Anda di halaman 1dari 13

1.

Pemeriksaan Tingkat Kesadaran:

tingkat kesadaran ini dibedakan menjadi beberapa tingkat


yaitu :

1. Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang


sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun
terhadap lingkungannya dan dapat menjawab
pertanyaan yang ditanyakan pemeriksa dengan baik.

2. Apatis, yaitu kondisi seseorang yang tampak


segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya.

3. Delirium, yaitu kondisi seseorang yang


mengalami kekacauan gerakan, siklus tidur bangun
yang terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau,
disorientasi serta meronta-ronta.

4. Somnolen yaitu kondisi seseorang yang


mengantuk namun masih dapat sadar bila dirangsang,
tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur kembali.

5. Sopor, yaitu kondisi seseorang yang mengantuk


yang dalam, namun masih dapat dibangunkan
dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri,
tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat
menjawab pertanyaan dengan baik.

6. Semi-coma yaitu penurunan kesadaran yang


tidak memberikan respons terhadap pertanyaan,
tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons
terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks
kornea dan pupil masih baik.

7. Coma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat


dalam, memberikan respons terhadap pertanyaan,
tidak ada gerakan, dan tidak ada respons terhadap
rangsang nyeri.

Pada pemeriksaan GCS, respon pasien yang perlu


diperhatikan mencakup 3 hal yaitu:

 Reaksi membuka mata (eye)

 Pembicaraan (verbal)

 Gerakan (motorik)

Hasil pemeriksaan tersebut dinyatakan dalam derajat


(score) dengan rentang angka 1-6 tergantung respon yang
diberikan.
2. Pemeriksaan Nadi

Frekunsi denyut nadi manusia bervariasi,tergantung dari


banyak faktor yang mempengaruhinya, pada saat aktivitas
normal:
1) Normal: 60-100 x/mnt
2) Bradikardi: < 60x/mnt

3) Takhikardi: > 100x/mnt


Pengukuran denyut nadi dapat dilakukan pada:
1) Arteri Radialis. Terletak sepanjang tulang radialis, lebih
mudah teraba di atas pergelangan tangan pada sisi ibu jari.
Relatif mudah dan sering dipakai secara rutin.
2)
ArteriBrachialis.Terlertakdidalamototbicepsdarilenganatau
medialdilipatan siku. Digunakan untuk mengukur tekanan
udara.
3) Arteri Karotis. Terletak di leher di bawah lobus telinga, di
mana terdapat arteri karotid berjalan di antara trakea dan
otot sternokleidomastoideus.
3. Pemeriksaan kepatenan jalan nafas

RJP dilaksanakan melalui cara CPR (Cardiopulmonary


resuscition)konvensional. dalam melakukan CPR, ada 3
pedoman yang harus kita ingat yaitu A B C :

1. Airway
2. Breathing
3. Circulation

Airway yaitu jalan nafas, setiap korban yang tak sadarkan


diri jalan nafasnya akan terganggu sehingga aliran udara
ke paru-paru akan terhambat. Tindakan yang harus kita
lakukan pada saat itu adalah dengan membuka jalan nafas
dengan teknik Head Tilt Chin Lift dan membersihkan
benda asing yang menyumbat saluran pernafasan.

Breathing yaitu pernafasan, di sini kita harus memeriksa


pernafasan korban dengan cara Look, Listen, dan Feel.
Maksudnya adalah look yang artinya melihat adanya
pergerakan dada korban, Listen yang artinya
mendengarkan suara nafas korban dengan cara
mendekatkan telinga kita ke hidung dan mulut,
dan feelyang artinya merasakan hembusan udara yang
keluar dari sistem pernafasan.

Circulation yaitu pengecekan nadi carotis, menghentikan


sumber pendarahan dan kemudian di lakukan kompresi
dada sebanyak 30 kali.

4. Pemeriksaan pernafasan

Tujuan : untuk menilai frekuensi pernafasan

Teknik : Operator berdiri di belakang dan tanpa


sepengetahuan pasien kemudian dilakukan observasi
sangkar dada. dihitung jumlah gerakan sangkar dada
(siklus fase inspirasi dan ekspirasi) dalam 1 menit.

Intepretasi : kecepatan respirasi normal

 Bayi adalah 24-30 siklus per menit


 Anak-anak adalah 20-24 siklus per menit
 Remaja dan dewasa muda adalah 12-18 siklus per
menit
 Dewasa adalah 8-12 siklus per menit

5. Tindakan RJP
Persiapan Pasien

RJP dilakukan segera dan tidak membutuhkan persiapan


khusus, termasuk obat anestesi. Hal yang penting saat
persiapan adalah memastikan bahwa lingkungan aman
untuk melakukan RJP, tidak hanya untuk pasien tapi juga
bagi penolong.[2-4]

Setelah memastikan lingkungan aman, penolong harus


memastikan henti jantung pasien dengan pemeriksaan
kesadaran, nadi, dan napas spontan.[2-4]

Pemeriksaan Kesadaran

Pemeriksaan kesadaran dapat menggunakan metode


AVPU (alert, voice responsive, pain responsive,
unresponsive). Pasien dikatakan alertapabila sadar penuh,
jika tidak ada respon, berikan respon suara (voice), lalu
beri rangsang nyeri (pain). Jika tidak ada respon sama
sekali pasien dikategorikan sebagai unresponsive.[2-4]
Pemeriksaan Nadi

Pemeriksaan nadi dengan cepat dilakukan dengan


meraba denyut arteri karotis atau arteri radialis. Penolong
tidak boleh memeriksa denyut nadi >10 detik. Jika nadi
tidak terasa dalam waktu tersebut, penyelamat harus
memulai kompresi dada.[2,4]

