Anda di halaman 1dari 32

Meningitis Bakterialis

Jerry Berlianto Binti


10-2009-100
Mahasiswa, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Telephone : (021) 5694-2061
Fax : (021)- 563 1731
___________________________________________________________________________
Pendahuluan
Meningitis merupakan peradangan pada selaput otak atau meningen. Meningitis disebabkan oleh
banyak faktor, dan salah satu faktor yang paling sering adalah karena infeksi bakteri, yang
disebut meningitis bakterialis. Meningitis bakterialis dapat menimbulkan gejala sisa (sequelae),
seperti tuli, jika tidak didiagnosa dan diterapi dengan baik.
A. PEMERIKSAAN
Dalam rangka menegakkan diagnosis, berbagai pemeriksaan perlu dilakukan. Pada anak
pemeriksaan sistem saraf pusat (SSP) terutama ditujukan terhadap fungsinya. Karena itu erat
sekali hubungannya dengan pemeriksaan mental, tumbuh kembang fisik, dan tingkah laku
nya. Pemeriksaan tidak boleh dibatasi menurut aturan-aturan tertentu, dan sepanjang
wawancara pemeriksa secara tidak langsung harus tetap memperhatikannya, melihat
bagaimana reaksinya terhadap orang tuanya, orang asing dan lingkungan disekitarnya. Akan
tetapi sementara pemeriksa harus tampak tegas dan berusaha memperoleh petunjuk-petunjuk
penting pada setiap saat ada kesempatan, dalam pikirannya sudah harus terpatri pemeriksaan
apa saja yang harus dikerjakan, disesuaikan dengan usia anak, sepanjang dapat dilakukan.1
a. ANAMNESIS

Seorang dokter harus melakukan wawancara yang seksama terhadap pasiennya


atau keluarga dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat
pelayanan kesehatan. Wawancara yang baik sering kali sudah dapat mengarahkan
masalah pasien ke diagnosis penyakit tertentu.
Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang
gejala (symptom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang
memuaskan dalam menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu
menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.2
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
dahulu, riwayat obstetric dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit dalam
keluarga, anamnesis susunan system dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial
ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan). Pada pasien usia lanjut perlu pula
dievaluasi status fungsionalnya. Pasien dengan sakit menahun, perlu dicatat pasang surut
kesehatannya, termasuk obat-obatannya dan aktivitas sehari-harinya.2
Seni membuat anamnesis yang baik termasuk membiarkan pasien menceritakan
kisahnya, dan pada waktu yang sama mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah
pada gejala-gejala klinis yang dapat memberikan informasi yang berhubugan dengan
usaha menegakkan diagnosis dan menetapkan terapi. Sering secara tidak sadar pasien
memberitahukan informasi klinis yang amat diperlukan dengan ungkapan sepele yang
mungkin tidak akan diperoleh jika pengambilan anamnesis ini berupa pertanyaanpertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya, atau lebih parah lagi, berupa kuesioner
yang harus diisi pasien. Kesabaran mendapatkan anamnesis yang jelas dari kata-kata
pasien sendiri dan dalam waktu yang cukup bebas, merupakan bagian penting dalam
latihan klinis. Dengan semakin meningkatnya keterampilan seorang klinisi, proses diatas
dapat dicapai dalam waktu yang relative pendek. Berdasarkan pengalaman, informasi
yang berguna juga dapat diperoleh dari sumber lain, seperti sikap pasien, tingakah laku,
emosi, dan pakaian.3
Anamesis diperoleh dengan menitik beratkan kepada masalah yang terlihat oleh
orangtua anak, dilanjutkan dengan :1
Riwayat obsetri, terutama rincian mengenai riwayat kehamilan, persalinan. Berat lahir
dan masa gestasi seringkali juga berguna untuk ditanyakan, demikian pula keadaan

Meningitis Bakterial pada Anak | 2

pasca kelahiran, terutama apakah ada sianosis atau kejang, aktivitasnya, dan daya

isapnya.
Untuk anak kecil, harus ditanyakan bagaimana tumbuh kembangnya dan dilakukan
pemeriksaan singkat terhadap hal tersebut. Jika terdapat kelainan, pemeriksaan harus
dilakukan lebih lengkap. Utnuk anak yang berusia lebih tua, harus pula ditanyakan
prestasi sekolahnya. Kadang-kadang diperlukan ujian khusus untuk status

intelegensianya.
Pertanyaan juga harus diajukan untuk hal yang menyangkut trauma atau terjatuh,
riwayat kejang dan riwayat kejang dalam keluarga, riwayat meningitis, ensefalitits,

atau riwayat pemberian obat-obatan yang mungkin berpengaruh terhadap SSP.


Riwayat keluarga, anggota keluarga lainnya, perilaku belakangan ini, dan
kemampuan motoriknya juga patut ditanyakan. Riwayat pemberian makanan juga
penting
Contoh pertanyaan yang dapat ditanyakan pada orang yang mengetahui kondisi si

anak (allo-anamnesis) yakni apakah ada :


Trauma kepala
Gangguan konvulsif (kejang), epilepsy
Perubahan mengenai suasana hati (mood), tingkah laku, pikiran, depresi
Penggunaan obat
Alergi, gigitan serangga, syok anafilaktik
Penyakit terdahulu yang berat serta perawatan dirumah sakit sebelumnya
b. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat
temuan-temuan dalam anamnesis. Terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Sikap sopan santun dan rasa hormat terhadap tubuh dan pribadi pasien yang sedang
dipriksa harus diperhatikan dengan baik oleh pemeriksa.4
Pemeriksaan fisis harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien.
Dengan penilaian keadaan umum ini dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan
distress akut yang memerlukan pertolongan segera, atau pasien dalam keadaan yang
relative stabil sehingga pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisik
yang lebih lengkap.5
Pemeriksaan harus mencakup :6,7
1. Gejala vital. Periksan jalan nafas, kadaan respirasi dan sirkulasi. Pastikan bahwa
jalan nafas terbuka dan pasien dapat bernafas. Otak membutuhkan pasokan oksigen
yang kontinu, demikian glukosa. Tanpa oksigen sel-sel otak akan mati dalam waktu 5
Meningitis Bakterial pada Anak | 3

menit. Karena itu, harus ada sirkulasi darah untuk menyampaikan oksigen dan
glukosa ke otak. Jadi waktu untuk memulihkan pernafasan dan sirkulasi darah adalah
singkat.
2. Kulit. Perhatikan tanda trauma, simata penyakit hati, bekas suntikan, kulit basah

karena keringat (misalnya pada hipoglikemi, syok), kulit kering (misalnya pada koma
diabetic), perdarahan misalnya demam berdarah, DIC).
3. Kepala. Perhatikan tanda trauma, hematoma di kulit kepala, hematoma disekitar
mata, perdarahan di liang telingan dan hidung.
4. Thoraks, jantung, paru, abdomen, ekstremitas.
c. PEMERIKSAAN NEUROLOGI
Pada tiap penderita koma atau kesadaran menurun harus dilakukan pemeriksaan
neurologis.perhatikanlah sikap penderita waktu berbaring apakah tenang dan santai yang
menandakan bahwa penurunan kesadaran tidak dalam. Adanya gerakan menguap dan
menelan menandakan bahwa turunnya kesadaran tidak dalam. Kelopak mata yang
terbuka dan rahan yang tergantung di dapatkan pada penurunan kesadaran yang dalam.
Perlu diketahui bahwa tidak ada batasan yang tegas antara tingkat kesadaran. Secara
umum data dikatakan bahwa semakin kuat rangsang yang dibutuhkan untuk
membangkitkan jawaban, semakin dalam penurunan tingkat kesadaran.7
1. GCS (GLASGOW COMA SCALE)
GCS digunakan untuk memperhatikan tanggapan (respons) penderita terhadap
rangsang dan member nilai pada respons tersebut. Tanggapan / respons penderita
yang perlu diperhatikan adalah :7

