Anda di halaman 1dari 7

ANAMNESIS PADA KASUS NEUROLOGI

Tahapan menegakkan diagnosis pada kasus neurologis:

1. Anamnesis

Bertujuan untuk mengumpulkan data gejala penyakit dan riwayat penyakit

yang diderita

2. Pemeriksaan Fisik

Bertujuan untuk memperoleh tanda objektif (sign)

3. Pemeriksaan Penunjang

Anamnesis pada kasus neurologi

1. Bagaimana perjalanan penyakit dan hubungan masing-masing gejala

Profile waktu banyak berhubungan dengan etiologi, sedangkan pemeriksaan

neurologi pada umumnya hanya menentukan lokalisasi dan luasnya kerusakan

saraf.

2. Gejala awal

Tanya kepada pasien apakah gejalanya bersifat fluktuatis, kronik progresif,

atau perlahan

Aloanamnesis juga perlu dilakukan karena pasien sering melupakan gejala

awal yang bersifat ringan dan telah berlangsung lama.

3. Riwayat keluarga

Tanya apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama untuk menentukan

penyakit herediter

4. Gejala lain yang berhubungan


Gejala lain, seperti, sakit kepala, pusing atau vertigo, kejang, gangguan

kesadaran, perubahan mental (lupa, bingung, bicara

kacau/libido/sex/menstruasi, gangguan miksi dan defekasi, pancra indera,

gangguan motoric, gangguan bicara (afasia motoric dan sensorik), gangguan

menelan, mengunyah, insomnia, gerakan involunter

5. Harus menggunakan dan mengerti bahasa pasien

6. Pertanyaan jangan mengerahkan pasien atau seolah-olah “memberi definisi”

Pemeriksaan Derajat Kesadaran

1. Pemeriksaan kesadaran secara kuantitatif

Pemeriksaan ini menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS adalah alat

untuk mengukur secara kuantitatif gangguan kesadaran berdasarkan stimulus

yang diberikan.

2. Pemeriksaan kesadaran secara kualitatif dinilai dari :

1. Compos Mentis

Pasien dapat membuka mata, mengikuti perintah pemeriksa dan memiliki

orientasi yang baik

2. Somnolen

Pasien berespon dengan rangsang suara, namun pasien tidak dapat

mempertahankan kesadaran jika stimulus dihilangkan

3. Sopor

Pasien memberikan respon motoric jika diberikan stimulus nyeri

4. Koma

Pasien tidak memberikan respon meskipun diberikan stimulus yang kuat


PEMERIKSAAN FISIK PASIEN DENGAN PENURUNAN KESADARAN

Pada pasien dengan penurunan kesadaran dilakukan pemeriksaan berikut secara

berurutan:

1. Suhu, nadi, tekanan darah, kaku kuduk

2. GCS

3. CN II : Fundus, pupil (ukuran, simetri, reaksi cahaya)

4. CN III, IV, VI : posisi primer, doll’s head eye movement

5. CN V, VII : reflex kornea, meringis terhadap nyeri

6. CN IX, X : reflex muntah, batuk

7. Pola nafas

8. Anggota gerak : tonus/postur/posturing, reflex tendon, reflex plantar

9. Pemeriksaan Roving’s eyes

Pola Nafas

1. Nafas cepat

Etiologi : lesi di pons, gangguan respirasi dan metabolic

2. Central Neurogenic Hyperventilation

Pola nafas selama koma yang ditandai dengan nafas regular yang dalam

dan semakin lama semakin cepat (progresif) yang menyebabkan

hipokarbia dan alkalosis respiratori. Pernapasan ini dapat disebabkan oleh

adanya gangguan kortikal.


3. Cheyne-Stokes

Dapat disebabkan lesi sentral medular atau karena penyebab

kardiovaskular atau gangguan respirasi. Pernafasan ini ditandai dengan

periode nafas yang bergantian antara nafas dalam dan dangkal, dan

kemungkinan diselingi periode apneu atau hipopneu sekitar 10-20 detik,

umumnya terjadi pada pasien koma.

4. Ataxic Respiration

Ditandai dengan pola nafas ireguler dengan fase jeda ireguler dan semakin

seringnya terjadi periode apneu. Pada kondisi yang berat pernafasan akan

menjadi agonal. Pernafasan tipe ini biasanya terjadi pada kerusakan

medulla oblongata.

5. Apneustic Respiration

Ditandai dengan inspirasi gasping yang dalam dengan periode jeda saat

inspirasi penuh diikuti dengan ekspirasi yang tidak penuh dan singkat.

