DEFINISI
RUANG LINGKUP
Panduan ini dibuat sebagai acuan bagi petugas pemberi layanan klinis dalam
melakukan pemeriksaan fisik diagnostik, pengadaan alat kesehatan, dan pengadaan alat
pemeriksaan penunjang diagnostik dan sebagai dasar pengkajian dalam rencana
pengembangan pelayanan puskesmas.
BAB 3
TATA LAKSANA
1. KESADARAN
Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang wajar
terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Seorang yang sadar dapat tertidur, tapi
segera terbangun bila dirangsang. Bila perlu, tingkat kesadaran dapat diperiksa dengan
memberikan rangsang nyeri.2,3
Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma Glasgow
yang memperhatikan tanggapan (respons) penderita terhadap rangsang dan memberikan
nilai pada respons tersebut. Tanggapan/respons penderita yang perlu diperhatikan adalah:
Spontan 4
Dengan rangsang nyeri (tekan pada saraf supraorbita atau kuku jari) 2
Tidak ada reaksi (dengan rangsang nyeri pasien tidak membuka mata) 1
Baik dan tak ada disorientasi (dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan 5
tahu dimana ia berada, tahu waktu, hari, bulan)
Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa kalimat dan 3
tidak tepat)
Reaksi menghindar 4
Bila kita gunakan skala Glasgow sebagai patokan untuk koma, maka koma = tidak
didapatkan respons membuka mata, bicara, dan gerakan dengan jumlah nilai = 3. 3
Tingkat Kesadaran
Kompos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
Apatis, yaitu keadaan dimana pasien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap
lingkungannya.
Delirium, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun
yang terganggu. Pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta.
Sopor (stupor), yaitu keadaaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan
dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun
sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
Semi-koma (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respon
terhadap rangsang verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea,
pupil) masih baik. Respon terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.
Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak
ada respons terhadap rangsang nyeri. 2,3
2. PEMERIKSAAN LEHER
Inspeksi: melihat kelainan berupa asimetri, pulsasi-pulsasi, tumor atau pembengkakan dan
pembatasan pergerakan. Dengan meregangkan dan pembengkokan leher ke lateral otot-otot
sternokleidomastoid menjadi tegang dan membuat batas yang jelas antara triangular anterior
dan posterior. Dengan begini pembesaran thyroid, pembesaran kelenjar limfe atau kelainan
struktur yang lain menjadi lebih jelas. Leher penderita Turner sindrom dan Klipel sindrom
mempunyai karakteristik lipatan-lipatan kulit seperti fan yang terentang ke lateral dari leher
ke bahu. Kelainan ini disebut “webbed neck”. 1,4
Palpasi: palpasi struktur submandibularis dilakukan dengan meletakkan satu jari didalam
mulut. Dasar mulut dan kelenjar ludah submandibular dan kelenjar limfe dapat diraba dengan
mudah.
Pada palpasi thyroid yang normal didapatkan satu massa yang licin, keras dan bergerak bila
penderita menelan. Pemeriksaan dilakukan dengan cara pemeriksa berdiri dibelakang
penderita. Ujung-ujung jari kedua tangan diletakkan pada jaringan thyroid sedangkan trakea
memisahkan tangan pemeriksa. Kemudian penderita disuruh menelan dan thyroid
menggelincir diantara jari-jari tangan pemeriksa memberi kesan tentang besarnya, batasnya
dan keras lunaknya thyroid.
Pembesaran thyroid dapat disebabkan oleh Graves disease, colloid goiter, cyste thyroid,
dll.1,4
Auskultasi: auskultasi thyroid pada Graves disease didapat sistolik bruit. Bruit ini juga
didapati pada penyakit jantung dengan cardiac murmur yang dirambatkan melalui a.carotis.
sistolik thrill yang synchronous dengan bruit dapat diraba pada beberapa penderita.
Thyroid bruit dan thrill hampir pathognomonis Graves disease dan jarang didapati pada
colloid goiter dan penyakit thyroid yang lain.
- Aorta insufficiency
- Anemi
- Hyperthyroidism
- Aneurisma a.carotis
- Kelainan-kelainan jantung seperti: premature contraction dan auricular fibrillation
Pada auskultasi a.carotis bias didapati sistolik bruit yang disebabkan oleh obstruksi karena
arterie sclerosis. Tempat auskultasi ini ialah di atas dan di bawah klavikula setentang
a.innominate dan subclavicula, kemudian di atas a.carotis dan bifurcation. Kalau didengar
desah sistolik harus dibedakan dengan desah aorta. 1,2,4
3. PEMERIKSAAN THORAX:
Sebaiknya pasien diperiksa dalam keadaan duduk. Jika berbaring maka pemeriksaan
tidak dapat sempurna dilakukan, sebab paru-paru tidak dapat berkembang dengan
sempurna dan bias terjadi asimetris. Selain dari pada itu dengan berbaring maka suara
perkusi yang sonor bias menjadi beda.
Inspeksi.
Inspeksi adalah pemeriksaan pertama yang dapat dilakukan dengan hanya melihat pasien.
Kelainan-kelainan yang bias didapatkan pada dinding dada yaitu parut bekas operasi,
pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena, spider naevi, ginekomasti tumor,
luka operasi, retraksi otot-otot interkostal, dll.
Bentuk toraks dapat normal dan dapat pula tidak normal, yaitu toraks paralitik dan
toraks emfisema. Bentuk toraks normal dapat dinilai berupa toraks yang diameter lateral kiri
dan kanan lebih besar dari pada diameter antero-posterior dan pergerakan pernafasan iga-
iga bagian bawah bergerak ke atas dan lateral.
