemeriksaan fisik mempunyai arti yang penting dalam menguatkan data-data yang kita
temukan dalam anamnesis dan sekaligus memberikan kepada kita pilihan terhadap
pemeriksaan-pemeriksaan khusus atau tambahan yang perlu kita lakukan.

Pemeriksaan ortopedi adalah bagian penting dari diagnosis keluhan mempengaruhi otot-otot,
tulang, sendi dan jaringan terkait. Tes ini selalu melibatkan gerakan, atau penggunaan
kekuatan untuk melawan gerakan. Tujuan dari banyak dari tes ini untuk mengukur kekuatan
otot dan rentang gerak sendi. Tes ini juga digunakan untuk mencari lokasi dan sumber nyeri
muskuloskeletal.

2
Tinjauan Pustaka

I. Ruang Lingkup

Orthopedi memiliki fokus dalam lingkup tulang, sendi, otot, tendon dan saraf, dan seluruh
sistem gerak tubuh. Terdapat 7 kondisi yang dapat mempengaruhi struktur tubuh1:

1. Kelainan kongenital dan gangguan pertumbuhan


2. Infeksi dan inflamasi
3. Arthritis dan gangguan sendi
4. Gangguan endokrin dan metabolik
5. Tumor dan lesi yang menyerupai
6. Gangguan saraf dan kelemahan otot
7. Trauma dan mechanical injury

II. Anamnesis
Anamnesa dilakukan dengan bertanya langsung pada pasien atau kepada keluarga pasien.
Rangkaian anamnesis berupa:

II A. Identitas
1. Nama
2. Usia
3. Jenis kelamin
4. Pekerjaan dan aktifitas sehari-hari
5. Hobi
6. Penggunaan tangan dominan

3
II B. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang membuat pasien datang untuk mencari pengobatan,
dimana keluhan utama akan menjadi fokus utama pemeriksaan. Hal yang perlu ditanyakan
dari keluhan utama pasien yaitu:
1. Onset (awal terjadi keluhan)
2. Progresifitas
3. Kualitas gejala (contoh: nyeri terus menerus atau hilang timbul)
4. Pencetus gejala dan pereda gejala
5. Pengobatan sebelumnya (medis atau alternatif)

Beberapa gejala yang menjadi keluhan pasien adalah:

a. Nyeri2
Nyeri adalah gejala paling umum dikeluhkan pasien, namun ada perbedaan antara rasa nyeri
berdenyut, nyeri seperti terbakar, dan nyeri seperti tertusuk. The International Association for
the Study of Pain memberikan definisi nyeri sebagai pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan akibat kerusakan suatu jaringan.1,2 Tingkat keparahan nyeri sangat
subjektif, adanya ambang nyeri rendah hingga tinggi berbeda pada tiap pasien perlu dapat
diperkirakan. Metode yang digunakan untuk menilai tingkat nyeri menggunakan skala analog
1-10 dimana nilai 1 untuk nyeri sangat ringan dan 10 nyeri yang tidak tertahankan.3,4

Gambar 1. Visual Analogue Scale dan Faces Pain Rating Scale.5

4
b. Kaku
Peningkatan tonus otot dapat menyebabkan otot lambat relaksasi sehingga terjadi kekakuan.
Kekakuan secara umum dapat berupa gangguan sistemik seperti rheumatoid arthritis dan
ankylosing spondylitis, atau nyeri yang terlokalisasi pada bagian sendi. Pasien sering
kesulitan membedakan adanya kekakuan dengan nyeri saat digerakkan, keterbatasan gerak
tidak dapat ditentukan hingga dilakukan pemeriksaan.1,6

Locking
“Locking” adalah ketidakmampuan melakukan gerakan secara sempurna yang dapat
disebabkan oleh adanya gangguan mekanikal.1

c. Bengkak
Bengkak dapat terjadi pada jaringan lunak, sendi, atau tulang. Bagi pasien hal tersebut
tampak sama, namun penting untuk menentukan apakah ada cedera sebelumnya dan bengkak
muncul secara cepat seperti hematoma atau hemarthrosis, atau muncul lambat (adanya
inflamasi, efusi pada sendi, infeksi, tumor) selain itu adanya nyeri dan apakah ukuran
bertambah besar secara cepat, hilang timbul, atau menetap.

