MODUL P2K2
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8
1.6 Hipotesis
Ani 3 tahun mengalami obstruksi benda asing dan membutuhkan pertolongan pertama,
yang diikuti oleh resusitasi cairan untuk menangani diare yang dialami selama 3 hari
2.1.2 Algoritma
Ketika bantuan hidup dasar telah dilaksanakan, bantuan hidup lanjut dapat
dipertimbangkan. Bantuan hidup lanjut dapat dilakukan jika tersedia personel yang
kompeten dan peralatan yang lengkap. Beberapa hal yang perlu dilanjutkan pada
bantuan hidup lanjut yang tidak terdapat pada bantuan hidup dasar adalah pemberian
alat bantu napas lanjut, akses vena, pemberian obat-obatan dan perawatan setelah
resusitasi.2
Pertama kita nilai dulu tingkat keparahannya apakah berat (Batuk tidak efektif) atau
ringan (Batuk efektif). JIka pasien dalam masuk ke kategori ringan cukup meminta
pasien untuk batuk dan terus awasi apabila ada tanda perburukan atau obstruksi
sudah hilang. Akan tetapi apabila masuk kategori berat diperhatikan dulu apakah
pasien dalam kondisi sadar atau tidak, apabila masih sadar maka lakukan 5x Back
Blows(pukulan punggung) dan 5x abdominal thrusts (Dorongan dada).
2.4 Diare
2.4.1 Klasifikasi14
a. Diare secara umum
a) Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
- Keadaan
: baik
Umum
- Mata : Normal
: Normal,
- Rasa haus
minum biasa
- Turgor
: kembali cepat
kulit
2.4.2 Manifestasi15
a. Anak
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timul diare. Tinja
cair dan mungkin disertai lender atau darah. Warna tinja makin lama berubah
menjadi kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam
sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak
dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau
sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau
akibat gangguan keseimbangan asam basa atau elektrolit.
Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi makin tampak. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan
ubun-ubun membesar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan, sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat
dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik.
2.4.3 Patofisiologi16
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
a. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan meyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air
dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Mukosa usus
halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat
untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan
ekstraseluler. Diare terjadi jika terdapat bahan yang secara osmotik dan sulit
diserap. Bahan tersebut berupa larutan isotonik dan hipertronik. Larutan isotonik,
air dan bahan yang larut di dalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga
terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan hipertonik, air dan
elektronik akan pindah dari cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai
osmolaritas dari usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah sehingga
terjadi diare.
b. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Akibat rangsangan mediator
abnormal misalnya enterotoksin yang menyebabkan villi gagal mengabsorbsi
natrium, sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau
meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2.4.4 Tatalaksana17
Diare pada anak WHO merekomendasikan lima tatalaksana utama diare yang
disebut lintas penatalaksanaan diare (rehidrasi, suplement zinc, nutrisi, antibiotik
selektif, dan edukasi orangtua/pengasuh.
Nutrisi adekuat
Pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan yang sama saat anak sehat
diberikan guna mencegah penurunan berat badan dan digunakan untuk menggantikan
nutrisi yang hilang. Apabila terdapat perbaikan nafsu makan, dapat dikatakan bahwa
anak sedang dalam fase kesembuhan. Pasien tidak perlu untuk puasa, makanan dapat
diberikan sedikit demi sedikit namun jumlah pemerian lebih sering (>6 kali/hari) dan
rendah serat.
Makanan sesuai gizi seimbang dan atau ASI dapat diberikan sesegera mungkin
apabila pasien sudah mengalami perbaikan. Pemberian nutrisi ini dapat mencegah
terjadinya gangguan gizii, menstimulasii perbaikan usus, dan mengurangii derajat
penyakit.
Antibiotik selektif
Pemberian antibiotik dilakukan terhadap kondisi-kondisi seperti:
a. Patogen sumber merupakan kelompok bakteria
b. Diare berlangsung sangat lama (>10 hari) dengan kecurigaan Enteropathogenic
E coli sebagai penyebab.
c. Apabila patogen dicurigai adalah Enteroinvasive E coli.
d. Agen penyebab adalah Yersinia ditambah penderita memiliki tambahan
diagnosis berupa penyakit sickle cell.
e. Infeksii Salmonella pada anak usia yang sangat muda, terjadi peningkatan
temperatur tubuh (>37,5 C) atau ditemukan kultur darah positif bakteri
2.5 Shock hipovolemik
2.5.1 Patofisiologi19
Gejala-gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan darah
kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat
dikompensasi oleh tubuh dengan meningkatkan tahanan pembuluh dan frekuensi dan
kontraktilitas otot jantung. Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak
mampu lagi mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara
umum syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan nadi
(takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek, ujung-
ujung ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat.1-3 Pemeriksaan
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adanya syok hipovolemik tersebut
pemeriksaan pengisian dan frekuesnsi nadi, tekanan darah, pengisian kapiler yang
dilakukan pada ujung-uung jari (refiling kapiler), suhu dan turgor kulit. Berdasarkan
persentase volume kehilangan darah, syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi
empat tingkatan atau stadium. Stadium syok dibagi berdasarkan persentase kehilangan
darah sama halnya dengan perhitungan skor tenis lapangan, yaitu 15, 15-30, 30-40,
dan >40%. Setiap stadium syok hipovolemik ini dapat dibedakan dengan pemeriksaan
klinis tersebut.
