Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

Diagnosis ditegaakkan setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan kesan umum, tanda vital dan

kemudian analisis sistem organ secara sistematis. Pemeriksaan ini sangat penting

dalam menilai sistem berbagai organ yang bekerja dalam tubuh seseorang.

Pemeriksaan tanda vital terdiri dari pemeriksaan tekanan darah, nadi, laju

pernafasan (respiratory rate) dan suhu. Semua komponen tersebut harus dinilai

pada saat melakukan pemeriksaan fisik. Hasil yang didapat dari pemeriksaan ini

dapat mengarahkan dokter dalam melakukan pemeriksaan lebih lanjut, guna

menegakkan diagnosis pada seseorang penderita.

Pemeriksaan fisik merupakan proses pemeriksaan tubuh pasien untuk

menentukan ada atau tidaknya masalah fisik. Tujuan pemeriksaan fisik adalah

untuk mendapatkan informasi valid tentang kesehatan pasien.

Pemeriksa harus dapat mengidentifikasi, menganalisis dan menyusun

informasi yang terkumpul menjadi suatu penilaian komprehensif. Empat prinsip

kardinal pemeriksaan fisik meliputi : melihat (inspeksi), meraba (palpasi),

mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi). Dapat ditambah dengan yang

kelima yaitu membau/ smelling.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan kesan umum, tanda

vital dan kemudian analisis sistem organ secara sistematis. Pemeriksaan

tanda vital terdiri dari pemeriksaan tekanan darah, nadi, laju pernafasan

(respiratory rate) dan suhu.

Pemeriksaan fisik merupakan proses pemeriksaan tubuh pasien untuk

menentukan ada atau tidaknya masalah fisik. Pemeriksa harus dapat

mengidentifikasi, menganalisis dan menyusun informasi yang terkumpul

menjadi suatu penilaian komprehensif. Empat prinsip kardinal pemeriksaan

fisik meliputi : melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan

mendengarkan (auskultasi). Dapat ditambah dengan yang kelima yaitu

membau/ smelling. Adapun cara melakukannya bisa secara sequential dan

dapat pula dengan proper expose.

Sequential merupakan pemeriksaan yang dilakukan per bagian,

secara urut dan sistematis. Mulai dari kepala sampai dengan kaki.

Sedangkan Proper Expose pemeriksaan dilakukan hanya menampakkan atau

menyingkapkan bagian yang tepat atau bagian tertentu saja (bagian yang

akan diperiksa), tanpa mempertunjukkan daerah atau area lainnya.

2
a. Inspeksi

Inspeksi adalah memeriksa dengan melihat dan mengingat. Inspeksi

merupakan metode observasi yang digunakan dalam pemeriksaan fisik.

Inspeksi yang merupakan langkah pertama dalam memeriksa seorang

pasien atau bagian tubuh meliputi : ” general survey ” dari pasien.

General survey merupakan bagian penting dan dilakukan pada

permulaan pemeriksaan fisik. Bahkan ada beberapa pemeriksaan general

survey yang dilakukan sebelum anamnesis, seperti mengamati cara

berjalan pasien, ekspresi wajah, tingkat kesadaran, dan lain-lain.

b. Palpasi

Merupakan metode pemeriksaan dengan cara meraba menggunakan satu

atau dua tangan. Dengan palpasi dapat terbentuk gambaran organ tubuh

atau massa abnormal dari berbagai aspek yakni:

 Ukuran : Sebisa mungkin menggunakan ukuran 3 dimensi yang

objektif (panjang x lebar x tinggi, dalam centimeter), atau

dibandingkan dengan ukuran umum suatu benda (sebesar

kedelai, kelereng, telur puyuh, dan lainlain).

 Tekstur permukaan : Tekstur berguna untuk membedakan dua

titik sebagai titik-titik terpisah meskipun letaknya sangat

berdekatan. Paling baik dideteksi dengan ujung jari. Perbedaan

kecil dapat diketahui dengan menggerakkan ujung jari diatas

daerah yang dicurigai. Deskripsinya adalah kering, kasar, halus,

tunggal, berkelompok atau noduler, menonjol atau datar.

3
 Konsistensi massa : Konsistensi paling baik diraba dengan ujung

jari, tergantung pada densitasnya dan ketegangan dinding organ

tubuh yang berongga. Hasilnya berupa konsistensi kistik, lunak,

kenyal seperti karet atau keras seperti papan.

 Lokasi massa

 Suhu : Sama dengan suhu bagian tubuh di sekitarnya atau lebih

hangat. - Rasa nyeri pada suatu organ atau bagian tubuh.

 Denyutan atau getaran : denyut nadi, kualitas ictus cordis.

 Batas-batas organ di dalam tubuh : misalnya batas hati. Dinilai

pula apakah massa bersifat mobile (mudah digerakkan) atau

terfiksasi terhadap kulit dan organ di sekitarnya.

c. Perkusi

Suatu metode pemeriksaan fisik dengan cara melakukan pengetukan

pada bagian tubuh dengan menggunakan jari, tangan, atau alat kecil

untuk mengevaluasi ukuran, konsistensi, batas atau adanya cairan dalam

organ tubuh. Perkusi pada bagian tubuh menghasilkan bunyi yang

mengindikasikan tipe jaringan di dalam organ. Perkusi penting untuk

pemeriksaan dada dan abdomen.

Tergantung pada isi jaringan yang berada di bawahnya, maka akan

timbul berbagai nada yang dibedakan menjadi 5 kualitas dasar nada

perkusi yaitu :

 Nada suara pekak : dihasilkan oleh massa padat, sepert perkusi

pada paha.

 Nada suara redup : dihasilkan oleh perkusi di atas hati.

4
 Nada suara sonor/ resonan : dihasilkan oleh perkusi di atas paru

normal.

 Nada suara hipersonor : dihasilkan oleh perkusi di atas paru yang

emfisematous.

 Nada suara timpani : dihasilkan oleh perkusi di atas gelembung

udara (lambung, usus)

d. Auskultasi

Auskultasi adalah pemeriksaan dengan cara mendengarkan bunyi yang

berasal dari dalam tubuh, yang meliputi frekuensi, intensitas, durasi dan

kualitasl, dengan bantuan alat yang disebut stetoskop. Frekuensi adalah

ukuran jumlah getaran sebagai siklus per menit. Siklus yang banyak

perdetik menghasilkan bunyi dengan frekuensi tinggi dan sebaliknya.

Intensitas adalah ukuran kerasnya bunyi dalam desibel, lamanya disebut

durasi.