Frekuensi pernapasan:
Jenis pernafasan:
Pola pernapasan:
Palpasi. Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis.
Perkusi.
a) Sonor (resonant): terjadi bila udara dalam paru (alveoli) cukup banyak, terdapat paru
yang normal;
b) Hipersonor (Hiperresonant): terjadi bila udara didalam paru/dada menjadi jauh lebih
banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya superficial,
pneumotoraks dan bula yang besar;
c) Redup (dull): bila bagian yang padat lebih banyak dari pada udara, misalnya: adanya
infiltrate/konsolidasi akibat pneumonia, efusi pleura yang sedang;
d) Pekak (flat/stony dull): terdapat pada jaringan yang tidak mengandung udara
didalamnya, misalnya pada tumor paru, efusi pleura massif;
e) Bunyi timpani terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara di dalam
lambung.
Pada paru bagian depan dilakukan pemeriksaan perkusi perbandingan secara
bergantian kiri dan kanan (zigzag). Dalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi yang
sonor pada kedua paru.
Pemeriksaan lain yang dilakukan pada paru depan adalah perkusi untuk menentukan batas
paru hati dan paru lambung.4,5
Batas Paru-Hati
Untuk menentukan batas paru hati dilakukan perkusi sepanjang garis midklavikula
kanan sampai didapatkan adanya perubahan bunyi dari sonor menjadi redup. Perubahan ini
menunjukkan batas antara paru dan hati. Tentukan batas tersebut dengan menghitung mulai
dari sela iga ke 2 kanan, dan umumnya didapatkan setinggi sela iga ke 6. Setelah batas paru
hati diketahui, selanjutnya dilakukan tes peranjakan antara inspirasi dan ekspirasi. Pertama-
tama pasien dijelaskan mengenai apa yang akan dilakukan, kemudian letakkan 2 jari tangan
kiri tepat di bawah batas tersebut. Pasien diminta untuk menarik napas dalam dan kemudian
ditahan, sementara itu dilakukan perkusi pada 2 jari tersebut. Dalam keadaan normal akan
terjadi perubahan bunyi yaitu dari yang tadinya redup kemudian sonor kembali. Dalam
keadaan normal didapatkan peranjakan sebesar 2 jari.
Untuk menentukan batas paru lambung dilakukan perkusi sepanjang garis aksilaris
anterior kiri sampai didapatkan perubahan bunyi dari sonor ke timpani. Biasanya didapatkan
setinggi sela iga ke 8. Batas ini sangat dipengaruhi oleh isi lambung. 5
Auskultasi.
Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara melalui
system trakeobronkial. Pemeriksaan auskultasi ini meliputi pemeriksaan suara napas pokok,
pemeriksaan suara napas tambahan, dan jika didapatkan adanya kelainan dilakukan
pemeriksaan untuk mendengarkan suara ucapan atau bisikan pasien yang dihantarkan
melalui dinding dada. Pola suara napas diuraikan berdasarkan intensitas, frekuensi serta
lamanya fase inspirasi dan ekspirasi.
Vesikular: suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah dimana fase
inspirasi langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda, dengan
perbandingan 3:1. Dapat didengarkan pada hampir kedua lapangan paru.
Bronkovesikular: suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang sedang,
dimana fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga hamper menyamai fase inspirasi
dan diantaranya kadang-kadang dapat diselingi jeda. Dalam keadaan normal bias
didapatkan pada dinding anterior setinggi sela iga 1 dan 2 serta daerah interskapula.
Bronkial: suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, dimana fase ekspirasi
menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda. Terjadi
perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti tiupan dalam tabung. Dalam
keadaan normal dapat didengar pada daerah manubrium sterni.
Trakeal: suara napas yang sangat keras dan kasar, dapat didengarkan pada daerah
trakea.
Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer
dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong. 4,5
Ronki basah (crackles atau rales): suara napas yang terputus-putus, bersifat nonmusical,
dan biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan dalam
saluran napas. Ronki basah lebih lanjut dibagi menjadi ronki basah halus dan kasar
tergantung besarnya bronkus yang terkena. Ronki basah halus terjadi karena adanya
cairan pada bronkiolus, sedangkan yang lebih halus lagi berasal dari alveoli yang sering
disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi. Krepitasi terutama dapat
didengar fibrosis paru. Sifat ronki basah ini dapat bersifat nyaring (bila ada infiltrat
misalnya pada pneumonia) ataupun tidak nyaring (pada edema paru).
Ronki kering: suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan frekuensi yang relatif
rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit, misalnya
akibat adanya secret yang kental. Wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya tinggi
dan panjang yang biasanya terdengar pada serangan asma.
Bunyi gesekan pleura (Pleural friction rub): terjadi karena pleura parietal dan visceral
yang meradang saling bergesekan satu dengan yang lainnya. Pleura yang meradang
akan menebal atau menjadi kasar. Bunyi gesekan ini terdengar pada akhir inspirasi dan
awal ekspirasi.
Hippocrates succussion: suara cairan pada rongga dada yang terdengar bila pasien
digoyang-goyangkan. Biasanya didapatkan pada pasien dengan hidropneumotoraks.