d. Kelainan bentuk
Kelainan bentuk atau deformitas yang paling sering dikeluhkan pasien adalah bahu bundar,
kurvatura punggung , lutut berbunyi, tungkai kaki melengkung, dan telapak kaki datar.
Kelainan dapat terjadi pada satu tulang atau sendi atau lebih, beberapa kelainan dapat muncul
secara normal (perawakan pendek atau pinggang lebar) atau muncul secara spontan seiring
pertumbuhan (flat feet atau kaki melengkung). Deformitas dapat terjadi secara progresif
mempengaruhi satu sisi tubuh sedang sisi lain dalam keadaan normal.

e. Kelemahan
Kelemahan umum adalah salah satu ciri penyakit kronis dan disfungsi sendi dalam jangka
waktu lama yang tidak terhindarkan akan menyebabkan kelemahan pada otot yang
berhubungan. Meskipun kelemahan otot murni pada satu sisi atau satu otot secara spesifik
dicurigai adanya gangguan otot atau gangguan neurologis. Pertanyaan kepada pasien harus
dapat dijelaskan dengan pasti gerakan apa yang berpengaruh

5
f. Instabilitas
Pasien biasanya mengeluh persendian terasa “gives way” atau seperti lepas dari posisi awal.
Jika terjadi berulang, maka dapat dicurigai adanya kelemahan sendi, kapsular, atau ligament,
atau adanya robekan pada meniscus. Penting untuk bertanya riwayat cedera pada pasien
terutama pada lokasi yang dikeluhkan.

g. Gangguan sensibilitas
Kesemutan atau sensasi baal dapat terindikasi adanya gangguan syaraf yang bisa terjadi
karena tekanan dari struktur sekitar dan perlu ditanyakan penyebaran sensasi yang timbul lalu
apakah keluhan semakin memburuk atau membaik yang kemungkinan dipengaruhi
perubahan posisi.

h. Hilang fungsi
Gangguan fungsi adalah kumpulan dari beberapa gejala yang mengganggu kebutuhan hidup
individu

Dari beberapa gejala yang sering dikeluhkan oleh pasien, perlu diperhatikan juga oleh
pemeriksa bila dalam pemeriksaan mengarah ke red flag dengan kriteria sebagai berikut:

Gambar 2. Red flag dalam Pemeriksaan Muskuloskeletal

II C. Riwayat Sebelum Sakit


A. Riwayat penyakit dahulu
B. Riwayat trauma
C. Riwayat pengobatan
D. Riwayat operasi

6
II D. Riwayat Penyakit Keluarga
Penelusuran riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena berkaitan dengan
gangguan genetik dan dapat diturunkan

III. Pemeriksaan Fisik1

a. Keadaan umum
b. Pemeriksaan tanda vital
- Pemeriksaan Kesadaran dengan Glasgow Coma Scale
- Pemeriksaan Tekanan darah
- Pemeriksaan Nadi
- Pemeriksaan Respiratory Rate
- Pemeriksaan Suhu

c. Pemeriksaan dengan cara Look, Feel, Move


Pemeriksaan dilakukan secara berurutan dari bagian proksimal ke bagian distal dari
anggota tubuh

a. Look

Inspeksi dimulai ketika pasien mulai memasuki ruangan pemeriksaan. Inspeksi


secara umum dengan memperhatikan raut wajah pasien apakah tampak kesakitan.
Lalu dilanjutkan dengan memperhatikan cara berjalan, cara duduk, dan cara tidur
pasien.