Pemeriksaan Pernapasan

Pemeriksaan frekuensi dan pola pernapasan dilakukan


dengan metode look-listen-feel. Metode ini dilakukan
dengan melihat gerakan dada pasien, sambil
mendekatkan telinga penolong ke hidung dan mulut pasien
untuk mendengar dan merasakan hembusan udara dari
sistem pernapasan.[2,4]

Aktifkan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat

Saat menemukan orang dengan tanda henti jantung, yaitu


tidak berespon, tidak teraba denyut nadi, dan tidak
bernapas atau pola pernapasan abnormal, maka penolong
harus segera memanggil bantuan untuk mengaktifkan
sistem penanggulangan gawat darurat terpadu
(SPGDT).[1,2-4]
Peralatan

RJP dapat dilakukan tanpa peralatan khusus. Jika ada,


peralatan yang diperlukan adalah alat pelindung diri (APD),
misalnya sarung tangan dan masker. Namun, RJP tetap
harus dilakukan segera walaupun APD tidak ada. Belum
ditemukan hubungan yang signifikan mengenai penularan
penyakit melalui RJP.[1,2]

Alat tambahan yang dibutuhkan yaitu monitor elektronik


yang dapat memberikan umpan balik terkait kompresi
yang sedang dilakukan, dan defibrillator untuk
memberikan kejut listrik ke jantung pasien. Jika tersedia,
dapat digunakan alat kompresi dada mekanik. Pada
sebuah studi meta analisis, ditemukan bahwa alat
kompresi dada mekanik lebih superior dalam
mengembalikan sirkulasi spontan daripada kompresi
manual.[1,2]

Posisi Pasien

Posisi pasien terbaik untuk RJP adalah terlentang


(supinasi) pada permukaan yang keras, sehingga
kompresi jantung di area sternum menjadi efektif. Posisi
penolong yang melakukan kompresi dada harus lebih
tinggi daripada pasien, untuk mencapai regangan lengan
yang cukup sehingga dapat menggunakan berat badannya
untuk mengkompresi dada. Jika terdapat 2 orang,
penolong yang lain berada di sebelah kepala pasien untuk
melakukan bantuan napas.[1,2]

6. Membuka Jalan Nafas


Membuka jalan napas

Penyebab utama terhambatnya saluran pernapasan pada


orang yang hilang kesadaran adalah tertutupnya trakea
akibat lidah yang terjatuh di rongga mulut. Pada
kasus-kasus tertentu, korban membutuhkan bantuan
pernapasan. Saluran pernapasan harus dibuka terlebih
dahulu sebelum diberikan bantuan pernapasan. Ada dua
tindakan yang dapat dilakukan unutk membuka saluran
pernapasan, yakni head tilt / Chin lift dan jaw trust.

Head tilt / Chin lift

Teknik ini hanya bisa dipakai pada penderita yang tidak


mengalami cedera leher, kepala, dan tulang belakang.
Berikut tahapan melakukan teknik ini:
1. Letakkan tangan pasien di dahi, sebaiknya
gunakan tangan yang paling dekat dengan dahi.
2. Tengadahkan kepala pasien secara perlahan
dengan mendorong dahi ke arah belakang.
3. Letakkan ujung jari tangan yang satunya pada
tulang dagu pasien. Bila masih anak-anak, letakkan
jari telunjuk saja di bawah dagu.
4. Angkat dagu bersamaan dengan
menengadahkan kepala. Usahakan jangan sampai
mulut pasien tertutup. Bila pasien masih anak-anak
sebaiknya jangan terlalu menengadahkan kepala.
5. Pertahankan posisi ini.

7. Tindakan mengeluarkan benda asing


Penanganan tersedak untuk pertolongan pertama tidak
memerlukan alat khusus. Tindakan ini dapat dilakukan
secara langsung dengan menggunakan tangan dan
bagian tubuh lainnya.
Penanganan tersedak lanjutan yang merupakan prosedur
tindakan medis memerlukan peralatan tergantung dari
jenis prosedurnya.

Peralatan yang dibutuhkan untuk prosedur pengambilan


benda asing dengan forcep Magilldengan laringoskopi
direk yaitu

 Forcep Magill pediatrik dengan ukuran 205 mm atau


dewasa dengan ukuran 250 mm

 Laringoskop atau video-assisted laryngoscope

 Alat pelindung diri, seperti gloves, apron nonsteril,


masker bedah/masker N 95, face shield.

 Monitor tekanan darah, ritme jantung, detak jantung,


frekuensi napas, dan pulse oximetry

Suction tubing dan oral suction catheter; 1 set tubing untuk


suction melalui bronkoskop dan lainnya untuk oral
suction (untuk muntah dan sekresi oral)

8. Pemasangan neck collar

Pelaksanaan (secara umum):


ü Petugas menggunakan masker, handschoen

ü Pegang kepala dengan cara satu tangan memegang


bagian kanankepala mulai dari mandibula kearah temporal,
demikian juga bagian sebelah kiri dengan tangan yang lain
dengan cara yang sama.

ü Petugas lainnya memasukkan neck collar secara


perlahan ke bagian belakang leher dengan sedikit
melewati leher.

ü Letakkan bagian neck collar yang bertekuk tepat pada


dagu.

ü Rekatkan 2 sisi neck collar satu sama lain

ü Pasang bantal pasir di kedua sisi kepala pasien

9. Tindakan menghentikan pendarahan

1. Cuci tangan terlebih dahulu. ...

2. 2. Lakukan penekanan pada area luka. ...

3. 3. Angkat area luka sedikit ke atas. ...

4. 4. Bersihkan luka. ...

5. Tutup luka dengan perban atau kain kasa. ...


6. 6. Oleskan salep antibiotik.

Anda mungkin juga menyukai