Membuka Mata
-

Nilai

Spontan
Terhadap bicara
(Suruh pasien membuka mata)
- Dengan rangang nyeri
(Tekan pada saraf supraorbita atau ujung jari)
- Tidak ada reaksi
Respons Verbal (Berbicara)
- Baik dan tak ada disorientasi
(Dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan tahu dimana
ia berada, tahu waktu, hari, bulan)
- Kacau (confused)
(Dapat bicara dalam kalimat, namun ada disorientasi
waktu dan tempat)

4
3
2
1
Nilai
5
4

Meningitis Bakterial pada Anak | 4

Tidak tepat
3
(Dapat mengucapkan kata-kata namun tidak berupa
kalimat dan tidak tepat)
- Mengerang
2
(Tidak mengucapkan kata-kata, hanya mengerang)
- Tidak ada jawaban
1
Respons Motorik (Gerakan)
Nilai
- Menuruti perintah
6
(misalnya, suruh : angkat tangan)
- Mengetahui lokasi nyeri
5
(Berikan rangsangan nyeri misalnya menekand dengan jari pada
supraorbita. Bila oleh rasa nyeri pasien mengangkat tangannya
sampai melewati dagu untuk maksud menapis rangsangan tersebut
berarti ia dapat mengetahui lokasi nyeri)
- Reaksi menghindar
4
- Reaksi fleksi (dekortifikasi)
3
(Berikan rangsangan nyeri misalnya menekan dengan objek keras,
seperti ballpoint, pada jari kuku. Bila sebagai jawaban siku
memfleksi, terdapat reaksi fleksi pada nyeri ; fleksi pada pergelangan
tangan mungkin ada mungkin tidak ada)
- Reaksi ekstensi (deserebrasi)
2
(Dengan rangsang nyeri tsb diatas terjadi ekstensi pada siku. Ini
selalu disertai fleksi spatik pada pergelangan tangan)
- Tidak ada reaksi
1
(Sebelum emmutuskan bahwa tidak ada reaksi, harus diyakinkan
bahwa rangsang nyeri memang cukup adekuat diberikan)
2. CRANIAL NERVE 1-12
Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak
melalui lubang-lubang pada tulang yang dinamakan foramina, terdapat 12 pasang
saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf
tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), Okulomotorius (III), troklearis (IV),
trigeminus

(V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibula koklearis (VIII),

glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII). Saraf kranial I, II,
VII merupakan saraf sensorik murni, saraf kranial III, IV, XI dan XII merupakan saraf
motorik, tetapi juga mengandung serabut proprioseptif dari otot-otot yang
dipersarafinya. Saraf kranial V, VII, X merupakan saraf campuran, saraf kranial III,
VII dan X juga mengandung beberapa serabut saraf dari cabang parasimpatis sistem
saraf otonom.
1) Cranial Nerve I (Olfaktorius)8

Meningitis Bakterial pada Anak | 5

Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat
riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita
mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakitpenyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis.
Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang
seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahanbahan tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang
hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien
diminta untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut dan kalau
mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu.
2) Cranial Nerve II (Optikus) 8
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan
perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
i. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan
tangan.
Kartu Snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien
dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan
ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila
baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus

ii.

6/6).
Jari Tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat

pada jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.
Gerakan Tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa

melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310.


Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang
saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks
oksipitalis. Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan
perimetri / kompimetri.
Konfrontasi
Meningitis Bakterial pada Anak | 6

Jarak antara pemeriksa pasien : 60 100 cm. Objek yang digerakkan


harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang
digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang
pandang kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata
lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap
lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut. Syarat

iii.

pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.


Perimetri / Kopimetri
Lebih teliti dari tes konfrontasi. Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam

bentuk gambar di sebuah kartu.


Refleks Pupil
Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf
occulomotorius. Ada dua macam refleks pupil.
Respon Cahaya Langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak
memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil
untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan
ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang

iv.

disinari akan mengecil.


Respon Cahaya Konfensional
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya

mengecil dengan ukuran yang sama.


Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat
diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu
pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu
diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis

yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
3) Cranial Nerve III(Okulomotorius) 8
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
i.
Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak
v.

mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis
dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada
Meningitis Bakterial pada Anak | 7

mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas
(untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik
ii.

pula.
Gerakan bola mata
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke
arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda
(diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan
gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus

iii.

(juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.


Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
Bentuk dan ukuran pupil
Perbandingan pupil kanan dan kiri
Perbedaan pupil sebesar 1mm masih dianggap normal
Refleks pupil
o Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
o Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
o Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya
sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua
bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola
mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris
berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh dan
disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan pada
jarak 15 cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat

konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.


4) Cranial Nerve IV(Troklearis) 8
Meliputi :
i.
Gerak mata kelateral bawah
ii. Strabismus Konvergen
iii. Diplopia
5) Cranial Nerve V (Trigeminus) 8
i.
Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan
dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi
yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam
Meningitis Bakterial pada Anak | 8

dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum
ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam
atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa
tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan
pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah
yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju
daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju
belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi
akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak
diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya
sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap
menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas
yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan ya setiap
ii.

kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.


Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot
temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya
dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian
pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan
tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral
dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah

iii.

(yang terkena).
Refleks
Jaw Refleks (Refleks Rahang)
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka
mulut secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari
tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon
normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah
yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat

penutupan mulut yang kuat dan cepat.


Refleks Kornea
Kornea mata disentuh dengan sepotong kapas yang ujung nya dibuat
runcing. Hal ini mengakibatkan dipejamkannya mata (m.Orbicularis
Meningitis Bakterial pada Anak | 9

okuli). Pada pemeriksaan ini harus dijaga agar datang nya kapas ke mata
tidak diketahui oleh pasien, misalnya dengan menyuruh nya melirik
kearah yang berlawanan dengan arah datang nya kapas. Pada gangguan
nervus V sensorik, reflex ini negative atau berkurang. Sensitifitas kornea
diurus oleh nervus V sensorik cabang oftalmik.
6) Cranial Nerve VI (Abdusens) 8
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia
tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan
bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.
7) Cranial Nerve VII (Fasialis) 8
i.
Tes kekuatan otot
Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa
mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan

ii.

kiri.
Memperlihatkan gigi (asimetri)
Mencucukan bibir dan menggembungkan pipi
Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada

salah satu sisi lidah.


8) Cranial Nerve VIII (Vestibula Koklearis / Akustikus) 8
i.
Pemeriksaan Pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya
serumen atau obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan
adanya inflamasi atau perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan
menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram
digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes
Schwabach, Rinne dan Weber.
Test Schwabach
Garpu tala di bunyikan kemudian ditempatkan dekat telinga penderita.
Setelah penderita tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala tersebut
diletakkan didekat telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh
pemeriksa, maka dikatakan tes Schwabach lebih pendek (untuk konduksi
udara). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkal nya di
tekankan pada tulang mastoid penderita. Suruh ia mendengarkan
bunyinya. Bila sudah tidak terdengar lagi, maka garpu tala ditempatkan
Meningitis Bakterial pada Anak | 10

ditulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarnya, maka

dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek (untuk konduksi tulang).


Test Rinne
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus
mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar
letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna.
Dalam keadaan norma anda masih terdengar pada meatus akustikus
eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus akustikus

eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif.


Test Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan
normal bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf
bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi
tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.

ii.