Inspeksi dilakukan secara sistematis dengan memperhatikan postur dan bentuk


tubuh, bagian kulit, jaringan lunak, tulang dan sendi, sinus dan jaringan parut. Kulit
yang diperhatikan meliputi warna dan tekstur kulit. Pada jaringan lunak dilihat
pembuluh darah, saraf, otot, tendon, ligament, jaringan lemak, fascia, dan kelenjar
limfe. Sinus dan jaringan parut diperhatikan asal dan permukaan dari dalam tulang
atau sendi ataupun berasal dari luka operasi, trauma, atau supurasi.

7
b. Feel
- Kulit: dengan menggunakan punggung tangan rasakan apakah teraba hangat atau
dingin, teraba lembab atau kering, dan terdapat sensasi normal

- Jaringan lunak: lakukan perabaan bila terdapat benjolan dengan menilai


karakteristik jaringan tersebut. Rasakan pulsasi pada daerah tersebut

-Tulang dan sendi: menilai garis batas sendi, penebalan sinovial, cairan sendi

-Nyeri tekan: bila terdapat nyeri tekan maka lokalisir nyeri tersebut

c. Move (Gerak)
Pemeriksaan gerak tubuh dilakukan pada kedua sisi untuk membandingkan sisi sakit
dan normal, pemeriksaan dilakukan pada sisi yang bukan menjadi keluhan pasien
terlebih dahulu agar pasien merasa nyaman

1. Ruang Gerak Sendi


Pemeriksaan ruang gerak sendi atau Range of Motion dilakukan dengan melakukan
gerak aktif dan gerak aktif. Pemeriksaan dilakukan untuk menilai kemampuan
gerakan sendi yang normal atau memiliki limitasi gerakan sebagai penilaian awal atau
evaluasi setelah dilakukan rehabilitasi. Pengukuran ruang gerak sendi menggunakan
alat ukur Goniometri dan dilakukan pencatatan derajat gerak sendi.

Beberapa gerakan sendi yang dilakukan dalam pemeriksaan yaitu:


 Fleksi dan ekstensi
 Abduksi dan Adduksi
 Dorsofleksi dan plantafleksi/palmar fleksi
 Inversi dan eversi
 Rotasi interna dan rotasi eksterna
 Pronasi dan supinasi

8
Gambar 3. Fleksi dan Ekstensi Wrist Joint

Gambar 4. Abduksi dan Adduksi Hip Joint

Gambar 5. Supinasi dan Pronasi Telapak Tangan

9
Gambar 6. Rotasi Internal dan Eksternal Hip Joint

1.a Gerak aktif


Gerak aktif adalah gerakan yang dilakukan oleh pasien secara mandiri, dengan
arahan pemeriksa untuk melakukan sebuah gerakan hingga batas kemampuan
maksimal pasien atau hingga pasien mulai merasakan nyeri.

1.b Gerak pasif


Gerak pasif adalah gerakan yang dilakukan oleh pemeriksa bila pada gerak
aktif sudah mencapai batas kemampuan atau pasien merasa nyeri.

2. Tonus otot
Tonus otot dinilai dengan menggerakan sendi terdekat untuk meregangkan otot.
Tonus otot yang dihasilkan dapat berupa spastik(kaku) atau flasid(lemah)

3. Kekuatan otot
Fungsi motorik diperiksa dengan cara pasien diminta untuk melakukan gerakan secara
normal pada jaras saraf tertentu. Sebagai contoh, pasien diminta untuk memegang
pulpen atau menekan tombol.

Kekuatan otot dinilai menggunakan skala Medical Research Council


Grade 0 : Tidak ada gerakan
Grade 1 : Gerakan jari
Grade 2 : Gerakan tidak dapat melawan gravitasi
Grade 3 : Gerakan dapat melawan gravitasi

10
Grade 4 : Gerakan dapat melawan tahanan
Grade 5 : Kekuatan normal

Penilaian tersebut sangat penting untuk menilai kelemahan yang disebabkan


gangguan pada otot atau gangguan saraf.

