Anda di halaman 1dari 27

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.

com

Lenta Fernando

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) Oleh : Lenta Fernando, S.Kep

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B-GELS atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha-usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian. Istilah resusitasi atau reanimasi di dalam kamus-kamus diartikan sebagai menghidupkan kembali atau memberi hidup baru. Dalam arti luas resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap mereka yang berada dalam keadaan gawat atau kritis, untuk mencegah kematian. Kematian di dalam klinik diartikan sebagai hilangnya kesadaran dan semua refleks, disertai berhentinya pernafasan dan peredaran darah yang ireversibel. Oleh karena itu resusitasi merupakan segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran darah dan saraf, yang terhenti atau terganggu sedemikain rupa sehingga fungsinya dapat berhenti sewaktu-waktu, agar kembali menjadi normal seperti semula.Karenanya timbullah istilah Cardio Pumonary Resuscitation (CPR) yang dalam bahasa Indonesia menjadi Resusitasi Jantung Paru (RJP) B. Rumusan Masalah Apakah pengertian bantuan hidup dasar dan CPR Bagaimana indikasi bantuan hidup dasar dan CPR Bagaimana algoritma CPR BagaimanaTeknik Bhd Pada Bayi Dan Anak-Anak C. Tujuan 1. Mengidentifikasi pengertian bantuan hidup dasar dan CPR 2. Mengidentifikasi indikasi bantuan hidup dasar dan CPR 3. Mengidentifikasi Algoritma CPR 4. Mengidentifikasi Teknik Bhd Pada Bayi Dan Anak-Anak

1. 2. 3. 4.

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian a. Bantuan Hidup Dasar Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat gangguan tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak ada nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan dengan istilah BANTUAN HIDUP DASAR (BHD). Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak. Penilaian dan perawatan yang dilakukan pada bantuan hidup dasar sangat penting guna melanjutkan ketahapan selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara cermat dan terus menerus termasuk terhadap tanggapan korban pada proses pertolongan. Bila tindakan ini dilakukan sebagai kesatuan yang lengkap maka tindakan ini dikenal dengan istilah RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP). Untuk memudahkan pelaksanaannya maka digunakan akronim A- B - C yang berlaku universal. A = Airway control atau penguasaan jalan nafas B = Breathing Support atau bantuan pernafasan C = Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan Pijatan Jantung Luar dan menghentikan perdarahan besar

1. 2. 3.

b. Cardio Pulmonary Rescucitation (CRP) atau Resusitasi Kardio Pulmonal (RKP) Resusitasi Kardiopulmonal (RKP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi serta penanganan akibat terhentinya fungsi dan atau denyut jantung pada : 1. Orang-orang dimana fungsi-fungsi tersebut mengalami kegagalan total karena suatu sebab yang dating tiba-tiba. 2. Orang-orang dengan kondisi tubuh yang memungkinkan untuk hidup secara normal kembali, apabila kedua fungsi ini bekerja sebagaimana mestinya. Pengajaran resusitasi jantung paru (RJP) dibagi dalam 3 fase, yaitu : Bantuan Hidup Dasar (BDH). Bantuan Hidup Lanjut (BHL). Bantuan Hidup Jangka Lama. 9 langkah dengan menggunakan huruf abjad Fase I : untuk oksigenasi darurat, terdiri dari : 1. Airway Control : penguasaan jalan nafas. 2. Breathing Support : ventilasi bantuan dan oksigen paru darurat. 3. Circulation Support : pengenalan tidak adanya denyut nadi dan pengadaan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung, penghentian perdarahan dan posisi untuk syok. Fase II : untuk memulai sirkulasi spontan terdiri dari : 4. Drugs and Fluid Intravenous Infusion : pemberian obat dan cairan tanpa menunggu

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

5. 6. 7. 8. 9. B. 1.

2.

a. b.

hasil EKG. Electrocardioscopy (Cardiography). Fibrillation Treatment : biasanya dengan syok listrik (defibrilasi). Fase III : untuk pengelolaan intensif pasca resusitasi, terdiri dari : Gauging : menetukan dan memberi terapi penyebab kematian dan menilai sejauh mana pasien dapat diselamatkan. Human Mentation : SSP diharapkan pulih dengan tindakan resusitasi otak yang baru dan Intensive Care : resusitasi jangka panjang. Indikasi Henti Nafas Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dari korban / pasien. Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan : Tenggelam Stroke Obstruksi jalan napas Epiglotitis Overdosis obat-obatan Tersengat listrik Infark miokard Tersambar petir Koma akibat berbagai macam kasus Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung. Henti Jantung Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung. Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan : Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP). Resusitasi Jantung Paru terdiri dari 2 tahap, yaitu : Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih dan merupakan lanjutan dari survei primer.

1. Survei Primer (Primary Surgery), yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta defibrilasi.

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

A. B. C. D.

1. 2.

3.

4.

5.

Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu : A airway (jalan napas) B breathing (bantuan napas) C circulation (bantuan sirkulasi) D defibrilation (terapi listrik) Sebelum melakukan tahapan A(airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada korban / pasien, yaitu : Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong. Memastikan kesadaran dari korban / pasien. Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban / pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban / pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!! / Bu !!! / Mas !!! / Mbak !! Meminta pertolongan Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak Tolong !!! untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut. Memperbaiki posisi korban / pasien Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien harus dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang. Ingat ! penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh. Mengatur posisi penolong Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakan lutut.

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

A (AIRWAY) Jalan Napas Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukan tindakan : 1. Pemeriksaan jalan napas Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.

2.

Membuka jalan napas Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otototot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu (Head tilt chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula. Teknik membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang awam dan petugas kesehatan adalah tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas kesehatan harus dapat melakukan manuver lainnya.

B ( BREATHING ) Bantuan napas Terdiri dari 2 tahap :

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

1.

Memastikan korban / pasien tidak bernapas. Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas korban / pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban / pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.

2.

Memberikan bantuan napas. Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,52 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 400 -500 ml (10 ml/kg) atau sampai dada korban / pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 1617%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban / pasien setelah diberikan bantuan napas. Cara memberikan bantuan pernapasan : Mulut ke mulut

Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang cepat dan efektif untuk memberikan udara ke paruparu korban / pasien. Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat menghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban / pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakan orang dewasa adalah 400 -

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

500 ml (10 ml/kg). Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung. Mulut ke hidung

Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban / pasien. Mulut ke Stoma

Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma. C (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi

Terdiri dari 2 tahapan : 1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien. Ada tidaknya denyut jantung korban / pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher korban / pasien, dengan dua atau tifa jari tangan (jari telunjuk dan tengah)

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kirakira 12 cm, raba dengan lembut selama 510 detik. Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban / pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas. 2. Melakukan bantuan sirkulasi Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut : Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum). Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan diatas telapak tangan yang lainnya, hindari jarijari tangan menyentuh dinding dada korban / pasien, jarijari tangan dapat diluruskan atau menyilang. Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1,52 inci (3,85 cm). Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle). Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada saat melepaskan kompresi. Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong jika korban / pasien tidak terintubasi dan kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit (dilakukan 4 siklus permenit), untuk kemudian dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya atau tidak.

Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 6080 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

D (DEFRIBILATION)

Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah defibrilasi adalah suatu terapi dengan memberikan energi listrik. Hal ini dilakukan jika penyebab henti jantung (cardiac arrest) adalah kelainan irama jantung yang disebut dengan Fibrilasi Ventrikel. Dimasa sekarang ini sudah tersedia alat untuk defibrilasi (defibrilator) yang dapat digunakan oleh orang awam yang disebut Automatic External Defibrilation, dimana alat tersebut dapat mengetahui korban henti jantung ini harus dilakukan defibrilasi atau tidak, jika perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut dapat memberikan tanda kepada penolong untuk melakukan defibrilasi atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan sirkulasi saja.

1.

MELAKUKAN BHD 1 DAN 2 PENOLONG Orang awam hanya mempelajari cara melakukan BHD 1 penolong. Teknik BHD yang dilakukan oleh 2 penolong menyebabkan kebingungan koordinasi. BHD 1 penolong pada orang awam lebih efektif mempertahankan sirkulasi dan ventilasi yang adekuat, tetapi konsekuensinya akan menyebabkan penolong cepat lelah. BHD 1 penolong dapat mengikuti urutan sebagai berikut : Penilaian korban.

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

Tentukan kesadaran korban / pasien (sentuh dan goyangkan korban dengan lembut dan mantap), jika tidak sadar, maka 2. Minta pertolongan serta aktifkan sistem emergensi. 3. Jalan napas (AIRWAY) Posisikan korban / pasien Buka jalan napas dengan manuver tengadah kepala topang dagu. 4. Pernapasan (BREATHING) Nilai pernapasan untuk melihat ada tidaknya pernapasan dan adekuat atau tidak pernapasan korban / pasien. Jika korban / pasien dewasa tidak sadar dengan napas spontan, serta tidak adanya trauma leher (trauma tulang belakang) posisikan korban pada posisi mantap (Recovery position), dengan tetap menjaga jalan napas tetap terbuka. Jika korban / pasien dewasa tidak sadar dan tidak bernapas, lakukan bantuan napas. Di Amerika Serikat dan dinegara lainnya dilakukan bantuan napas awal sebanyak 2 kali, sedangkan di Eropa, Australia, New Zealand diberikan 5 kali. Jika pemberian napas awal terdapat kesulitan, dapat dicoba dengan membetulkan posisi kepala korban / pasien, atau ternyata tidak bisa juga maka dilakukan : Untuk orang awam dapat dilanjutkan dengan kompresi dada sebanyak 30 kali dan 2 kali ventilasi, setiap kali membuka jalan napas untuk menghembuskan napas, sambil mencari benda yang menyumbat di jalan napas, jika terlihat usahakan dikeluarkan. Untuk petugas kesehatan yang terlatih dilakukan manajemen obstruksi jalan napas oleh benda asing. Pastikan dada pasien mengembang pada saat diberikan bantuan pernapasan. Setelah memberikan napas 8-10 kali (1 menit), nilai kembali tanda tanda adanya sirkulasi dengan meraba arteri karotis, bila nadi ada cek napas, jika tidak bernapas lanjutkan kembali bantuan napas.