 Auskultasi paru

Untuk mendengar suara nafas. Pernafasan yang tenang dan

dangkal akan menimbulkan bising vesikuler yang dalam keadaan

normal terdengar di seluruh permukaan paru kecuali di belakang

sternum dan di antara kedua skapula dimana bising nafas adalah

bronkovesikuler. Bising vesikuler ditandai dengan masa inspirasi

panjang dan masa ekspirasi pendek.

 Auskultasi jantung

Untuk menemukan bunyi-bunyi yang diakibatkan oleh adanya

kelainan pada struktur jantung dengan perubahan-perubahan

5
aliran darah yang ditimbulkan selama siklus jantung. Untuk dapat

mengenal dan menginterpretasikan bunyi jantung dengan tepat

perlu dikenal dengan baik siklus jantung. Bunyi jantung

diakibatkan karena getaran dengan masa amat pendek. Bunyi

timbul akibat aktifitas jantung dapat dibagi dalam. Bunyi jantung

1 : disebabkan karena getaran menutupnya katup atrioventrikuler

terutama katup mitral, getaran karena kontraksi otot miokard

serta aliran cepat saat katup semiluner mulai terbuka. Pada

keadaan normal terdengar tunggal. Sedangkan bunyi jantung 2 :

disebabkan karena getaran menutupnya katup semiluner aorta

maupun pulmonal.

2.2. Pemeriksaan jasmani umum

a. Menilai kesan kesadaran

Perlu diperhatikan status dan tingkat kesadaran pasien pada saat pertama

kali bertemu dengan pasien. Apakah pasien sadar atau tidak? Apakah

pasien terlihat mengerti apa yang kita ucapkan dan merespon secara

tepat atau tidak? Apakah pasien terlihat mengantuk? Apakah pada saat

kita bertanya pasien diam atau menjawab? Untuk menentukan tingkat

kesadaran secara pasti menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yang

akan diperdalam pada topik Pemeriksaan Neurologi.

6
Tabel 1. Skala Glasgow Coma Score/GCS

Aspek penilaian Nilai

Respon membuka mata:

Spontan 4

Terhadap pembicaraan 3

Terhadap rangsangan nyeri 2

Tidak membuka mata 1

Respon motorik:

Terhadap perintah 6

Terhadap rangsangan nyeri

- Mengetahui lokalisasi nyeri 5

- Reaksi menghindar 4

- Reaksi fleksi-dekortikasi 3

- Reaksi ekstensi-deserebrasi 2

Tidak merespon 1

Respon vebral:

Dapat berbicara dan memiliki orientasi baik 5

Dapat bicara namun disorientasi 4

Berbicara dengan kata-kata yang tidak tepat dan tidak jelas 3

Mengeluarkan suara yang tidak komprehensif 2

Tidak berespons 1

7
b. Menilai adanya tanda distress

Apakah ada tanda distress kardiorespirasi. Hal ini bisa kita tentukan

apakah ada pernapasan cepat, suara whezzing (mengi), atau batuk terus-

menerus. Adakah tanda-tanda kecemasan, misalnya mondar-mandir,

ekspresi wajah, tangan dingin berkeringat. Selanjutnya perhatikan

apakah pasien merasa kesakitan, ditandai dengan wajah pucat,

berkeringat, atau memegang bagian yang sakit.

c. Data yang didapat pada saat berjabat tangan

Pada saat anda menjabat tangan pasien ketika memperkenalkan diri,

rasakan bagaimana keadaan tangan pasien. Perhatikan apakah tangan

kanan pasien berfungsi atau tidak. Bila tidak berfungsi seperti pada

pasien hemiparesis, anda mungkin bisa menjabat tangan kirinya. Bila

tangan pasien sedang merasakan nyeri seperti pada pasien artritis,

sebaiknya jangan menjabat tangan terlalu erat.

Tabel 2. Informasi yang diperoleh dari jabat tangan

8
Gambar 1. Kiri : Raynaud’ phenomena , kanan : Akromegali

Gambar 2. Kiri : kontraktur Dupuytren, tengah : sianosis di ujung-ujung

ekstremitas, kanan:sianosis sentral

b. Cara berpakaian

Untuk mendapatkan informasi mengenai kepribadian pasien, cara

berpikir, serta lingkungan sosialnya bisa diperoleh dengan

memperhatikan cara berpakaian.

c. Ekspresi wajah, status mental dan cara merawat diri pasien

Apa yang dirasakan pasien sebagian besar dapat tercermin melalui

ekspresi wajah.

Tabel 3. Abnormal ekspresi wajah

9
Gambar 3. Kiri & tengah : Myxedema, Puffy face pada Hipotiroidisme

(boks A), kanan : eksophtalmus pada Hipertiroidisme

Gambar 4. Ekspresi datar dengan ptosis bilateral pada Miotonik distrofia

Gambar 5. Kiri dan tengah : pasien dengan hiperpigmentasi akibat obat,

kanan : xanthelasmapada pasien dislipidemia

10
Gambar 6. Kiri : Cushing’s syndrome, kanan : striae pada Cushing’s Syndrome

Gambar 9. Kiri : karotenemia, kanan : sklera ikterik

d. Suara dan Cara Berbicara

Suara yang normal tergantung pada kondisi lidah, bibir, langit-langit dan

hidung, keutuhan mukosa, otot dan saraf laryng serta kemampuan

mengeluarkan udara dari paru.

e. Habitus (bangunan tubuh)

Habitus berguna untuk diobservasi oleh karena pada keadaan penyakit

tertentu biasanya mempunyai habitus yang berbeda.

11
f. Postur Tubuh, gerakan tubuh dan cara berjalan

Posisi pasien ketika diperiksa dapat menunjukkan kemungkinan penyakit

tertentu. Gerakan volunter berhubungan dengan aktifitas rutin tubuh yang

normal. Gerakan involunter biasanya abnormal dan mungkin terdapat pada

pasien yang sadar atau dalam keadaan koma. Sedangkan gerakan

konvulsif/kejang merupakan suatu seri dari kontraksi otot involunter yang

kasar baik yang berciri klonik ataupun tonik.

Gambar 10. Abnormalitas gait. Dari kiri ke kanan : spastic gait , scissors gait ,

propulsivegait , steppage gait , waddling gait

Tabel 4. Abnormalitas Gait

12
Tabel 5. Abnormalitas Gerak Tubuh

g. Inspeksi Tangan

Pemeriksaan inspeksi tangan meliputi : Inspeksi bagian dorsal dan palmar

kedua tangan dan memperhatikan adakah abnormalitas pada : kulit, kuku,

jaringan lunak, tendon, sendi, atropi otot.