Pemeriksaan Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi :
Untuk Menilai Nistagmus
o Hallpike Manouver
Pada tes ini pasien disuruh duduk ditempat tidur periksa. Kemudian
ia direbahkan sampai kepalanya tergantung di pinggir dengan sudut
sekitar 30O di bawah horizon. Selanjutnya kepala ditolehkan ke kiri,
kepala diluruskan kembali, lalu ditolehkan ke kanan. Penderita
disuruh agar tetap embuka matanya agar pemeriksa dapat melihat
sekitarnya munul nistagmus. Perhatikan kapan nistagmus muncul,
berapa lama berlangsung serta jenisnya. Kemudian tanyakan pada
pasien apa yang ia rasakan.
o Elektronistagmografi
Pada pemeriksaan dengan alat ini diberikan stimulus kalori keliang
telinga dan lamanya serta cepatnya nistagus timbul dapat dicatat
pada

kertas,

menggunakan

teknik

yang

mirip

dengan

elektrokardiografi.
Meningitis Bakterial pada Anak | 11

Untuk menilai keseimbangan


o Stepping Test
Penderia disuruh berjalan ditempat dengan mata tertutup sebanyak
50 langkah dengan kecepatan seperti jalan biasa. Sebelumnya
dikatakan kepada nya bahwa ia harus berusaha agar tetap ditempat,
dan tidak ebranjak dari tempanya selama tes ini. Hasil tes dianggap
abnormal bila kedudukan akhir penderita berjarak lebih dari 1 meter
dari tempat semulanya, atau badan terputar lebih dari 30O.
o Past Pointing
Penderita disuruh merentangkan lengannya dan telunjuknya
menyentuh telunjuk pemeriksa. Kemudian ia disuruh menutup mata
mata, mengangkat lengannya tinggi-tinggi sampai vertical) dan
kemudian kembali ke posisi semula. Pada gangguan vestibular
didapatkan salah tunjuk (deviasi), demikian juga dengan gangguan

cerebral.
9) Cranial Nerve IX (Glossofaringeus) & Cranial Nerve X (Vagus)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya
dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan
palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien
disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah
terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut ah jika uvula
terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X
unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen
sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring
pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia
merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam
keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya
tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X,
kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi
nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap
secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).
10) Cranial Nerve XI (Asesorius) 8

Meningitis Bakterial pada Anak | 12

Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya


dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya
ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan
(tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.
11) Cranial Nerve XII (Hipoglosus) 8
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam
didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus
iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah
(terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral.
Pasien diminta menekan lidah pada pipi.
3. REFLEKS FISIOLOGIS
1) Refleks Dalam9
Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh rangsangan, dan
sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Reflex dalam juga dinamai reflex
regang otot (muscle stretch reflex). Telah dikemukakan bahwa timbulnya reflex
ini karena teregangnya otot oleh rangsang yang diberikan dan sebagai jawaban
otot berkontraksi. Rasa regang (ketok) ini ditangkap oleh reseptor rasa
proprioseptif.
Refleks Glabela
Pukulan singkat pada glabela atau sekiar daerah supraorbitalis mengakibatkan
kontraksi singkat kedua otot orbikularis okulis. Pusat reflex ini terletak di

pons.
Refleks Rahang Bawah
Penderita disuruh membuka mulutnya sendiri dan telunjuk pemeriksa
ditempatkan melintang di dagu. Setelah itu, telunjuk di ketok dengan ketokrefleks (refleks hammer) yang mengakibatkan berkontraksinya otot maseter

sehingga mulut merapat. Pusat rflek ini terletak di pons.


Refleks Biceps
Pegang lengan pasien yang disemifleksikan sambil menempatkan ibu jari si
atas tendon otot biceps. Ibu jari kemudian diketok; hal ii mengakibatkan

gerakan fleksi lengan bawah. Pusat reflek ini terletak di C5-C6.


Refleks Triceps
Pegang lengan bawah pasien yang disemifleksikan. Ketok pada tendon insersi
m.triseps, yang berada sedikit di atas olekranon. Lengkung refleks ini melalui
nervus radialis yang pusatnya terletak di C6-C8.
Meningitis Bakterial pada Anak | 13

Refleks Brakioradialis (Refleks Radius)


Lengan bawah difleksikanserta dipronasikan sedikit. Kemudian diketok pada
prosesus stiloideus radius.lengan bawah akan berfleksi & bersupinasi.

Lengkung refleks melalui nervus radialis yang pusatnya terletak di C5-C6


Refleks Ulna
Lengan bawah disemifleksi dan semipronasi. Kemudia diketok pada prosesus
stiloideus dan ulna. Hal ini mengakibatkan gerakan pronasi pada lengan
bawah dan kadang-kadang juga gerakan aduksi pada pergelangan tangan.

Lengkung reflex melalui nervus medianus yang pusatnya terletak di C5-Th-1


Refleks Flexor Jari-jari
Tangan pasien yang ditumpukan pada dasar yang agak keras disupinasikan
dan jari-jari difleksikan sedikit.telunjuk pemeriksa ditempatkan menyilang
pada permukaan volar falang jari-jari. Kemudian telunjuk pemeriksa diketok.
Pada keadaan normal, jari-jari pasien akan berfleksi enteng demikian juga
falang akhir ibu jari. Pada lesi pyramidal, fleksijari-jari lebih kuat. Nilai
patologiknya lebih penting jika terdapat asimetri antara jari kanan dan kiri.

Lengkung reflex ini malalui nervus medianus yang pusatnya di C6-Th1.


Refleks Dalam Dinding Perut
Dinding perut pasin, yang disuruh berbring ditekan sedikit dengan jari
telunjuk atau dengan penggaris, kemudian di ketok. Otot dinding perut akan
berkontraks. Terlihat pusar akan bergerak kearah otot yang berkontraksi.
Lengkung reflex ini melalui Th6-Th12. Pada orang normal, kontraksi dinding
perut sedang saja, pada orang yang penggeli, rekasi ini dapat kuat. Reaksi
dinding perut ini mempunyai nilai yang penting bila ditinjau bersama-sama
dengan refeleks superficialis dinding perut. Bila reflex dalam sinding perut
meninggi, sedang reflex superficial dinding perut negative, maka hal ini
dapat menandakan adanya lesi pyramidal pada tempat yang lebih atas dari

Th6.
Refleks Kuadriceps Femoris / KPR (Refleks Tendon Lutut, Refleks Patella)
Pada pemeriksaan reflex ini, tungkai diflexikan dan digantungkan, misalnya
pada tepi tempat tidur. Kemudian diketok pada tendon muskulus kuadriceps
femoris, dibawah atau diatas patella (biasanya dibawah patella). Kuadriceps
femoris akan berkontraksi dan mengakibatkan gerakan ekstensi tungkai
bawah. Lengkung reflex ini melalui L2-L4.
Meningitis Bakterial pada Anak | 14

Refleks Triceps Surae (Refleks Tendon Achiles)


Tungkai bawah diflexikan sedikit, kemudian kita pegang kaki pada ujungnya
untuk memberikan sikap dorsoflexi ringan pada kaki. Setelah iitu, tendon
achiles diketok. Hal ini mengakibatkan berkontraksinya m.triseps surae dan

memberikan gambaran flexi pada kaki. Lengkung reflex ini melalui S1,S2.
2) Refleks Superficial9
Refleks ini timbul karena terangsangnya kulit atau mukosa yang mengakibatkan
berkontraksinya otot yang ada dibawahnya atau di sekitarnya.
Refleks Kornea
Kornea mata disentuh dengan sepotong kapas yang ujung nya dibuat runcing.
Hal ini mengakibatkan dipejamkannya mata (m.Orbicularis okuli). Pada
pemeriksaan ini harus dijaga agar datang nya kapas ke mata tidak diketahui
oleh pasien, misalnya dengan menyuruh nya melirik kearah yang berlawanan
dengan arah datang nya kapas. Pada gangguan nervus V sensorik, reflex ini
negative atau berkurang. Sensitifitas kornea diurus oleh nervus V sensorik
cabang oftalmik. Reflex kornea juga akan menghilang atau berkurang bila
terdapat kelumpuhan m.Orbicularis okuli, yang disarafi oleh nervus VII