5.

Sirkulasi (CIRCULATION) Periksa tandatanda adanya sirkulasi setelah memberikan 2 kali bantuan pernapasan dengan cara melihat ada tidaknya pernapasan spontan, batuk atau pergerakan. Untuk petugas kesehatan terlatih hendaknya memeriksa denyut nadi pada arteri Karotis. Jika ada tandatanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan kompresi dada, hanya menilai pernapasan korban / pasien (ada atau tidak ada pernapasan) Jika tidak ada tandatanda sirkulasi, denyut nadi tidak ada lakukan kompresi dada : Letakkan telapak tangan pada posisi yang benar. Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali dengan kecepatan 100 kali per menit. Buka jalan napas dan berikan 2 kali bantuan pernapasan. Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan mulai kembali kompresi 30 kali dengan kecepatan 100 kali per menit. 6. Penilaian Ulang Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi (+2Menit) kemudian korban dievaluasi kembali, Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan napas dengan rasion 30 : 2. Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi mantap.

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 8-10 kali permenit dan monitor nadi setiap saat. Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar jalan napas tetap terbuka kemudian korban / pasien ditidurkan pada posisi sisi mantap. Untuk memudahkan pelaksanaannya maka digunakan akronim A- B - C yang berlaku universal. A = Airway control atau penguasaan jalan nafas B = Breathing Support atau bantuan pernafasan C = Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan Pijatan Jantung Luar dan menghentikan perdarahan besar Setiap tahap ABC pada RJP diawali dengan fase penilaian : penilaian respons, pernafasan dan nadi. Penilaian respons. Setelah memastikan keadaan aman (penilaian korban bag. 1), maka penolong yang tiba ditempat kejadian harus segera melakukan penilaian dini (penilaian korban bag. 2). Lakukan penilaian respons dengan cara menepuk bahu korban dan tanyakan dengan suara lantang Aktifkan sistem SPGDT Di beberapa daerah yang Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadunya sudah berjalan dengan baik, penolong dapat meminta bantuan dengan nomor akses yang ada. Bila penolong adalah tim dari sistem SPGDT maka tidak perlu mengaktifkan sistem tersebut. Prinsipnya adalah saat menentukan korban tidak respons maka ini harus dilaporkan untuk memperoleh bantuan. Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas)

Bila tidak ditemukan respons pada korban maka langkah selanjutnya adalah penolong menilai pernafasan korban apakah cukup adekuat? Untuk menilainya maka korban harus dibaringkan terlentang dengan jalan nafas terbuka. Airway control Lidah paling sering menyebabkan sumbatan jalan nafas pada kasus-kasus korban dewasa tidak ada respons, karena pada saat korban kehilangan kesadaran otot-otot akan menjadi lemas termasuk otot dasar lidah yang akan jatuh ke belakang sehingga jalan nafas jadi tertutup. Penyebab lainnya adalah adanya benda asing terutama pada bayi dan anak. Penguasan jalan nafas merupakan prioritas pada semua korban. Prosedurnya sangat bervariasi mulai dari yang sederhana sampai yang paling rumit dan penanganan bedah. Tindakan-tindakan yang lain kecil peluangnya untuk berhasil bila jalan nafas korban masih terganggu. Beberapa cara yang dikenal dan sering dilakukan untuk membebaskan jalan nafas a. Angkat Dagu Tekan Dahi :

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

Angkat Dagu Tekan Dahi Angkat Dagu Tekan Dahi Teknik ini dilakukan pada korban yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher maupun tulang belakang. b. Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver)

Jaw Thrust Maneuver Jaw Thrust Maneuver Teknik ini digunakan sebagai pengganti teknik angkat dagu tekan dahi. Teknik ini sangat sulit dilakukan tetapi merupakan teknik yang aman untuk membuka jalan nafas bagi korban yang mengalami trauma pada tulang belakang. Dengan teknik ini, kepala dan leher korban dibuat dalam posisi alami / normal. Ingat : teknik ini hanya untuk korban yang mengalami traua tulang belakang atau curiga trauma tulang belakang Pemeriksaan Jalan Nafas Setelah jalan nafas terbuka, maka periksalah jalan nafas karena terbukanya jalan nafas dengan baik dan bersih sangat diperlukan untuk pernafasan adekuat. Keadaan jalan nafas dapat ditentukan bila korban sadar, respon dan dapat berbicara dengan penolong.Perhatikan pengucapannya apakah baik atau terganggu, dan hati-hati memberikan penilaian untuk korban dengan gangguan mental.Untuk korban yang disorientasi, merasa mengambang, bingung atau tidak respon harus diwaspadai kemungkinan adanya darah, muntah atau cairan liur berlebihan

