PENURUNAN KESADARAN
Disusun Oleh :
Nama : Riestantya Utami Ningrum
NIM : N 111 18 038
KEPANITERAAN KLINIK
KEGIATAN BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
1.) . Anamnesis dalam kasus gangguan kesadaran
Auto-anamnesis masih dapat dilakukan bila gangguan kesadaran masih bersifat ”ringan”,
pasien masih dapat menjawab pertanyaan (lihat pemeriksaan Glasgow Coma Scale/
GCS). Hasil auto-anamnesis ini dapat dimanfaatkan untuk menetapkan adanya gangguan
kesadaran yang bersifat psikiatrik – termasuk sindrom otak organik atau gangguan
kesadaran yang bersifat neurologik (dinyatakan secara kualitatif maupun kuantitatif ke
dalam GCS). Namun demikian arti klinis dari anamnesis perlu dicari dari dengan hetero-
anamnesis, yaitu anamnesis terhadap pengantar dan atau keluarganya. Berbagai hal yang
perlu ditanyakan pada saat anamnesis adalah sebagai berikut:
i. Penyakit yang pernah diderita sebelum terjadinya gangguan kesadaran, misalnya
diabetes melitus, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, epilepsi, adiksi obat tertentu
ii. Keluhan pasien sebelum terjadinya gangguan kesadaran, antara lain nyeri kepala yang
mendadak atau sudah lama, perasaan pusing berputar, mual dan muntah, penglihatan
ganda, kejang, kelumpuhan anggota gerak.
iii. Obat-obat yang diminum secara rutin oleh pasien, misalnya obat penenang, obat tidur,
antikoagulansia, obat antidiabetes (dapat dalam bentuk injeksi), antihipertensi.
iv. Apakah gangguan kesadaran terjadi secara bertahap atau mendadak, apakah disertai
gejala lain / ikutan?
v. Apakah ada inkontinensi urin dan / atau alvi?
vi. Apakah dijumpai surat tertentu (misalnya ”perpisahan”)?
Observasi kedua mata untuk melihat adanya gerakan spontan atau diskonjugasi bola
mata. Pemeriksaan refl eks cahaya langsung dilakukan satu per satu pada kedua mata.
Perbedaan respons terhadap refleks cahaya langsung dan/atau diameter pupil menandakan
disfungsi pupil. Disfungsi pupil lebih sering disebabkan oleh gangguan struktural seperti
perdarahan dan infark. Dilatasi pupil unilateral menunjuk kan adanya penekanan nervus III
akibat herniasi lokal ipsilateral atau adanya lesi massa. Pupil kecil dan tidak reaktif
menunjukkan adanya gangguan batang otak. Dilatasi pupil dan tidak reaktif terjadi pada
anoksia berat atau kerusakan midbrain atau kompresi fokal nervus okulomotorius. Pinpoint
pupils menandakan kerusakan pons yang biasa nya disebabkan oleh perdarahan/infark. Pada
funduskopi, dapat ditemukan papilledema menandakan peningkatan tekanan intrakranial,
dan/atau perdarahan retina. Gerakan bola mata diperiksa menggunakan dua maneuver, yaitu
OculoCephalic Refl ex (OCR) atau Doll’s Eyes Manuever dan OculoVestibular Refl ex
(OVR) atau Cold Caloric Test. Pemeriksaan OCR dilakukan jika sudah dipastikan tidak ada
trauma servikal. Pada pemeriksaan ini kepala pasien diputar secara horizontal, cepat dan
berhenti sesaat pada posisi terjauh. Yang diobservasi adalah gerakan bola mata selama 1
menit. Pada fungsi batang otak yang masih normal bola mata akan bergerak berlawanan
dengan arah gerakan.