Tipen nafas ini biasanya disertai postur deserebasi, pupil dilatasi dan koma

atau spoor dalam. Pernafasan ini biasanya terjadi akibat kerusakan pada

pons atau medulla oblongata bagian atas

6. Pernafasan Kusmaul

Pola nafas dalam dan cepat, biasanya disertai asidosis metabolik berat

terutama ketoasidosis diabetic, gagal ginjal. Pernafasan ini merupakan

tanda adanya berkurangnya kadar karbon dioksida dalam darah oleh

karena peningkatan kedalaman dan frekuensi nafas.

Pemeriksaan Fungsi Batang Otak


- Pupil pin-point : disebabkan lesi di pons atau setelah mengonsumsi opioid

- Pupil semidilatasi (unresponsive) : lesi di midbrain

- Pupil besar (unresponsive) : tanda awal kompresi saraf okulomotor

- Pupil asimetri : Pupil yang besar, unreactive dapat sebabkan karena lesi

pada saraf okulomotor ipsilateral. Pupil yang kecil, lambat berdilatasi

terdaapt pada Horner;s syndrome

Reaksi pupil terhadap cahaya:

Pupil yang tidak mengalami konstriksi jika diberikan stimulus cahaya

menandakan adanya lesi pada CN II atau CN III.

Posisi/Pergerakan Mata:

Ditentukan oleh CN III, IV dan IV. Pada posisi primer, lesi yang mengenai saraf

tertentu dapat menghasilkan posisi juling (dysconjugate gaze). Aktivitas

kejang`dapat menimbulkan conjugate gaze yang simetris intermitten dengan arah

kontralateral lesi, sedangkan lesi destruksi lobus frontal dapat menghasilkan

conjugate gaze ke sisi lesi. Nistagmus jarang terlihat, namun gerakan seperti

nistagmus dapat timbul pada status epileptikus.

Roving eye movement :

Gerakan bola mata berupa gerakan lambat dari satu sisi ke sisi yang lain, kelopak

mata tertutup, dan mungkin disertai posisi mata yang divergen ringan dari aksis

okuler. Gerakan ini biasanya terjadi pada tidur normal atau pasien koma ringan ,

fungsi batang otak normal dan tidak menunjukkan suatu lokasi lesi tertentu.
Doll’s eye movement

Horizontal doll’s head eye movement yang abnormal menunjukkan adanya lesi

yang mengenai CN III, IV dan pons. Vertikal doll’s head eye movement yang

abnormal menunjukkan adanya lesi yang mengenai CN III, IV dan midbrain.

Tes Kalorik

Merupakan tes untuk memeriksa fungsi batang otak disebut juga test

okulovestibuler.

Cara : pasien dibaringkan dengan tubuh bagian atas dan kepala membentuk sudut

300 dengan bidang horizontal, kemudian disuntikkan 50-100 cc air dingin pada

salah satu telinga, yang akan berefek sama jika kepala digerakkan ke sisi yang

berlawanan, mata pasien akan menghadap pada sisi dimana air dimasukkan. Posisi

mata ini akan bertahan beberapa waktu. Jika hasil negative, kemungkinan terdapat

lesi pada pons, medulla, pada kasus yang jarang pada lesi CN III, IV, VI, VIII

Refleks Kornea

Tujuan : menentukan prognosis dan lokasi lesi.

Interpretasi :

Negatif : lesi pada CN V, pons atau CN VII

Gag Reflex

Anggota Gerak
Tonus/ Posturing

1. Postur dan posturing terhadap rangsang yang kuat harus dicatat. Rangsang

yagn kuat dilakukan pada daerah saraf kranial, biasanya stimulus nyeri

pada saraf trigeminal atau stimulus pada daerah vagus pada saat suctioning

endotracheal.

2. Postur dekortikasi

Adalah ekuivalen dengan postur bilateral hemiplegi dengan fleksi kedua

lengan dan tangan dan adduksi bahu. Kedua tungkai ekstensi dan kaki

inversi dan plantar fleksi. Ini dapat disebabkan lesi yang mengenai traktus

piramidalis dari korteks sampai ke kapsula interna.

3. Postur deserebrasi

Adalah ekstensi dari kedua lengan dengan rotasi internal dari bahu. Posisi

kedua tungkai seperti posisi dekortikasi. Ini menunjukkan lesi di midbrain,

thalamus dan nucleus subthalamic, namun dapat juga terjadi pada lesi

hemisphere yang luas

Refleks

Asimetris dari tonus, reflex anggota tubuh, dan plantar respon dapat membantu

menunjukkan lokasi lesi. Perlu diperhatikan bahwa reflex dan tonus dapat

menurun pada lesi upper motor neuron yang akut.

Anda mungkin juga menyukai