Anda di halaman 1dari 13

Resume Bantuan Hidup Dasar (BHD)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu pada Mata Kuliah


Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal Semester IV yang
Diampu Oleh Ni Made Dwi Mahayati, SST., M.Keb

Disusun oleh :

Desak Nyoman Dian Sripayuni (P07124018 010)

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN PRODI DIII KEBIDANAN
2020
A. Definisi Bantuan Hidup Dasar

Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa


ketika terjadi henti jantung. Aspek dasar dari BHD meliputi pengenalan langsung
terhadap henti jantung mendadak dan aktivasi system tanggap darurat,
cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP) dini, dan
defibrilasi cepat dengan defibrillator eksternal otomatis/ automated external
defibrillator (AED). Pengenalan dini dan respon terhadap serangan jantung dan
stroke juga dianggap sebagai bagian dari BHD. Resusitasi jantung paru (RJP)
sendiri adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan
keadaan henti napas dan atau henti jantung (yang dikenal dengan kematian klinis)
ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis.

B. Tujuan Bantuan Hidup Dasar

Tujuan utama dari BHD adalah suatu tindakan oksigenasi darurat untuk
mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darah-oksigenasi ke jaringan
tubuh. Selain itu, ini merupakan usaha pemberian bantuan sirkulasi sistemik,
beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai
didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan
peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung
lanjutan.

C. Langkah-Langkah Bantuan Hidup Dasar

1. Pada saat tiba di lokasi kejadian Tahap ini merupakan tahapan umum pada
saat tiba di suatu lokasi kejadian, baik pada kasus trauma ataupun kasus medis.

Pada saat tiba di tempat kejadian, kenali dan pelajari segala situasi dan potensi
bahaya yang ada. Sebelum melakukan pertolongan, pastikan keadaan aman bagi si
penolong.

Untuk memudahkan pelaksanaannya maka digunakan akronim C-A-B yang


berlaku universal.

C = Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan Pijatan


Jantung Luar dan menghentikan perdarahan besar
Setiap tahap CAB pada RJP diawali dengan fase penilaian :
penilaian respons, pernafasan dan nadi.
A = Airway control atau penguasaan jalan nafas
B = Breathing Support atau bantuan pernafasan

Bagaimana mengidentifikasi BHD? Biasanya seseorang yang terkena serangan


mengalami henti nafas dan henti jantung.
Akibat biasanya bisa dari tenggelam, stroke, benda asing di sal nafas, inhalasi
asap, epiglotitis, overdosis obat, cedera, infark miokard akut, tersengat listrik dan
koma.

Yang perlu menjadi catatan langkahnya pertama adalah :


1. Amankan diri
Mengamankan diri seperti menggunakan APD
2. Amankan lingkungan
Amankan lingkungan seperti semisalnya di jalan raya/lumpur si korban
dipindahkan ke tempat yang lebih aman dan datar agar memudahkan
melakukan pertolongan selanjutnya
3. Amankan pasien
Amankan pasien dari bahaya
4. Penilaian respond.
Setelah memastikan keadaan aman . maka penolong yang tiba ditempat
kejadian harus segera melakukan penilaian dan lakukan penilaian respons
dengan cara menepuk bahu korban dan tanyakan dengan suara lantang
5. Aktifkan sistem SPGDT
Di beberapa daerah yang Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadunya
sudah berjalan dengan baik, penolong dapat meminta bantuan dengan
nomor akses yang ada. Bila penolong adalah tim dari sistem SPGDT maka
tidak perlu mengaktifkan sistem tersebut. Prinsipnya adalah saat
menentukan korban tidak respons maka ini harus dilaporkan untuk
memperoleh bantuan.

RJP dilaksanakan melalui cara CPR (Cardiopulmonary resuscition) konvensional.


dalam melakukan CPR, ada 3 pedoman yang harus kita ingat yaitu CAB :
1. CIRCULATORY SUPPORT (Bantuan Sirkulasi)

Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar.
Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak
diantara tulang dada dan tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat
menyebabkan terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk
mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis

Circulatory Support
Penekanan dilakukan pada garis tengah tulang dada 2 jari di atas permukaan
lengkung iga kiri dan kanan. Kedalaman penekanan disesuaikan dengan kelompok
usia penderita.
- Dewasa : 4 - 5 cm
- Anak dan bayi : 3 - 4 cm
- Bayi : 1,5 - 2,5 cm
Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti berdenyut maka
pernafasan akan langsung mengikutinya, namun keadaan ini tidak berlaku
sebaliknya. Seseorang mungkin hanya mengalami kegagalan pernafasan dengan
jantung masih berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti
jantung karena kekurangan oksigen.Pada saat terhentinya kedua sistem inilah
seseorang dinyatakan sebagai mati klinis.

2. Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas)


Bila tidak ditemukan respons pada korban maka langkah selanjutnya adalah
penolong menilai pernafasan korban apakah cukup adekuat? Untuk menilainya
maka korban harus dibaringkan terlentang dengan jalan nafas terbuka.
Airway control

Lidah paling sering menyebabkan sumbatan jalan nafas pada kasus-kasus korban
dewasa tidak ada respons, karena pada saat korban kehilangan kesadaran otot-otot
akan menjadi lemas termasuk otot dasar lidah yang akan jatuh ke belakang
sehingga jalan nafas jadi tertutup. Penyebab lainnya adalah adanya benda asing
terutama pada bayi dan anak.
Penguasan jalan nafas merupakan prioritas pada semua korban. Prosedurnya
sangat bervariasi mulai dari yang sederhana sampai yang paling rumit dan
penanganan bedah. Tindakan-tindakan yang lain kecil peluangnya untuk berhasil
bila jalan nafas korban masih terganggu.

Beberapa cara yang dikenal dan sering dilakukan untuk membebaskan jalan nafas
a. Angkat Dagu Tekan Dahi :
Angkat Dagu Tekan Dahi
Teknik ini dilakukan pada korban yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher
maupun tulang belakang.

b. Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver)


Jaw Thrust Maneuver
Teknik ini digunakan sebagai pengganti teknik angkat dagu tekan dahi. Teknik ini
sangat sulit dilakukan tetapi merupakan teknik yang aman untuk membuka jalan
nafas bagi korban yang mengalami trauma pada tulang belakang. Dengan teknik
ini, kepala dan leher korban dibuat dalam posisi alami / normal.
Ingat : Teknik ini hanya untuk korban yang mengalami trauma tulang belakang
atau curiga trauma tulang belakang

c. Pemeriksaan Jalan Nafas


Setelah jalan nafas terbuka, maka periksalah jalan nafas karena terbukanya jalan
nafas dengan baik dan bersih sangat diperlukan untuk pernafasan adekuat.
Keadaan jalan nafas dapat ditentukan bila korban sadar, respon dan dapat
berbicara dengan penolong. Perhatikan pengucapannya apakah baik atau
terganggu, dan hati-hati memberikan penilaian untuk korban dengan gangguan
mental.
Untuk korban yang disorientasi, merasa mengambang, bingung atau tidak respon
harus diwaspadai kemungkinan adanya darah, muntah atau cairan liur berlebihan
dalam saluran nafas. Cara ini lebih lanjut akan diterangkan pada halaman cara
pemeriksaan jalan nafas.

d. Membersihkan Jalan Nafas


- Posisi Pemulihan
Bila korban dapat bernafas dengan baik dan tidak ada kecurigaan adanya cedera
leher, tulang punggung atau cedera lainnya yang dapat bertambah parah akibat
tindakan ini maka letakkan korban dalam posisi pemulihan atau dikenal dengan
istilah posisi miring mantap.
Posisi ini berguna untuk mencegah sumbatan dan jika ada cairan maka cairan akan
mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam saluran nafas.
- Sapuan Jari
Teknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar, penolong menggunakan
jarinya untuk membuang benda yang mengganggu jalan nafas.

3. Breathing support
Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong harus berupaya untuk
memberikan bantuan pernafasan.
Breathing Support
Teknik yang digunakan untuk memberikan bantuan pernafasan yaitu:
a. Menggunakan mulut penolong:
1. Mulut ke masker RJP
2. Mulut ke APD
3. Mulut ke mulut / hidung
b. Menggunakan alat bantu:
Masker berkatup
Kantung masker berkatup (Bag Valve Mask / BVM)
Frekuensi pemberian nafas buatan:
Dewasa : 10 - 12 x pernafasan / menit, masing-masing 1,5 - 2 detik
Anak (1-8th) : 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bayi (0-1th) : lebih dari 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bayi baru lahir : 40 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bahaya bagi penolong yang melakukan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut:
- Penyebaran penyakit
- Kontaminasi bahan kimia
- Muntahan penderita
Saat memberikan bantuan pernafasan petunjuk yang dipakai untuk menentukan
cukup tidaknya udara yang dimasukkan adalah gerakan naiknya dada. Jangan
sampai memberikan udara yang berlebihan karena dapat mengakibatkan udara
juga masuk dalam lambung sehingga menyebabkan muntah dan mungkin akan
menimbulkan kerusakan pada paru-paru. Jika terjadi penyumbatan jalan nafas
maka lakukan kembali Airway Control seperti yang dijelaskan diatas.
Beberapa tanda-tanda pernafasan:
1. Adekuat (mencukupi)
- Dada dan perut bergerak naik dan turun seirama dengan pernafasan
- Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut / hidung
- Korban tampak nyaman
- Frekuensinya cukup (12-20 x/menit)
2. Kurang Adekuat (kurang mencukupi)
- Gerakan dada kurang baik
- Ada suara nafas tambahan
- Kerja otot bantu nafas
- Sianosis (kulit kebiruan)
- Frekuensi kurang atau berlebihan
- Perubahan status mental
3. Tidak Bernafas
- Tidak ada gerakan dada dan perut
- Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung
- Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung
Bila menggunakan masker atau APD, pastikan terpasang dengan baik dan tidak
mengalami kebocoran udara saat memberikan bantuan pernafasan.