Abnormalitas yang sering terjadi : Postur tangan Perhatikan posisi tangan

apakah terdapat fleksi pada tangan dan lengan seperti pada hemiplegi atau

kelumpuhan nervus radialis.

Ukuran: Pada akromegali ukuran tangan besar, lunak, jaringan lunak

tebal.Edema lokal lengan dan tangan terjadi pada obstruksi vena, blokade

aliran limfe, disuse karena paresis otot.

13
Warna: Warna kulit tangan biasanya sama dengan warna kulit wajah. Perhatikan

perubahan warna jari-jari perokok akan terlihat lebih gelap. Hal ini harus

dibedakan jika pasien yang diperiksa berasal dari ras yang memang berkulit gelap.

Suhu Kulit Hal ini telah dibahas pada saat berjabat tangan.

Kuku: Koilonikia terjadi pada kekurangan zat besi kronis, dimana bentuknya

seperti sendok. Leukonikia (kuku berwarna putih) merupakan tanda

hipoalbuminemia, terjadi pada penyakit liver, sindrom nefrotik, kwashiorkor.

Gambar 11. Kiri : koilonikia (spoon nail) , kanan : leukonikia

Jaringan Subkutan: Kontraktur Dupuytren mengakibatkan penebalan dan

pemendekan fascia palmar, menyebabkan deformitas fleksi pada jari manis dan

kelingking.Hipertiroidisme autoimun ditandai dengan clubbing finger.

Gambar 12. Clubbing finger

14
Sendi: Artritis sering melibatkan sendi-sendi kecil pada tangan.Yang sering

dijumpai termasuk artritis rematoid (pada sendi metakarpophalangeal dan

interphalang proksimal), osteoartritis, dan psoriatic arthropaty (pada sendi distal

interphalang).

Pembuluh darah: Eritema palmaris terjadi pada hipertiroidisme dan penyakit liver

kronis karena vasodilatasi tenar dan hipotenar. Spider nevi merupakan tanda

penyakit liver kronis juga.

Gambar 13. Kiri dan tengah : spider nevi, kanan : Eritema palmaris

2.3.Pemeriksaan tanda-tanda vital

Pemeriksaan tanda vital terdiri dari pemeriksaan : tekanan darah,

frekuensi nadi,respirasi dan suhu.

a. Pengukuran tekanan darah

Tekanan sistolik, ditentukan berdasarkan bunyi Korotkoff 1,

sedangkan diastolik pada Korotkoff 5. Pada saat cuff dinaikkan

tekanannya, selama manset menekan lengan dengan sedikit sekali

tekanan sehingga arteri tetap terdistensi dengan darah, tidak ada

15
bunyi yang terdengar melalui stetoskop. Kemudian tekanan dalam

cuff dikurangi secara perlahan. Begitu tekanan dalam cuff turun di

bawah tekanan sistolik, akan ada darah yang mengalir melalui

arteri yang terletak di bawah cuff selama puncak tekanan sistolik

dan kita mulai mendengar bunyi berdetak dalam arteri yang

sinkron dengan denyut jantung. Bunyi-bunyi pada setiap denyutan

tersebut disebut bunyi korotkoff.

b. Pengukuran nadi

Perabaan nadi dapat memberikan gambaran tentang aktivitas

pompa jantung maupun keadaan pembuluh itu sendiri. Dihitung

dalam satu menit. Kadang-kadang nadi lebih jelas jika diraba pada

pembuluh yang lebih besar, misalnya arteri karotis. Dapat juga

ilakukan pemeriksaan pada arteri ekstremitas lainnya seperti arteri

brachialis, arteri femoralis, tibialis posterior, dan arteri dorsalis

pedis.

c. Pemeriksaan pernafasan

Pemeriksaan inspeksi : perhatikan gerakan nafas pasien secara

menyeluruh tanpa pasien mengetahui saat kita menghitung

frekuensi nafasnya. Posisi pemeriksa ada di bottom penderita di

dekat telapak kaki pasien atau di samping kanan.

Pada inspirasi, perhatikan : gerakan iga ke lateral, pelebaran sudut

epigastrium, adanya retraksi dinding dada (supraklavikuler,

suprasternal, interkostal, epigastrium), penggunaan otot-otot

16
pernafasan aksesoria serta penambahan ukuran anteroposterior

rongga dada.

Pada ekspirasi, perhatikan : masuknya kembali iga, menyempitnya

sudut epigastrium dan pengurangan diameter anteroposterior

rongga dada.

Frekuensi: Hitung frekuensi pernafasan selama 1 menit dengan

inspeksi. Pemeriksa juga dapat melakukan konfirmasi pemeriksaan

dengan cara palpasi atau menggunakan stetoskop. Gerakan naik

(inhalasi) dan turun (ekshalasi) dihitung 1 frekuensi napas.

Normalnya frekuensi nafas orang dewasa sekitar 14 – 20 kali per

menit dengan pola nafas yang teratur dan tenang. Serta irama

pernapasan : reguler atau ireguler.

d. Pengukuran suhu tubuh

Pemeriksaan suhu dapat dilakukan di mulut, aksila atau rektal dan

ditunggu selama 3–5 menit. Pemeriksaan suhu dilakukan dengan

menggunakan termometer baik dengan glass thermometer atau

electronic thermometer. Bila menggunakan glass thermometer,

sebelum digunakan air raksa pada termometer harus dibuat sampai

menunjuk angka 350C atau dibawahnya.

Rata-rata suhu normal dengan pengukuran oral adalah 37 0C. Suhu

rektal lebih tinggi daripada suhu oral ±0,4 -0,5 0C. Suhu aksila

lebih rendah dari suhu oral sekitar 0,5 0C - 1 0C.

17
2.4. Pemeriksaan Kepala dan Leher

a. Pemeriksaan Kepala

Pertama kali yang dilihat adalah bentuk dan ukuran kepala. Apakah

terdapat hydrocephalus, microcephalus atau mesocephalus? Apakah

terdapat tonjolan tulang? Apakah bentuknya simetris atau asimetris pada

kepala dan wajah?

b. Pemeriksaan rambut

Inspeksi: Pemeriksa memperhatikan warna, jumlah dan distribusi

rambut. Warna rambut bisa hitam, putih atau adakah rambut jagung

(malnutrisi). Jumlahnya bisa tebal atau tipis. Distribusi rambut bisa

merata atau rambut rontok. Adanya alopecia areata ditandai dengan

kerontokan rambut yang mendadak, berbentuk oval atau bulat, tanpa

disertai tanda-tanda inflamasi.

