Anda di halaman 1dari 38

Pengayaan Dokter Muda Rotasi Saraf

RSUD Prof. W. Z. Johannes

VERTIGO
Dibawakan oleh: DM Reynardo Purba
Dibimbing oleh: dr. Johana Herlin, Sp. N
Definisi

Vertigo = Giddiness = Dizzines


o Vertigo adalah sensasi rotasi tanpa adanya
perputaran yang sebenarnya. Atau adanya sensasi
gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan
sekitarnya dengan gejala lain yang timbul yang
disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh
(AKT).
o Disorientasi (gangguan pengamatan) terhadap ruangan atau
halusinasi gerakan berupa rasa berputar atau gerakan linear
Alat keseimbangan tubuh :
 Labirint vestibulum
 Visual

 Propioseptif (somatosensori)
 Inti vesstibularis
 Cerebellum

 Cortex cerebri
Perbedaan gejala klinis vertigo vestibular & non-vestibular
PATOFISIOLOGI
Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
 rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu;
akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.

Teori konflik sensorik


 terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara
mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi
kiri dan kanan yang menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat
berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum)
atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).
Teori neural mismatch
 otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat
dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul
reaksi dari susunan saraf otonom.Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang
akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.

Teori otonomik
 perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala
klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai
berperan.

Teori neurohumoral
 teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin (Lucat) yang masing-masing
menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom
yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
Diagnosa

Diagnosis jenis vertigo, lesi anatomis dan penyebabnya ditegakkan berdasarkan:


1. Anamnesis.
2. Pemeriksaan fisik umum.
3. Pemeriksaan neurologis.
4. Pemeriksaan khusus neuro-otologi.
5. Pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
1. Harus ditanyakan bentuk vertigonya: rasa berputar, seolah-olah melayang, seolah-olah kepala

kosong, setiap kali bergerak cendrung jatuh, dsb.

2. Keadaan keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo misalnya perubahan posisi kepala dan

tubuh.

3. Profil waktu: apakah timbulnya akut, perlahan-lahan, paroksismal, kronik, progresif atau

membaik.

4. Apakah disertai dengan gangguan pendengaran.

5. Apakah sebelumnya pernah menggunakan obat-obat ototoksik misalnya streptomysin, kanamisin,

salisilat, dll.

6. Apakah ada penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, dll.
Pemeriksaan fisik umum

Meliputi:
 Keadaan umum.
 Tekanan darah berbaring dan tegak.
 Nadi, jantung, paru-paru dan abdomen.
Pemeriksaan fisik neurologis

Dilakukan pemeriksaan neurologis dengan perhatian khusus pada:


1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Tes Romberg:
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup.
 Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian
kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak.
 Pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang
baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem Gait:
Penderita disuruh berjalan lurus dengan tumit kaki kiri atau kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan atau kiri bergantian.
Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, sedangkan pada
kelainan serebeler penderita akan cendrung jatuh.

c. Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan.


Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang ke arah lesi dengan
gerakan seperti orang melempar cakram, kepala dan badan berputar ke arah lesi,
kedua tangan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang
lainnya naik.
Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
d. Past-pointing test:
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannya keatas, kemudian diturunkan sampai menyentuh
telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata
terbuka dan tertutup.
Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke
arah lesi.

e. Fukuda test:
Dengan mata tertutup pasien disuruh berjalan di tempat sebanyak 50
tindak. Setelah itu diukur sudut penyimpangan kedua kaki.
Normal: sudut penyimpangan tidak lebih dari 30 derajat.
2. Saraf-saraf otak:
Meliputi pemeriksaan: visus, kampus, okulomotor, sensoris di
wajah, otot wajah, pendengaran dan fungsi menelan.
3. Fungsi motorik:
Kelumpuhan anggota gerak.
4. Fungsi sensorik
Fungsi sensorik: Gangguan sensibilitas.
PEMERIKSAAN KHUSUS NEURO-
OTOLOGI
1. Fungsi vestibuler:
a. Tes Nylen Barany atau Dix Hallpike.
Dari posisi duduk di tempat tidur penderita dibaringkan ke belakang
dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45o dibawah garis
horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45o ke kanan lalu ke kiri.
Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus.
Dari sini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer:
Vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2 – 20
detik, dan menghilang dalam waktu kurang dari 1 menit,
akan berkurang atau menghilang bila tes diulang
beberapa kali.

Sentral:
Tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigonya
berlangsung lebih dari 1 menit. Bila tes diulang-ulang
reaksi tetap seperti semula.
Perbedaan Nistagmus Posisional Perifer Dengan Nistagmus Posisional
Sentral
NISTAGMUS POSISIONAL
PERIFER SENTRAL

-Latensi (+) 2 – 20 detik. (-)

-Vertigo (+) (+) / (+)

-Fatgue (+) (-)

-Arah Ke telinga bawah Ke telinga atas / bervariasi

-lamanya < 1 menit. > 1 menit


b. Tes Kalorik.
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30o sehingga kanalis semi sirkularis
lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin
30o C., dan air hangat 44oC., masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi
5 menit.
Nystagmus yang timbul dihitung waktunya sejak permulaan irigasi sampai
hilangnya nistagmus tersebut (normal: 90 – 150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal parsis atau directional prepoderance
ke kiri atau ke kanan.
Canal paresis menunjukkan lesi perifer pada labirin atau nervus vestibularis,
sedangkan directional prepoderance menunjukkan lesi sentral.
c. Electronistagmogram:
Untuk merekam gerakan mata pada nistagmus.
PEMERIKSAAN PENUNJANG:

1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urine.