Gambar X. Tingkat Kekuatan Otot

4. Gerak refleks tendon


Pemeriksaan refleks tendon dilakukan dengan cara mengetuk tendon menggunakan
palu refleks, hilang atau berkurangnya refleks tendon menandakan adanya gangguan
pada jaras motorik saraf perifer.

5. Refleks superfisial
Pemeriksaan refleks superfisial dilakukan dengan cara memberi rangsangan pada area
tertentu untuk menghasilkan kontraksi otot. Bila terdapat gangguan refleks superfisial,
dapat dicurigai adanya lesi upper motor neuron (terutama di spinal cord) pada
tingkatan di atas lokasi jaras saraf yang diperiksa.

6. Refleks plantar
Pemeriksaan refleks pada telapak kaki atau refleks Babinski dilakukan untuk menilai
ada atau tidaknya lesi upper motor neuron

7. Sensibilitas
Sensibilitas dilakukan untuk menilai saraf sensorik dengan menggunakan beberapa
metode, Pin prick Test memberikan rangsangan sentuhan halus pada dermatom
tertentu dengan sensasi yang muncul dapat berupa Hiperestesia, Hipoestesia, atau
Anestesia.

11
Perkusi juga dapat dilakukan (Tinel Sign) dimana pasien akan merasakan sensasi
tersetrum yang menjalar ke bagian distal

Pemeriksaan menggunakan suhu dan two point discrimination juga dapat digunakan
untuk menilai lesi pada saraf perifer

8. Pemeriksaan Gait, Arm, Leg, Spine

Pemeriksaan GALS (Gait, Arm, Leg, Spine) adalah pemeriksaan skrining yang dilakukan
untuk mengetahui adanya kelainan pada sistim muskuloskeletal dengan cara membandingkan
kedua sisi anggota tubuh untuk menilai sisi normal dengan yang terdapat gangguan.

Gambar 7. Pemeriksaan Inspeksi pada Skrining GALS

12
Gait
Gait adalah gerakan berjalan maju ke depan dalam posisi tubuh berdiri dengan menggunakan
ekstremitas bawah sebagai propulsi. Cara berjalan yang normal adalah gerakan maju ke
depan secara efisien dimana penggunaan energi tubuh dapat diminimalisir, adanya deviasi
yang minimal dapat membuat langkah menjadi abnormal.

Siklus Berjalan Normal


Siklus berjalan dibagi kedalam dua fase yaitu fase berdiri dan mengayun. Pada fase berdiri
dibagi kedalam lima periode:
1. Heel strike
2. Foot flat
3. Midstance
4. Heel-off
5. Toe-off
Pada fase mengayun dibagi menjadi tiga periode:
1. Initial swing (akselerasi)
2. Mid swing
3. Terminal swing (deselerasi)

Gambar 8. Fase Berjalan Normal

 Minta pasien untuk berjalan lurus beberapa langkah, berbalik arah, lalu berjalan kembali
ke posisi semula. Perhatikan cara berjalan serta keseimbangan, kemampuan berbalik
arah, dan kelancaran berjalan

13
 Dengan posisi berdiri perhatikan tubuh pasien dari arah depan, samping, dan belakang.
Lihat simetrisasi otot bahu, gluteal. quadriceps, dan betis, keselarasan tungkai,
punggung, kesejajaran tulang iliac, kemampuan untuk membuka penuh siku dan lutut.

 Menilai abnormalitas pada telapak kaki (high or low arch), kelainan jari maupun adanya
hallux valgus

Gambar 9. Pemeriksaan pasien dari berbagai posisi10

Siklus Berjalan Patologis


Kelainan cara berjalan secara etiologi dapat dibagi menjadi kelainan neuromuskular atau
muskuloskeletal. Penilaian umum pasien dengan gaya berjalan abnormal melibatkan menilai
simetri dan kelancaran gerakan, termasuk gerakan ayunan lengan, panjang langkah, lebar
dasar gaya berjalan dan keseimbangan. Mengamati perbedaan dengan dan tanpa penggunaan
alat bantu berjalan genggam atau orthosis. Cara berjalan pasien harus diamati dari depan,

14
punggung, dan kedua sisi, dan pemeriksa harus mencatat dari siklus gaya berjalan di mana
penyimpangan tertentu terjadi.