Palpasi : Penilaian palpasi rambut meliputi tekstur rambut dan apakah

mudah dicabut atau tidak. Pada pasien malnutrisi, tekstur rambut kasar,

kering dan mudah dicabut.

c. Pemeriksaan wajah

Inspeksi: Pada pemeriksaan ini dapat dilihat apakah pucat, sianosis

atau ikterik. Warna kemerahan pada wajah seperti kupu-kupu terdapat

pada pasien lupus/Systemic Lupus Erythematosus.

Penampilan wajah sering merupakan tanda patognomonis suatu

penyakit tertentu, misalnya facies leonina yang terjadi pada pasien

kusta/lepra (Morbus Hansen). Wajah mongoloid terdapat pada pasien

Down Syndrome. Penyakit Parkinson sangat khas ditandai adanya wajah

18
tanpa ekspresi/ wajah topeng. Adanya asimetri wajah menunjukkan

kemungkinan adanya kelumpuhan pada syaraf kranialnervus fasialis (N.

VII) pada pasien stroke atau Bells palsy (wajah tertarik pada sisi sehat).

Asimetri pada wajah dapat mengarahkan adanya kelainan pada kelenjar

parotis akibat parotitis ataupun tumor pada parotis.

Gambar 14. Kiri : facies mongoloid pada Down

Syndrome, kanan : paralisis nervus facialis pada

Bells Palsy

Gambar 15. Malar rash pada Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Palpasi: Palpasi wajah menilai adakah tonjolan tulang? Adakah

massa/tumor? Adakah nyeri tekan? Adakah krepitasi?

Perkusi (CHVOSTEK’ SIGN): Pemeriksaan ini patognomonis untuk

tetani, yaitu dengan melakukan ketokan ringan pada cabang nervus

19
fasialis, tepat atau sedikit di bawah arkus zigomatikus (di depan liang

telinga luar), yang akan menimbulkan kontraksi atau spasme otot-otot

fasialis (sudut mulut, ala nasi sampai seluruh muka) pada sisi yang sama.

Ini disebabkan kepekaan berlebihan dari nervus fasialis.

d. Pemeiksaan mata

Inspeksi:

- Pemeriksaan posisi dan kesejajaran mata dengan cara pasien

diminta melihat pada suatu obyek kemudian mata pasien diminta

mengikuti pergerakan obyek.

- Pemeriksaan konjungtiva dengan cara membuka palpebra

inferior.

- Pemeriksaan sklera dengan cara membuka palpebra superior.

- Pemeriksaan pupil dilakukan dengan memberikan cahaya pada

pupil mata dari samping ke tengah, pupil normal akan mengalami

miosis (menyempit) bila terkena cahaya.

- Pemeriksaan lensa dengan cara memberikan cahaya lewat pupil,

dinilai media refrakta di belakang pupil.

e. Pemeriksaan hidung

Inspeksi:

1. Inspeksi hidung eksternal : Perhatikan permukaan hidung, ada atau

tidak asimetri,deformitas atau inflamasi.

2. Inspeksi hidung bagian dalam dengan spekulum :

20
 Perhatikan mukosa yang menutup septum dan konka, warna dan

pembengkakan. Adakah mukosa oedema dan kemerahan (rinitis

oleh virus), adakah oedema dan pucat (rinitis alergik), polip, dan

ulkus.

 Posisi dan integritas septum nasi. Adakah deviasi atau perforasi

septum nasi.

Palpasi:

Pemeriksaan palpasi hidung untuk menilai adanya fraktur os nasalis

dan nyeri tekan.

f. Pemeriksaan telinga

Pemeriksan telinga luar :

- Inspeksi auricula: bentuk, ukuran, simetris / asimetris, tanda

radang. Inspeksi kanalis auricularis : adakah serumen prop, tanda

radang, corpus alienum.

- Palpasi : adakah nyeri, tragus pain, mastoid pain, dan tumor.

g. Pemeriksaan mulut

Inspeksi:

- Bibir: Perhatikan warna(adakah sianosis atau pucat), kelembaban,

oedema, ulserasi atau pecah-pecah.

- Mukosa oral: Mintalah pasien untuk membuka mulut. Dengan

pencahayaan yang baik dan bantuan tongue spatel, dilakukan

inspeksi mukosa oral. Menilai warna mukosa, pigmentasi, ulserasi

21
dan nodul. Bercak-bercak pigmentasi pada ras kulit hitam masih

dalam batas normal.

- Gusi dan gigi: Menilai adakah inflamasi, oedema, perdarahan,

retraksi atau perubahan warna gusi, gigi tanggal atau hilang.

- Langit-langit mulut atau palatum: Menilai warna dan bentuk langit-

langit mulut, adakah torus palatinus.

- Lidah: Menilai lidah dan dasar mulut, termasuk warna dan papilla,

adakah glositis, paralisis syaraf kranial ke-12.

- Faring: Mintalah pasien untuk membuka mulut, dengan bantuan

tongue spatel lidah kita tekan pada bagian tengah, mintalah pasien

mengucapkan ”aaa”. Perhatikan warna atau eksudat, simetri dari

langit-langit lunak. Adakah faringitis, paralisis syaraf kranial ke-

10.

h. Pemeriksaan Leher

Melakukan pemeriksaan leher, meliputi: regio colli, trachea, kelenjar

tiroid, dan kelenjar limfonodi.

Regio Colli

Inspeksi: Pada leher untuk melihat adanya asimetri, denyutan abnormal,

tumor, keterbatasan gerakan dalam range of motion (ROM) maupun

pembesaran kelenjar limfe dan tiroid.

Palpasi: Pemeriksaan palpasi leher dilakukan pada tulang hioid, tulang

rawan tiroid, kelenjar tiroid, muskulus sternokleidomastoideus,

22
pembuluh karotis dan kelenjar limfe. Pemeriksaan dilakukan pada kedua

sisi (bilateral) bersamaan.

Pemeriksaan trachea

Inspeksi: Inspeksi trachea untuk melihat adanya deviasi trachea, simetris,

asimetris.

Palpasi: Palpasi trachea dilakukan dengan cara ujung jari telunjuk dan

jari manis menekan pada daerah m. sternocleidomastoideus kanan dan

kiri dengan trachea dan pasien diminta menelan ludah. Bandingkan pada

kedua sisi. Bila kedua jari tangan bisa masuk maka posisi trachea

normal, tetapi bila salah satu jari ada yang terhalang masuk, artinya ada

devisi ke arah sisi ini.

Gambar 16. Palpasi trakea

Massa di leher atau mediastinum akan mendorongtrachea ke salah satu

sisi. Deviasi trachea dapat juga disebabkan oleh adanya kelainan dirongga

dada, seperti atelektasis, masa tumor paru atau pneumothorak yang luas.