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

dalam saluran nafas. Cara ini lebih lanjut akan diterangkan pada halaman cara pemeriksaan jalan nafas. c. Membersihkan Jalan Nafas Posisi Pemulihan Bila korban dapat bernafas dengan baik dan tidak ada kecurigaan adanya cedera leher, tulang punggung atau cedera lainnya yang dapat bertambah parah akibat tindakan ini maka letakkan korban dalam posisi pemulihan atau dikenal dengan istilah posisi miring mantap. Posisi ini berguna untuk mencegah sumbatan dan jika ada cairan maka cairan akan mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam saluran nafas. Sapuan Jari Teknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda yang mengganggu jalan nafas. BREATHING SUPPORT (BANTUAN PERNAFASAN) Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong harus berupaya untuk memberikan bantuan pernafasan. Breathing Support

Breathing Support Teknik yang digunakan untuk memberikan bantuan pernafasan yaitu: a. Menggunakan mulut penolong: Mulut ke masker RJP Mulut ke APD Mulut ke mulut / hidung b. Menggunakan alat bantu:

Masker berkatup

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

Masker berkatup Kantung masker berkatup (Bag Valve Mask / BVM) Frekuensi pemberian nafas buatan: Dewasa : 10 - 12 x pernafasan / menit, masing-masing 1,5 - 2 detik Anak (1-8th) : 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik Bayi (0-1th) : lebih dari 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik Bayi baru lahir : 40 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik Bahaya bagi penolong yang melakukan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut: - Penyebaran penyakit - Kontaminasi bahan kimia - Muntahan penderita CIRCULATORY SUPPORT (Bantuan Sirkulasi) Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada dan tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis. Circulatory Support Penekanan dilakukan pada garis tengah tulang dada 2 jari di atas permukaan lengkung iga kiri dan kanan. Kedalaman penekanan disesuaikan dengan kelompok usia penderita. - Dewasa : 4 - 5 cm - Anak dan bayi : 3 - 4 cm - Bayi : 1,5 - 2,5 cm Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung masih berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung karena kekurangan oksigen. Pada saat terhentinya kedua sistem inilah seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal pengertian di atas maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru

C. ALGORITMA RKP Bila anda melihat seorang yang tidak sadar: Pertama-tama anda harus berteriak untuk meminta tolong (cari saksi) Dekati pasien tersebut dan pastikan korban benar-benar tidak sadar (check responsiveness) dengan memanggil-manggil (rangsangan suara.pen), menyentuh lembut atau memberikan rangsangan nyeri (rangsangan nyeri.pen), atau dengan memberikan bau-bauan yang cukup menyengat (rangsangan bau.pen). Perhatian, hati-hati menyentuh pasien yang terkena sengatan listrik, jangan sampai anda menjadi korban kedua. Bila tidak sadar, minta bantuan orang lain agar menelepon ambulans atau rumah sakit terdekat agar segera datang dengan alat bantuan yang lebih lengkap (call for help). Ubah posisi korban, posisikan dengan posisi tidur terlentang di tempat yang datar dan keras sebagai persiapan untuk melakukan RKP. Selanjutnya lakukan RKP dengan langkah-langkah A,B,C,D,E,F,G,H,I

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

1.

A=Airway Control

. Tujuannya untuk membuka dan mengamankan jalan nafas. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: Penolong berlutut di dekat kepala sebelah kanan korban. Jika terdapat trauma pada leher sebelah atas sampai kepala dan dicurigai terdapat trauma cervical, lakukan fiksasi pada leher dan kepala korban dengan memasang collar neck atau benda keras apapun sebagai pengganti yang cocok. Jika tonus otot korban hilang, lidah akan menyumbat faring dan epiglottis akan menyumbat laring, hal ini menjadi penyebab utama tersumbatnya jalan napas pada pasien tidak sadar.2 Oleh sebab itu, lakukan tindakan Angkat Dagu Tengadah Kepala (Head Tilt- Chin Lift Maneuver dengan mengangkat dagu ke atas dan mendorong kepala atau dahi ke belakang. Pada korban dengan trauma muka atau kepala dan dada yang dicurigai mengalami cedera servikal, lakukan teknik penarikan rahang tanpa kepala (jaw thrust

Maneuver.red) Lihat apakah ada cairan atau benda asing. Bila terdapat cairan, miringkan kepala penderita agar cairan dapat keluar (memiringkan kepala hanya dilakukan pada penderita yang tidak ada cedera tulang servikal) atau dilakukan penghisapan cairan bila peralatan tersebut tersedia. Bila terdapat benda asing maka segera keluarkan benda tersebut, salah satunya dengan teknik hentakan abdomen (Hemlich maneuver/ abdominal thrust) dan hentakan dada ( chest thrust ). Jika sumbatan jalan napas masih terjadi, dapat dicoba pemasangan pipa jalan nafas ( oropharyngeal airway atau nasopharyngeal airway ). Jika usaha ini masih belum berhasil, perlu dilakukan tracheal intubation, jika tidak bisa dilakukan maka sebagai alternative adalah cricotirotomy atau cricotiroid membrane punction dengan jarum berlumen besar

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

(missal dengan kanula intravena 14 G) Perhatikan apakah korban bernafas atau tidak dengan melakukan :lihat, dengar, rasakan (look,listen, feel). Dekatkan telinga anda ke mulut korban dan mata melihat ke arah dada. Lihat apakah ada pergerakan dinding dada seperti orang bernafas umumnya (look), dengarkan suara pernafasannya (listen), dan rasakan hembusan nafasnya (feel).