(facialis).
Refleks Superficial Dinding Perut
Reflex ini dibangkitkan dengan jalan menggores dinding perut dengan benda
yang agak runcing, misalnya kayu geretan atau kunci. Bila positive, maka otot
(m.Rektus abdominis) akan berkontraksi. Reflex ini dilakukanpada berbagai
lapangan dinding perut, yaitu di epigastrium (otot yang berkontraksi diinervasi
oleh Th6-Th7), perut bagian atas (Th7, Th9), perut bagian tengah (Th9, Th11),
perut bagian bawah (Th11, Th12, dan lumbal atas). Pada kontraksi otot, terliha
pusar bergerak kearah otot yang berkontraksi.
Reflex superficialis dinding perut sering negative pada wanita normal yang
banyak anak (sering hamil), yang dinding perutnya lembek, demikian juga
pada orang gemuk dan lanjut usia, juga pada bayi baru lahir sampai usia 1th.
Pada orang muda yang otot-otot dinding perutnya berkembang dengan baik,
bila reflex ini negative mempunyai nilai patologis. Bila reflex superficialis
dinding perut negative disertai reflex dalam dinding perut yang meninggi hal
ini menunjukkan adanya lesi traktus pyramidalis ditempat yang lebih atas dari
Th6.
Meningitis Bakterial pada Anak | 15

Reflex superficialis dinding perut cepat lelah, dia akan menghilang setelah

beberapa kali dilakukan.


Refleks Kremaster
Refleks ini dibangkitkan dengan jalan menggores atau menyentuh bagian
medial pangkal pahan. Terlihat skrotum berkontraksi. Pada lesi traktus
piramidalis, reflex ini negative. Reflex ini dapat negative pada orang lanjut
usia, penderita hidrokel, varikokel, orkhitis atau epididimis. Lengkung reflex

melalui L1, L2.


Reflex Anus Superficialis
Bila kulit disekitar anus dirangsang, misalnya dengan tusukan ringan atau
goresan, hal ini mengakibatkan otot sfingter eksternus berkontraksi. Lengkun

reflex ini melalui S2-S4, S5.


Refleks Telapak Kaki, Refleks Plantar
Kaki dilemaskan keudian telapak kaki digores dengan benda yang agak
runcing. Pada orang normal terlihat jawaban berupa kaki melakukan gerakan
plantar flexi. Pada orang penggeli gerakan ini disertai gerakan menarik kaki.
Pada orang dengan lesi traktus piramidalis, didapatkan gerakan atau jawaban
yang lain, yaitu dorsoflexi ibu jari kaki serta gerakan mekar (fanning) jari-jari

yang lainnya.
4. REFLEKS PATOLOGIS
1) Refleks Babinski9
Untuk membangkitkan reflex babinski, penderita disuruh berbaring dan
istirahat dengan tungkai diluruskan. Kita pegang pergelangan kaki upaya kaki
tetap ditempat. Untuk merangsang dapat digunakan kayu geretan atau benda yang
agak runcing. Goresan harus dilakukan perlahan, jangan sampai menyebabkan
rasa nyeri, sebab hal ini menimbulkan reflex menarik kaki (flight reflex). Goresan
dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal jari.
Jika reaksi positive, kita dapatkan gerakan dorsoflexi ibu jari, yang dapat disertai
gerakan mekarnya jari-jari lainnya.
Dapat dilakukan dengan berbagai cara :
Cara Chaddock : Rangsang diberikan dengan jalan menggoreskan bagian
lateral maleolus.
Cara Gordon : Memencet (mencubit) otot betis.
Cara Oppenheim : Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior. Arah
mengurut kebawah (distal).
Meningitis Bakterial pada Anak | 16

Cara Gonda : Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian


melepaskannya sekonyong-konyong.
Cara Schaefer : Memencet (mencubit) tendon Achilles.
2) Klonus9
Salah satu gerakan kerusakan pyramidal ialah adanya hyperflexi. Bila
hyperflexi ini hebat dapat terjadi klonus. Klonus ialah kontraksi ritmik dari otot,
yang timbul bila otot diregangkan secara pasif. Klonus merupakan reflex-regangotot (muscle stretch reflex) yang meninggi dan dapat dijumpai pada lesi
supranuklir (upper motor neuron, pyramidal). Ada orang normal yang mempunyai
hyperflesi fisiologis, pada mereka ini dapat terjadi klonus, tetapi klonusnya
berlangsung singkat dan disebut klonus abortif. Bila klonus berlangsung lama
(yang terus berlangsung selama rangsang diberikan), hal ini dianggap patologis.
Klonus dapat dianggap sebagai rentetan reflex regang otot, yang meningi. Hal ini
menunjukkan adanya hyperflexi yang patologis, yang disebabkan oleh lesi
pyramidal.
Pada lesi pyramidal (Upper Motor Neyron Supranuklir) kita sering
mendapatkan klonus dieprgelangan kaki, lutut, dan pergelangan tangan.
Klonus Kaki. Klonus ini dibangkitkan dengan cara meregangkan otot
triceps surae betis. Pemeriksaan menempatkan tangannya ditelapak kaki
penderita, kemudian telapak kaki ini didorong dengan cepat (dikejutkan) sehingga
terjadi dorso flexi sambil seterusnya diberikan tahanan enteng. Hal ini
menyebabkan teregangnya otot betis. Bila ada klonus, maka terlihat gerakan
ritmik (bolak-balik) dari kaki, yaitu berupa plantar flexi dan dorso flexi secara
bergantian.
Klonus Patela. Klonus ini dibangkitkan dengan cara meregangkan otot
kuadriceps femoris. Kita pegang patella penderia, kemudian didorong dengan
kejutan (dengan cepat) kearah distal sambil diberikan tahan enteng. Bila terdapat
klonus, akan telihat kontraksi ritmik otot kuadriceps yang mengakibatkan gerakan
bolak-balik dari patella. Pada pemeriksaan ini tungkai harus diekstensikan serta
dilemaskan.
3) Reflex Hoffman Tromer9
Pada orang normal, reflex flexor jari-jari kaki tidak ada atau enteng saja
karena ambang rfleks tinggi. Akan tetapi pada keadaan patologik, ambang reflex

Meningitis Bakterial pada Anak | 17

menjadi rendah dan kita dpatkan reflex yang kuat. Reflex inilah yang merupakan
dasar dari reflex Hoofman Tromer.
Refleks Hoofman-Trommer positive dapat disebabkan oleh lesi pyramidal,
tetapi dapat disebabkan juga oleh peningkatan reflex yang melulu fungsional,
akan tetapi bila reflex pada sisi kanan berbeda dengan yang kiri, maka hal ini
dapat dianggap sebagai keadaan patologis.
Cara membangkitkan reflex Hoffman-Trommer. Tangan penderita kita
pegang pada pergelangan dan jari-jarinya disuruh flexi serta dientengkan.
Kemudian jari tengah penderita kita jepit diantara telunjuk dan jari tengah kita.
Dengan ibu jari kita, gores kuat (snap) ujung jari tengah penderita. Hal ini
menyebabkan flexi jari telunjuk serta flexi dan aduksi ibu jari, bila reflex positive.
Kadang juga diserta flexi jari lain.
5. SISTEM MOTORIK
1) Otot6
- Ukuran : atropi / hipertropi
- Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan
- Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi

Derajat kekuatan motorik : 6


5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas
4 : Ada gerakan tapi tidak penuh
3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi
2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi.
1 : Hanya ada kontraksi
0 : Tidak ada kontraksi sama sekali
2) Gait (keseimbangan)
Menggunakan Romberg Test. Pada tes ini penderita berdiri dengan satu kaki yang satu
nya didepan kaki yang lain ; tumit kaki yang satu berada didepan jari-jari kaki yang lain
(tandem). Lengan dilipat pada dada dan mata kemudia ditutup. Tes ini berguna menilai
adanya disfungsi sistem vestibular. Orang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg
selama 30detik atau lebih. 6

6. SISTEM SENSORIK
Test pada sistem sensorik berupa tes pada perasa nyeri, suhu, raba halus, gerak, getar, sikap,
tekan, refered pain. 6