23
Pemeriksaan Kelenjar Limfonodi

Inspeksi: Inspeksi dilakukan untuk melihat adanya pembesaran,

peradangan pada limfonodi seperti penyakit tuberculosis, limfoma

maligna, metastase, HIV/ AIDs.

Gambar 17. Kiri : pocket lymphadenopathy cervicalis

porterior pada TBC,

Kanan : metastase karsinoma nasofaring ke kelenjar limfe

leher.

Palpasi: Pada keganasan kelenjar getah bening, terutama limfoma, dinilai

kelenjar mana saja yang membesar, multipel atau tunggal, permukaannya,

mobile atau terfiksasi, konsistensi, nyeri tekan atau tidak, adakah luka pada

kelenjar tersebut.

24
Gambar 18. Limfonodi leher

Limfadenopati yang hanya berukuran kecil, discrete dan mobile dapat

bersifat fisiologis.Adanya nyeri tekan menunjukkan

inflamasi.Limfadenopati yang keras pada palpasi dan terfiksasi

mengindikasikan keganasan.

Gambar 19. Palpasi limfonodi, kiri : lnn. preaurikuler, tengah : lnn.

cervicalis anterior danposterior, kanan : lnn. supraklavikularis

25
Pemeriksaan kelenjar tiroid

a. Inspeksi

Inspeksi kelenjar tiroid dilakukan dari posisi depan untuk menilai apakah

terdapat pembesaran kelenjar tiroid, derajat pembesaran tiroid, dan tanda

inflamasi.

Gambar 20. Inspeksi kelenjar tiroid, kiri : saat istirahat, kanan : pada gerakan

menelan

Palpasi: Pemeriksaan palpasi kelenjar tiroid dimulai dari depan, kemudian

juga dari belakang pasien. Pemeriksaan dari depan, tiroid dipalpasi adakah

pembesaran atau tidak. Kemudian pasien diminta menelan ludah untuk

menilai apakah kelenjar tiroid teraba atau tidak, bergerak atau tidak. Bila

terjadi pembesaran tiroid, dinilai ukurannya, konsistensi, permukaan

(noduler/difus), nyeri tekan, mobilitasnya.

Pemeriksaan kelenjar tiroid dari belakang, pasien diminta duduk, pemeriksa

berada di belakang kemudian diraba dengan jari-jari kedua tangan. Penilaian

kelenjar tiroid sama seperti pemeriksaan dari depan. Dalam kondisi normal:

tidak terlihat atau teraba.

26
Gambar 21. Palpasi kelenjar tiroid

Gambar 22. Struma/ goiter

Auskultasi: Pada kelenjar tiroid dapat mendeteksi bising sistolik yang

mengarahkan adanya penyakit Graves.

2.5. Pemeriksaan Thorax

Pemeriksaan jantung

Inspeksi: inspeksi untuke kelainan kulit atau bekas operasi jantung. Bentuk

tulang punggung yang tidak normal seperti kifoskoliosis dapat mengubah

posisi jantung seperti yang terdapat pada sindrom Marfan. Cari iktus

27
kordis dengan memperhatikan lokasi apeks jantung. Posisi apeks normal 1

cm medial garis midklavikula pada garis ICS V kiri.

Palpasi: Dengan palpasi dapat ditemukan adanya gerakan jantung yang

menyentuh dinding dada,terutama jika terdapat aktifitas yang meningkat,

pembesaran ventrikel atau terjadi ketidakteraturan kontraksi ventrikel.

Getaran karena adanya bising jantung ( thrill ) atau bising nafas sering

dapat diraba. Palpasi dada lazim dilakukan dengan meletakkan permukaan

tangan dan jari ( palmar ) atau dengan meletakkan sisi medial tangan,

terutama pada palpasi untuk meraba thrill. Pada keadaan normal hanya

impuls dari apeks yang dapat diraba, lokasinya di sela iga 5 linea

midklavikula sinistra. Pada keadaan hiperaktif denyutan apeks akan lebih

menyolok apeks atau ventrikel kiri dan biasanya bergeser ke lateral karena

adanya pembesaran jantung atau dorongan dari paru (misalnya pada

pneumotorak kiri). Gerakan dari ventrikel kanan biasanya tak teraba

kecuali pada hipertrofi ventrikel kanan dimana ventrikel kanan akan

menyentuh dinding dada (ventrikel kanan mengangkat). Kadang-kadang

gerakan jantung teraba sebagai gerakan kursi goyang (ventricular

heaving). Kadang-kadang teraba gerakan jantung di bagian basis yang

biasanya disebabkan oleh gerakan aorta (pada aneurisma aorta atau

regurgitasi aorta) atau karena gerakan arteri pulmonalis (pada hipertensi

pulmonal) atau karena aliran tinggi dengan dilatasi (pada ASD) yang

disebut tapping . Bising jantung dengan gradasi 3-4 biasanya dapat teraba

sebagai thrill.

28
Perkusi: Perkusi berguna untuk menetapkan batas-batas jantung terutama

pada pembesaran jantung atau untuk menetapkan adanya konsolidasi

jaringan paru pada keadaan dekompensasi, emboli paru atau effusi pleura.

Perkusi batas kiri redam jantung (LBCD - left border o f cardiac dullness)

dilakukan dari lateral ke medial dimulai dari sela iga 5, 4 dan 3. LBCD

akan terdapat kurang lebih 1-2 cm medial darilinea klavikularis kiri dan

bergeser lebih ke medial 1 cm pada sela iga 4 dan 3. Batas kanan redam

jantung (RBCD - rig ht border of cardiac dullness) dilakukan dengan

perkusi bagian lateral kanan dari sternum. Pada keadaan normal RBCD

akan berada di dalam batas dalam sternum. Kepekakan RBCD diluar batas

kanan sternum mencerminkan adanya bagian jantung yang membesar atau

bergeser ke kanan. Penentuan adanya pembesaran jantung harus

ditentukan dari RBCD maupun LBCD. Kepekakan di daerah dibawah

sternum (retrosternal dullness) biasanya mempunyai lebar kurang lebih 6

cm pada orang dewasa. Jika lebih lebar, kemungkinan adanya massa

retrosternal harus dipikirkan. Pada wanita, kesulitan akan terjadi dengan

kelenjar susu yang besar, dalam hal ini perkusi harus dilakukan dengan

menyingkirkan kelenjar susu dari daerah perkusi (oleh penderita atau oleh

tangan kiri pemeriksa jika perkusi dilakukan dengan satu tangan). Adanya

konsolidasi paru atau pengumpulan cairan dalam rongga pleura dapat

ditemukan jika terdapat kepekakan dari perkusi paru terutama bagian

belakang. Dalam keadaan normal perkusi paru akan menimbulkan bunyi

sonor.