Bila tidak bernafas, lakukan langkah B. 2. B=Breathing Support. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut. Pasanglah alat bantu jalan nafas orofaring (bila ada) pada penderita, kemudian pasang kantung nafas sungkup muka. Bila terjadi di lapangan dan tanpa peralatan, lakukan dengan manipulasi dengan cara mulu ke mulut ( the kiss of life, mouth-to-mouth ), mulut ke hidung ( mouth-to-nose ) pada trauma maksilo-fasial dan saat mulut korban sulit dibuka atau mulut ke stoma trakeostomi. Letakkan tangan kanan penolong di dagudan tangan kiri penolong memencet kedua lubang hidung korban, sehingga lobang hidung tertutup rapat. Dengan demikian keadaan korban menjadi mulut menganga, dagu terangkat, kepala fleksikan. Lakukan nafas buatan sebanyak 2 kali secara perlahan, tiap ventilasi waktunya sekitar 2 detik.

Lihat apakah udara yang dipompakan dapat masuk dengan mudah, apakah dinding dada tampak naik ketika udara dipompakan, dan apakah ada udara yang keluar saat ekspirasi pasif. Bila udara tidak dapat masuk dengan mudah dan dinding dada tidak bergerak naik, pikirkan kemungkinan adanya obstruksi jalan nafas. Atasi obstruksi segera!

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

Raba denyut arteri carotis paling lama 10 detik. Bila tidak ada denyut, berarti pasien Cardiac Arrest dan lanjutkan langkah C. Bila berdenyut, lanjutkan pemberian nafas buatan dengan frekuensi 12-20 kali/menit. 2. C=Circulation Treatment.

1) 2)

3)

4) 5) 6)

1) 2)

Langkah-langkahnya sebagai berikut. Lakukan Pijat Jantung Luar (PJL) sebanyak 7 kali dan diikuti nafas buatan sebanyak 1 kali ( menurut ACLS 2008, PJL sebanyak 30 kali dan nafas buatan sebanyak 2 kali.red). Yang penting PJL dilakukan sebanyak +/- 80 kali/menit dan nafas buatan sebanyak +/- 12 kali/menit. Dengan demikian pasien terhindar dari Hipoxia Lanjut. Teknik melakukan PJL adalah sebagai berikut.5 Letakkan satu telapak tangan di atas permukaan dinding dada pada 1/3 processus xypoideus (bagian ujung sternum). Tangan yang lain diletakkan di atas tangan pertama. Dengan jari-jari terkunci, lengan lurus dan kedua bahu tepat di atas sternum korban, beri tekanan ventrikal ke bawah dengan kedalaman sekitar 3-5 cm untuk dewasa. Tekanan berasal dari bahu bukan dari tangan, sehingga tangan dan siku korban lurus dan tegak lurus dengan dada korban. Tindakan ini akan memeras jantung yang letaknya dijepit oleh dua bangunan tulang yang keras yaitu tulang dada dan tulang punggung. Pijatan jantung yang baik akan menghasilkan denyut nadi pada arteri carotis dan curah jantung sekitar 10-15% dari normal.2 Pada gerakan penekanan, usahakan penekanan sternum ke bawah selama detik dan lepaskan dengan cepat tetapi kedua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban dan tunggu detik kemudian agar jantung dan pembuluh darah terisi cukup Kompresi harus teratur, halus dan continue. Dalam kondisi apapun kompresi tidak boleh berhenti lebih dari 5 detik. Lakukan pemberian nafas sebanyak 2 kali tiap setelah 30 kali pijatan atau penekanan pada dada (jantung) dengan perbandingan 30:2. Lakukan sebanyak 5 siklus, kemudian cek kembali arteri carotis korban. Jika tetap tidak berdenyut, lanjutkan pemberian PJL. Di lapangan, saat korban menunjukkan respon yang positif terhadap pemberian Bantuan Hidup Dasar ( langkah A-B-C), maka tindakan RKP dihentikan dan letakkan korban pada posisi mantap. Caranya adalah sebagai berikut.4 Fleksikan tungkai yang terdekat dengan anda Letakkan tangan yang terdekat dengan anda di bawah bokongknya

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

3) 4) 5)