2.5.2 Manifestasi klinis19
Gambaran klinis bisa belum terlihat jika kekurangan darah kurang dari 10%
dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat dikompensasi oleh tubuh
dengan meningkatkan tahanan pembuluh dan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung.
Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak mampu lagi mengkompensasinya
dan menimbulkan gejala-gejala dan gambaran klinis. Secara umum syok hipovolemik
menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan nadi (takikardi), pengisian
nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek, ujung-ujung ektremitas yang
dingin dan pengisian kapiler yang lambat.
3.1 Kesimpulan
Ani 3 tahun membutuhkan pertolongan pertama terhadap obstruksi benda asing pada
saluran napas, yang diikuti dengan primary survey, dan resusitasi cairan untuk
menanggani shock hipovolemik akibat diare yang dialami selama 3 hari.
Daftar Pustaka
1. Al-Shamsi, Mohamed et al. “Pediatric basic and advanced life support: an update on
practice and education.” Oman medical journal vol. 27,6 (2012): 450-4.
doi:10.5001/omj.2012.108
2. Rizki P dan Cahyani N. Tatalaksana Henti Jantung di Lapangan Permainan. Jurnal
Olahraga Prestasi. 2017; 13(2):139-151
3. Sari D, Widyastuti Y dan Givano MR. Resusitasi neonatus dan pediatrik. Jurnal
Komplikasi Anestesi. 2017; 4(2):89-106
4. Marc Auerbach, M. D. (2021, June 15). Pediatric resuscitation. Background,
Indications. https://emedicine.medscape.com/article/1948389-overview.
5. Panchal AR, Bartos JA, Cabañas JG, Donnino MW, Drennan IR, Hirsch KG, et al.
Part 3: Adult Basic and Advanced Life Support: 2020 American Heart Association
Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.
Circulation. 2020 Oct 20;142(16 2):S366–468.
6. Topjian AA, Raymond TT, Atkins D, Chan M, Duff JP, Joyner BL, et al. Part 4:
Pediatric Basic and Advanced Life Support: 2020 American Heart Association
Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.
Circulation. 2020 Oct 20;142(16_suppl_2):S469–523.
7. American Red Cross. Basic Life Support for Healthcare Providers Handbook.2015.
8. American Heart Association. AHA Guideline Update for CPR and ECC.Circulation
Vol. 132.2015
9. Simpson, E. How to manage a choking adult. Nursing Standard.2016; 31(3), 42–46.
10. Ganthikumar, K. Indikasi dan Keterampilan Resusitasi Jantung Paru (RJP). Intisari
Sains Medis. 2016; 6(1) : 58-64
11. Aziz K, Lee HC, Escobedo MB, Hoover A V, Kamath-Rayne BD, Kapadia VS, et al.
Part 5: Neonatal Resuscitation: 2020 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation.
2020 Oct 20;142(16_suppl_2):S524–50.
12. American Heart Association. Aha guideline Update for CPR and ECC.Circulation.
2015;132
13. Irfani QI. Bantuan Hidup Dasar. Teknik. 2019; 46(6):458-461
14. Situasi Diare di Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011
15. Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier
LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium.
16. Rohmah ARN, Widyastuti Y, Estiwidani D. Hubungan Praktik Cuci Tangan Pakai
Sabun Anak Prasekolah dengan Kejadian Diare di Rw 08 Kelurahan Warungboto.
2019.
17. Rendang Indriyani, D. P., & Putra, I. G. N. S. (2020). Penanganan terkini diare pada
anak: tinjauan pustaka. Intisari Sains Medis, 11(2), 928.
https://doi.org/10.15562/ism.v11i2.848
18. Nejma I.B.S.B, Zaafrane M.H., Hassine F., Loulizi K.S., Ben Said M., Aouni M., &
Mzoughi R. Etiology of Acute Diarrhea in Tunisian Children with Emphasis on
Diarrheagenic Escherichia coli: Prevalence and Identification of E. coli Virulence
Markers. Iranian. J. Publ. Health. 2014 : 43(7):947-60
19. Hardisman. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik : Update
dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(3)
20. Handayani, “Hubungan Personal Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Dengan
Kejadian Diare Pada Balita”. Jurnal Universitas Sumatera Barat. 2021.
21. Aehlert B. PALS: Pediatric Advanced Life Support Study Guide. 4th ed. Burlington,
MA: Jones & Bartlett Learning; 2018.
22. Anigilaje EA. Management of diarrhoeal dehydration in childhood: A review for
clinicians in developing countries. Front Pediatr. 2018;6(February).
23. Hypovolemic shock | ACLS-Algorithms.com [Internet]. ACLS. [cited 2021 Sep 2].
Available from: https://acls-algorithms.com/pediatric-advanced-life-support/pediatric-
shock-overview-part-1/pals-review-hypovolemic-shock/