29
Auskultasi: Auskultasi jantung berguna untuk menemukan bunyi-bunyi

yang diakibatkan oleh adanya kelainan pada struktur jantung dengan

perubahan-perubahan aliran darah yang ditimbulkan selama siklus jantung.

Untuk dapat mengenal dan menginterpretasikan bunyi jantung dengan

tepat perlu dikenal dengan baik siklus jantung. Bunyi jantung diakibatkan

karena getaran dengan masa amat pendek. Bunyi timbul akibat aktifitas

jantung dapat dibagi dalam; Bunyi jantung 1 disebabkan karena getaran

menutupnya katup atrioventrikuler terutama katup mitral, getaran karena

kontraksi otot miokard serta aliran cepat saat katup semiluner mulai

terbuka. Pada keadaan normal terdengar tunggal. Bunyi jantung 2

disebabkan karena getaran menutupnya katup semiluner aorta maupun

pulmonal.

Pemeriksaan Paru

Inspeksi: inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding

dada, kelainan bentuk dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernafasan.

Palpasi: Terdapat empat kegunaan yang dapat dipetik dari cara ini :

1. Mengidentifikasi area lunak Pada palpasi apabila ditemukan otot

pektoralis atau kartilago kosta yang lunak memperkuat dugaan bahwa

sakit dada yang dialami berasal dari muskuloskeletal.

2. Penilaian abnormalitas

3. Penilaian ekspansi dada lebih lanjut Caranya : letakkan ibu jari di

sekitar tepi kosta, tangan berada di sebelah lateral rongga dada. Setelah

itu, geserkan sedikit ke arah medial untuk mengangkat lipatan kulit

30
yang longgar diantara kedua ibu jari. Beritahukan pasien untuk

bernapas dalam. Amati, sejauh mana ibu jari anda menyimpang

mengikuti ekspansi toraks dan rasakan pergerakan dan simetri dari

pergerakan selama respirasi.

Gambar 23. Pemeriksaan fremitus taktil di dada anterior

Gambar 24. Pemeriksaan fremitus taktil di dada posterior

4. Penilaian fremitus taktil Membandingkan kedua sisi dada, gunakan

permukaaan ulnar tangan anda. Fremitus umumnya menurun atau

menghilang di atas prekordium. Apabila pemeriksaan ini dilakukan

pada perempuan, geser payudara dengan perlahan apabila diperlukan.

31
Perkusi:

Perkusi dilakukan dengan meletakkan tangan kiri pada dinding dada

dengan jari-jari sedikit meregang. Jari tengah tangan kiri tersebut ditekan

dengan dinding dada sejajar dengan iga pada daerah yang akan diperkusi.

Bagian tengah falang medial tangan kiri tersebut kemudian diketuk dengan

menggunakan ujung jari tengah tangan kanan, dengan sendi pergelangan

tangan sebagai penggerak.

Pada paru bagian anterior dilakukan perkusi perbandingan secara

bergantian kiri dan kanan (zigzag). Dalam keaadan normal didapatkan

hasil perkusi yang sonor pada kedua paru.

Menentukan batas paru hati dengan perkusi sepanjang garis midclavicula

kanan sampai didapatkan adanya perubahan bunyi dari sonor menjadi

redup. Tentukan batas tersebut dengan menghitung mulai dari ICS 2 kanan

dan umumnya didapatkan setinggi ICS 6. Selanjutnya lakukan tes

peranjakan antara inspirasi dan ekspresi. Letakan 2 jari tangan kiri tepat

dibawah batas tersebut pasien menarik napas dan dilakukan perkusi pada

kedua jari tersebut. Dalam keadaan normal akan terjadi perubahan bunyi

dari redup menjadi sonor kembali.

Menentukan batas paru lambung perkusi sepanjang garis aksilaris anterior

kiri sampai didapatkan perubahan bunyi sonor ke timpani. Biasanya

didapatkan setinggi ICS 8. Batas ini sangat dipengaruhi isi lambung.

Pada paru posterior dilakukan juga pemeriksaan perkusi perbandingan

secara zigzag. Selanjutnya menentukan batas paru belakang bawah kanan

kiri dilakukan dengan pemeriksaan perkusi sepanjang garis skapularis

32
kanan dan kiri. Dalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi yang

sonor pada kedua paru.

Gambar 25. Area perkusi dada anterior (kiri) dan posterior (kanan)

Auskultasi: Auskultasi paru untuk mendengar suara nafas. Pernafasan

yang tenang dan dangkal akan menimbulkan bising vesikuler yang dalam

keadaan normal terdengar di seluruh permukaan paru kecuali di belakang

sternum dan di antara kedua skapula dimana bising nafas adalah

bronkovesikuler. Bising vesikuler ditandai dengan masa inspirasi panjang

dan masa ekspirasi pendek.

Suara napas pokok yang normal terdiri atas:

Vesikuler: suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi dimana fase

inspirasi langsung diikuti dengan fase ekspresi tanpa diselingi jeda, dengan

perbandingan 3:1. Dapat didengarkan pada hampir semua lapang paru.

Broncovesikuler: suara napas okok dengan intensitas dan frekuensi yang

sedang, dimana fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir

menyamai fase inspirasi kadang dapat diselingi jeda. Dalam keadaan

normal pada ICS 1 dan 2 serta daerah interskapula.

33
Bronkial: suara napas pokok yang keras dan berfrekuansi tinggi, dimana

fase ekspirasi menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diataranya

diselingi jeda.terjadi perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti

tiupan dalam tabung. Dalam keadaan normal dapat didengar pada daerah

manubrium sterni.

Trakeal: suara napas yang sangat keras dan kasar, dapat didengar pada

daerah trakea.

Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang

letaknya perifer dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti tiupan

dalam botol kosong.

Suara napas tambahan:

Ronchi basah: suara napas yang terputus-putus bersifat non musical, dan

biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan

dalam saluran napas. Ronchi basah halus terjadi karena adanya cairan pada

bronchiolus, sedangkan ronchi basah lebih halus berasal dari alveoli yang

sering disebut kreitasi.

Rhonci kering: suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan

frekuansi yang relatif rendah, terjadi karena udara yang mengalir melalui

saluran napas yang menyempit.

Bunyi gesekan pleura: terjadi karena pleura parietal dan viseral yang

meradang saling bergesekan satu dengan lainnya.

34
Hippocrates succussion: suara cairan pada rongga dada yang terdengar

bila pasien digoyang-goyangkan. Biasanya didapatkan pada pasien dengan

hidropneumotoraks.