Dengan lembut gulingkan pasien pada sisinya Ekstensikan kepalanya dan pertahankan mukanya lebih rendah. Letakkan tangan pasien sebelah atas di bawah pipi sebelah bawah untuk mempertahankan ekstensi kepala dan mencegah pasien berguling ke depan. Lengan sebelah bawah yang berada di punggungnya mencegah pasien terguling ke belakang. 4. D=Drugs and Fluid Intravenous Infusion Pada tahap ini diberikan obat dan cairan tanpa menunggu hasil EKG.Obat yang diberikan adalah 1. Adrenalin Pertama yang diberikan adalah adrenalin 0,5-1,0 mg I.V dosis untuk dewasa, 10 mcg/kg pada anak-anak. Cara pemberian: IV, intratrakeal lewat pipa trakeal (1 ml adrenalin 10/00 diencerkan dengan 9 ml akuades steril, bukan NaCl) atau bila keduanya tidak mungkin: intrakardiak (hanya oleh tenaga yang sudah terlatih). Diulang tiap 5 menit dengan dosis sama sampai timbul denyut jantung spontan atau mati jantung.4 Walaupun cardiac arrestnya fibrilasi ventrikel, namun adrenalin tetap diberikan sebagai obat pilihan pertama karena fungsi adrenalin selain sebagai notropic dan chronotropic, adrenalin juga meningkatkan sensitivity otot jantung sehingga ventricle fibrillation mudah kembali ke irama sinus dengan defibrillator listrik pada jantung yang telah diberikan adrenalin.1 2. Natrium Bikarbonat Dosis mula 1 mEq/kg (bila henti jantung lebih dari 2 menit) kemudian dapat diulang tiap 10 menit dengan dosis 0,5 mEq/kg sampai timbul denyut jantung spontan atau mati jantung. Cara pemberian hanya IV.4 Dipasang infuse intravena sesuai indikasi. 5. E=EKG 6. F=Fibrilation Treatment Elektroda dipasang di sebelah kiri putting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas. Defibrilasi luar: arus searah: 100-360 Wsec (Joule) (dewasa); 100-200 Wsec (anak); 50-100 Wsec (bayi). 7. G=Gough (cari sebab Cardiac Arrest) Pada tahap ini, menentukan dan member terapi penyebab kematian dan menilai sampai sejauh mana pasien dapat diselamatkan. 8. I=Intensive Care Unit Post Cardiac Arrest, korban harus dirawat di ICU D. TEKNIK BHD PADA BAYI DAN ANAK-ANAK Prinsip Bantuan Hidup Dasar pada bayi dan anak adalah sama dengan pada orang dewasa. Akan tetapi karena ketidaksamaan ukuran, diperlukan modifikasi teknik yang disebutkan di atas yaitu sebagai berikut: a. Ekstensi kepala yang berlebihan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas pada bayi dan anak kecil. Kepala hendaknya dijaga dalam posisi netral selama diusahakan membuka jalan napas pada kelompok ini. b. Pada bayi dan anak kecil, ventilasi mulut-ke-mulut dan hidung lebih sesuai daripada ventilasi mulut-ke-mulut atau mulut-ke-hidung. Pemberian ventilasi harus lebih kecil volumnya dan frekuensi ventilasi harus ditingkatkan menjadi 1 ventilasi tiap 3 detik untuk bayi dan 1 ventilasi tiap 4 detik untuk anak-anak.

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

Pukulan punggung dengan pangkal tangan dapat diberikan pada bayi di antara 2 skapula dengan korban telungkup dan mengangkang pada lengan penolong dan hentakan dada diberikan dengan bayi terlentang, kepala terletak dibawah melintang pada paha penolong. Pukulan punggung pada anak yang lebih besar dapat diberikan dengan korban telungkup melintang di atas paha penolong dengan kepala lebih rendah dari badan, dan hentakan dada dapat diberikan dengan anak terlentang di atas lantai. d. Karena jantung terletak sedikit lebih tinggi dalam rongga toraks pada pasien-pasien muda, kompresi dada luar hendaknya diberikan dengan 2 jari pada 1 jari di bawah titik potong garis putting susu dengan sternum pada bayi dan pada tengah pertengahan bawah sternum pada anak. Penekanan sternum 1,5-2,5 cm efektif untuk bayi, tetapi pada anak diperlukan penekanan 2,5-4 cm. pada anak yang lebih besar hendaknya digunakan pangkal telapak tangan untuk kompresi dada luar. e. Selama henti jantung, pemberian komprsi dada luar harus minimal 100 kali permenit pada bayi dan 80 kali permenit pada anak-anak. Perbandingan kompresi terhadap ventilasi selalu 5:1. Usaha tindakan RKP pada langkah-langkah ABC (Bantuan Hidup Dasar) yang dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi beberapa kemungkinan hasil, yaitu sebagai berikut. a. Korban menjadi sadar kembali b. Korban dinyatakan mati. Ini bisa disebabkan karena terlambatnya pemberian tindakan RKP atau salah dalam pelaksanaannya. c. Korban belum dapat dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal ini perlu diberikan pertolongan lebih lanjut. d. Denyut jantung spontan timbul, tetapi korban belum pulih kesadarannya. Ventilasi spontan bisa ada bisa tidak. E. RJP Pada Anak Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras Tiup nafas dua kali (tanpa alat atau dengan alat) Pijat jantung dengan menggunakan satu tangan dengan bertumpu pada telapak tangan di atas tulang dada, di tengah sternum. Penekanan tulang dada dilakukan sampai turun 3-4 cm dengan frekuensi 100 kali/menit. F. RJP Pada Bayi Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras Tiup nafas 2 kali Untuk pijat jantung gunakan penekanan dua atau tiga jari. Bisa menggunakan ibu jari tangan kanan dan kiri menekan dada dengan kedua tangan melingkari punggung dan dada bayi. Bisa juga dengan menggunakan jari telunjuk, jari tengah dan atau jari manis langsung menekan dada. Tekan tulang dada sampai turun kira-kira sepertiga diameter anterior G. OBAT EMERGENCY/RESUSITASI a. Obat Resusitasi Jantung-Paru (Rjp) Epinefrin/adrenalin. Amiodaron. Lidokain. Atropin.

c.