Gambar 10. Otot Utama yang Berperan Mempengaruhi Fungsi Berjalan

Gambar 11. Poin Utama Penilaian Cara Berjalan

Kelainan Cara Berjalan Akibat Gangguan Muskuloskeletal:

1. Kelainan Panggul
Osteoarthritis adalah gangguan yang palingsering menyebabkan abnormalitas cara
berjalan. Antalgic Gait adalah cara berjalan yang paling sering muncul pada individu
dengan nyeri panggul.

15
Pada fase awal kelainan ditandai dengan berkurangnya ruang gerak sendi terutama
internal rotasi dan fleksi. Pada kasus yang berat akan ditandai berkurangnya fleksi
panggul pada fase mengayun dan ekstensi panggul selama fase berdiri.

2. Kelainan Lutut
Pada umumnya nyeri lutut akan mempertahankan posisi sedikit fleksi pada saat
berjalan. Kompensasi pada fleksi lutut dilakukan untuk menghindari heelstrike pada
sisi yang sakit.

3. Kelainan Telapak Kaki dan Ankle


Kondisi nyeri pada kaki dan ankle akan menjadikan Antalgic Gait, dan adanya
keterbatasan dalam menopang beban. Jarak langkah akan sangat pendek dan
gerakan heel-to-toe normal akan menghilang. Jika terdapat gangguan pada forefoot
maka seseorang akan menghindari gerakan plantarfleksi.

Pada gangguan ankle atau hindfoot maka seseorang akan melakukan gerakan
menghindari tumpuan tumit dan akan berjinjit pada sisi yang sakit sebagai
kompensasi

4. Leg Length Discrepancy


Perbedaan panjang tungkai dapat terjadi karena beberapa faktor yang
mempengaruhi rantai kinetik termasuk skoliosis dan kontraktur dari panggul, lutut,
dan ankle. Perbedaan panjang tungkai akan menyebabkan kemiringan panggul,
berkurangnya fleksi panggul dan lutut, plantarfleksi ankle, dan atau hiperpronasi
yang mana akan tampak pemendekan ipsilateral.

16
Gambar 12. Antalgic Gait
Kelainan Cara Berjalan Akibat Gangguan Neurologis:
Disfungsi sistem saraf pusat, saraf perifer, spinal cord, atau otot dapat menyebabkan
abnormalitas berjalan, dan cedera saraf akan menyebabkan perubahan tonus dan
kontrol motorik. Perlu diketahui segmen persarafan dari tubuh dan tungkai bawah
untuk evaluasi gaya berjalan.

1. Hemiplegic Gait
Cedera cerebrovaskular sering kali merubah cara berjalan terutama hemiplegic gait
yang ditandai abnormalitas ayunan lengan dengan posisi lengan adduksi serta fleksi
pada bahu,siku, pergelangan tangan, dan jari. Gaya berjalan hemiplegi sangat lambat
akibat berkurangnya jarak melangkah dan bertambahnya fase berdiri dengan
sirkumduksi untuk melakukan langkah kaki.

17
Gambar 13. Hemiplegic Gait
2. Spastic Gait
Gaya spastik muncul akibat gangguan dari sistem saraf pusat yang mempengaruhi
tonus otot tungkai bawah, hal ini menyebabkan gerakan “menggunting” pada tungkai
bawah karena aktifitas berlebih dari hip adductor. Selama fase berdiri sentuhan awal
terdapat pada bagian lateral dari kaki dan plantarfleksi pada ankle menyebabkan
ekstensi pada lutut, plantarfleksi juga merubah panjang tungkai sehingga sering kali
terjadi tarikan kaki dan meningkatnya fleksi panggul dan lutut.