Pneumotohorax click: bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat kontraksi
jantung, terjadi bila didapatkan adanya udara diantara kedua lapisan pleura yang
menyelimuti jantung.5
DADA POSTERIOR4
Retraksi inspirasi abnormal dan interkostal Retraksi pada obstruksi jalan napas
Fremitus taktil ketika pasien mengatakan Peningkatan atau penurunan local atau
“aa” atau “uu” umum
Perkusi dada pada area yang Bunyi pekak terjadi bila cairan atau
digambarkan, dengan membandingkan jaringan padat menggantikan bagian paru
satu sisi dengan sisi yang lain pada tinggi yang normalnya terisi udara; bunyi
yang sama, dengan menggunakan “pola hiperresonan pada emfisema atau
berjenjang” sisi ke sisi pneumotoraks
Dengarkan dada menggunakan stetoskop dengan pola berjenjang dari sisi ke sisi
Evaluasi bunyi napas Bunyi napas vesikular, bronkovesikular,
atau bronchial; penurunan bunyi napas
akibat berkurangnya aliran udara
Perhatikan setiap bunyi tambahan Crackles (halus dan kasar) dan bunyi yang
(adventisius) kontinu (mengi dan ronki)
Letak topografi jantung adalah 2/3 bagian jantung terletak di rongga dada kiri dan 1/3 sisanya
terletak disebelah kanan. Di bagian bawah berbatas langsung dengan diafragma.
Dalam melakukan pemeriksaan fisis jantung diperlukan patokan berupa garis-garis dan titik-
titik tertentu.
Garis mid sterna, yaitu garis tengah yang ditarik mulai dari manubrium sterni sampai
processus xyphoideus.
Garis sterna adalah garis yang melalui titik-titik batas antara sternum dengan tulang
rawan iga, dari atas ke bawah dan didapatkan kiri dan kanan.
Garis midclavicular didapatkan kiri dan kanan. Mula-mula diraba keseluruhan tulang
klavikula. Kemudian ditentukan titik tengahnya. Dari titik tengah ini ditarik garis lurus ke
caudal. Biasanya pada pria normal garis midclavicula ini melewati papilla mammae.
Garis parasternal adalah garis paralel dengan garis midclavicula yang ditarik dari titik
tengah jarak antara garis midclavicula dengan garis sternal.
Garis aksila anterior adalah garis yang ditarik melalui tepi lipat ketiak anterior, kearah
kaudal.
Garis aksila posterior adalah garis yang ditarik melalui tepi ketiak posterior kearah kaudal.
Garis mid aksila adalah garis di tengah antara garis aksila anterior dan garis aksila
posterior.6
Titik-titik Patokan:
Angulus Ludovici adalah perbatasan antara manubrium sterni dan korpus sterni, yang bila
diraba terasa menonjol. Titik ini merupakan perlengketan antara tulang iga II dengan
sternum. Titik ini dipakai juga sebagai patokan dalam mengukur tekanan vena jugularis
eksterna.
Area apeks: terletak di sela iga V sekitar 2 jari medial dari garis midklavikula kiri. Titik ini
merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup mitral, karena bunyi jantung dari katup mitral
paling optimal terdengar di titik tersebut.
Area trikuspidal: terletak di sela iga IV-V sterna kiri dan di sela iga IV-V sterna kanan. Titik
ini merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup trikuspidal.
Area septal terletak di sela iga III sterna kiri merupakan titik auskultasi optimal untuk
mendengarkan bising akibat aliran shunt di septum karena terdapat defek, yaitu pada
ASD dan VSD.
Area pulmonal terletak di sela iga II garis sterna kiri merupakan titik auskultasi optimal
untuk bunyi jantung katup pulmonal.
Area aorta terletak di sela iga II garis sterna kanan merupakan titik auskultasi optimal
untuk bunyi jantung aorta.
Titik carotis setinggi processus thyroideus kiri dan kanan untuk mendengarkan bila ada
bising yang menjalar dari katup aorta.
Pada area-area apeks, tricuspidal, pulmonal, dan aorta dapat dilihat pulsasi yang berlebihan,
getaran (thrill), gerakan-gerakan dinding jantung abnormal yang teraba. 4,6
Inspeksi
Secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus diamati, missal
tampak capai, kelelahan akibat cardiac output rendah, frekuensi napas meningkat, sesak
yang menunjukkan adanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis sentral dengan
clubbing finger dan kaki berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan ke kiri. Begitu juga
dengan ada tidaknya edem.
Khusus inspeksi pada organ jantung adalah dengan melihat pulsasi di area apeks,
trikuspidal, pulmonal, aorta.6
Palpasi
Pulsasi.
Thrill yaitu getaran yang terasa pada tangan pemeriksa. Hal ini dapat teraba karena
adanya bising yang minimal derajat 3. Dibedakan thrill sistolik atau thrill diastolic
tergantung di fase mana berada.
Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan kita. Hal ini karena overload
ventrikel kiri, misal pada insufisiensi mitral.
Lift yaitu rasa dorongan terhadap tangan pemeriksa. Hal ini karena adanya peningkatan
tekanan di ventrikel, misal pada stenosis mitral.
Ictus cordis yaitu pulsasi di apeks. Diukur berapa cm diameter, dimana normalnya adalah
2 cm dan ditentukan lokasinya yang biasanya terletak pada 2 jari medial dari garis
midclavicula kiri.6
Perkusi
Dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas jantung, pinggang jantung dan contour
jantung.
Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavicula kanan. Jari-jari
tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga. Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik
tengah tadi, dari cranial kearah caudal. Suara normal yang didapat adalah bunyi sonor yang
berasal dari paru. Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI
kanan. Bunyi redup ini adalah berasal dari batas antara paru dan puncak hati. Puncak hati ini
ditutupi oleh diafragma dan masih ada jaringan paru di atas jaringan puncak hati itu,
sehingga terdapat gabungan antara massa padat dan sedikit udara dari paru. Setelah
didapat titik batas sonor redup, diukur 2 jari kearah cranial. Pada titik yang baru ini diletakkan
kembali telapak tangan dan jari-jarinya diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap iga.