2. Foto rontgen kepala AP/Lat, stenvers dan leher.
3. Neurofisiologi: EEG., EMG., BAEP (Brainstem Auditory
Evoked Potential).
4. Neuroimaging: CT scan, Pneumoensefalografi, arteriografi,
MRI.
PENATALAKSANAAN 1. Konfirmasi Vertigo Bukan Nyeri kepala, dll.
?

Vertigo Vestibuler 2. Tentukan Jenis Vertigo non Vestibuler

Somato sensorik
Perifer Sentral 3. Tentukan Letak Visual (Proprioseptif)
Lesinya

4. Cari Kausanya

5. Pilih Terapi:
- Kausal
- Simtomatik
Algoritma Vertigo - Rehabilitasi
VERTIGO VESTIBULER

Dapat dibagi atas:


1. Vertigo vestibuler tipe perifer
yang timbul akibat gangguan susunan vestibularis bagian
perifer (vestibulum dan nervus vestibularis).
2. Vertigo vestibuler tipe sentral
yang timbul akibat gangguan susunan vestibularis bagian
sentral (nukleus vestibularis, korteks).
Perbedaan Gejala Klinis
Vertigo Tipe Central & Perifer
Vertigo vestibuler tipe perifer.
Penyebabnya:

I. Gangguan pada vestibulum II. Gangguan pada nervus


(labirin) misalnya: vestibularis misalnya:

1. Benign paroxysmal 1. Neuronitis


positional vertigo vestibularis.
(BPPV). 2. Vestibuler
2. Labirintitis. paroxysmia.

3. Penyakit Meniere. 3. Ramsay Hunt


Syndrome.
4. Trauma kapitis.
4. Neuroma akustik.
5. Ototoksik.
BPPH
BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO
Benign paroxysmal positional vertigo

 BPPV didefinisikan sebagai gangguan telinga bagian dalam yang ditandai dengan
episode berulang dari vertigo posisional

 Kata benign secara historis menyiratkan bahwa BPPV adalah bentuk vertigo
posisional bukan karena sistem saraf pusat yang serius

 Istilah paroxysmal dalam konteks ini menggambarkan serangan vertigo yang


cepat dan tiba-tiba, yang dimulai setiap saat oleh perubahan posisi, sehingga
mengakibatkan BPPV.
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV).

Letak gangguan: pada vestibulum.


Etiologi:
1. Idiopatik (50% penderita BPPV tidak diketahui penyebabnya).
2. Simtomatik:
Pasca trauma kapitis.
Pasca labirintitis virus.
Insufiensi vertebrobasiler.
Pasca operasi.
Ototoksik.

Mastoiditis khronis.
Patofisiologi BPPV:

Hipotesa kupulolitiasis.
Debris yang berisi
CaCO3 berasal dari
fragmen otokonia yang
terlepas dari macula
utrikulus dan sacculus
yang terdegenerasi,
menempel pada
permukaan kapula kanalis
semicircularis posterior..
Patofisiologi BPPV:

Hipotesa kanalitiasis
Otokonia tidak melekat
pada kapula, melainkan
mengambang di dalam
endolimp kanalis
semisirkularis posterior
Diagnosis:

Anamnesis :
1. Bentuk serangan vertigo : pusing berputar, rasa goyang atau melayang
2. Sifat : periodic, continue, ringan atau berat
3. Faktor pencetus : perubahan gerakan kepala atau posisi, situasi (keramaian dan emosional, suara.
4. Gejala otonom : mual, muntah keringat dingin
5. Ada atau tidaknya gangguan pendengaran (tinnitus, tuli)
6. Obat-obatan yang dapat menimbulkan gejala vertigo (streptomisin, gentamisin)
7. Tindakan tertentu: temporal bone surgery
8. Penyaki yang diderita pasien: DM, Hipertensi kelainan jantung
9. Defisit neurologis
Diagnosis:

2. Pemeriksaan fisik: Dapat ditemukan adanya nistagmus.


3. Tes Dix Hallpike: Abnormal.
Terapi

I. Tidak diperlukan medikamentosa karna hanya berlangsung singkat


II. Edukasi
III. Mengembalikan otokonia ke vestibulum dengan maneuver epley, seamont, dan brandt daroff
IV. Simptomatik mengatasi disequilibrium pasca BPPH
a) Antihistamin :
 dimenhidrinat 4x25 mg-50mg
 Difenhidramin HCL 4x25 mg-50mg
 Betahistin
b) Kalsium antagonis
 dimenhidrinat 4x25 mg-50mg
 Difenhidramin HCL 4x25 mg-50mg
 Betahistin
b. Epley Maneuver.

1. Duduk dengan kepala menoleh 45


derajat ke sisi sakit
2. Head hanging dix hallpike 1-2menit,
maka akan muncul nystagmus
rotatoar counter clockwise
3. Dengan cepat kepala dotolehkan 90
derajat ke sisi berlawanan,
pertahankan 30-60 detik, maka
nystagmus harusnya searah dengan
sebelumnya
4. Menoleh kebawah
5. Duduk kembali ke posisi semula
b. Semont maneuver

1. Duduk menoleh kearah telinga


yang sehat
2. Dengan cepat rebah ke sisi
yang sakit dengan kepala
menghadap keatas (5menit)
3. Dengan cepat rebah ke sisi
yang berlawanan, kepala
menghadap kebawah (5-
10meni)
4. Kembali ke posisi semula
b. Brandt-Daroff maneuver

1. Duduk menoleh kearah telinga


yang sehat
2. Dengan cepat rebah ke sisi yang
sakit dengan kepala menghadap
keatas (30detik)
3. Duduk ke posisi semula, dengan
kepala menoleh ke ke posisi yang
sakit
4. Dengan cepat rebah ke sisi yang
sehat, kepala menghadap keatas
(30 detik
5. Kembali ke posisi semula
II. Terapi Bedah:
misalnya neuektomi, cannal plugging.

Anda mungkin juga menyukai