Gambar 14. Scissors Gait atau Spastic Gait

18
3. Parkinsonian Gait
Penyakit Parkinson disebabkan oleh lesi pada basal ganglia yang berpengaruh pada
kontrol dan funsi motorik bilateral. Ditandai dengan berkurangnya gerakan otot
wajah, tubuh, serta ekstremitas atas dan bawah, hal ini menyebabkan gaya berjalan yang
lambat dan menyeret dengan langkah yang pendek. Tubuh fleksi ke depan sehingga
orang tersebut sulit untuk berhenti dan berputar, pergerakan sendi yang berkurang
karena kekakuan dan tidak ada ayunan tangan untuk menyeimbangkan gerakan
sehingga mudah terjatuh.

Gambar 15. Parkinsonian Gait


4. Ataxic Gait
Cedera pada cerebellum atau jalurnya dapat mempengaruhi koordinasi dan presisi
fungsi motorik. Gaya berjalan pada individu seperti ini akan mudah goyah dan berdiri
dengan kaki melebar serta tubuh dan tungkai bawah terhuyung.

Gambar 16. Ataxic Gait

19
IV. Pemeriksaan Fisik Regional 15
Pemeriksaan regional terdiri atas:
1. Pemeriksaan tulang belakang
2. Pemeriksaan sendi bahu
3. Pemeriksaan lengan atas dan siku
4. Pemeriksaan lengan bawah, pergelangan tangan, dan jari-jari tangan
5. Pemeriksaan sendi panggul
6. Pemeriksaan lutut
7. Pemeriksaan tungkai bawah, pergelangan kaki, dan jari-jari kaki

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Louis Solomon. Apley’s System of Orthopaedics and Trauma Tenth Edition. Hodder
Arnold. United Kingdom; 2010.
2. Rolf-Detlef Treede, The International Association for the Study of Pain definition of
pain: as valid in 2018 as in 1979, but in need of regularly updated footnotes. 2018.
Access web: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5902252/
3. Ludger klimek. Visual Analogue Scale (VAS): Measuring Instrument for the
documentation of symptoms and therapy monitoring in cases of allergic rhinitis in
everyday healthcare. Allergo J Int (2017) 26:16-12. 2017
4. Michelle Briggs. A Descriptive Study of the Use of Visual Analogue Scale and
Verbal Rating Scale for the Assessment Postoperative Pain in Orthopedic Patients.
Elsevier. Jurnal of Pain and Symptom Management Vol 18 No.6 December 1999;
1999
5. Pain Management Guideline. Ministry of Health Republic of Rwanda; 2012.
6. Bailey, James. Muscle Spasm and Stiffness Chapter 02. Multiple Sclerosis Society of
Ireland; 2011
7. Lynn S. Bickley. BATES’ GUIDE TO PHYSICAL EXAMINATION AND
HISTORY TAKING Eight Edition. Lippincott. United States of America; 2003.
8. David J. Magee. Orthopedic Physical Assesment Sixth Edition. Elsevier. Canada;
2014.
9. Lynn S. Bickley. BATES’ GUIDE TO PHYSICAL EXAMINATION AND
HISTORY TAKING Twelfh Edition. Lippincott. United States of America; 2003.
10. Arthritis Research UK. Clinical Assesment of The Musculoskeletal System.
Scottland; 2011.
11. Lesley Kay, Principle of Clinical Examination in Adults. Oxford Textbook of
Rheumatology Fourth Edition. Oxford University Press. United States of America;
2013
12. DeLisa. Physical Medicine and Rehabilitaiton Fifth Edition. Lippincott Willian &
Wilkins. United States of America; 2010
13. Gerard Malanga. Gait Analysis in the Science of Rehabilitation. Department of
Veterans Affairs. United States of America; 1998
14. Hazel M. Clarkson. Musculoskeletal Assesment Third Edition. Lippincott William &
Wilkins. United States of America. 2013

21
15. Chairuddin Rasjad. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Bintang Lamumpatue. Ujung
Pandang. 2009

22

Anda mungkin juga menyukai