2. 3. 4. 5.

a. b. c.

d.

6. 7. 8. 9.

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 5.

b. Obat Perbaikan Sirkulasi Dopamin Dobutamin Noradrenalin c. Lain-Lain Furosemid Morfin Nitrogliserin Digoksin Aminofilin

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan RKP atau CRP merupakan suatu usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan fungsi sirkulasi serta mengatasi akibat berhentinya fungsi-fungsi tersebut pada orang-orang yang tidak diharapkan mati pada saat itu RKP merupakan salah satu tindakan Bantuan Hidup Dasar (BHD). Tujuannya adalah untuk membantu atau mengembalikan oksigenasi, ventilasi, dan sirkulasi yang efektif hingga kembalinya sirkulasi spontan atau hingga intervensi Bantuan Hidup Lanjut (BHJL) dapat mulai dilakukan. Resusitasi mencegah agar sel-sel tidak rusak akibat kekurangan oksigen. Keberhasilan RKP ditentukan oleh kecepatan dan ketepatan RKP diberikan. Jika Apneu dan Cardiac Arrest

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

terjadi selama 4 menit, angka keberhasilan RKP lebih dari 65 % tanpa gejala sisa (sakit kepalapusing, amnesia retrograde, dll). B. Saran Perawat hendaknya menguasai tentang ilmu gawat darurat tentang bantuan hidup dasar dan CPR sehingga bisa membantu masyarakat dalam mengatasi masalahnya.

DAFTAR PUSTAKA Zaidulfar. (2010) Cardio Pulmonary Rescucitation. Proceedings of skill lab training of medical student of Block 16th of Andalas University, Indonesia Latief, Said A.dkk. (2002) Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Karo, Santoso.dkk. (2009) Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut ACLS (Advanced Cardiac Life Support) Indonesia. Jakarta:PERKI-2008 Muhiman, Muhardi.dkk. (1989) Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia HET (2010) Materi Diklat Medis, KAT serta Pengabdian Masyarakat Angkatan XXI. Padang: Hippocrates Emergency Team FK Unand 2010 Editor Lyli Ismudiat R, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal : 106, 1998. Sunatrio DR, Resusitasi Jantung Paru, Editor Muchtaruddin Mansyur, IDI, Jakarta,hal : 193.

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) Untuk Awam Oleh : Lenta Fernando, S.Kep

Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat gangguan tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak ada nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan dengan istilah BANTUAN HIDUP DASAR (BHD). Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak. Penilaian dan perawatan yang dilakukan pada bantuan hidup dasar sangat penting guna melanjutkan ketahapan selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara cermat dan terus menerus termasuk terhadap tanggapan korban pada proses pertolongan. Bila tindakan ini dilakukan sebagai kesatuan yang lengkap maka tindakan ini dikenal dengan istilah RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP). Untuk memudahkan pelaksanaannya maka digunakan akronim A- B - C yang berlaku universal. A = Airway control atau penguasaan jalan nafas B = Breathing Support atau bantuan pernafasan C = Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan Pijatan Jantung Luar dan menghentikan perdarahan besar Setiap tahap ABC pada RJP diawali dengan fase penilaian : penilaian respons, pernafasan dan nadi. Penilaian respons. Setelah memastikan keadaan aman (penilaian korban bag. 1), maka penolong yang tiba ditempat kejadian harus segera melakukan penilaian dini (penilaian korban bag. 2) . Lakukan penilaian respons dengan cara menepuk bahu korban dan tanyakan dengan suara lantang.

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

Aktifkan sistem SPGDT Di beberapa daerah yang Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadunya sudah berjalan dengan baik, penolong dapat meminta bantuan dengan nomor akses yang ada. Bila penolong adalah tim dari sistem SPGDT maka tidak perlu mengaktifkan sistem tersebut. Prinsipnya adalah saat menentukan korban tidak respons maka ini harus dilaporkan untuk memperoleh bantuan. Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas) Bila tidak ditemukan respons pada korban maka langkah selanjutnya adalah penolong menilai pernafasan korban apakah cukup adekuat? Untuk menilainya maka korban harus dibaringkan terlentang dengan jalan nafas terbuka.

Airway control Lidah paling sering menyebabkan sumbatan jalan nafas pada kasus-kasus korban dewasa tidak ada respons, karena pada saat korban kehilangan kesadaran otot-otot akan menjadi lemas termasuk otot dasar lidah yang akan jatuh ke belakang sehingga jalan nafas jadi tertutup. Penyebab lainnya adalah adanya benda asing terutama pada bayi dan anak. Penguasan jalan nafas merupakan prioritas pada semua korban. Prosedurnya sangat bervariasi mulai dari yang sederhana sampai yang paling rumit dan penanganan bedah. Tindakantindakan yang lain kecil peluangnya untuk berhasil bila jalan nafas korban masih terganggu. Beberapa cara yang dikenal dan sering dilakukan untuk membebaskan jalan nafas a. Angkat Dagu Tekan Dahi :