Kemudian dilakukan perkusi kearah medial untuk mencari perubahan suara dari sonor ke
redup yang merupakan batas relative kanan jantung dan normal adalah pada garis sterna
kanan. Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai mendapat suara pekak, yang
merupakan batas absolute jantung kanan, biasanya pada garis midsternal. 6
Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Bila terdapat pembesaran jantung ke kiri,
perkusi dapat dimulai dari garis aksila medial. Kemudian jari tengah kiri diletakkan pada titik
teratas garis aksila anterior dengan arah jari sejajar dengan iga. Perkusi dari kranial ke
kaudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke tympani yang merupakan batas paru-
lambung, biasanya pada sela iga VIII kiri. Dari titik ini diukur 2 jari ke arah cranial. Dari titik
yang baru ini, dilakukan perkusi lagi ke arah medial dengan posisi jari kiri tegak lurus
terhadap iga, sampai timbul perubahan suara dari sonor ke redup, yang merupakan batas
relative jantung kiri dan biasanya terletak pada 2 jari medial garis mid klavikula kiri. Perkusi
diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke pekak yang merupakan
batas absolute jantung kiri.
Tentukan garis sterna kiri lebih dulu. Dari titik teratas dilakukan perkusi dengan arah
sejajar iga kearah kaudal, sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup. Normal
adalah sela iga II kiri.
Pinggang Jantung
Ditentukan lebih dulu garis parasternal kiri. Kemudian dilakukan perkusi kearah kaudal
mulai dari titik teratas garis tersebut, dengan posisi jari tengah sejajar iga. Yang dicari adalah
perubahan bunyi sonor-redup. Batas ini normal terletak pada sela iga III kiri.
Auskultasi:
Apeks untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
Sela iga IV-V sterna kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang
berasal dari katup trikuspidal
Sela iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila ada
kelainan yaitu ASD atau VSD.
Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.
Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup aorta.
Arteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila ada penjalaran bising dari katup
aorta ataupun kalau ada stenosis di arteri karotis sendiri. 4,6
Bunyi jantung (BJ) normal terdiri atas bunyi jantung I dan II. Di area apeks dan trikuspidal BJ
I lebih keras daripada BJ II. Sedangkan di area basal yaitu pulmonal dan aorta, BJ I lebih
lemah daripada BJ II. BJ I merupakan suara yang dihasilkan dari penutupan katup-katup
mitral dan trikuspidal, sedangkan BJ II adalah karena menutupnya katup-katup aorta dan
pulmonal. Untuk menentukan yang mana BJ I adalah dengan meraba arteri radialis atau
arteri karotis atau iktus kordis, dimana BJ I sinkron dengan denyut nadi arteri-arteri tersebut
atau dengan denyut iktus kordis.
Fase antara BJ I dan BJ II disebut fase sistolik, sedangkan fase antara BJ II dan BJ I disebut
fase diastolik. Fase sistolik lebih pendek daripada fase diastolik.
Bunyi jantung III yaitu jantung yang terdengar tidak lama sesudah BJ II, 0.14-0.16 sek
dan didengar pada area apeks. BJ III ini berintensitas rendah, merupakan bunyi yang
dihasilkan karena aliran darah yang mendadak dengan jumlah banyak dari atrium kiri ke
ventrikel kiri, pada permulaan fase diastolik. Biasanya terdapat pada kasus insufisiensi
mitral.
Bunyi jantung IV yaitu bunyi jantung yang terdengar sesaat sebelum BJ I, yang juga
dapat didengar di apeks, merupakan bunyi akibat kontraksi atrium yang kuat dalam
memompakan darah ke ventrikel. Hal ini terjadi karena terdapat bendungan di ventrikel
sehingga atrium harus memompa lebih kuat untuk mengosongkan atrium. Biasanya
didapat pada kasus gagal jantung.
Split BJ II yaitu BJ II terpecah dengan intensitas yang sama dan jarak keduanya dekat.
Hal ini terjadi karena penutupan katup-katup pulmonal dan aorta tidak jatuh bersamaan
sehingga tidak sinkron. Perbedaan ini terjadi karena ventrikel kanan misal lebih besar
sehingga katup pulmonal menutup lebih lambat. Misal terjadi pada kasus ASD.
Opening snap yaitu terbukanya katup mitral yang kaku dengan mendadak, sehingga
terdengar bunyi dengan intensitas tinggi sesudah BJ II. Didapat pada kasus stenosis
mitral. Makin dekat jarak opening snap dengan BJ II, makin berat derajat MS, berkisar
antara 0.04-0.12 s.
Aortic click adalah bunyi yang dihasilkan karena katup aorta yang membuka secara cepat
dan didapat pada kelainan stenosis aorta.
Pericardial rub didapat pada kasus perikarditis konstrktiva, terjadi gesekan antara
perikard lapis visceral dan lapis parietal. Bunyi ini tidak dipengaruhi oleh pernapasan.
Bunyinya kasar dan dapat didengar di area trikuspidal dan apikal dan bias terdengar pada
fase sistolik atau diastolik atau keduanya.6
Irama Jantung
Normal adalah regular, dengan denyut jantung berkisar antara 60-100 per menit.
Irregular: terdengar ekstra sistol, yaitu irama dasarnya regular tetap diselingi oleh denyut
jantung ekstra. Irama dasarnya memang sudah tidak teratur, yaitu pada kelainan aritmia
fibrilasi atrial.
Irama gallop (derap kuda). Irama jantungnya cepat dan bunyi-bunyi jantungnya terdiri
atas 3 atau 4 komponen, yaitu terdiri dari BJ I – BJ II dan BJ III atau terdiri atas BJ IV –
BJ I – BJ II atau keduanya yaitu BJ IV – BJ I – BJ II – BJ III. Biasanya dapat didengar di
apeks dan terdapat pada kasus gagal jantung. 4,6
Bising Jantung
Pada tiap kali melakukan auskultasi pada titik-titik area harus diperhatikan apakah ada bising
jantung. Bila ada bising, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Terletak di fase manakah bising tersebut, yaitu dengan menentukan terlebih dahulu yang
mana BJ I dan setelah itu ditentukan letak bising tersebut.