7. CEREBRAL FUNCTION
1) Pemeriksaan Tunjuk Hidung

Meningitis Bakterial pada Anak | 18

Pasien disuruh menutup mata dan meluruskan lengannya ke samping, kemudian


disuruh menyentuh hidungnya dengan telunjuk. Pada lesi serebelar telunjuk tidak
sampai dihidung tetapi melewatinya dan sampai di pipi. Cara kedua, pasien
disuruh menunjuk telunjuk pemeriksa kemudian menunjuk hidungnya berulangulang.10
2) Tandem Walk
Tandem Walk adalah sebuah gaya (metode berjalan atau berlari) di mana ujung
kaki menyentuh belakang tumit kaki depan disetiap langkah. Neurologists
kadang-kadang meminta pasien untuk berjalan dalam garis lurus menggunakan
tandem walk sebagai ujian untuk membantu mendiagnosis ataxia, terutama
ataksia truncal, karena penderita gangguan ini akan memiliki gaya goyah. Namun,
hasilnya tidak pasti, karena banyak gangguan atau masalah dapat menyebabkan
kiprah goyah (seperti kesulitan visi dan masalah dengan motor neuron atau
asosiatif korteks ).
3) Diasdokokinesia
Hal ini merupakan ketidakmampuan melakukan gerakan yng berlawanan berturutturut. Suruh pasien merentangkan kedua lengannya kedepan, kemudian suruh ia
mensupinasi dan pronasi lengan bawahnya (tangannya) secara bergantian dan
cepat. 10
8. KAKU KUDUK
Kaku kuduk merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelianan rangsang selaput
otak. Terdapat 3 cara untuk melakukan pemeriksaan kaku kuduk :
1) Flexi Kepala. Untuk pemeriksaan kaku kuduk dapat dilakukan dengan tangan
pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring. Kemudia
kepala ditekuk (flexi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama
penekukan ini diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk, kta
dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat
ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat kepala tidak dapat ditekuk, malah
sering kepala terkedik ke belakang.11
2) Brudzinski I (Brudzinskis neck sign)
Untuk memeriksa tanda ini dilakukan dengan tangan yang ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin
sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di
dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan. Bila tanda brudzinski positive,
Meningitis Bakterial pada Anak | 19

amka tindakan ini mengakibatkan flexi kedua tungkai. Sebelumnya perlu


diperhatikan apakah tungkai nya tidak lumpuh, tentulah tungkai tidak akan
diflexikan. 11
3) Brudzinski II (Brudzinskis contralateral leg sign)
Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai diflexikan pada persendian
panggul, sedangkan tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus).
Bila tungkai yang satu ini ikut pula terflexikan, maka disebut tanda brudzinski II
positive. 11
4) Tanda Kernig
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring diflexikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90O. Setelah iyu tungkai bawah di
ekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini
sampai sudut 135O, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan
dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan bahwa tanda kernig
positive. Pada meningitis tandanya biasanya positif bilateral. 11
5) Tanda Lasegue
Pemeriksaan dilakukan dengan cara pasien yang sedang berbaring diluruskan
(ekstensi) kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat lurus, di bengkokan
(flexi) pada persendian panggulnya. Tungkai yang satunya lagi harus dalam
keadaan lurus (ekstensi). Pada keadaan normal kita dapat mencapai sudut 70O
sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan
sebelum kita mencapai 70O, maka tanda lasegue positive. 11
d. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Begitu diagnosis meningitis dicurigai, dianjurkan untuk melaukan pemeriksaan CSS
segera. Satu-satunya alasan menunda pungsi lumbal adalah bila terapat kecurigaan
kuat akan lesi massa intracranial. Diagnosis pasti meningitis dibuat berdasarkan
gejala klinis dan hasil analisa cairan serebrospinal dari pungsi lumbal.
Tabel 1. Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal
Tes

Meningitis

Bakterial
Tekanan LP Meningkat

Meningitis Virus

Meningitis TBC

Biasanya normal

Bervariasi

Warna

Keruh

Jernih

Xanthochromia

Jumlah sel

> 1000/ml

< 100/ml

Bervariasi

Meningitis Bakterial pada Anak | 20

Jenis sel

Predominan PMN Predominan MN

Predominan MN

Protein

Sedikit meningkat Normal/meningkat

Meningkat

Glukosa

Normal/menurun

Rendah

Biasanya normal

Kontraindikasi pungsi lumbal:


o

Infeksi kulit di sekitar daerah tempat pungsi. Oleh karena kontaminasi dari infeksi
ini dapat menyebabkan meningitis.

Dicurigai adanya tumor atau tekanan intrakranial meningkat. Oleh karena pungsi
lumbal dapat menyebabkan herniasi serebral atau sereberal.

Kelainan pembekuan darah.

Penyakit degeneratif pada join vertebra, karena akan menyulitkan memasukan


jarum pada ruang interspinal.

2. Pemeriksaan Darah Lengkap


e. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Dilakukan CT sCan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial dan lateralisasi
B. ETIOLOGI
Pada anak-anak di atas 4 tahun, penyebab tersering adalah Streptococcus pneumoniae,
Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae tipe B (HIB). HIB pernah menjadi etiologi
tersering tetapi sudah tereradikasi pada negara-negara yang telah menggunakan vaksin
konjugasi secara rutin.12
- Streptococcus pneumonia.
Patogen ini berbentuk seperti lancet, merupakan diplokokus gram positif dan
penyebab utama meningitis. Dari 84 serotipe, serotipe 1, 3, 6, 7, 14, 19, dan 23 adalah
jenis yang sering dihubungkan dengan dengan bakteremia dan meningitis. Anak pada
berbagai usia dapat terpapar tetapi insidensi dan tingkat keparahan penyakit paling tinggi
pada bayi dan lansia. Kurang lebih 50% penderita memiliki riwayat fokus infeksi di
parameningen atau pneumonia. Pada penderita meningitis rekuren perlu dipikirkan ada
tidaknya riwayat trauma kepala atau kelainan dural. S. pneumoniae sering menimbulkan
meningitis pada penderita sickle cell anemia, hemoglobinopathy, penderita asplenia
anatomis atau fungsional. Patogen ini membentuk kolonisasi pada saluran pernapasan
individu sehat. Transmisi terjadi antar manusia dengan kontak langsung. Masa inkubasi
Meningitis Bakterial pada Anak | 21

sekitar 1-7 hari dan prevalensi terbanyak pada musim dingin. Gejala yang ditimbulkan di
antaranya kehilangan pendengaran sensorineural, hidrocephalus, dan sekuelae SSP
lainnya. 12
Pengobatan antimikroba efektif mengeradikasi bakteri dari sekresi nasofaring
dalam 24 jam. Pneumococcus membentuk resistensi yang bervariasi terhadap
antimikroba. Resistensi terhadap penicillin berkisar antara 10-60%. Hal ini disebabkan
oleh perubahan dalam enzim yang berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan protein
pengikat penicillin pada bakteri sehingga beta-laktamase inhibitor menjadi tidak berguna.
Pneumococcus yang resisten terhadap penicillin juga menampakkan resistensi terhadap
cotrimoxazole, tetrasiklin, chloramphenicol, dan makrolide. Cephalosporin generasi 3
(cefotaxime, ceftriaxone) saat ini merupakan pilihan karena mampu menghambat
sejumlah bakteri yang telah resisten. Beberapa golongan fluoroquinolon (levofloksasin,
trovafloksasin) walaupun merupakan kontraindikasi untuk anak-anak tetapi memiliki
daya kerja tinggi melawan kebanyakan pneumococcus dan memiliki penetrasi adekuat ke
-