Angkat Dagu Tekan Dahi

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

Teknik ini dilakukan pada korban yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher maupun tulang belakang.Akan dijelaskan lebih lanjut disini. b. Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver)

Jaw Thrust Maneuver Teknik ini digunakan sebagai pengganti teknik angkat dagu tekan dahi. Teknik ini sangat sulit dilakukan tetapi merupakan teknik yang aman untuk membuka jalan nafas bagi korban yang mengalami trauma pada tulang belakang. Dengan teknik ini, kepala dan leher korban dibuat dalam posisi alami / normal. Akan dijelaskan lebih lanjut disini. Ingat : Teknik ini hanya untuk korban yang mengalami trauma tulang belakang atau curiga trauma tulang belakang Pemeriksaan Jalan Nafas Setelah jalan nafas terbuka, maka periksalah jalan nafas karena terbukanya jalan nafas dengan baik dan bersih sangat diperlukan untuk pernafasan adekuat. Keadaan jalan nafas dapat ditentukan bila korban sadar, respon dan dapat berbicara dengan penolong. Perhatikan pengucapannya apakah baik atau terganggu, dan hati-hati memberikan penilaian untuk korban dengan gangguan mental. Untuk korban yang disorientasi, merasa mengambang, bingung atau tidak respon harus diwaspadai kemungkinan adanya darah, muntah atau cairan liur berlebihan dalam saluran nafas. Cara ini lebih lanjut akan diterangkan pada halaman cara pemeriksaan jalan nafas. C. Membersihkan Jalan Nafas - Posisi Pemulihan Bila korban dapat bernafas dengan baik dan tidak ada kecurigaan adanya cedera leher, tulang punggung atau cedera lainnya yang dapat bertambah parah akibat tindakan ini maka letakkan korban dalam posisi pemulihan atau dikenal dengan istilah posisi miring mantap. Posisi ini berguna untuk mencegah sumbatan dan jika ada cairan maka cairan akan mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam saluran nafas. Penjelasan lebih lanjut disini . - Sapuan Jari Teknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda yang mengganggu jalan nafas. Penjelasan lebih lanjut disini

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

BREATHING SUPPORT (BANTUAN PERNAFASAN) Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong harus berupaya untuk memberikan bantuan pernafasan.

Breathing Support Teknik yang digunakan untuk memberikan bantuan pernafasan yaitu: a. Menggunakan mulut penolong: 1. Mulut ke masker RJP 2. Mulut ke APD 3. Mulut ke mulut / hidung b. Menggunakan alat bantu:

Masker berkatup Kantung masker berkatup (Bag Valve Mask / BVM) Frekuensi pemberian nafas buatan: Dewasa : 10 - 12 x pernafasan / menit, masing-masing 1,5 - 2 detik Anak (1-8th) : 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik Bayi (0-1th) : lebih dari 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik Bayi baru lahir : 40 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik Bahaya bagi penolong yang melakukan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut: - Penyebaran penyakit - Kontaminasi bahan kimia - Muntahan penderita Saat memberikan bantuan pernafasan petunjuk yang dipakai untuk menentukan cukup tidaknya udara yang dimasukkan adalah gerakan naiknya dada. Jangan sampai memberikan udara yang berlebihan karena dapat mengakibatkan udara juga masuk dalam lambung sehingga menyebabkan muntah dan mungkin akan menimbulkan kerusakan pada paru-paru. Jika terjadi

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

penyumbatan jalan nafas maka lakukan kembali Airway Control seperti yang dijelaskan diatas. Beberapa tanda-tanda pernafasan: Adekuat (mencukupi) - Dada dan perut bergerak naik dan turun seirama dengan pernafasan - Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut / hidung - Korban tampak nyaman - Frekuensinya cukup (12-20 x/menit) Kurang Adekuat (kurang mencukupi) - Gerakan dada kurang baik - Ada suara nafas tambahan - Kerja otot bantu nafas - Sianosis (kulit kebiruan) - Frekuensi kurang atau berlebihan - Perubahan status mental Tidak Bernafas - Tidak ada gerakan dada dan perut - Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung - Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung Teknik pemberian bantuan pernafasan akan dibahas lebih lanjut disini . Bila menggunakan masker atau APD, pastikan terpasang dengan baik dan tidak mengalami kebocoran udara saat memberikan bantuan pernafasan.

CIRCULATORY SUPPORT (Bantuan Sirkulasi) Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada dan tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis.

Circulatory Support Penekanan dilakukan pada garis tengah tulang dada 2 jari di atas permukaan lengkung iga kiri dan kanan. Kedalaman penekanan disesuaikan dengan kelompok usia penderita. - Dewasa : 4 - 5 cm - Anak dan bayi : 3 - 4 cm - Bayi : 1,5 - 2,5 cm

Downloaded from : lentzexplore.wordpress.com/ and http://fernandolenta.WebStarts.com

Lenta Fernando

Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung masih berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung karena kekurangan oksigen. Pada saat terhentinya kedua sistem inilah seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal pengertian di atas maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru.

Anda mungkin juga menyukai