D. EVALUASI
Evaluasi dilakukan tiap 2 menit
Jika napas (-) dan nadi (-) à kompresi dan ventilasi 30:2
Jika napas (-) dan nadi (+) à Ventilasi 10 kali/menit
Jika napas (+) dan nadi (+) à beri recovery position
RJP di Hentikan :
1. Pasien sudah ada yang respon
2. Datang tim yang lebih ahli (advance)
3. Penolong kelelahan
4. Terdapat tanda kematian yang jelas

RJP tidak dilakukan apabila:


Kondisi ini biasanya teradi seperti karena DNAR (Do Not Attempt Resuscitation),
Tanda kematian : kaku mayat, lebam mayat, Sebelumnya dengan fungsi vital yang
sudah sangat jelek dengan terapi maksimal, Bila menolong korban akan
membahayakan penolong.
Dari penilaian awal ini, dapat diperoleh informasi tentang korban apakah si
korban hanya mengalami pingsan, henti napas atau bahkan henti jantung.

a. Henti napas
Jika korban tidak bernapas tetapi didapati nadi yang adekuat, maka pasien
dapat dikatakan mengalami henti napas. Maka langkah awal yang harus dilakukan
adalah mengaktifkan sistem tanggapan darurat, kemudian penolong dapat
memberikan bantuan napas. Pastikan jalan napas bersih dari sumbatan, berikan 1
kali bantuan napas setiap 5-6 detik, dengan durasi sekitar 1 detik untuk tiap
pemberian napas. Terdapat 3 cara memberikan ventilasi yaitu dengan mouth-
tomouth ventilation, pocket mask ventilation dan bag valve mask resuscitation.

Gambar 2. Pocket Mask Ventilation

Pastikan dada korban mengembang pada setiap pemberian napas. Periksa nadi
setiap 2 menit. Pemberian napas harus dilanjutkan hingga korban mulai bernapas
dengan spontan, penolong terlatih tiba, nadi korban menghilang dimana pada
kasus ini penolong harus memulai RJP dan pasangkan AED bila tersedia serta
apabila keadaan lingkungan menjadi tidak aman.

b. Henti Jantung
Jika korban tidak bernapas, nadi tidak ada dan tidak ada respon, maka pasien
dapat dikatakan mengalami henti jantung. Pada keadaan ini, langkah-langkah yang
harus dilakukan adalah mengaktifkan sistem tanggapan darurat dan menghubungi
pusat layanan kesehatan darurat terdekat.Kemudian segera melakukan RJP yang
benar dengan langkah-langkah sebagai berikut:

- Letakkan korban pada permukaan datar dan keras untuk memastikan bahwa
korban mendapat penekanan yang adekuat.

- Pastikan bagian dada korban terbuka untuk meyakinkan penempatan tangan


yang benar dan untuk melihat rekoil dada.
- Letakkan tangan di tengah dada korban, tupukan salah satu pangkal tangan
pada daerah separuh bawah tulang dada dan tangan yang lain di atas tangan
yang bertumpu tersebut.

- Lengan harus lurus 90 derajat terhadap dada korban, dengan bahu penolong
sebagai tumpuan atas.

- Tekan dada dengan kecepatan 100-120 kali per menit, dengan kedalaman
minimal 5 cm tetapi tidak boleh lebih dari 6 cm.

- Selama melakukan penekanan, pastikan bahwa dinding dada diberikan


kesempatan untuk mengembang kembali ke bentuknya semula (rekoil penuh).

- Berikan 2 kali bantuan napas setiap selesai melakukan 30 kali penekanan


dada, dengan durasi selama 1 detik untuk tiap pemberian napas. Pastikan dada
mengembang untuk tiap pemberian bantuan napas.

- Untuk penolong yang tidak terlatih dalam melakukan RJP, disarankan untuk
melakukan penekanan dada saja secara terus-menerus.

Gambar 3. Teknik Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Apabila perangkat automated external defibrilator (AED) telah tersedia, maka


segera dipasangkan. AED adalah alat elektronik portabel yang secara otomatis
dapat menganalisis ritme jantung pasien dan dapat melakukan defibrilasi. AED
dapat mengindikasikan pemberikan defibrilasi pada dua keadaan disritmia
jantung, yaitu ventricular fibrilasi (VF) dan ventricular tachycardi (VT). Cara
menggunakan AED dijelaskan sebagai berikut.

- Nyalakan alat AED.


- Pastikan dada pasien terbuka dan kering.

- Letakkan pad pada dada korban. Gunakan pad dewasa untuk korban dewasa
dan anak dengan usia di atas 8 tahun atau dengan berat di atas 55 pound (di
atas 25 kg). Tempatkan satu pad di dada kanan atas di bawah tulang selangka
kanan, dan tempatkan pad yang lain di dada kiri pada garis tengah ketiak,
beberapa inci di bawah ketiak kiri.

- Hubungkan konektor, dan tekan tombol analyze.

- Beritahukan pada semua orang dengan menyebutkan "clear" sebagai tanda


untuk tidak menyentuh korban selama AED menganalisis. Hal ini dilakukan
agar analisis yang didapatkan akurat.

- Ketika "clear" disebutkan, penolong yang bertugas untuk melakukan RJP


harus menghentikan penekanan dada dan mengangkat tangannya beberapa
inci di atas dada, tapi masih berada pada posisi untuk bersiap melanjutkan
penekanan dada segera setelah kejut listrik diberikan atau AED menyarankan
bahwa kejut listrik tidak diindikasikan.

- Amati analisis AED dan siapkan untuk pemberian kejut listrik bila
diperlukan. Pastikan tidak ada seorangpun yang kontak dengan pasien.
Siapkan penolang pada posisi untuk siap melanjutkan penekanan dada segera
setelah kejut listrik diberikan.

- Berikan kejut listrik dengan menekan tombol "shock" bila ada indikasi.

- Setelah kejut listrik diberikan, segera lanjutkan penekanan dada dan lakukan
selama 2 menit (sekitar 5 siklus) hingga AED menyarankan untuk melakukan
analisis ulang, adanya tanda kembalinya sirkulasi spontan, atau Anda
diperintahkan oleh ketua tim atau anggota terlatih untuk berhenti.
SIMPULAN

Basic Life Support (BLS) atau yang dikenal dengan Bantuan Hidup Dasar
(BHD) adalah penanganan awal pada pasien yang mengalami henti jantung, henti
napas, atau obstruksi jalan napas. BHD meliputi beberapa keterampilan yang
dapat diajarkan kepada siapa saja, yaitu mengenali kejadian henti jantung
mendadak, aktivasi sistem tanggapan darurat, melakukan cardiopulmonary
resuscitation (CPR)/resusitasi jantung paru (RJP) awal, dan cara menggunakan
automated external defibrilator (AED). Idealnya di dunia, semua orang akrab
dengan teknik dasar pertolongan pertama dan mengambil pelatihan teratur untuk
memastikan pengetahuan tetap berjalan. Resusitasi jantung paru (RJP) sendiri
adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti
napas dan atau henti jantung (yang dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi
optimal, guna mencegah kematian biologis.

Tujuan utama dari bantuan hidup dasar adalah suatu tindakan oksigenasi
darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan
darahoksigenasi ke jaringan tubuh. Selain itu, tujuan bantuan hidup dasar ini
merupakan usaha pemberian bantuan sirkulasi sistemik, beserta ventilasi dan
oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi
sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap
untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung lanjutan.7
DAFTAR PUSTAKA

1. American Red Cross. Basic Life Support for Healthcare Providers


Handbook.2015.
2. American Heart Association. AHA Guideline Update for CPR and
ECC.Circulation Vol. 132.2015.
3. International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.
International First Aid and Resuscitation Guidelines.2011.
4. A.M. Aaberg, C.E. Larsen, B.S. Rasmussen, C.M. Hansen, & J.M. Larsen.
Basic Life Support knowledge, self reported skills and fears in Danish
High School students and effect of a single 45-min training session run by
junior doctors ; a prospective cohort study. Resuscitation and Emergency
Medicine:22-24. 2014.
5. Pro Emergency. Basic Trauma Life Support. Cibinong:Pro
Emergency.2011.

Anda mungkin juga menyukai