Bagaimana kualitas bising tersebut, yaitu apakah: Kasar seperti ada gesekan yang sering
disebut rumble dan biasanya didapat pada kasus stenosis mitral sebagai bisisng diastolik.
Sekaligus ditentukan posisi bising diastolik tersebut, apakah: early-, mid diastolik atau pra
sistolik. Dicari juga bunyi jantung tambahan opening snap dan biasanya BJ I mengeras.
Kelainan ini didapat pada stenosis mitral. Halus seperti angin bertiup dan biasanya
mengisi fase sistolik. Tentukan posisi letak bising, yaitu early-, late sistolik ataupun pan
(holo) sistolik. Pan sistolik bising sering didapat pada kelainan insufisiensi mitral, disini
juga BJ I melemah dan cari juga apakah ada BJ III. Type ejection yaitu bising dengan
nada keras, karena dipompakan melalui celah yang sempit. Didapat pada kasus stenosis
aorta. Continous murmur yaitu bising yang terdengar terus menerus di fase sistolik dan
fase diastolik, didapatkan pada kasus PDA (Patent Ductus Arterious).
Punctum maksimum bising jantung harus ditentukan, missal pada apeks, trikuspidal,
ataupun lainya. Bila pada apeks kurang keras, missal karena obesitas, pasien dapat
dimiringkan ke kiri, sehingga bising jantung dapat terdengar lebih jelas. Untuk trikuspidal,
supaya lebih jelas, pasien disuruh bernapas dalam (inspirasi) kemudian tahan. Bising
jantung akan terdengar lebih keras pada inspirasi dan pada ekspirasi bising akan
melemah. Untuk mendengar bising di katup aorta dan pulmonal, pasien disuruh duduk
dengan stetoskop tetap di lokasi.
Penjalaran harus diperhatikan. Misal pada kasus insufisiensi mitral akan terjadi
penjalaran ke lateral dan aksila. Sedangkan pada kasus Mitral valve prolapse (MVP) tidak
terjadi penjalaran bising. Pada kasus dengan kelainan katup aorta akan menjalar ke arteri
carotis, sehingga perlu dilakukan auskultasi pada karotis.
Derajat intensitas bising terdapat 6 tingkat, yaitu:
Derajat 1 terdengar samar-samar.
Derajat 2 terdengar halus.
Derajat 3 terdengar jelas dan agak keras.
Derajat 4 terdengar keras. Dapat juga dengan cara telapak tangan pemeriksa
diletakkan missal di apeks kemudian dapat didengar dengan stetoskop yang
diletakkan pada punggung telapak tangan tersebut.
Derajat 5 terdengar sangat keras. Dpat dilakukan dengan cara telapak tangan
pemeriksa diletakkan di apeks, kemudian stetoskop diletakkan di lengan bagian
bawah dan bising jantung masih terdengar.
Derajat 6 sudah terdengar meskipun stetoskop tidak diletakkan di dinding dada. 4,6
Khusus untuk bising sistolik perlu diperhatikan bahwa tidak semuanya akibat dari kelainan
organik katup jantung. Ada kemungkinan karena over volume misal pada anemia berat,
perempuan hamil. Biasanya bising sistolik ini halus dan terdengar pada semua ostia.
Pembesaran ventrikel, biasanya pada ventrikel kanan terjadi dilatasi sekunder karena
stenosis mitral, terjadi pelebaran annulus trikuspidal sehingga akan terdengar arus
regurgitasi pada katup trikuspidal. Pada tumor miksoma yang menutupi katup mitral akan
menyebabkan bising diastolik.6
Teknik-teknik Pemeriksaan4
Vena Jugularis
Ukur tekanan vena jugularisjarak vertical Peninggian JVP pada gagal jantung
antara titik tertinggi dan sudut sternal, kanan, penurunan JVP pada hipovolemia
normalnya kurang dari 3-4 cm. karena dehidrasi atau perdarahan
gastrointestinal.
Inspeksi dan Palpasi dada interior untuk adanya susah mengembangkan dada, henti
gerakan, atau thrill.4
Durasi
Palpasi interkostal kanan dan kiri dekat Pulsasi pembuluh darah besar, S2 yang
dengan sternum. Catat adanya thrill pada menonjol; thrill pada stenosis aorta atau
area ini. pulmonal.
Auskultasi
Bunyi Jantung4
Peningkatan bunyi S2 pada antar iga Hipertensi sistemik, dilatasi radiks aortic
ke-2 kanan
Bunyi S2 menurun atau tidak Katup mitral imobil, seperti pada stenosis aortic
terdengar pada antar iga ke-2 kanan kalsifik
Derajat Deskripsi
Pulsus Alternans4
Raba nadi untuk adanya perubahan Perubahan amplitude nadi atau bunyi
amplitude. Turunkan manset tekanan Korotkoff ganda yang tiba-tiba
darah perlahan sampai ke tingkat sistolik menandakan pulsus alternansyakni
sambil mendengarkan dengan stetoskop si suatu tanda gagal ventrikel kiri.
atas arteri brakialis.
