Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN DISKUSI PEMICU 1

MODUL P2K2

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 8

Dinda Ulta Lismana I1011181005


Marvin Lionel I1011181015
Nurul Fadhilah Taniyo I1011181022
Thessalonica Gabrielliany I1011181039
Puji Astuti I1011181040
Muhammad Akhdanu Fadhil I1011181042
Jihan Nabila I1011181053
Hana Lutfiya I1011181081
Jason Federico I1011181086
Clarisa Josevine I1011181097

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
1.1 Pemicu
Ani yang Lemah
Pak Anto dan keluarganya tinggal di daerah dekat dengan area pembuangan sampah
utama. Seminggu setelah banjir yang merendam rumah mereka, anak Pak Anto, Ani yang
berusia 3 tahun mengalami muntah- muntah dan diare selama 3 hari. Pagi ini Pak Anto
menyadari anaknya terlihat lemah. Saat dipanggil Ani hanya menjawab lemah. Bibirnya
agak kering. Saat diberi makan bakso oleh ibunya, Ani tiba2 tersedak dan terbatuk2. Pak
Anto meminta pertolongan kepada anda, karena tahu anda adalah mahasiswa kedokteran
tingkat akhir.

1.2 Klarifikasi dan definisi


a. Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi
henti jantung. Aspek dasar dari BHD meliputi pengenalan langsung terhadap henti
jantung mendadak dan aktivasi system tanggap darurat, cardiopulmonary resuscitation
(CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP) dini, dan defibrilasi cepat dengan
defibrillator eksternal otomatis/ automated external defibrillator (AED).

1.3 Kata kunci


a. Tersedak
b. Penurunan kesadaran
c. Pertolongan pertama pada kasus tersedak pada anak
d. Bantuan hidup dasar
e. Muntah
f. Diare
g. Imbalance elektrolit.

1.4 Rumusan masalah


Ani usia 3 tahun tersedak saat makan sehingga batuk2 dengan riwayat muntah-muntah
dan diare selama 3 hari serta tampak lemah, bibir kering, dan tempat tinggal dekat dengan
pembuangan sampah yang mengalami banjir seminggu yang lalu.
1.5 Analisis masalah

1.6 Hipotesis
Ani 3 tahun mengalami obstruksi benda asing dan membutuhkan pertolongan pertama,
yang diikuti oleh resusitasi cairan untuk menangani diare yang dialami selama 3 hari

1.7 Pertanyaan diskusi


1. Pediatric advance life support:
a. Definisi
b. Algoritma
c. Indikasi
2. Basic life support:
a. Algoritma bantuan hidup dasar
b. Penilaian korban yang tidak sadar
c. Pertolongan pasien tersedak
d. Terapi oksigen
3. Resusitasi Jantung Paru
a. Algoritma
b. Indikasi
c. Penggunaan AED
4. Diare
a. Klasifikasi
a) Klasifikasi umum
b) Klasifikasi berdasarkan tingkat dehidrasi
b. Menifestasi
c. Patofisiologi
d. Tatalaksana
5. Shock hipovolemik
a. Patofisiologi
b. Manifestasi klinis
c. Resusitasi cairan
6. Studi kasus
a. Hubungan lingkungan tinggal pasien dengan kasus
b. Primary survey di IGD dan interpretasi TTV
2.1 Pediatric advance life support :
2.1.1 Definisi1
PALS merupakan suatu pedoman yang ditujukan untuk penyedia layanan
kesehatan untuk menanggapi keadaan darurat pada bayi dan anak-anak dan untuk
personel dalam keadaan tanggap darurat, pengobatan darurat, perawatan intensif dan
unit perawatan kritis.
Pedoman ini didasarkan pada tinjauan literatur resusitasi yang komprehensif
dan berbasis dari International Liaison Committee on Resuscitation’s (ILCOR).
Rekomendasi utama dari pedoman ini meliputi: penghapusan " look, listen and feel "
dan tidak menekankan penggunaan pemeriksaan nadi oleh penyedia layanan
kesehatan untuk mendiagnosis serangan jantung dari pedoman sebelumnya.

2.1.2 Algoritma
Ketika bantuan hidup dasar telah dilaksanakan, bantuan hidup lanjut dapat
dipertimbangkan. Bantuan hidup lanjut dapat dilakukan jika tersedia personel yang
kompeten dan peralatan yang lengkap. Beberapa hal yang perlu dilanjutkan pada
bantuan hidup lanjut yang tidak terdapat pada bantuan hidup dasar adalah pemberian
alat bantu napas lanjut, akses vena, pemberian obat-obatan dan perawatan setelah
resusitasi.2