SSP.12
Neisseria meningitides
Patogen ini merupakan bakteri gram negatif berbentuk seperti ginjal dan sering
ditemukan intraselular. Organisme ini dikelompokkan secara serologis berdasarkan
kapsul polisakarida. Serotipe B, C, Y, dan W-135 merupakan serotipe yang menyebabkan
15-25% kasus meningitis pada anak. Saluran pernapasan atas sering dikolonisasi oleh
patogen ini dan ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, droplet infeksius dari
sekresi saluran pernapasan, dan sering pula dari karier asimptomatik. Masa inkubasi
umumnya kurang dari 4 hari, dengan kisaran waktu 1-7 hari. Faktor resiko meliputi
defisiensi komponen komplemen terminal (C5-C9), infeksi virus, riwayat tinggal di
daerah overcrowded, penyakit kronis, penggunaan kortikosteroid, perokok aktif dan
pasif. 12
Kasus umumnya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan dan puncak insidensi tertinggi
kedua adalah saat adolesen. Manifestasi purpura atau petekiae sering dijumpai. LCS pada
meningococcal meningitis biasanya memberi gambaran normoseluler. Kematian
umumnya terjadi 24 jam setelah hospitalisasi pada penderita dengan prognosis buruk
yang ditandai dengan gejala hipotensi, shock, netropenia, petekiae dan purpura yang

Meningitis Bakterial pada Anak | 22

muncul kurang dari 12 jam, DIC, asidosis, adanya bakteri dalam leukosit pada sediaan
apus darah tepi.12
-

Haemophilus influenzae tipe B (HIB)


HIB merupakan batang gram negatif pleomorfik yang bentuknya bervariasi dari
kokobasiler sampai bentuk panjang melengkung. HIB meningitis umumnya terjadi pada
anak-anak yang belum diimunisasi dengan vaksin HIB. 80-90% kasus terjadi pada anakanak usia 1 bulan - 3th. Menjelang usia 3th, banyak anak-anak yang belum pernah
diimunisasi HIB telah memperoleh antibodi secara alamiah terhadap kapsul poliribofosfat
HIB yang cukup memberi efek protektif. Penularan dari manusia ke manusia melalui
kontak langsung, droplet infeksius dari sekresi saluran pernapasan. Masa inkubasi kurang
dari 10 hari.12
Mortalitas kurang dari 5% umumnya kematian terjadi pada beberapa hari awal
penyakit. Beberapa data menunjukkan 30-35% patogen ini sudah resisten terhadap
ampicillin karena produksi beta-laktamase oleh bakteri. Sebanyak 30% kasus
menyebabkan sekuelae jangka panjang. Pemberian dini dexamethasone dapat

menurunkan morbiditas dan sekuelae.12


C. PATOFISIOLOGI13,14
Pertama-tama bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada inang.
Kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan, saluran pencernaan,
atau saluran kemih dan genital. Dari tempat ini, bakteri akan menginvasi submukosa dengan
menghindari pertahanan inang (seperti barier fisik, imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan
mempermudah akses menuju sistem syaraf pusat (SSP) dengan beberapa mekanisme : Invasi
ke dalam aliran darah (bakteremia) dan menyebabkan penyebaran secara hematogen ke SSP,
yang merupakan pola umum dari penyebaran bakteri. Penyebaran melalui kontak langsung,
misalnya melalui sinusitis, otitis media, malformasi kongenital, trauma, inokulasi langsung
selama manipulasi intrakranial.
Sesampainya di aliran darah, bakteri akan berusaha menghindar dari pertahanan imun
( misalnya: antibodi, fagositosis neutrofil, sistem komplemen). Kemudian terjadi penyebaran
hematogen ke perifer dan organ yang letaknya jauh termasuk SSP.
Mekanisme patofisiologi spesifik mengenai penetrasi bakteri ke dalam SSP sampai
sekarang belum begitu jelas. Setelah tiba di SSP, bakteri dapat bertahan dari sistem imun
inang karena terbatasnya jumlah sistem imun pada SSP. Bakteri akan bereplikasi secara tidak
terkendali dan merangsang kaskade inflamasi meningen. Proses inflamasi ini melibatkan
Meningitis Bakterial pada Anak | 23

peran dari sitokin yaitu tumor necrosis factor-alpha (TNF-), interleukin(IL)-1, chemokin
(IL-8), dan molekul proinflamasi lainnya sehingga terjadi pleositosis dan kerusakan neuronal.
Peningkatan konsentrasi TNF-, IL-1, IL-6, dan IL-8 merupakan ciri khas meningitis
bacterial.
Paparan sel (endotel, leukosit, mikroglia, astrosit, makrophag) terhadap produk yang
dihasilkan bakteri selama replikasi dan kematian bakteri merangsang sintesis sitokin dan
mediator proinflamasi. Data-data terbaru memberi petunjuk bahwa proses ini dimulai oleh
ligasi komponen bakteri (seperti peptidoglikan, lipopolisakarida) untuk mengenali reseptor
(Toll-like receptor).
TNF- merupakan glikoprotein yang diderivasi dari monosit-makrophag, limfosit,
astrosit, dan sel mikroglia. IL-1 yang dikenal sebagai pirogen endogen juga berperan dalam
induksi demam saat infeksi bakteri. Kedua mediator ini dapat terdeteksi setelah 30-45 menit
inkulasi endotosin intrasisternal.
Mediator sekunder seperti IL-6, IL-8, Nitric Oxide (NO), prostaglandin (PGE2) dan
platelet activation factor (PAF) diduga memperberat proses inflamasi. IL-6 menginduksi
reaktan fase akut sebagai respon dari infeksi bakteri. IL-8 membantu reaksi chemotaktik
neutrofil. NO merupakan molekul radikal bebas yang menyebabkan sitotoksisitas saat
diproduksi dalam jumlah banyak. PGE-2 akan meningkatkan permeabelitas blood-brain
barrier (BBB). PAF dianggap memicu pembentukan trombi dan aktivasi faktor pembekuan di
intravaskular.
Pada akhirnya akan terjadi jejas pada endotel vaskular dan terjadi peningkatan
permeabelitas BBB sehingga terjadi perpindahan berbagai komponen darah ke dalam ruang
subarachnoid. Hal ini menyebabkan terjadinya edema vasogenik dan peningkatan protein
LCS. Sebagai respon terhadap molekul sitokin dan kemotaktik, neutrofil akan bermigrasi dari
aliran darah menuju ke BBB yang rusak sehingga terjadi gambaran pleositosis neutrofil yang
khas untuk meningitis bakterial.
Peningkatan viskositas LCS disebabkan karena influk komponen plasma ke dalam ruang
subarachnoid dan melambatnya aliran vena sehingga terjadi edema interstitial, produkproduk degradasi bakteri, neutrofil, dan aktivitas selular lain yang menyebabkan edema
sitotoksik.
Edema serebral tesebut sangat bermakna dalam menyebabkan tekanan tinggi intra kranial
dan pengurangan aliran darah otak/cerebral blood flow (CBF). Metabolisme anaerob terjadi
dan

mengakibatkan

peningkatan

konsentrasi

laktat

dan

hypoglycorrhachia.

Meningitis Bakterial pada Anak | 24

Hypoglycorrhachia merupakan hasil dari menurunnya transpor glukosa ke LCS. Jika proses
yang tidak terkendali ini tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi disfungsi neuronal
sementara atau pun permanen.
Tekanan tinggi intra kranial (TTIK) merupakan salah satu komplikasi penting dari
meningitis di mana keadaan ini merupakan gabungan dari edema interstitial (sekunder
terhadap obstruksi aliran LCS), edema sitotoksik (akibat pelepasan produk toksik bakteri dan
neutrofil) serta edema vasogenik (peningkatan permeabelitas BBB).
Edema serebral dapat menyebabkan terjadinya midline shift dengan adanya penekanan
pada tentorial dan foramen magnum. Pergeseran ini akan menimbulkan herniasi gyri
parahippocampus dan cerebellum. Secara klinis keadaan ini ditunjukkan oleh adanya
penurunan kesadaran dan reflek postural, palsy nervus kranial III dan VI. Jika tidak diobati
maka terjadi dekortikasi dan deserebrasi yang secara pesat berkembang menjadi henti napas
atau henti jantung.
D. DIAGNOSIS
a. WORKING DIAGNOSIS
Meningitis bakterialis adalah peradangan pada ruang subarachnoid (terletak dalam
lapisan-lapisan jaringan yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) yang
disebabkan oleh bakteri. Ruang subarachnoid terletak antara lapisan tengah (mater
arakhnoid) dan lapisan dalam tipis (piameter) dari jaringan (disebut meninges) yang
menutupi otak dan sumsum tulang belakang. Ruang ini berisi cairan cerebrospinal, yang
mengalir melalui meninges, mengisi ruang-ruang internal dalam otak, dan membantu
bantal otak dan sumsum tulang belakang.1
Ketika bakteri menyerang ruang subarachnoid, akhirnya sistem kekebalan tubuh
bereaksi terhadap penjajah, dan sel kekebalan berkumpul untuk mempertahankan tubuh
terhadap mereka. Hasilnya adalah peradangan. Peradangan yang parah dapat menyebar
ke pembuluh darah di dalam otak, kadang-kadang menyebabkan gumpalan terbentuk.
Sehingga stroke dapat terjadi. Peradangan juga dapat menyebabkan kerusakan meluas ke
jaringan otak, menyebabkan pembengkakan (edema) dan daerah perdarahan kecil.1
Gejala klinis meningitis bakterialis pada neonatus tidak spesifik meliputi gejala
sebagai berikut: sulit makan, lethargi, irritable, apnea, apatis, febris, hipotermia, konvulsi,
ikterik, ubun-ubun menonjol, pucat, shock, hipotoni, shrill cry, asidosis metabolik.
Sedangkan gejala klinis pada bayi dan anak-anak yang diketahui berhubungan dengan
meningitis adalah kaku kuduk, opisthotonus, ubun-ubun menonjol (bulging fontanelle),

Meningitis Bakterial pada Anak | 25

konvulsi, fotofobia, cephalgia, penurunan kesadaran, irritable, lethargi, anoreksia, nausea,


vomitus, koma, febris umumnya selalu muncul tetapi pada anak dengan sakit yang berat
dapat hipotermia.1
b. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. KEJANG DEMAM KOMPLEKS
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu
rektal lebih dari 38OC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di luar
rongga kepala). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang
demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur
3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Kejang dapat berupa kejang tonik atau
tonik-klonik.15
Kejang terbagi atas dua, yakni kejang demam simplex dan kejang demam
kompleks. Kejang demam simpleks durasinya singkat (<15 menit), dapat berhenti
sendiri, tidak berulang dalam

24jam, 80% diantara seluruh kejang demam.

Sedangkan kejang demam kompleks durasinya >15 menit, berulang lebih dari 1x
dalam 24jam. 15
2. ENSEFALITIS
Ensefalitis berarti ada inflamasi jaringan otak, seringkali akibat infeksi virus,
tetapi pada sepertiga kasus penyebanya tidak dapat ditemukan. Dalam beberapa hal
keadaannya tumpang tindih dengan meningitis virus.
Gambaran klinis pada ensefalitis bervariasi sesuai dengan penyebabnya. Secara
umum mirip dengan meningitis bakterialis, disertai demam, sakit kepala, kaku kuduk,
tangis menjerit, kejang, stupor, dan koma.
E. PENATALAKSANAAN
Meningitis adalah keadaan yang paling darurat pada bidang pediatric. Diagnosis harus
dicurigai dan segera dikonfirmasi dengan lumbal punksi dalam setengah jam sampai 1 jam
setelah anak masuk rumah sakit. Cairan intravena yang sesuai dan antibiotika dengan
spectrum luas harus segera diberikan dalam waktu 1 jam. Dalam 12jam harus dapat diketahui
bakteri penyebab yang sebenarnya dan antibiotic diubah dengan yang sesuai. Biakan darah
yang diambil bersamaan dengan tindakan punksi lumbal dapat merupakan konfirmasi kuman
penyebabnya.1

Meningitis Bakterial pada Anak | 26

Pada berbagai rumah sakit digunakan antibiotic baku yang berbeda. Beberap patokan
adalah :1
Sebagai pengobatan awal harud dipakai antibiotic berspektrum luas (seringkali
kombinasi ampisilin dan kloramfenikol) sampai didapatkan hasil biakan dan
resistensi yang sesuai.
Antibiotic harus selalu diberikan melalui intravena. Lebih baik penderita dalam
keadaan sedikit dehidrasi, karena ada kemungkinan terdapat edema otak sebagai
ketidak sesuaian ADH.
Manitol dapat bermanfaat apabila terdapat bukti peningkatan TIK yang menetap
Antikonvulsan harus diberikan sebagai tindakan profilaksis.
Penatalaksanaan efektif untuk meningitis bergantung pada terapi suportif agresif yang
dini dan pemilihan antimikroba empiric yang tepat untuk kemungkinan pathogen. Tindakan
suportif umum diindikasikan bagi setiap pasien yang menderita patologi intrakranium berat.
Pasien koma atau dengan gangguan reflex muntah harus dikosongkan isi lambungnya dan
dipertimbangkan untuk intubasi guna melindungi jalan nafas.13
Terapi antibiotic awal. Pendekatan terapeutik pada penderita dengan dugaan meningitis
bakteri tergantung dari sifat manifestasi awal penyakit. Anak dengan penyakit yang
memburuk dengan cepat selama kurang dari 24 jam, bila tidak ada kenaikan TIK, harus
mendapat antibiotic segera sesudah dilakukan PL. jika ada tanda-tanda kenaikan TIK atau
penemuan-penemuan neurologis fokal, antibiotic harus diberikan tanpa melakukan PL dan
sebelum melakukan CT scan. Kenaikan TIK harus diobati secara bersamaan.14
Pilihan dalam terapi awal dalam kurung empiric untuk meningitis pada bayi dan anak
imunokompeten harus didasarkan pada kerentanan antibiotic H. influenza tipe B, S.
Pneumoniae, dan M. meningitides. Antibiotic harus mencapai kadar bakterisid pada CSS.
Sefalosporin generasi ketiga, seftriakson atau sefotaksim, mewakili terapi baku untuk
meningitis bakteri. Dosis seftriakson 100mg/kg/24 jam diberikan sehari sekali atau
50mg/kg/dosis, diberikan setiap 24 jam. Dosis sefotaksim adalah 200m/kg/24 jam, diberikan
setiap 6 jam. Kedua obat mencapai kadar bakterisid tinggi pada CSS. Penderita yang alergi
terhadap antibiotic betalaktam harus diobati dengan kloramfenikol 200mg/kg/24 jam,
diberikan setiap 6 jam. Walaupun kloramfenikol adalah bakteriostatik terhadap banyak
bakteri, obat ini bakterisid terhadap 3 kuman di atas. Penggunanaan kloramfenikol sekarang
dicadangkan untuk penderita yang tidak dapat mentoleransi sefalosporin karena kadar serum

Meningitis Bakterial pada Anak | 27

perlu dipantau selama terapi dan kloramfenikol mempunyai kemungkinan pengaruh yang
merugikan seperti anemia aplastik, sindrom bayi abu-abu seperti syok, dan supresi sum-sum
tulang tergantung dosis. 14
Jika penderita dicurigai meningitis gram negatif, terapi awal dapat memasukkan
seftazidin dan aminoglikosid. 14
Lama terapi antibiotik. Meningitis H. influenzae tipe B tidak terkomplikasi harus
diobati selama total 7-10 hari. Sesudah penentuan bahwa organisme sensitife pada ampisilin
dan tidak menghasilkan betalaktamase, erapi antimikroa awal dapat dirubah ke ampisilin. 14
Jika S. pneumonia dibiakkan dari CSS, isolate harus di uji untuk resistensi penisilin.
Resistensi relatif terhadap penisilin (MIC 0,1-1,0 gr/mL), ada pada 5 - 25% isolat S.
pneumonia, dan organism yang sangat resisten (MIC >b2,0 g/mL) ditemukan pada
sejumlah kecil penderita. Meningitis yang disebabkan oleh isolate S. pneumoniae yang
relative resisten dapat diobati dengan sefotaksim atau seftriakson, sedang kloramfenikol
adalah obat pilihan untuk organism yang sangat resisten jika organisme sensitive terhadap
antibiotic. Jika ada juga yang resisten terhadap kloramfenikol, vankomisin adalah obat
pilihan. Terapi untuk meningitis pneumokokus sensitive penisilin tidak terkomplikasi harus
diselesaikan dengan penisilin IV 300.000 U/kg/24 jam, diberikan setiap 4 - 6 jam selama 10 14 hari. 14
Penisilin IV 300.000 U/kg/24 jam selama 5 - 7 hari merupakan pengobatan pilihan untuk
meningitis N. meningitides tidak terkomplikasi. Jarang isolat meningokokus menunjukkan
resistensi terhadap penisilin relative (0,25 - 0,5 g/ml) dan absolute (> 250 g/ml) dan
organisme ini mungkin memerlukan terapi selingan. 14
Penderita yang mendapat antibiotic IV atau oral sebelum PL dan tidak mempunyai
pathogen yang dapat diketahui (pada pewarnaan gram, biakan, atau deteksi antigen) tetapi
mempunyai bukti infeksi bakteri akut atas dasar profil CSSnya harus terus mendapat terapi
dengan seftriakson atau sefotaksim selama 7-10 hari. Jika tanda-tanda setempat ada atau anak
tidak berespon terhadap pengobatan, focus parameningeal mungkin ada dan CT scan harus
dilakukan. 14
Efek samping terapi antibiotic meningitis adalah phlebitis, demam obat, ruam, muntah,
kandidiasis oral, dan diare. Seftrialson dapat menyebabkan pseudolithiasis kandung empedu
reversible, dapat dideteksi dengan USG abdomen. 14
Meningitis Bakterial pada Anak | 28

Perawatan pendukung. Penilaian berulang medic dan neurologi penderita dengan


meningitis bakteri sangat penting untuk mengenali tanda-tanda awal komplikasi
kardiovaskuler, SSS, dan metabolik. Frekuensi nadi, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan
harus sering dipantau. Penilaian neurologic, termasuk reflek pupil, tingkat kesadaran,
kekuatan motorik, tanda-tanda saraf cranial, dan evaluasi kejang, haru sering dibuat Selma 71
jam pertama, bila resiko komplikasi neruologis besar. 14
Pengelolaan cairan merupakan hal yang sangat penting pada pesien meningitis.
Syndrome sekresi hormone antidiuretik yang tidak tepat (SIADH, syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone secretion) terjadi pada sekitar 30% pasien meningitis, dan jika
ditemukan harus dilakukan pembatasan cairan. Pembatsan cairan secara tidak tepat dapat
menimbulkan deplesi volume, yang jika ekstrem dapat menuju pada ketidakadekuatan
volume sirkulasi. Sebaiknya cairan mula-mula dibatasi sementara menunggu pemeriksaan
elektrolit urin dan serum. Bila terdapat SIADH, pembatasan cairan sampai dua pertiga cairan
pemeliharaan merupakan tindakan yang tepat, sampai kelebihan hormone antidiuretik pulih ;
bila tidak terdapat SIADH, cairan harus diberikan dalam jumlah yang sesuai dengan derajat
kekurangan cairan, dan elektrolit diawasi secara seksama. 13
F. PENCEGAHAN
Pencegahan meningitis saat ini terdiri atas 2 bentuk, kemoprofilaksis terhadap individu
rentan yang diketahui terpajan pada pasien yang mengidap penyakit serta imunisasi aktif.
Sekarang kemoprofilaksis diindikasikan untuk mencegah meningitis sekunder yang
disebabkan oleh H. influenzae dan N. meningitidis. 13
Imunisasi aktif pada H.influenzae telah menghasilkan pengurangan dramatis pada
penyakit invasive, dengan pengurangan sebanyak 70-85% pada eningitis akibat organism
tersebut. Saat ini imunisasi dianjurkan untuk bayi sebagai rangkaian imunisasi tiga dosis
pada usia 2, 4, dan 6 bulan. 13
G. KOMPLIKASI16
a. Ventrikulitis
b. Efusi Subdural
c. Gangguan Cairan Elektrolit
d. Meningitis Berulang
e. Abses Otak
f. Paresis, Paralisis
g. Gangguan Pendengaran
h. Hydrochepalus
i. RM
Meningitis Bakterial pada Anak | 29

j. Epilepsi
H. EPIDEMIOLOGI
Aspek penting yang harus dipertimbangkan mencakup usia, etnik, musim, factor
penjamu, dan pola resistensi antibiotic regional diantara pathogen yang mungkin.14
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi terhadap pathogen
spesifik yang lemah yang terkait dengan umur muda14
I. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada jenis bakteri nya, usia penderita, kecepatan pengobatan efektif
yang dilakukan, dan efisiensi pengobatan. Angka kematian berbeda-beda pada berbagai
kasus. Jika terjadi penyembuhan, biasanya sembuh sempurna, tapi biasanya diiringi oleh
gejala-gejala sisa.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Diagnosis dan pengobatan yang cepat tepat pada anak dapat menghasilkan keadaan pasien
sembuh sempurna tanpa cacat. Pengobatan yang tidak memadai akan mengakibatkan kematian
atau retardasi mental disertai gangguan neruologis lainnya, dan seringkali menjadi tuli.

Meningitis Bakterial pada Anak | 30

DAFTAR PUSTAKA
1. Penyakit Sistem Neurologis. In : Saputra L. Sinopsis Pediatri. Ed 1. Jakarta : Binapura
Aksara Publisher, 2007. H 345
2. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 2009.h. 25-6.
3. Gray.H, Dawkins.K, Morgan.J, Simpson.I. Pengambilan Anamnesis Kardiovaskuler. Lectures
Notes Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Penerbitan Erlangga ; 2003. H. 1 2.
4. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan Fisis Umum. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 29.
5. Pemeriksaan umum dalam buku diagnosis fisis pada anak ; Editor, Iskandar Wahidayat,
Corry S. Matondang, Sudigdo Sastrasmaro; Jakarta: Balai penerbit FKUI , 1991.
6. Tedjasukmana R. Pemeriksaan Fisik Neurologis. Modul Blok 22 : Neurlogy and Behaviour.
Jakarta : FK UKRIDA, 2010.
7. Lumbantobing SM. Kesadaran. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI, 2010. H 8 12.

Meningitis Bakterial pada Anak | 31

8. Lumbantobing SM. Saraf Otak. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI, 2010. H 21 - 84.
9. Lumbantobing SM. Refleks. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI, 2010. H 135 - 49.
10. Lumbantobing SM. Sistem Motorik. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta
: Balai Penerbit FK UI, 2010. H 107 - 8.
11. Lumbantobing SM. Rangsang Selaput Otak (Iritasi Meningeal). Neurologi Klinik
Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2010. H 107 - 8.
12. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview, 28 desember
2015.

13. Tureen J. Meningitis. In : Rudolph A, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku Ajar Pediatri
Rudolph. Ed 20. Vol 1. Jakarta : EGC, 2006. H 610 - 4.
14. Prober CG. Infeksi System Saraf Sentral. In : Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin
AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Ed 15. Vol 2. Jakarta : EGC, 2000. H 872 80.
15. Langi B. Kejang Demam. Modul Blok 22 : Neurlogy and Behaviour. Jakarta : FK UKRIDA,
2010.
16. Langi B. Meningitis Bakterial. Modul Blok 22 : Neurlogy and Behaviour. Jakarta : FK
UKRIDA, 2010.

Meningitis Bakterial pada Anak | 32

Anda mungkin juga menyukai