Pneumothorax click: bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat

kontraksi jantung, terjadi bila didapkan adanya udara diantara kedua

lapiasan pleura yang menyelimuti jantung.

2.6. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi:

- Inspeksi kontur abdomen normal atau abnormal.

- Bila tampak distensi abdomen, evaluasi apakah karena obesitas,

timpanitis (adanya udara atau gas yg berlebihan), asites, kehamilan,

feses dan neoplasma.

- Lihat penampakan abnormal dipermukaaan abdomen seperti :

jaringan parut (skar), kongesti vena (hipertensi vena porta, caput

medusae) penampakan peristaltik (obstruksi pilorus, obstruksi usus

halus-kolon) atau adanya massa abdomen.

Auskultasi:

- Letakkan membran atau bel stetoskop (bila kurang jelas) di atas

mid-abdomen (umbilikus) atau dibawah umbilikus dan diatas

suprabupik untuk mendengarkan peristaltik/bising usus (seperti

suara bila perut lapar atau melilit), bila tidak segera terdengar,

35
lanjutkan mendengar selama 5 menit. Tentukan normal atau

abnormal berdasarkan timbulnya berapa kali permenit.

- Bising pembuluh darah abnormal yang dapat ditemukan yakni

Hepatic rub: diatas dan di kanan umbilikus seperti bunyi

bergerumuh/gesekan telapak tangan yang kuat, dan Bruit dari

karsinoma pankreas di kiri regio epigastrium dan splenik friction

rub di lateral kiri abdomen, seperti aliran yang melewati celah

sempit, periodik sesuai kontraksi sistolik.

Palpasi:

- Posisikan pasien untuk menekuk kedua lutut dan bernapas dengan

mulut terbuka (bila pasien tampak tegang dan abdomen mengeras

agar terjadi relaksasi abdomen).

- Palpasi ringan dengan tempatkan telapak tangan di abdomen pelan-

pelan, adduksikan jari-jari sambil menekan lembut masuk ke

dinding abdomen kira-kira 1 cm (kuku jari jangan sampai menusuk

dinding abdomen). Bila nyeri langsung ditemukan saat palpasi,

kepala pasien dapat ditinggikan memakai bantal. Nilai nyeri tekan

atau tidak dengan memperhatikan wajah atau ekspresi pasien.

- Palpasi dalam cara bimanual untuk menilai hepar dan limpa

(normal tidak teraba), dengan langkah yang sama pada palpasi

ringan namun menekan lebih dalam (4-5 cm) naik turun.

- Palpasi limpa (metode Schuffner & metode Hacket). Ujung limpa

yang teraba di bawah arkus kosta kiri menandakan splenomegali.

36
Tangan kanan dimasukkan di belakang margin kosta kiri pada garis

midaksillaris. Tangan kiri ditempatkan dibawah toraks dengan jari-

jari aduksi dibawah tulang iga. Pasien diminta inspirasi dalam,

tangan kanan masuk lebih dalam di belakang margin kosta dan

dinaikkan, sementara tangan kiri menaikkan costovertebra bagian

belakang. Lakukan beberapa kali sesuai irama inspirasi sambil

menempatkan posisi tangan kanan berganti tempat/arah.

- Palpasi Hepar : menilai permukaan, tepi, ujung dan nyeri tekan

hepar. Tangan kanan dengan jari-jari adduksi dimasukkan mulai di

regio kuadran kanan bawah dengan permukaan volar tangan

menyentuh permukaan abdomen. Tangan kiri ditempatkan dibawah

toraks dengan posisi supinasi. Saat inspirasi dalam, tangan kanan

digerakkan ke arah superior dan profunda, saat inspirasi akhir

tercapai, bersamaan dengan tangan kiri menaikkan area

costovertebra kanan. Langkah ini dilakukan sampai dibawah

margin tulang rusuk kanan.

Gambar 26. Palpasi limpa

37
- Abnormal palpasi :

Blumberg’s sign (+)/ rebound tenderness: terasa sakit jika ditekan

ujung jari perlahan-lahan ke dinding abdomen di area kiri bawah,

kemudian secara tibatiba menarik kembali jari-jari.

Rovsing’s sign (+): terasa sakit jika ditekan di area kiri bawah.

Psoas sign (+): terasa sakit jika tungkai bawah difleksikan ke arah

perut.

Obturator sign (+) : terasa sakit jika tungkai diangkat ke atas

dengan lutut ekstensi.

Jika massa abdomen ditemukan, dinilai : lokasi, ukuran, besar,

kekenyalan, mobilitas dan pulsasi.

Perkusi:

- Lakukan perkusi pada ke empat kuadran abdomen. Perkusi batas

paru-hepar di garis midklavikula kanan, dimulai dari interkostal II

ke bawah. Bunyi resonan dada menjadi redup ketika mencapai

hepar, bila dilanjutkan ke bawah, bunyi redup berubah menjadi

timpani bila perkusi di atas kolon. Menentukan lokasi dan ukuran

hepar.

- Pemeriksaan khusus asites

Puddle sign: Pasien dengan prone posisi (siku dan lutut naik/tiarap)

selama 5 menit. Letakkan diafragma stetoskop di permukaan

tengah bawah perut (tempat pengumpulan cairan terbanyak).

Dengarkan suara yang dibuat oleh jari-jari yang diketukkan pada

38
sisi lateral abdomen. Ketukan dilanjutkan terus sambil steteskop

digerakkan menjauhi pemeriksa. Bila pinggir dari kumpulan

(puddle) cairan dicapai, intensitas suara ketukan akan lebih keras.

Gambar 27. Posisi prone pasien

Shifting dullness: Perkusi mulai daerah mid-abdomen ke arah

lateral, tentukan batas bunyi timpani dan redup. Minta pasien

berbaring pada posisi lateral. Ascites (+) bila terjadi perubahan

bunyi dari timpani ke redup pada lokasi yang sama.

Gambar 28. Posisi pasien saat pemeriksaan shiffting dullness.

Pemeriksaan Cairan Bebas (Asites)

Teknik Shifting Dullness

15. Melakukan perkusi dari umbilikus (bagian puncak abdomen)

ke lateral kiri atau kanan.

39
16. Menentukan batas perubahan bunyi perkusi dari timpani ke

redup

17. Memberikan tanda batas perubahan suara tersebut dengan

meletakkan jari sebagai plesimeter tetap pada batas tersebut lalu

penderita diminta miring ke arah kontralateral gerakan perkusi.

18. Menunggu beberapa saat (30-60 detik).

19. Melakukan perkusi kembali di tempat yang telah ditandai dan

tentukan apakah ada perubahan suara dari redup ke timpani.