Denyut Paradoksikal4
Kurangi tekanan manset tekanan darah Nilai yang menurun tajam, yang lebih
secara perlahan dan perhatikan dua besar 10 mmHg selama inspirasi,
merupakan tanda denytu paradoksikal.
tingkat tekanan: Pertimbangkan adanya penyakit paru
obstruktif, tamponade pericardial, atau
(1) di mana bunyi Korotkoff tedengar
perikarditis konstriktif.
pertama kali, dan (2) kapan bunyi tersebut
terdengar menetap pertama kali
sepanjang siklus pernapasan. Perbedaan
tingkat ini normalnya tidak lebih dari 3-4
mmHg.
5. PEMERIKSAAN ABDOMEN
Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kepala rata atau dengan
satu bantal, dengan kedua tangan di sisi kanan-kirinya. Sebaiknya kandung kencing
dikosongkan dulu sebelum pemeriksaan dilakukan. Pemeriksaan abdomen ini terdiri dari 4
tahap yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan ausklutasi. 1,7
Pemeriksaan Inspeksi
Pemeriksaan ini yaitu melihat perut baik bagian depan ataupun belakang (pinggang).
Pada pemeriksaan tahap awal ini diperhatikan secara inspeksi kelainan-kelainan yang
terlihat pada perut seperti jaringan parut karena pembedahan, asimetri perut yang
menunjukkan adanya masa tumor, striae, vena yang berdilatasi. Cari kaput medusa (aliran
berjalan keluar dari umbilikus) atau obstruksi vena kava inferior, peristalsis usus, distensi dan
hernia.
Pada keadaan normal terlentang, dinding perut terlihat simetris. Bial ada tumor atau
abses atau pelebaran setempat lumen usus membuat perut terlihat tidak simteris. Bila terlihat
gerakan peristaltik usus maka dapat dipastikan adanya hiperperistaltik dan dilatasi sebagai
akibat obstruksi lumen usus. Obstruksi lumen usus ini dapat disebabkan macam-macam
kelainan antara lain tumor, perlengketan, strangulasi dan skibala.
Pada keadaan patologis, perut membuncit disebabkan oleh ileus paralitik, ileus
obstruktif, meteorismus, asites, kistoma ovarii, dan kehamilan.
Pada kulit perut perlu diperhatikan adanya sikatriks akibat ulserasi pada kulit atau
akibat operasi atau luka tusuk. Adanya garis-garis putih sering disebut striae alba yang dapat
terjadi setelah kehamilan atau pada pasien yang mulanya gemuk atau bekas asites. Striae
kemerahan dapat terlihat padan sindrom Cushing. Pulsasi arteri pada dinding perut terlihat
pada pasien aneurisma aorta atau kadang-kadang pada pasien yang kurus, dan dapat
terlihat pulsasi pada epigastrium pada pasien insufisiensi katup trikuspidalis.
Kulit perut menjadi kuning pada berbagai macam ikterus. Adakala ditemukan garis-
garis bekas garukan yang menandakan pruritus karena ikterus atau diabetes mellitus.
Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran di sekitar umbilicus disebut
kaput medusa yang terdapat pada sindrom Banti. Pelebaran vena akibat obstruksi vena kava
inferior terlihat sebagai pelebaran vena dari daerah inguinal ke umbilicus, sedang akibat
obstruksi vena kava superior aliran vena ke distal.7
Pemeriksaan Palpasi
Palpasi dilakukan dalam 2 tahap, yaitu palpasi permukaan (superficial) dan palpasi
dalam (deep palpation). Palpasi dapat dilakukan dengan satu tangan ataupun dua tangan
(bimanual), terutama pada pasien gemuk.
Perinci nyeri tekan abdomen antara lain berat ringannya, lokasi nyeri yang maksimal,
apakah ada tahanan (peritonitis), apakah ada nyeri rebound bila tak ada tahanan. Perinci
masa tumor yang ditemukan antara lain lokasi, ukuran (dalam cm), bentuk, permukaan (rata
atau ireguler), konsistensi (lunak atau keras), pinggir (halus atau ireguler), nyeri tekan ,
melekat pada kulit atau tidak, melekat pada jaringan dasar atau tidak, berpulsasi/exponsile
(missal aneurisma aorta), lesi-lesi satelit yang berhubungan (missal metastase),
transiluminasi (missal kista), dan adanya bruit. Pada palpasi hati, mulai dari fosa iliaka kanan
dan bergerak ke atas pada tiap respirasi, jari-jari harus mengarah pada dada pasien. Pada
palpasi kandung empedu, yang teraba biasanya selalu abnormal, pada keadaan ikterus
kandung empedu yang teraba berarti bahwa penyebabnya bukan hanya batu kandung
empedu tapi juga harus dipikirkan karsinoma pancreas. Pada palpasi limpa, mulai dekat
umbilicus, raba limpa pada tiap inspirasi, bergerak secara bertahap ke atas dan ke kiri
setelah tiap inspirasi dan jika teraba, baringkan pasien pada posisi left lateral, dengan
pinggul kiri dan lutut kiri ditekuk.
Usahakan dapat membedakan limpa dengan ginjal. Bila limpa, tak dapat mencapai
bagian atasnya, bergerak dengan respirasi, redup-pekak pada perkusi, ada notch atau
insisura limpa, negatif pada ballottement. Bila ginjal, dapat mencapai bagian atasnya, tidak
dapat digerakkan (atau bergerak lambat), beresonansi pada perkusi, tidak ada notch atau
insisura dan positif pada ballottement.7
Pemeriksaan Perkusi
Suatu keadaan yang disebut fenomenan papan catur (cheesboard phenomen) dimana
pada perkusi dinding perut ditemukan bunyi timpani dan redup yang berpindah-pindah,
sering ditemukan pada peritonitis tuberkulosa. 7
Cara ini dilakukan pada pasein dengan asites yang cukup banyak dan perut yang
agak tegang. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang dan tangan pemeriksa diletakkan
pada satu sisi sedangkan tangan lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut pada sisi lainnya.