Algoritma Pediatric advance life support3


2.1.3 Indikasi4
Kegagalan pernapasan dan syok adalah penyebab paling umum dari henti
jantung paru pada populasi anak. Ini cenderung menjadi kondisi progresif di mana
periode waktu diamati antara timbulnya penyakit dan perburukan klinis menjadi henti
kardiopulmoner penuh. Oleh karena itu, pengenalan dan pengelolaan gagal napas dan
syok yang tepat waktu merupakan tujuan penting dari resusitasi pediatrik.
Perbedaan penting dari henti jantung paru pada orang dewasa biasanya
disebabkan oleh disritmia jantung. Hanya 5-15% anak yang mengalami henti jantung
di rumah sakit atau di luar rumah sakit ditemukan memiliki fibrilasi ventrikel (VF)
atau takikardia ventrikel (VT) tanpa nadi sebagai ritme awal. VT dan VF
pulseless(tanpa nadi) juga telah terbukti terjadi sesering 27% di beberapa titik selama
resusitasi di rumah sakit. Manajemen disritmia jantung lainnya, pulseless electrical
activity (PEA), dan asistol adalah tujuan penting dari resusitasi pediatrik.
Bantuan Hidup Lanjut (BHL) merupakan tindakan yang dilakukan secara
simultan dengan bantuan hidup dasar dengan tujuan memulihkan dan
mempertahankan fungsi sirkulasi spontan sehingga perfusi dan oksigenasi jaringan
dapat segera dipulihkan dan dipertahankan. Untuk mengembalikan sirkulasi secara
spontan, diperlukan pemberian obat-obatan serta cairan, diagnosis dengan
elektrokardiografi, dan juga terapi fibrilasi. Ketiga tahapan ini dapat dilakukan
dengan urutan yang berbeda-beda tergantung keadaan yang dihadapi.

2.2 Basic life support:


2.2.1 Algoritma bantuan hidup dasar
a. Dewasa5
Bantuan hidup dasar (BLS) pada orang dewasa berfokus pada melakukan
beberapa tugas secara bersamaan, yang meliputi melakukan kompresi dada,
mengelola jalan napas, memberikan napas bantuan, dan menggunakan AED.
Kriteria CPR berkualitas tinggi ialah sebagai berikut: kompresi dada keras dan
cepat dimulai dalam 10 detik, dada recoil sempurna antar kompresi, interupsi
antar kompresi dada minimal, napas membuat dada mengembang, ventilasi tidak
berlebihan, dan menilai irama jantung yang dapat diberi kejut (shockable rhythm)
segera setelah AED (automated external defibrillator) tersedia.
b. Anak6
Terdapat banyak kesamaan antara pedoman BLS untuk orang dewasa dan anak-
anak; berikut ini adalah perbedaan utama antara keduanya:
a) Rasio kompresi-napas 2 responder adalah 15:2 untuk semua kelompok
usia anak.
b) Kompresi dada dilakukan setidaknya sepertiga kedalaman dada; sekitar
kurang dari dua inci untuk anak kecil, namun akan menjadi sekitar dua inci
untuk anak yang lebih besar.
c) Kejadian jantung primer tidak umum ditemukan pada anak, sehingga henti
jantung paling sering didahului oleh masalah pernapasan. Intervensi dini
masalah pernapasan. adalah mata rantai pertama dalam kelangsungan
hidup anak.
d) Teknik kompresi pada infants: 2-finger compressions (kiri) dan 2-thumb–
encircling hands compressions (kanan).
2.2.2 Penilaian korban yang tidak sadar
1. Level of Conciousness (Tingkat kesadaran)7
Pedoman berikut digunakan secara bertahap untuk menilai tingkat kesadaran
si korban:
 A - Alert/Awas: Kondisi dimana korban sadar, meskipun mungkin masih
dalam keadaan bingung terhadap apa yang terjadi.
 V - Verbal/Suara: Kondisi dimana korban merespon terhadap rangsang
suara yang diberikan. Oleh karena itu, si penolong harus memberikan
rangsang suara yang nyaring ketika melakukan penilaian pada tahap ini.
 P - Pain/Nyeri: Kondisi dimana korban merespon terhadap rangsang
nyeri yang diberikan oleh penolong. Rangsang nyeri dapat diberikan
melalui penekanan dengan keras di pangkal kuku atau penekanan dengan
menggunakan sendi jari tangan yang dikepalkan pada tulang
sternum/tulang dada. Namun, pastikan bahwa tidak ada tanda cidera di
daerah tersebut sebelum melakukannya.
 Unresponsive/tidak respon: Kondisi dimana korban tidak merespon
semua tahapan yang ada di atas.