Teknik Undulasi

20. Tangan pemeriksa berada di sebelah kiri dan kanan perut

pasien

21. Melakukan hentakan pada dinding perut dengan jari

22. Merasakan getaran pada tangan lain yang menempel pada

dinding perut yang kontralateral Uji undulasi positif bila

merasakan getaran

2.7. Pemeriksaan Ekstremitas

Inspeksi:

- Inspeksi pada shoulder dari anterior, lateral, dan posterior.

Membandingkan shoulder kanan dan kiri. Melihat adanya

40
perubahan warna kulit : hematom, echymosis, dll. Serta menilai

adanya deformitas pada shoulder yang mengalami dislokasi.

Palapasi:

- Palpasi pada shoulder; dilakukan pada kedua sendi, dimulai dengan

sendi yang tampak sehat dulu.

- Meraba kulit untuk menilai suhu pada daerah sendi dengan daerah

sekitarnya. Melakukan palpasi di axilla untuk menilai letak caput

humerus. Biasanya letak caput humerus berada di bagian proximal.

Pada dislokasi posterior biasanya teraba massa di belakang bahu

sedangkan bagian depan rata.

- Melakukan penekanan ringan pada: Sendi acromioclavicular pada

ujung clavicula; jika terdapat nyeri tekan mengindikasikan adanya

instabilitas clavicula distal dan terpisahnya acromion dan clavicula.

Kemudian pada tendon supraspinatus pada daerah acromion; jika

terdapat nyeri tekan mengindikasikan adanya bursitis dan/atau

robekan tendon supraspinatus. Selanjutnya pada tuberositas mayor

pada tonjolan pada caput humerus lateral; jika terdapat nyeri tekan

mengindikasikan adanya rotator cuff tendinitis atau robekan rotator

cuff.

- Menilai axillary nerve injury, menilai sensasi dengan pin prick test

di daerah deltoid.

Menilai ROM secara aktif dan pasif kedua shoulder:

- Menilai gerak flexi 0 – 180 derajat dan extensi 0 – 60 derajat.

41
- Menilai gerak rotasi eksternal dan internal 0 – 90 derajat.

- Menilai gerak abduksi 0 – 180 derajat dan adduksi 0 – 30.

Pemeriksaan Fisis Elbow:

- Inspeksi :

- Membandingkan elbow kanan dan kiri. Menilai adanya perubahan

warna: hematom, echymosis, dll. Serta adanya edema dan

instabilisasi dari elbow.

- Menilai adanya tanda-tanda deformitas: Cubitus Varus:

Ekstremitas distal berdeviasi secara medial terhadap sendi elbow.

Dan Cubitus valgus: Extremitas distal berdeviasi secara lateral

terhadap sendi elbow.

- Menilai adanya edema dan instabilisasi dari elbow.

- Palpasi:

- Palpasi Elbow, dilakukan pada kedua elbow. Meraba kulit untuk

menilai suhu pada daerah sendi dengan daerah sekitarnya.

- Pada daerah epicondylus dan olecranon dan membentuk segitiga

sama sisi untuk menilai ada tidaknya subluksasi elbow. Palpasi

pada epicondylus median dan garis supracondylar, jika terdapat

nyeri tekan mengindikasikan adanya epicondylitis medial (golfer

elbow) atau fraktur. Melakukan palpasi pada epicodylus lateralis

dan garis supracondylar, jika terdapat nyeri tekan mengindikasikan

adanya epicondylitis lateralis (tennis elbow) atau fraktur.

- Menilai status neurovaskular.

42
- Pemeriksaan ROM pada kedua elbow secara aktif dan pasif:

Menilai gerak flexi (Normal = 1450, Fungsional = 300 - 1300).

Menilai gerak ekstensi (Normal = 00 laki-laki, 150 perempuan).

Menilai gerak supinasi (Normal = 900, fungsional = 500).

Menilai gerak pronasi (Normal = 900, fungsional = 500)

Pemeriksaan Khusus elbow:

- Jika dicurigai adanya tennis elbow, maka: lakukan pronasi lengan bawah

pasien, ekstensi wrist dan jari-jari dengan diberikan tahanan. Jika nyeri ada

pada epycondilus lateralis, maka tes positif.

- Jika dicurigai adanya golfer elbow, maka: lakukan supinasi lengan bawah

pasien, ekstensi wrist dan jari-jari dengan diberikan tahanan. Jika nyeri ada

pada epycondilus medialis, maka tes positif.

Pemeriksaan Fisis pada Telapak Tangan:

- Inspeksi Telapak Tangan, dilakukan baik kanan maupun kiri Pada daerah

dorsal manus. Membandingkan telapak tangan kanan dan kiri. Menilai ada

tidaknya amputasi jari. Menilai perubahan warna pada telapak tangan dan

ujung jari (sianosis, tanda gangren). Menilai adanya tanda-tanda

deformitas seperti Osteoarthritis: adanya Nodus Herbenden (DIP) atau

Bouchard (PIP).

43
- Rheumatoid Arthritis; Pembengkakan MCP, Swan neck

deformities, Deviasi Ulnar pada sendi MCP dan Nodul di

sepanjang tendon sheaths.

- Pada daerah palmar: Menilai warna kulit, ada tidaknya nodul, atrofi

otot-otot thenar dan hypothenar dan deskripsikan sesuai “web

space” lokasinya. Menilai tanda “cascade”: Fleksikan jari-jari pada

PIP positif jika semua jari mengarah pada daerah scaphoid

merupakan normal.

44
- Pemeriksaan ROM telapak tangan, dilakukan baik pada kanan dan

kiri:

Flexi dan Extensi pada sendi MCP, PIP, dan DIP: mengepalkan

jari-jari, membuka jari-jari, menggerakkan jari pada MCP, PIP, dan

DIP. Abduksi dan adduksi pada sendi MCP: gerakan menjauhkan

dan mendekatkan sesama jari-jari.

45
BAB III

KESIMPULAN

Diagnosa dapat ditegakan dari melakukan pemeriksaan fisik yang dimulai

dengan pemeriksaan kesan umum, tanda vital dan kemudian analisis sistem organ

secara sistematis dari kepala, leher, thorax, abdomen hingga ekstremitas.

46
DAFTAR PUSTAKA

Bickley, Lynn S. betes Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi 8.

Jakarta: EGC, 2013.

Setiati S, dkk. Panduan sistematis untu diagnosis fisik, Anamnesis & Pemeriksaan

Fisis Komprehensif. Jakarta: Interna Publishing, 2017.

Guyton and Hall. Fisiologi kedoktera . Edisi. 9. Jakarta : EGC, 2007.

47

Anda mungkin juga menyukai