Sementara itu mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen sendiri, maka
tangan pemeriksa lainnya diletakkan di tengah-tengah perut dengan sedikit tekanan.
1. Untuk cairan yang lebih sedikit dan meragukan dapat dilakukan pemeriksaan dengan
posisi pasien tengkurap dan menungging (knee-chest position). Setelah beberapa saat, pada
perkusi daerah perut yang terendah jika terdapat cairan akan didengar bunyi redup.
2. Pemeriksaan Puddle sign. Seperti pada posisi knee-chest dan dengan menggunakan
stetoskop yang diletakkan pada bagian perut terbawah didengar perbedaan suara yang
ditimbulkan karena ketukan jari-jari pada sisi perut sedangkan stetoskop digeserkan melalui
perut tersebut ke sisi lainnya.
3. Pasien pada posisi tegak maka suara perkusi redup didengar di bagian bawah. 7
Pemeriksaan Auskultasi
Pemeriksaan ini untuk memeriksa:
Suara/bunyi usus: frekuensi dan pitch meningkat pada obstruksi, menghilang pada ileus
paralitik
Succession splash – untuk mendeteksi obstruksi pada tingkat lambung
Bruit arterial
Venous hum pada kaput medusa
Dalam keadaan normal, suara peristaltik usus kadang-kadang dapat didengar
walaupun tanpa menggunakan stetoskop, biasanya setelah makan atau dalam keadaan
lapar. Dalam keadaan normal bising usus terdengar lebih kurang 3 kali permenit. Jika
terdapat obstruksi usus, suara peristaltik usus ini akan meningkat. Peningkatan suara usus
ini disebut borborigmi. Pada ileus onstruksi kadang terdengar suara peristaltik dengan nada
yang tinggi dan suara logam (metallic sound).
Suara murmur sistolik dan diastolik mungkin dapat didengar pada auskultasi
abdomen. Bruit sistolik dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada pembesaran hati
karena hepatoma. Bising vena (venous hum) yang kadang-kadang disertai dengan
terabanya getaran (thrill), dapat didengar diantara umbilikus dan epigastrium. Pada keadaan
fistula arteriovenosa intraabdominal kadang-kadang dapat didengar suara murmur. 7
Pemeriksaan Hati
a. Dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk sudut 45-
600, b). Pasien diminta untuk menarik napas panjang,
b. Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan ke bawah, kemudian pada awal inspirasi jari
bergerak ke kranial dalam arah parabolik,
c. Diharapkan, bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa dengan
hati pada saat inspirasi maksimal.7
Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat agar dinding
abdomen lebih lentur. Palpasi dikerjakan dengan menggunakan sisi palmar radial jari tangan
kanan (bukan ujung jari) dengan posisi ibu jari terlipat di bawah palmar manus. Lebih tegas
lagi bila arah jari membentuk sudut 45 0 dengan garis median. Ujung jari terletak pada bagian
lateral muskulus rektus abdominalis dan kemudian pada garis median untuk memeriksa hati
lobus kiri.
Palpasi dimulai dari region iliaka kanan menuju ke tepi lengkung iga kanan. Dinding
abdomen ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga akan dapat menyentuh
tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan berulang dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah
lengkung iga. Penekanan dilakukan pada saat pasien sedang inspirasi. Bila pada palpasi kita
dapat meraba adanya pembesaran hati, maka harus dilakukan deskripsi sebagai berikut:
Pemeriksaan Limpa
Limpa membesar mulai dari bawah lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai
region iliaka kanan. Palpasi dimulai dari region iliaka kanan, melewati umbilikus di garis
tengah abdomen, menuju ke lengkung iga kiri. Pembesaran limpa diukur dengan
menggunakan garis Schuffner, yaitu garis yang dimulai dari titik di lengkung iga kiri menuju
ke umbilikus dan diteruskan sampai di spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis
tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama.
Palpasi limpa juga dapat dipermudah dengan memiringkan pasien 45 derajat ke arah kanan
(ke arah pemeriksa). Setelah tepi bawah limpa teraba, maka dilakukan deskripsi sbb:
Berapa jauh dari lengkung iga kiri pada garis Schuffner (S-I sampai dengan S-VIII)?
Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (splenomegali karena hipertensi portal) atau
keras seperti pada malaria?
Untuk meyakinkan bahwa yang teraba itu adalah limpa, harus diusahakan meraba
insisuranya.7
Pemeriksaan Ginjal
Ginjal terletak pada daerah retroperitoneal sehingga pemeriksaan harus dengan cara
bimanual. Tangan kiri diletakkan pada pinggang bagian belakang dan tangan kanan pada
dinding abdomen di ventralnya. Pembesaran ginjal (akibat tumor atau hidronefrosis) akan
teraba di antara kedua tangan tersebut, dan bila salah satu tangan digerakkan akan teraba
benturannya di tangan lain. Fenomena ini dinamakan ballottement positif. Pada keadaan
normal ballottement negatif.7
Refleks Patologis
1) Refleks Babinski
Dengan sebuah benda yang berujung agak tajam seperti kunci, telapak kaki digores dari
arah tumit menyusur bagian lateral menuju pangkal ibu jari.
Respon refleks: dikatakan positif bila terjadi dorsofleksi dari ibu jari dan biasanya disertai
dengan pemekaran jari-jari lainnya. Tanda babinski ini dapat ditimbulkan juga dengan
refleks lain.
2) Refleks Chaddock
Tanda babinski akan timbul dengan menggores bagian bawah dari maleolus lateral kaki
ke arah depan.