2. Airway – Breathing – Circulations (Jalan napas - Pernapasan - Sirkulasi)8


Apabila korban dalam keadaan tidak respon, segera evaluasi keadaan
jalan napas korban. Pastikan bahwa korban dalam posisi telentang. Jika korban
tertelungkup, penolong harus menelentangkannya dengan hati-hati dan jangan
sampai membuat atau memperparah cidera korban. Pada korban yang tidak
sadarkan diri dengan mulut yang menutup terdapat metode untuk membuka
jalan napas:
 Head-tilt/chin-lift technique (Teknik tekan dahi/angkat dagu) dengan
menekan dahi sambil menarik dagu hingga melewati posisi netral
tetapi jangan sampai menyebabkan hiperekstensi leher.
 Jaw-thrust maneuver (manuver dorongan rahang) yang dilakukan bila
dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau tulang belakang pada
korban.
 Membuka mulut korban. Metode ini yang biasa dikenal dengan Triple
Airway Manuever. Cara melakukannya dengan berlutut di atas kepala
pasien, lalu menumpukan siku pada lantai, meletakkan tangan pada
tiap sisi kepala, meletakkan jari-jari di sekitar sudut tulang rahang
dengan ibu jari berada di sekitar mulut, lalu angkat rahang ke atas
dengan jari-jari dan ibu jari membuka mulut dengan mendorong dagu
ke arah depan sambil mengangkat rahang.
Pastikan tidak menggerakkan kepala atau leher korban ketika
melakukannya. Evaluasi napas dan nadi karotis (nadi leher) korban secara
bersamaan/simultan kurang lebih selama 5 detik atau tidak lebih dari 10 detik.
Lakukan pengecekan napas dengan melihat naik-turunnya dada korban,
dengarkan dan rasakan dengan pipi udara yang dihembuskan oleh korban.
Lakukan pengecekan nadi dengan meraba arteri karotis yang ada di leher
dengan meletakkan 2 jari di bawah sudut rahang yang ada di sisi penolong.

2.2.3 Pertolongan pasien tersedak9

Pertama kita nilai dulu tingkat keparahannya apakah berat (Batuk tidak efektif) atau
ringan (Batuk efektif). JIka pasien dalam masuk ke kategori ringan cukup meminta
pasien untuk batuk dan terus awasi apabila ada tanda perburukan atau obstruksi
sudah hilang. Akan tetapi apabila masuk kategori berat diperhatikan dulu apakah
pasien dalam kondisi sadar atau tidak, apabila masih sadar maka lakukan 5x Back
Blows(pukulan punggung) dan 5x abdominal thrusts (Dorongan dada).

2.2.4 Terapi oksigen10


Tubuh manusia terdiri dari beberapa sistem, diantara sistem yang utama
adalah sistem pernafasan dan sistem sirkulasi. Kedua-dua sistem ini, merupakan
komponen utama yang memainkan peranan penting untuk mempertahankan hidup.
Jika terganggunya salah satu fungsi dari sistem ini, ini dapat mengakibatkan ancaman
kehilangan nyawa. Tubuh dapat menyimpan makanan untuk beberapa minggu dan
menyimpan air untuk beberapa hari, tetapi hanya dapat menyimpan oksigen (O²)
untuk beberapa menit saja. Sistem pernafasan memberikan pasokan oksigen kedalam
tubuh sesuai dengan kebutuhan dan juga mengeluarkan karbondioksida (CO2). Sistem
sirkulasi inilah yang bertanggungjawab memberikan pasokan oksigen dan nutrisi
keseluruh jaringan tubuh. Diantara komponenkomponen yang berhubungan dengan
sirkulasi adalah jantung, pembuluh darah yang terdiri dari artery, vein, dan capillary,
serta darah dan komponen-komponennya.
Dalam tahap A,B,C,D,E ada A (Airway) dimana penolong harus memastikan
jalan nafas terbuka dan bersih yang memungkinkan pasien dapat bernafas. Untuk
memastikan jalan nafas bebas dari sumbatan karena benda asing. Bila sumbatan ada
dapat dibersihkan dengan tehnik cross finger ( ibu jari diletakkan berlawan dengan
jari telunjuk pada mulut korban). Cara melakukan tehnik cross finge adalah pertama
sekali silangkan ibu jari dan telunjuk penolong. Kemudian, letakkan ibu jari pada gigi
seri bawah korban dan jari telinjuk pada gigi seri atas. Lakukan gerakan seperti
menggunting untuk membuka mulut korban. Akhirnya, periksa mulut setelah terbuka
apakah ada cairan,benda asing yang menyumbat jalan nafas.
Membuka Jalan Nafas Pada korban yang tidak sadar tonus otot menghilang,
maka lidah dan epiglotis akan menutup faring dan laring sehingga menyebabkan
sumbatan jalan nafas. Keadaan ini dapat dibebaskan dengan tengadah kepala topang
dahi (Head tild Chin lift) dan manuver pendorongan mandibula (Jaw thrush manuver).
Cara melakukan teknik Head tilt chin lift (gambar 1a) ialah letakkan tangan pada dahi
korban,kemudian tekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan
penolong. Letakkan ujung jari tangan lainnya dibawah bagian ujung tulang rahang
korban. Tengadahkan kepala dan tahan serta tekan dahi korban secara bersamaan
sampai kepala pasien/korban pada posisi ekstensi. Manakala, cara untuk melakukan
teknik jaw thrust manuvere adalah letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi
korban. Kemudian, kedua tangan memegang sisi kepala korban. Penolong memegang
kedua sisi rahang dan kedua tangan penolong menggerakkan rahang keposisi depan
secara perlahaan. Akhirnya, pertahankan posisi mulut korban tetap terbuka.
Apabila terdapat benda asing yang mengobstruksi jalur nafas pasien,ia dikeluarkan.
Kemudian cek tanda kehidupan iaitu respon dan suara napas pasien. Jangan
mendongakkan dahi secara berlebihan, secukupnya untuk membuka jalan napas saja,
karena pasien boleh ada cedera leher. Menurut AHA Guideline 2010
merekomendasikan untuk gunakan head tilt-chin lift untuk membuka jalan napas pada
pasien tanpa ada trauma kepala dan leher. Sekitar 0,12-3,7% mengalami cedera spinal
dan risiko cedera spinal meningkat jika pasien mengalami cedera kraniofasial
dan/atau GCS.
Tahap selanjutnya adalah Breathing, Breathing terdiri dari 2 tahap yaitu :
a. Memastikan korban tidak bernafas atau tidak. Dengan cara melihat pergerakan
naik turunya dada (look), mendengar bunyi nafas (listen) dan merasakan
hembusan nafas (feel), dengan teknik penolong mendekatkan telinga diatas mulut
dan hidung korban sambil tetap mempertahankan jalan nafas tetap terbuka. Ini
dilakukan tidak lebih dari 10 detik.
b. Memberikan bantuan nafas Bantuan nafas dapat dilakukan melalui mulut ke
mulut, mulut ke hidung, mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan).
Bantuan nafas diberikan sebanyak 2 kali, waktu tiap kali hembusan 1,5 – 2 detik.
a) Mulut ke mulut Merupakan cara yang cepat dan efektif. Pada saat
memberikan penolong tarik nafas dan mulut penolong menutup seluruhnya
mulut pasien/korban dan hidung pasien/korban harus ditutup dengan telunjuk
dan ibu jari penolong.Volume udara yang berlebihan dapat menyebabkan
udara masuk ke lambung.

b) Mulut ke hidung Direkomendasikan bila bantuan dari mulut korban tidak


memungkinkan,misalnya korban mengalami trismus atau luka berat.
Penolong sebaiknya menutup mulut korban pada saat memberikan bantuan
nafas.

c) Mulut ke stoma Dilakukan pada korban yang terpasang trakheostomi atau


mengalami laringotomi
2.3 Resusitasi Jantung Paru
2.3.1 Algoritma
a. Dewasa5
a) Serangan jantung
b) Kegawatan terkait opioid

c) Serangan jantung pada wanita hamil


d) Bradkardi
e) Takikardia dengan denyut
b. Anak6
a) Serangan jantung
b) Kegawatan terkait opioid
c) Bradikardi
d) Takikardi dengan denyut
e) Neonatus11
2.3.2 Indikasi12
a. Henti jantung
Henti jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara
mendadak untuk mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi
kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung
untuk berkontraksi secara efektif.
b. Kegagalan nafas
Kegagalan nafas didefinisikan sebagai ketidakmampuan sistem respirasi untuk
melakukan pertukaran gas dan mengoksigenasi darah secara adekuat. Terdapat
dua mekanisme dasar terjadinya gagal nafas:
c. Indikasi dihentikannya resusitasi jantung paru:
Asistol yang mencapai 39 menit, penolong sudah melakukan bantuan hidup
dasar dan lanjutan secara optimal, dan penolong kelelahan

2.3.3 Penggunaan AED13


Defibrilasi merupakan tindakan kejut listrik dengan tujuan mendepolarisasi sel-sel
jantung dan menghilangkan fibrilasi ventrikel/takikardi ventrikel tanpa nadi. AED
aman dan efektif digunakan oleh penolong awam dan petugas medis, dan
memungkinkan defibrilasi dilakukan lebih dini sebelum tim bantuan hidup lanjut
datang. Menunda resusitasi dan pemakaian defibrilasi akan menurunkan harapan
hidup. Penolong harus melakukan RJP secara kontinu dan meminimalkan interupsi
kompresi dada saat aplikasi AED. Penolong harus konsentrasi untuk mengikuti
perintah suara setelah alat diterima, terutama untuk melakukan RJP sesegera mungkin
setelah diintruksikan.
Langkah –langkah penggunaan AED :
1. Pastikan korban dan penolong dalam situasi aman dan ikuti langkah-langkah
bantuan hidup dasar dewasa. Lakukan RJP sesuai panduan bantuan hidup dasar,
kompresi dada dan bantuan pernapasan sesuai panduan.
2. Segera setelah AED datang, nyalakan alat dan tempelkan elektroda pads pada
dada korban. Elektroda pertama di line midaxillaris sedikit di bawah ketiak, dan
elektroda pads kedua sedikit di bawah clavicula kanan.
3. Ikuti perintah suara dari AED. Pastikan tidak ada orang yang menyentuh korban
saat AED melakukan analisis irama jantung.
4. Jika shock diindikasikan, pastikan tidak ada seorangpun yang menyentuh korban.
Lalu tekan tombol shock.
5. Segera lakukan kembali RJP
6. Jika shock tidak diindikasikan, lakukan segera RJP sesuai perintah suara AED,
hingga penolong profesional datang dan mengambil alih RJP, korban mulai sadar,
bergerak, membuka mata, dan bernapas normal, atau penolong kelelahan.

2.4 Diare
2.4.1 Klasifikasi14
a. Diare secara umum
a) Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :

- Keadaan
: baik
Umum
- Mata : Normal
: Normal,
- Rasa haus
minum biasa
- Turgor
: kembali cepat
kulit

b) Diare dehidrasi ringan / sedang


Diare ini ditandai dengan gejala minimal 2 tanda di bawah ini :
Keadaan umum : gelisah, rewel
Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : kembali lambat
c) Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat bila terdapat 2 tanda di bawah ini :
Keadaan umum : lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : cekung
Rasa haus : tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
b. Klasifikasi berdasarkan tingkat dehidrasi18
Dehidrasi merupakan ketidakseimbangan cairan tubuh dikarenakan pengeluaran
cairan lebih besar daripada pemasukan. Dehidrasi adalah kondisi ketika tubuh
kehilangan lebih banyak cairan daripada yang didapatkan, sehingga
keseimbangan gula-garam tubuh terganggu dan tidak dapat menjalankan
fungsi normalnya.Tubuh kehilangan air setiap hari dalam bentuk uap air melalui
nafas, keringat, urin, dan feses.
Adapun jenis-jenis dari dehidrasi :
a) Dehidrasi ringan
Dehidrasi ringan ditandai dengan rasa haus dan tenggorokan terasa perih.
Selain itu, juga merasakan kulit menjadi kering atau bibir pecah-pecah.
b) Dehidrasi sedang
c) etak jantung meningkat dan terasa berdebar. Selain itu tubuh akan terasa
lemas dan urin berwarna pekat dalam jumlah sedikit. Dehidrasi pada
tingkat ini dapat memicu tekanan darah meningkat sehingga akan
menyebabkan sakit kepala.
d) Dehidrasi berat
Merasakan kram otot, dan lidah terasa bengkak. Tubuh  juga akan terasa
tidak berdaya, dan bisa jadi kehilangan kesadaran atau pingsan. Jika
dibiarkan lebih lanjut, organ ginjal pun akan terkena dampaknya sehingga
kehilangan fungsi-fungsi utamanya.
Dalam dunia medis dan kesehatan klasifikasi tingkatan dehidrasi terbagi
menjadi:
a) Dehidrasi isotonik
Hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama. Dehidrasi isotonik
ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145 mmol/liter) dan
osmolalitas efektif serum (270-285 mosmol/liter).
b) Dehidrasi hipotonik
Hilangnya natrium yang lebih banyak dari pada air. Dehidrasi hipotonik
ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135
mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/liter.
c) Dehidrasi hipertonik
Yaitu berkurangnya cairan berupa hilangnya air lebih banyak dari natrium
(dehidrasi hipertonik). Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya
kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/liter) dan peningkatan
osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/liter).

2.4.2 Manifestasi15
a. Anak
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timul diare. Tinja
cair dan mungkin disertai lender atau darah. Warna tinja makin lama berubah
menjadi kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam
sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak
dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau
sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau
akibat gangguan keseimbangan asam basa atau elektrolit.
Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi makin tampak. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan
ubun-ubun membesar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan, sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat
dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik.

2.4.3 Patofisiologi16
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
a. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan meyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air
dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Mukosa usus
halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat
untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan
ekstraseluler. Diare terjadi jika terdapat bahan yang secara osmotik dan sulit
diserap. Bahan tersebut berupa larutan isotonik dan hipertronik. Larutan isotonik,
air dan bahan yang larut di dalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga
terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan hipertonik, air dan
elektronik akan pindah dari cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai
osmolaritas dari usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah sehingga
terjadi diare.
b. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Akibat rangsangan mediator
abnormal misalnya enterotoksin yang menyebabkan villi gagal mengabsorbsi
natrium, sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau
meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus
mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2.4.4 Tatalaksana17
Diare pada anak WHO merekomendasikan lima tatalaksana utama diare yang
disebut lintas penatalaksanaan diare (rehidrasi, suplement zinc, nutrisi, antibiotik
selektif, dan edukasi orangtua/pengasuh.

Rehidrasi yang adekuat Oral Rehydration Therapy (ORT)


Pemberian cairan pada kondisi tanpa dehidrasii adalah pemberian larutan
oralit dengan osmolaritas rendah. Oralit untuk pasien diare tanpa dehidrasi diberikan
sebanyak 10 ml/kgbb tiap BAB. Rehidrasi pada pasien diare akut dengan dehidrasi
ringan-sedang dapat diberikan sesuai dengan berat badan penderita. Volume oralit
yang disarankan adalah sebanyak 75 ml/KgBB. Buang Air Besar (BAB)i berikutnya
diberikan oralit sebanyak 10 ml/KgBB. Pada bayi yang masih mengkonsumsi Air
Susu Ibu (ASI), ASI dapat diberikan.
Parenteral
Selanjutnya kasus diare dengan dehidrasi berat dengan atau tanpa tanda-tanda
syok, diperlukan rehidrasii tambahan dengan cairan parenteral. Bayii dengan usia <12
bulan diberikan ringer laktat (RL) sebanyak 30 ml/KgBB selama satu jam, dapat
diulang bila denyut nadi masih terasa lemah. Apabila denyut nadi teraba adekuat,
maka ringer laktat dilanjutkan sebanyak 70 ml/KgBB dalam lima jam.
Anak berusia >1 tahun dengan dehidrasi berat, dapat diberikan ringer laktat (RL)
sebanyak 30 ml/KgBB selama setengah sampai satu jam. Jika nadii teraba lemah
maupun tidak teraba, langkah pertama dapat diulang. Apabila nadi sudah kembali
kuat, dapat dilanjutkan dengan memberikan ringer laktat (RL) sebanyak 70 ml/KgBB
selama dua setengah hingga tiga jam.
Penilaian dilakukan tiap satu hingga dua jam. Apanbila status rehidrasii belum
dapat dicapai, jumlah cairan intravena dapat ditingkatkan. Oralit diberikan sebanyak 5
ml/KgBB/jam jika pasien sudah dapat mengkonsumsi langsung. Bayi dilakukan
evaluasi pada enam jam berikutnya, sementara usia anak-anak dapat dievaluasii tiga
jam berikutnya.
Suplement Zinc
Suplement zinc digunakan untuk mengurangi durasi diare, menurunkan risiko
keparahan penyakit, dan mengurangii episode diare. Pengunaan mikronutrien untuk
penatalaksanaan diare akut didasarkan pada efek yang diharapkan terjadi pada fungsi
imun, struktur, dan fungsi saluran cerna utamanya dalam proses perbaikan epitel sel
seluran cerna.
Secara ilmiah zinc terbukti dapat menurunkan jumlah buang air besar (BAB)
dan volume tinja dan mengurangi risiko dehidrasi. Zinc berperan penting dalam
pertumbuhan jumlah sel dan imunitas. Pemberian zinc selama 10-14 hari dapat
mengurangi durasi dan keparahan diare. Selain itu, zinc dapat mencegah terjadinya
diare kembali. Meskipun diare telah sembuh, zinc tetap dapat diberikan dengan dosis
10 mg/hari (usia < 6 bulan) dan 20 mg /hari (usia > 6 bulan).

Nutrisi adekuat
Pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan yang sama saat anak sehat
diberikan guna mencegah penurunan berat badan dan digunakan untuk menggantikan
nutrisi yang hilang. Apabila terdapat perbaikan nafsu makan, dapat dikatakan bahwa
anak sedang dalam fase kesembuhan. Pasien tidak perlu untuk puasa, makanan dapat
diberikan sedikit demi sedikit namun jumlah pemerian lebih sering (>6 kali/hari) dan
rendah serat.
Makanan sesuai gizi seimbang dan atau ASI dapat diberikan sesegera mungkin
apabila pasien sudah mengalami perbaikan. Pemberian nutrisi ini dapat mencegah
terjadinya gangguan gizii, menstimulasii perbaikan usus, dan mengurangii derajat
penyakit.

Antibiotik selektif
Pemberian antibiotik dilakukan terhadap kondisi-kondisi seperti:
a. Patogen sumber merupakan kelompok bakteria
b. Diare berlangsung sangat lama (>10 hari) dengan kecurigaan Enteropathogenic
E coli sebagai penyebab.
c. Apabila patogen dicurigai adalah Enteroinvasive E coli.
d. Agen penyebab adalah Yersinia ditambah penderita memiliki tambahan
diagnosis berupa penyakit sickle cell.
e. Infeksii Salmonella pada anak usia yang sangat muda, terjadi peningkatan
temperatur tubuh (>37,5 C) atau ditemukan kultur darah positif bakteri
2.5 Shock hipovolemik
2.5.1 Patofisiologi19
Gejala-gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan darah
kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat
dikompensasi oleh tubuh dengan meningkatkan tahanan pembuluh dan frekuensi dan
kontraktilitas otot jantung. Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak
mampu lagi mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara
umum syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan nadi
(takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek, ujung-
ujung ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat.1-3 Pemeriksaan
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adanya syok hipovolemik tersebut
pemeriksaan pengisian dan frekuesnsi nadi, tekanan darah, pengisian kapiler yang
dilakukan pada ujung-uung jari (refiling kapiler), suhu dan turgor kulit. Berdasarkan
persentase volume kehilangan darah, syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi
empat tingkatan atau stadium. Stadium syok dibagi berdasarkan persentase kehilangan
darah sama halnya dengan perhitungan skor tenis lapangan, yaitu 15, 15-30, 30-40,
dan >40%. Setiap stadium syok hipovolemik ini dapat dibedakan dengan pemeriksaan
klinis tersebut.
2.5.2 Manifestasi klinis19
Gambaran klinis bisa belum terlihat jika kekurangan darah kurang dari 10%
dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat dikompensasi oleh tubuh
dengan meningkatkan tahanan pembuluh dan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung.
Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak mampu lagi mengkompensasinya
dan menimbulkan gejala-gejala dan gambaran klinis. Secara umum syok hipovolemik
menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan nadi (takikardi), pengisian
nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek, ujung-ujung ektremitas yang
dingin dan pengisian kapiler yang lambat.

2.5.3 Resusitasi cairan19


Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi mengembalikan tanda-tanda vital
dan hemodinamik kepada kondisi dalam batas normal. Selanjutnya kondisi tersebut
dipertahankan dan dijaga agar tetap pada kondisi satabil. Penatalaksanaan syok
hipovolemik tersebut yang utama terapi cairan sebagai pengganti cairan tubuh atau
darah yang hilang. Jika ditemukan oleh petugas kesehatan, maka penatalaksanaan
syok harus dilakukan secara komprehensif yang meliputi penatalaksanaan sebelum
dan di tempat pelayanan kesehatan atau rumah sakit.
Penatalaksanaan sebelum di tempat pelayanan kesehatan harus
memperhatikan prinsip-prinsip tahapan resusitasi. Selanjutnya bila kondisi jantung,
jalan nafas dan respirasi dapat dipertahankan, tindakan selanjutnya adalah adalah
menghentikan trauma penyebab perdarahan yang terjadi dan mencegah perdarahan
berlanjut. Menghentikan perdarahan sumber perdarahan dan jika memungkinkan
melakukan resusitasi cairan secepat mungkin. Selanjutnya dibawa ke tempat
pelayaan kesehatan, dan yang perlu diperhatikan juga adalah teknik mobilisai dan
pemantauan selama perjalanan. Perlu juga diperhatikan posisi pasien yang dapat
membantu mencegah kondisi syok menjadi lebih buruk, misalnya posisi pasien
trauma agar tidak memperberat trauma dan perdarahan yang terjadi, pada wanita
hamil dimiringkan kearah kiri agar kehamilannya tidak menekan vena cava inferior
yang dapat memperburuh fungsi sirkulasi. Sedangkan saat ini posisi tredelenberg
tidak dianjurkan lagi karena justru dapat memperburuk fungsi ventilasi paru.
Pada pusat layanan kesehatan atau dapat dimulai sebelumnya harus dilakukan
pemasangan infus intravena. Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik
NaCl 0,9% atau ringer laktat. Pemberian awal adalah dengan tetesan cepat sekitar 20
ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter pada orang dewasa. Pemberian cairan terus
dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan hemodinamiknya. Jika
terdapat perbaikan hemodinamik, maka pemberian kristaloid terus dilanjutnya.
Pemberian cairan kristaloid sekitar 5 kali lipat perkiraan volume darah yang hilang
dalam waktu satu jam, karena distribusi cairan koloid lebih cepat berpindah dari
intravaskuler ke ruang intersisial. Jika tidak terjadi perbaikan hemodinamik maka
pilihannya adalah dengan pemberian koloid, dan dipersiapkan pemberian darah
segera.

2.6 Studi kasus


2.6.1 Hubungan lingkungan tinggal pasien dengan kasus20
Sampah erat kaitanya dengan kesehatan masyarakat karena dari sampah
tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit dan juga binatang
serangga sebagai pemindah/penyebar penyakit (vektor).
Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat di kelompokkan menjadi efek
langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud dengan efek langsung adalah efek yang
disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut. Misalnya, sampah
beracun, sampah yang korosif terhadap tubuh, yang karsinogenik, teratogenik, dan
lainnya. Selain itu ada pula sampah yang mengandung kuman pathogen, sehingga
dapat menimbulkan penyakit. Sampah ini bisa berasal dari sampah rumah tangga
selain sampah industri.
Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses
pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah. Efek tidak langsung lainnya
berupa penyakit bawaan vektor yang berkembang biak di dalam sampah. Sampah bila
ditimbun sembarangan dapat dipakai sarang lalat dan tikus. Seperti kita ketahui, lalat
adalah vektor berbagai penyakit perut. Demikian juga halnya dengan tikus, selain
merusak harta benda masyarakat, tikus juga sering membawa pinjal yang dapat
menyebarkan penyakit pest.

2.6.2 Primary survey di IGD dan interpretasi TTV21-23


Tujuan dari penilaian primer atau survei primer atau penilaian ABCDE adalah untuk
menemukan dan mengobati kondisi yang mengancam jiwa dengan cepat dengan
menilai sistem saraf, pernapasan, dan peredaran darah. Penilaian utama terdiri dari
komponen berikut: Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan
Exposure/Environment.
Px. Ani, usia 3 tahun; Rx. muntah dan diare selama 3 hari
Temuan Interpretasi
Keadaan umum:
Tampak lemah -
Merespon stimulus verbal Penurunan kesadaran
Bibir agak kering Dehidrasi, et causa diare
Tanda vital:
Kesadaran: Sadar namun lemah Penurunan kesadaran
HR = 150x/menit, pulsasi nadi lemah HR normal; pulsasi lemah indikasi syok
RR = 38x/menit; napas cepat dan dalam RR normal; hiperventilasi
Ekstremitas = akral dingin, lembab, pucat Penurunan perfusi oksigen
Survei Primer:
Airway Paten; sempat tersedak makanan
Breathing Hiperventilasi
Circulation Penurunan perfusi dan preload
Disability Penurunan kesadaran
Exposure Ekstremitas dingin
Dx. Syok hipovolemik dengan dehidrasi sedang-berat, et causa diare
Fisiologi: ↓ volume intravaskular → ↓ preload → ↓ pengisian ventrikel → ↓ stroke
volume → ↓ curah jantung → perfusi jaringan tidak adekuat
Tx. Resusitas cairan NS/RL 20mL/KgBB

3.1 Kesimpulan
Ani 3 tahun membutuhkan pertolongan pertama terhadap obstruksi benda asing pada
saluran napas, yang diikuti dengan primary survey, dan resusitasi cairan untuk
menanggani shock hipovolemik akibat diare yang dialami selama 3 hari.

Daftar Pustaka
1. Al-Shamsi, Mohamed et al. “Pediatric basic and advanced life support: an update on
practice and education.” Oman medical journal vol. 27,6 (2012): 450-4.
doi:10.5001/omj.2012.108
2. Rizki P dan Cahyani N. Tatalaksana Henti Jantung di Lapangan Permainan. Jurnal
Olahraga Prestasi. 2017; 13(2):139-151
3. Sari D, Widyastuti Y dan Givano MR. Resusitasi neonatus dan pediatrik. Jurnal
Komplikasi Anestesi. 2017; 4(2):89-106
4. Marc Auerbach, M. D. (2021, June 15). Pediatric resuscitation. Background,
Indications. https://emedicine.medscape.com/article/1948389-overview.
5. Panchal AR, Bartos JA, Cabañas JG, Donnino MW, Drennan IR, Hirsch KG, et al.
Part 3: Adult Basic and Advanced Life Support: 2020 American Heart Association
Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.
Circulation. 2020 Oct 20;142(16 2):S366–468.
6. Topjian AA, Raymond TT, Atkins D, Chan M, Duff JP, Joyner BL, et al. Part 4:
Pediatric Basic and Advanced Life Support: 2020 American Heart Association
Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.
Circulation. 2020 Oct 20;142(16_suppl_2):S469–523.
7. American Red Cross. Basic Life Support for Healthcare Providers Handbook.2015.
8. American Heart Association. AHA Guideline Update for CPR and ECC.Circulation
Vol. 132.2015
9. Simpson, E. How to manage a choking adult. Nursing Standard.2016; 31(3), 42–46.
10. Ganthikumar, K. Indikasi dan Keterampilan Resusitasi Jantung Paru (RJP). Intisari
Sains Medis. 2016; 6(1) : 58-64
11. Aziz K, Lee HC, Escobedo MB, Hoover A V, Kamath-Rayne BD, Kapadia VS, et al.
Part 5: Neonatal Resuscitation: 2020 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation.
2020 Oct 20;142(16_suppl_2):S524–50.
12. American Heart Association. Aha guideline Update for CPR and ECC.Circulation.
2015;132
13. Irfani QI. Bantuan Hidup Dasar. Teknik. 2019; 46(6):458-461
14. Situasi Diare di Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011
15. Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier
LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium.
16. Rohmah ARN, Widyastuti Y, Estiwidani D. Hubungan Praktik Cuci Tangan Pakai
Sabun Anak Prasekolah dengan Kejadian Diare di Rw 08 Kelurahan Warungboto.
2019.
17. Rendang Indriyani, D. P., & Putra, I. G. N. S. (2020). Penanganan terkini diare pada
anak: tinjauan pustaka. Intisari Sains Medis, 11(2), 928.
https://doi.org/10.15562/ism.v11i2.848
18. Nejma I.B.S.B, Zaafrane M.H., Hassine F., Loulizi K.S., Ben Said M., Aouni M., &
Mzoughi R. Etiology of Acute Diarrhea in Tunisian Children with Emphasis on
Diarrheagenic Escherichia coli: Prevalence and Identification of E. coli Virulence
Markers. Iranian. J. Publ. Health. 2014 : 43(7):947-60
19. Hardisman. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik : Update
dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(3)
20. Handayani, “Hubungan Personal Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Dengan
Kejadian Diare Pada Balita”. Jurnal Universitas Sumatera Barat. 2021.
21. Aehlert B. PALS: Pediatric Advanced Life Support Study Guide. 4th ed. Burlington,
MA: Jones & Bartlett Learning; 2018.
22. Anigilaje EA. Management of diarrhoeal dehydration in childhood: A review for
clinicians in developing countries. Front Pediatr. 2018;6(February).
23. Hypovolemic shock | ACLS-Algorithms.com [Internet]. ACLS. [cited 2021 Sep 2].
Available from: https://acls-algorithms.com/pediatric-advanced-life-support/pediatric-
shock-overview-part-1/pals-review-hypovolemic-shock/

Anda mungkin juga menyukai