Ocular bobbing adalah gerakan menyentak bola mata yang cepat dan kuat ke arah
bawah dengan gerakan lambat saat bola mata kembali ke posisi tengah; merupakan tanda
khas lesi ponto-medullary junction.
a. Sakit kepala merupakan gejala umum pada peningkatan TIK. Sakit kepala terjadi
karena traksi atau distorsi arteri dan vena dan duramater akan memberikan gejala yang
berat pada pagi hari dan diperberat oleh aktivitas, batuk, mengangkat, bersin.
b. Muntah proyektil dapat menyertai gejala pada peningkatan TIK.
c. Edema papil disebabkan transmisi tekanan melalui selubung nervus optikus yang
berhubungan dengan rongga subarakhnoid di otak. Hal ini merupakan indikator klinis
yang baik untuk hipertensi intrakranial.
d. Defisit neurologis seperti didapatkan gejala perubahan tingkat kesadaran; gelisah,
iritabilitas, letargi; dan penurunan fungsi motorik.
e. Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan merupakan
gejala permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak 15%. Frekuensi kejang
akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor. Pada tumor di fossa posterior
kejang hanya terlihat pada stadium yang lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968)
mengemukakan bahwa gejala kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat
korteks serebri dan jarang ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam
dari himisfer, batang otak dan difossa posterior
f. Bila peningkatan TIK berlanjut dan progresif berhubungan dengan penggeseran
jaringan otak maka akan terjadi sindroma herniasi dan tanda-tanda umum Cushing’s
triad (hipertensi, bradikardi, respirasi ireguler) muncul. Pola nafas akan dapat
membantu melokalisasi level cedera.
Onset terjadinya juga harus diperhatikan seperti onset yang cepat biasanya karena
perdarahan, hidrosefalus akut, atau trauma, onset yang bertahap karena tumor, hidrosefalus
yang sudah lama, atau abses. Riwayat kanker sebelumnya, berkurangnya berat badan,
merokok, penggunaan obat-obatan, koagulopati, trauma, atau penyakit iskemik dapat berguna
dalam mencari etiologi.
4.) Manajemen peningkatan TIK
Hipertensi intrakranial adalah besarnya TIK >15 mmHg. Sedangkan literatur lain hipertensi
intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan TIK > 20 mmHg dan menetap lebih dari 20 menit.
Peningkatan progresif dari batas ini atau TIK yang terus menerus >20 mmHg, disarankan untuk
melakukan pemeriksaan dan penanganan. Peningkatan progresif dari TIK dapat mengindikasikan
memburuknya hemoragik/hematom, edema, hidrosefalus, atau kombinasinya dan merupakan
indikasi dilakukannya pemeriksaan CTscan. Peningkatan terus menerus TIK akan memperparah
resiko terjadinya cedera sekunder (komplikasi) berupa iskemik dan herniasi.
Penanganan konvensional
- Elevasi kepala dan mencegah terjadinya obstruksi vena
- Peningkatan MAP (jika perlu)
- Pa CO2 30-35 mmHg, atau 25-30 mmHG jika terdapat tanda-tanda herniasi
- Manitol 0,5 – 1,0 g/kg tiap 6 jam(jika perlu) dan furosemid 20 mg(jika perlu)
- Ventrikulostomi untuk drainase LCS, jika memungkinkan
- Pemberian obat sedasi dengan opiate, benzodiazepine dan/ atau propofol
- Penyesuaian kadar PEEP
- Mempertahankan normovolemia, awasi CVP
Penanganan ekstrim
- Kraniektomi dekompressi
- Eksisi jaringan infark(lobektomi)
Tujuan terapi peningkatan TIK ini adalah menjaga agar TIK < 20 mmHg dan menjaga agar CPP
> 60 - 70 mmHg.
5.) Koma dapat dibagi dalam:
1. Koma supratentorial diensefalik
2. Koma infratentorial diensefalik
3. Koma bihemisferik difus
Semua proses supratentorial yang dapat mengakibatkan destruksi dan kompresi pada
substansia retikularis diensefalon (nuclei intralaminar) akan menimbulkan koma. Destruksi
dalam arti destruksi morfologi, dapat terjadi akibat perdarahan atau infiltrasi dan metastasis
tumor ganas. Destruksi dalam arti destruksi biokomia, dijumpai pada meningitis.
Kompresi dapat disebabkan oleh proses desak ruang, baik yang berupa hematoma atau
neoplasma. Proses desak ruang mendesak secara radial kemudian akan mendesak ke bawah
secara progresif, mengingat adanya foramen magnum sebagai satu-satunya pintu dari suatu ruang
yang tertutup. Akibat kompresi rostro-kaudal itu, secara berturut-turut mesensefalon, pons atau
medulla oblongata akan mengalami desakan. Sehingga sindrom lesi transversal setinggi
mesensefalon, pons dan medulla oblongata akan timbul secara bergiliran.
Proses desak ruang supratentorial yang bisa menimbulkan koma supratentorial dapat dibagi
dalam 3 golongan:
1) proses desak ruang yang meninggikan tekanan di dalam ruang intracranial supretentorial
secara akut
2) lesi yang menimbulkan sindrom unkus
3) lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostro-kaudal terhadap batang
otak
Sindrom Unkus
Sindrom unkus dikenal juga sebagai sindrom kompresi diensefalon ke lateral. Proses
desak ruang di bagian lateral dari fosa cranii media biasanya mendesak tepi medial unkus dan
girus hipokampalis dan kolong tepi bebas daun tentorium. Karena desakan itu, bukannya
diensefalon yang pertama-tama mengalami gangguan, melainkan bagian ventral nervus
occulomotorius. Maka dari itu gejala yang pertama akan dijumpai bukannya gangguan kesadaran
akan tetapi dilatasi pupil kontralateral. Pupil yang melebar itu mecerminkan penekanan terhadap
nervus occulomotorius dari bawah oleh arteria serebeli. Tahap yang segera menyusul ialah tahap
kelumpuhan nervus occulomotorius totalis. Progresi bisa cepat sekali, dan juga pedunkulus
serebri kontralateral mengalami iskemia pada tahap ini. Sehingga hemiparesis timbula pada sisi
proses desak ruang supratentorial yang bersangkutan. Pada tahap perkembangan ini juga diikuti
progresifitas penurunan kesadaran.
Lesi vaskular di batang otak dan lesi desak ruang di fosa serebri posterior merupakan
kausa koma ini. Lesi vaskular terjadi karena penyumbatan arteria basilaris dan lesi non-vaskular
dapat berupa neoplasma primer maupun sekunder, granuloma, dan abses.
Sindroma lesi infratentorial yang dapat membangkitkan terjadinya koma dapat dibedakan
dalam:
1. Sindroma lesi infratentorial dengan kompresi difusse ascending reticular system.
Lesi fosa posterior serebri yang terletak di luar batang otak dapat menimbulkan koma
melalui 3 jalan:
a. Penekanan langsung pada tegmentum pons
b. Herniasi ke atas, dimana serebellum mendesak medio-rostral, sehingga mesesefalon
tertekan.
c. Herniasi ke bawah, sehingga medulla oblongata mengalami penekanan.
Untuk manifes ketiganya biasanya berbaruan, oleh karena manifestasinya berjalan
serempak. Gamabaran manifesnya antara lain:
- Muntah-muntah
- Kelumpuhan beberapa saraf otak
- Deviation conjugee
- Pupil sempit dan tak bereaksi terhadap cahaya
- Proptosis dapat timbul jika vena galeni tersembut
- Kesadaran menurun yang menjurus ke koma
- Hiperventilasi
2. Sindroma lesi infratentorial dengan destruksi difusse ascending reticular system
Terjadi destruksi difusse ascending reticular system langsung dapat menimbulkan koma.
Koma yang terjadi diiringi tanda-tanda pola respirasi, pupil, dan gerakan yang khas.
Tanda-tanda yang sering dijumpai:
- Paralisis N.III, yang gejalanya antara lain:
Paralisis salah satu atau kedua otot rekstus internus
Gerakan konvergensi masih dapat dilakukan
Nistagmus telihat pada mata yang berdeviasi ke samping
Kedudukan bola mata tidak sama tingginya
- Hemiparesis alternans atau tetraplegia
- Hiperventilasi (tingkat pons-medula oblongata)
- Pernapasan tak teratur (tahap medula oblongata)
Koma ini terjadi karena metabolism neuronal kedua belah hemisferium terganggu secar
difus. Jika otak tidak mendapat bahan enersi dari luar, maka metabolism oksidatif serebral akan
berjalan dengan enersi intirksik. Jika bahan enersi diri sendiri tidak lagi mencukupi kebutuhan,
maka otak akan tetap memakai enersi yang terkandung oleh neuron-neuronnya untuk masih bisa
berfungsi sebagaimana mestinya. Jika keadaan ini berlangsung cukup lama, neuron-neuron akan
menghancurkan diri sendiri.
Bahan yang diperlukan untuk metabolism oksidatif serebral adalah glokose dan zat asam.
Yang mengangkut glukosa dan oksigen ke otak ialah aliran darah serebral. Semua proses yang
menghalang-halangi transprtasi itu dapat mengganggu dan akhirnya memusnahkan neuron-
neuron otak. Jika neuron-neuron hemisferium tidak lagi berfungsi, maka akan terjadilah koma.
Koma akibat proses patologik itu disebabkan oleh 2 golongan penyakit, yaitu:
1) Ensefalopati metabolic primer
2) Ensefalopati sekunder
Pemeriksaan neurologis
1. Perhatikan apa penderita masih bisa menelan, mengunyah, membasahi bibir, menguap
BO masih bagus
2. Perhatikan apa ada gerakan multifokal yangg berulang (mioklonik jerk) gangguan
metabolik
3. perhatikan letak tungkai dan lengan
a. fleksi (dekortikasi) gangguan hemisfer, BO baik
b. Ekstensi (deserebrate) gangguan BO
Pola pernapasan
Kelainan pupil
1. Lesi di hemisfer kedua mata melihat ke samping ke arah hemisfer yang terganggu.
Besar dan bentuk pupil normal. Refleks cahaya positif normal
2. lesi di talamus kedua mata melihat ke hidung (medial bawah), pupil kecil, refleks
cahaya negatif.
3. lesi di pons kedua mata di tengah, gerakan bola mata tidak ada, pupil kecil, refleks
cahaya positif, kadang terdapat ocular bobing.
4. lesi di serebellum kedua mata ditengah, besar, bentuk pupil normal, refleks cahaya
positif normal
5. gangguan N oculomotorius pupil anisokor, refleks cahaya negatif pada pupil yang
lebar, ptosis
Refleks sefalik
1. refleks pupil refles cahaya , refleks konsensual, refleks konvergensi bila terganggu
topisnya di mesencephalon
2. doll's eye phenomenon = refleks okulosefalik bila kepala penderita digerakkan ke
samping maka bola mata akan bergerak ke arah berlawanan
3. refleks okuloauditorik bila dirangsang suara keras penderita akan menutup mata
gangguan d pons
4. refleks okulovestibular bila meatus autikus eksteernus dirangsang air hangat akan
timbul nistagmus ke arah rangsangan gangguan di pons
5. refleks kornea gangguan di pons
6. refleks muntah gangguan d MO
1. penekanan pada supraorbita, jaringan di bawah kuku jari tangan atau sternum
2. refleks yang timbul:
a. abduksi fungsi hemisfer masih baik
b. menghindar (fleksi & aduksi)fungsi tingkat bawah
c. fleksi gangguan hemisfer
d. ekstensi ekstremitas gangguan BO
1. paralisis
2. refleks tendinei jika gangguan, sisi kolateral refleks tendon menurun
3. refleks patologi bila terganggu, sisi kolaeral refleks patologis positif
4. tonus fase akut tonus otot menurun, bila kronis maka tonus meningkat