3) Refleks Oppenhelm
Dengan mengurut tulang tibia dengan ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah. Positif bila
akan timbul tanda babinski.
4) Refleks Gordon
Otot gastroknemius dicubit. Positif akan timbul tanda babinski.
5) Refleks Schaefer
Tanda babinski dapat ditimbulkan dengan memijit tendon Achilles.
6) Refleks Rossolimo
Refleks patologik ini ditimbulkan dengan mengetok bagian basis telapak jari-jari kaki.
Sebagai respons positif akan tampak fleksi dari jari-jari kaki.
7) Refleks Mendel Rechterew
Dengan mengetok bagian dorsal basis jari-jari kaki akan disaksikan gerakan fleksi jari-jari
kaki.
8) Refleks Hoffman-Tromner
Refleks patologik ini positif bila timbul gerakan mencengkram pada petikan kuku jari
telunjuk atau jari tengah jari tangan.
9) Refleks Leri
Bila pada pergelangan tangan dilakukan hiperfleksi maksimal, maka pada keadaan
normal akan terjadi fleksi dari sendi siku lengan.
Keadaan patologik bila fleksi siku lengan ini tidak terjadi (refleks negatif).
10)Refleks Mayor
Respon pada refleks Leri akan terjadi pada hiperfleksi basis jari tengah tangan. Penilaian
sama seperti refleks Leri.
11)Klonus
Bila refleks hiperaktif, refleks ini dapat terjadi berulang terus-menerus bila pemeriksa
mempertahankan suatu tegangan tertentu pada otot termaksud.
Dalam keadaan utngkai rileks, pemeriksa mendadak melakukan dorsofleksi kaki dan
tetap mempertahankan posisi dorsofleksi ini untuk sementara waktu. Klonus merupakan
manifestasi refleks regang otot yang hiperaktif. 2,3
N I (Olfaktorius)
Uji indra penciuman pada masing-masing Hilang pada lesi lobus frontal
sisi.
N II (Optikus)
Uji reaksi pupil terhadap cahaya. Jika Kebutaan, paralisis N III, pupil tonik;
hasilnya abnormal, uji reaksi sampai sindrom Horner dapat mempengaruhi
gerakan terdekat. reaksi cahaya
N V (Trigeminalis)
Uji nyeri dan sensasi sentuhan ringan Gangguan motorik atau sensori karena
pada wajah di zona oftalmik, maksilaris, lesi pada N V atau jaras motorik yang lebih
dan mandibular. tinggi
N VII (Fasialis)
Minta pasien mengangkat kedua alis Kelemahan karena lesi saraf perifer,
matanya, cemberut, menutup mata seperti pada paralisis Bell, atau SSP,
dengan rapat, memperlihatkan gigi, seperti pada stroke
tersenyum, menggembungkan pipinya.
N VIII (Akustikus)
N XI (Aksesorius spinal)
N XII (Hipoglosal)
Sistem Motorik
7. PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL
1. Look (inspeksi)
2. Feel (palpasi)
Disamping gerak perlu dilakukan pengukuran bagian yang penting untuk membuat
kesimpulan kelainan, merupakan pembengkakan atau atrofi serta melihat adanya
discrepancy (selisih panjang).
1. Look (inspeksi)
- Fistula
2. Feel (palpasi)
Pada saat akan meraba posisi pasien perlu diperbaiki dulu agar dimulai dari posisi
netral/anatomis. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan dua arah karenanya perlu
diperhatikan wajah (mimik kesakitan) atau menanyakan rasa sakit.
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainannya (1/3 proksimal/tengah/ distal)
Otot: Tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi; benjolan yang terdapat di permukaan
tulang atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada
benjolan, maka sifat benjolan perlu di diskripsi (tentukan) permukaannya, konsistensinya dan
pergerakan terhadap permukaan atau dasar, nyeri atau tidak dan ukurannya. 8
3. Move (gerak)
Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota gerak dan
dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pada anak periksalah bagian yang
tidak sakit dulu, selain untuk mendapatkan kooperatif anak pada waktu pemeriksaan, juga
untuk mengetahui gerakan normal si penderita. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar kita
dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan yang abnormal di daerah fraktur
(kecuali pada incomplete fracture).
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik. Pencatatan ini penting untuk mengetahui
apakah ada gangguan gerak.
Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat disebabkan oleh factor intra articuler atau
extra articuler
- Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang menyebabkan kerusakan tulang
subchondral; juga didapat oleh karena kelainan ligament atau kapsul (simpai) sendi
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (apabila penderita sendiri disuruh
menggerakkan) dan pasif (dilakukan pemeriksa). Selain pencatatan pemeriksaan penting
untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga penting untuk melihat kemajuan/kemunduran
pengobatan.
Selain diperiksa pada duduk, berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri & jalan.
- instability
- nyeri
- discrepancy
- fixed deformity8
PENUTUP
Panduan ini disusun untuk menjadi acuan pelaksanaan pemeriksaan fisik diagnostik
sesuai prosedur di Puskesmas Madurejo. Tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahan dalam pembuatan panduan ini, karena keterbatasan pengetahuan dan
kurangnya referensi.
Tim penyusun berharap berbagai pihak dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan panduan dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Raylene,M.R.; terj. D.Lyrawati. 2009. Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik Dasar.
Sudoyo,A.W.,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I: Bab 10 Pemeriksaan
Fisis Umum. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Sudoyo,A.W.,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I: Bab 11 Pemeriksaan
Fisis Dada dan Paru. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Sudoyo,A.W.,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I: Bab 12 Pemeriksaan
Fisis Jantung. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Sudoyo,A.W.,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I Bab 13 Pemeriksaan
Abdomen, Urogenital, dan Anorektal. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia