Anda di halaman 1dari 21

PATOFISIOLOGI PADA GANGGUAN SISTEM

MUSKULOSKLETAL OSTEOSARCOMA

Oleh :
Kelompok II (B12-A)
1. Putu Eka Ambarawati (193223104)
2. I Wayan Eddy Wirawinata (193223070)
3. Putu Ayu Dharmaning (193223102)
4. I Gst Ayu Md Indriya Sari (193223061)
5. Made Tantri Indraswari (193223077)

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah- Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Patofisiologi Pada Gangguan Sistem
Muskuloskletal Osteosarcoma”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas KMB III.
Dalam penulisannya penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam
kelancaran pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat dan membangun demi
menyempurnakan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan
pembaca pada umumnya.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................iii
BAB I
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB II
2.1 Pengertian Osteosarcoma.........................................................................................4
2.2 Epidemiologi...........................................................................................................4
2.3 Patofisiologi............................................................................................................5
2.4 Pemeriksaan Diagnostik...........................................................................................8
2.5. Pemberian Terapi....................................................................................................9
BAB III
3.1. Kesimpulan...........................................................................................................16
BAB IV
Daftar Pustaka..............................................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tumor adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif dimana sel-selnya tidak pernah
menjadi dewasa. Pertumbuhan tumor dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak
(benigna). Terdapat dua tipe tumor tulang (neoplasma), yaitu primer dan metastasis.

Osteosarkoma merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di
bagian metafisis tulang, tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung
tulang panjang, terutama lutut. Tempat-tempat yang paling sering terkena adalah femur distal,
tibia proksimal dan humerus proksimal dan lebih sering menyerang kelompok usia 15-25 tahun.
()

Menurut WHO setiap tahun jumlah penderita kanker ± 6,25 juta orang. Di Indonesia
diperkirakan terdapat 100 penderita kanker diantara 100.000 penduduk per tahun. Dengan
jumlah penduduk 220 juta jiwa terdapat sekitar 11.000 anak yang menderita kanker per tahun. Di
Jakarta dan sekitarnya dengan jumlah penduduk 12 juta jiwa, diperkirakan terdapat 650 anak
yang menderita kanker per tahun. (www.mail-archive.com).

Menurut Errol Untung Hutagalung, seorang guru besar Ilmu Bedah Orthopedy UI, dalam
kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus
tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang
osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor
tulang dan 31% dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh kasus tumor tulang 90%
kasus datang dalam stadium lanjut. (www.kompas.com)

Dari hasil Rekam Medik di Rumah Sakit Kanker Dharmais pada tahun 2014 penderita kanker
osteosarkoma sebanyak 11, diantaranya 8 dewasa dan 4 anak- anak. Osteosarkoma sering
menyerang anak usia remaja antara 15-20 tahun, ini dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan. Dampak penyakit kronis bergantung pada pandangan anak terhadap organ
tubuhnya, penyakitnya, pengobatan yang diterimanya, dan pandangan terhadap kematian.

1
Dampak jangka panjang kondisi kesehatan kondisi kesehatan kronis dapat mengenai penderita
maupun keluarganya. Dampak pada anak tercermin pada perkembangan psikososialnya,
keterlibatannya dengan teman sebaya serta prestasi di sekolah. Sedangkan dampak terhadap
keluarganya antara lain terhadap status psikososial orang tua, aktifitas dan status ekonomi
keluarga serta peran keluarga di masyarakat. (idai.or.id diakses pada tanggal 21 Januari 2015).

Penderita penyakit kanker sering dihadapkan pada kondisi terminal akibat progresi dari
penyakit yang dialaminya, oleh karenanya masalah keperawatan yang jadi prioritas adalah
bagaimana mengembalikan kepercayaan diri pasien agar dapat kembali kepercayaan dan harga
dirinya. Seorang perawat tidak hanya melihat dari aspek psikologisnya saja tapi juga
mempertimbangkan aspek biologisnya untuk tindakan keperawatanya, perawat dapat bertindak
sebagai pemberi asuhan langsung kepada pasien dengan kanker, untuk menunjang perannya
maka perawat harus memiliki kompetensi pada bidang kognitif, interpersonal, dan psikomotor.
Pada bidang kognitif seorang perawat harus menguasi beberapa konsep seperti patofisiologi
penyakit kanker, kebutuhan manusia, dan metodelogi asuhan keperawatan. Pada bidang
interpersonal melibatkan pasien kanker dalam menyembuhkan kepercayaannya dalam hal ini
perawat harus antentif, terbuka, percaya diri, mandiri, kolaboratif etik, dan memperhatikan aspek
legal. Pada bidang psikomotor harus memiliki keterampilan, kecermatan dan standar praktek dan
didukung oleh lingkungan yang kondisif, kematangan individu. Selain itu perawat juga dapat
berperan sebagai advokator. (Ankurniawan.com diakses pada tanggal 21 Januari 2015).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep dasar penyakit osteosarkoma?

2. Bagaimanakah patofisiologi osteosarkoma?

3. Bagaimanakan pemeriksaan diagnostic pada osteosarcoma?

4. Bagaimanakah pemberin terapi pada pasien osteosarcoma?

1.3. Tujuan

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk :

2
1. Untuk mengetahui konsep osteosarcoma

2. Untuk mengetahui patofisiologi osteosarcoma

3. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic pada osteosarcoma

4. Untuk mengetahui pemberian terapi pada pasien osteosarcoma

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Osteosarcoma

Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) adalah tumor yang muncul dari mesenkim


pembentuk tulang. ( Wong. 2003: 616 ). Sarkoma osteogenik ( Osteosarkoma ) merupakan
neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang tempat
yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.
( Price. 1998: 1213 ).

Osteosarkoma merupakan tulang primer maligna yang paling sering dan paling fatal.
Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi
karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat.( Smeltzer.
2001: 2347 ). Osteosarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung. Mereka
secara umum dibagi kedalam dua kelompok yaitu tulang dan jaringan lunak. Sarkoma tulang
tidak begitu umum yang hanya sekitar 0,2% dari semua jenis tumor malignansi di Amerika
Serikat. Kira-kira ada sekitar 2-100 kasus terdiagnosa setiap tahunnya. Insiden tersebut lebih
tinggi terjadi pada orang kulit putih dan diantara pria.

2.2. Epidemiologi

Dengan perkiraan insidensi 2 kasus per 1 juta orang per tahun, osteosarkoma merupakan
tumor tulang primer ganas yang paling umum selain tumor hemopoetik intraosseus (Lamoureux
et al., 2007). Insidens osteosarkoma sekitar 20% dari semua tumor tulang dan sekitar 5% dari
seluruh tumor pediatrik. Osteosarkoma berada pada urutan ke-5 tumor ganas pada anak usia 15-
19 tahun, dan urutan ke-2 pada orang dewasa muda setelah limfoma (Wang et al., 2011).
Insidensi osteosarkoma memiliki distribusi usia bimodal, puncak pertama pada dekade ke-2
kehidupan dan puncak kedua pada orang tua. Insiden yang lebih tinggi terjadi pada anak laki-
laki, juga dilaporkan terdapat pada anak-anak Afrika dan Amerika (Bakhshi S dan
Radhakrishnan V, 2010).

Osteosarkoma sering ditemukan pada daerah metafisis tulang panjang; femur distal, tibia
proksimal, dan humerus proksimal merupakan daerah yang paling sering, karena merupakan

4
daerah pertumbuhan yang aktif pada tubuh (Wang et al., 2012). Distribusi statistik berhubungan
dengan pertumbuhan tulang: osteosarkoma lebih sering terjadi pada orang yang tinggi dibanding
orang yang pendek dan pada binatang yang besar dari pada yang lebih kecil. Dua studi telah
menunjukan bahwa pada pasien osteosarkoma muda pada usia pertumbuhan, mereka lebih tinggi
daripada populasi normal dengan usia sama (Lamoureux et al., 2007).

Angka bertahan hidup pada osteosarkoma nonmetastase kurang dari 10% pada sekitar
tahun 1970 pada saat pembedahan hanya satu-satunya pengobatan. Sejak tahun 1980,
penggunaan berbagai obat kemoterapi dan kemajuan teknik bedah telah meningkatkan angka
bertahan hidup secara drastis pada osteosarkoma non metastase hingga 65%. Angka bertahan
hidup pada osteosarkoma dengan metastase adalah 10-20% (Bielack et al. 2002).

2.3. Patofisiologi

Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat


ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini
adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. Penyebab osteosarkoma belum jelas
diketahui, adanya hubungan kekeluargaan menjadi suatu predisposisi. Begitu pula adanya
hereditery. Dikatakan beberapa virus onkogenik dapat menimbulkan osteosarkoma pada hewan
percobaan. Radiasi ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma. Akhir-akhir ini
dikatakan ada 2 tumor suppressor gene yang berperan secara signifikan terhadap tumorigenesis
pada osteosarkoma yaitu protein P53 ( kromosom 17) dan Rb (kromosom 13).

Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang memunculkan
perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma. Mulai tumbuh bisa didalam tulang
atau pada permukaan tulang dan berlanjut sampai pada jaringan lunak sekitar tulang epifisis dan
tulang rawan sendi bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor kedalam sendi. Osteosarkoma
mengadakan metastase secara hematogen paling sering keparu atau pada tulang lainnya dan
didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami metastase pada saat diagnosis ditegakkan. (Salter,
robert : 2006).

Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons osteolitik
(destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan tulang). Beberapa tumor tulang sering
terjadi dan lainnya jarang terjadi, beberapa tidak menimbulkan masalah, sementara lainnya ada

5
yang sangat berbahaya dan mengancam jiwa. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang
panjang dan biasa ditemukan pada ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia.
Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek
dan sring dengan elemen jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau
kartilaginosa yang berselang seling dengan ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini
memecah melalui dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis
membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang. Adanya tumor pada tulang menyebabkan
jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik
yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses
pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel
tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi sehingga
terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.

6
Paparan Herediterr Virus
radiasi onkogenik

Risti. infeksi
Kerusakan gen
Kompresi
Kecacatan Amputasi Nyeri
jaringan saraf
Poliferasi sel
secara abnormal

Gangg. Sel-sel tumor Proses


Berduka
Harga diri mensekresikan
neoplasma osteolitik
substansi kimia

Risti. perubahan Kemoterapi


membran mukosa /radiasi OSTEOSARKOMA
Risiko fraktur
oral

Kurang Invasi jaringan


Risti kerusakan pengetahuan lunak Vertebra Aktivitas
integritas kulit hematopetik
terganggu
Respon osteolitik
Cemas Kompresi korda
Mual muntah dan osteoblastik
spinalis
Anemia
Diare
Intake ↓ Penimbunan
Gangg.
periosteum di neurologis
sekitar lesi Gangg.
Risti. Nutrisi Produksi hormon mobilitas
kurang dari terganggu
keb.tubuh
Pertumbuhan tulang
Stressor ↑
yg abortif
Risti. Gangguan
pola seksualitas /abnormal
Merangsang
hipotalamus
posterior

Menghambat
pengeluaran ADH

7 Risti. Kekurangan Diuresis ↑


volume cairan
2.4. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
Biasanya gambaran radiogram dapat membantu untuk menentukan keganasan relatif
daritumor tulang. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis meliputi foto sinar-x lokal pada lokasi lesi atau foto survei seluruh tulang ( bone
survey ) apabila ada gambaran klinis yang mendukung adanya tumor ganas/ metastasis. Foto
polos tulang dapat memberikan gambaran tentang:
a. Lokasi lesi yang lebih akurat, apakah pada daerah epifisis, metafisis, diafisis, ataupada
organ-organ tertentu.
b. Apakah tumor bersifat soliter atau multiple.
c. Jenis tulang yang terkena.
d. Dapat memberikan gambaran sifat tumor, yaitu:
e. Batas, apakah berbatas tegas atau tidak, mengandung kalsifikasi atau tidak.
f. Sifat tumor, apakah bersifat uniform atau bervariasi, apakah memberikanreaksi pada
periosteum, apakah jaringan lunak di sekitarnya terinfiltrasi.
g. Sifat lesi, apakah berbentuk kistik atau seperti gelembung sabun.
Pemeriksaan radiologi lain yang dapat dilakukan, yaitu:

a. Pemindaian radionuklida.
Pemeriksaan ini biasanya dipergunakan pada lesi yang kecil seperti osteoma.
b. CT-scan.
Pemeriksaan CT-scan dapat memberikan informasi tentang keberadaantumor, apakah
intraoseus atau ekstraoseus.
c. MRI
MRI dapat memberika informasi tentang apakah tumor berada dalam tulang,apakah
tumor berekspansi ke dalam sendi atau ke jaringan lunak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksan laboratorium merupakan pemeriksaan tambahan/ penunjang dalam
membantumenegakkan diagnosis tumor.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi:

8
a. Darah. Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan laju endap darah, haemoglobin,fosfatase
alkali serum, elektroforesis protein serum, fosfatase asam serum yangmemberikan nilai
diagnostik pada tumor ganas tulang.
b. Urine . Pemeriksaan urine yang penting adalah pemeriksaan protein Bence-Jones.
3. Biopsi
Tujuan pengambilan biopsi adalah memperoleh material yang cukup untuk
pemeriksaanhistologist, untuk membantu menetapkan diagnosis serta grading tumor. Waktu
pelaksanaanbiopsi sangat penting sebab dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologi
yangdipergunakan pada grading. Apabila pemeriksaan CT-scan dilakukan setelah biopsi, akan
tampak perdarahan pada jaringan lunak yang memberikan kesan gambaran suatu keganasanpada
jaringan lunak.

Ada dua metode pemeriksaan biopsi, yaitu :

a. Biopsi tertutup dengan menggunakan jarum halus ( fine needle aspiration, FNA) dengan
menggunakan sitodiagnosis, merupakan salah satu biopsi untuk melakukandiagnosis pada
tumor.
b. Biopsi terbuka.
Biopsi terbuka adalah metode biopsi melalui tindakan operatif. Keunggulan biopsi terbuka
dibandingkan dengan biopsi tertutup, yaitu dapat mengambil jaringan yang lebih besar untuk
pemeriksaan histologis dan pemeriksaanultramikroskopik, mengurangi kesalahan
pengambilan jaringan, dan mengurangikecenderungan perbedaan diagnostik tumor jinak dan
tunor ganas (seperti antara enkondroma dan kondrosakroma, osteoblastoma dan
osteosarkoma). Biopsi terbuka tidak boleh dilakukan bila dapat menimbulkan kesulitan pada
prosedur operasi berikutnya, misalnya pada reseksi end-block .

2.5. Pemberian Terapi

Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis. Tujuan
penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika
memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas
yang sakit.

9
Penatalaksanaan meliputi

2.5.1. Pembedahan

Reseksi bedah dilakukan pada semua tumor yang terdeteksi, termasuk metastasis dan
merupakan langkah pertama pengobatan osteosarkoma. Ada 2 pilihan operasi yang dapat
dilakukan, eksisi dan amputasi. Batas eksisi pembedahan harus meliputi tumor, pseudokapsul
dan jaringan normal en bloc (Messerschmitt, et al., 2009).

Saat ini prosedur limb salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam operasi suatu
osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan melakukan rekonstruksinya
kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan dari ekstremitas merupakan salah satu
keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan memberikan kemoterapi preoperatif,
melakukan operasi mempertahankan ekstremitas (limb-sparing resection) dan sekaligus
melakukan rekonstruksi akan lebih aman dan mudah sehingga amputasi tidak perlu dilakukan
pada 90 sampai 95% dari penderita osteosarkoma. Dalam penelitian terbukti tidak terdapat
perbedaan survival rate antara operasi amputasi dengan limb-sparing resection. Amputasi
terpaksa dikerjakan apabila prosedur limb-salvage tidak dapat atau tidak memungkinkan lagi
dikerjakan. Setelah melakukan reseksi tumor, terjadi kehilangan cukup banyak dari tulang dan
jaringan lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk merekonstruksi kembali dari
ekstremitas tersebut (Purba D, 2016).

Biasanya untuk rekonstruksi digunakan endo-prostesis dari metal. Prostesis ini memberikan
stabilitas fiksasi yang baik sehingga penderita dapat menginjak (weight-bearing) dan
mobilisasi secara cepat, memberikan stabilitas sendi yang baik, dan fungsi dari ekstremitas
yang baik dan memuaskan. Endoprostesis metal dapat meminimalisasi komplikasi post
operasi dibanding dengan menggunakan bone graft.

2.5.2. Kemoterapi

Agen kemoterapi yang paling efektif dalam pengobatan osteosarkoma antara lain doxorubicin,
cisplatin, methotrexate, dan ifosfamide. Kombinasi berbagai obat dilakukan untuk
menghindari kemoresisten dan meningkatkan derajat nekrosis tumor (Messerschmitt, et al.,
2009).

10
Gambar 2.2.

 Respon osteosarkoma terhadap kemoterapi saja. Kemoterapi memperkecil benjolan


tumor, namun Cancer Stem Cell (CSC) yang kemoresisten dapat selamat dan
memperbarui diri dan membentuk benjolan lagi. Hal ini yang menyebabkan terjadi
rekurensi.
 Respon yang diharapkan pada osteosarkoma, kombinasi kemoterapi dan terapi yang
menarget CSC. Terapi tidak hanya membunuh sel tumor tetapi juga CSC. CSC akan
kelelahan untuk tumbuh dan hasilnya adalah eradikasi lengkap terhadap tumor (Wang
et al., 2012).

Saat ini, kemoterapi dan pembedahan hanya menyembuhkan 70% kanker karena
kemoresistensi. Osteosarkoma cancer stem cell (CSC) dianggap bertanggung jawab
terhadap kemoresistensi. Pengobatan kemoterapi saat ini dapat memperkecil ukuran
osteosarkoma CSC, namun sel osteosarkoma ini dapat memperbarui diri dan membentuk
benjolan dan menyebabkan rekurensi tumor (Sidari VA dan Qin, 2010).

2.5.2.1. Neoadjuvant Kemoterapi (Pre operatif)

11
Tujuan neoadjuvant kemoterapi untuk mengobati metastasis yang terdeteksi atau yang
dianggap mikrometastasis. Selain itu juga dapat mengurangi ukuran tumor dengan
mengurangi neovaskularisasinya sehingga tindakan pembedahan dapat diakukan dengan
lebih mudah. Pembedahan dilakukan 3-4 minggu setelah pemberian dosis terakhir
kemoterapi (Sidari VA dan Qin ,. 2010).

 Cisplatin
Cisplatin (Cis-diammine dicloro platinum (II) atau Cis-DDP) adalah obat primer
pada kanker ovarium, serviks dan endometrium. Rumus molekulnya adalah
PtCl2H6N2 dengan berat molekul 300.1. Larut dalam air pada konsentrasi 1
mg/ml. Hanya cis- isomer yang aktif sebagai regimen terapi. Cisplatin juga
merupakan bahan neutral inorganic, berbentuk square planar complex (Vita De et
al., 2011). Mekanisme kerja cisplatin sebagai agen kemoterapi adalah melalui
interaksi dengan DNA yang menyebabkan perubahan struktur pada DNA, umur
hidup sel dan program apoptosis. Molekul Cisplatin murni akan mengalami proses
aktivasi melalui tahap yang melibatkan penggantian molekul cis-chloro ligand
dengan molekul air. Kompleks Cisplatin dengan air (monoaquated) merupakan
kompleks yang sangat reaktif tetapi pembentukannya dihambat oleh ikatan dengan
molekul nukleofil endogen seperti Glutathion (GSH), Metionin, Metallothionein.
Saat memasuki sitoplasma, Cisplatin menjadi labil sehingga mudah

mengalami perubahan menjadi tidak aktif jika berikatan dengan molekul intrasel
dan sitoplasma (Vita De et al., 2011).
Sebagian besar Kemoterapi bekerja pada siklus sel tertentu, oleh karena itu perlu
dipahami kinetika sel dalam siklus pembelahan. Setiap sel yang membelah diri
akan mengikuti pola replikasi sel yang disebut waktu generasi yang terdiri atas
lima fase yaitu fase G 1, fase S, fase G 2, fase M, fase G 0. Fase G1 adalah fase
dimana diproduksi enzim untuk sintesis DNA dan RNA. Pada fase S mulai terjadi
sintesis DNA. Pada fase M terjadi mitosis, sel membelah dari satu menjadi dua.
Sel-sel yang tidak aktif akan masuk ke fase G 0, dimana proses makromolekuler
tidak aktif sehingga sel yang masuk fase ini menjadi tidak terhadap kemoterapi.
Pada proses karsinogenesis akan lebih banyak sel berada dalam fase aktif jika

12
dibandingkan sel normal. Pada jaringan normal sebagian besar populasi sel akan
berada pada Fase G 0 (Callus BA et ai., 2007)
Cisplatin menginduksi pengerusakan DNA melalui beberapa jalur. Jalur pertama
melalui aktivasi checkpoint pada siklus sel yang akan menginduksi berhentinya
fase S untuk sementara waktu yang diikuti oleh inhibisi Cdc2-cylin A atau B
kinase yang akan menyebabkan berhentinya fase G2/M. Jalur kedua adalah melalui
inhibisi DNA pada fase G1, cyclin dependent kinase akan menyebabkan aktivasi
checkpoint yang difasilitasi oleh Cdk4 inhibitor p16. Hal ini menyebabkan terjadi
akumulasi sel di fase G2 dan M (Vita De et al., 2011).
Efek kemoterapi Cisplatin merupakan proses yang kompleks, dimulai dari
masuknya obat ke sel sampai menyebabkan apoptosis. Hal ini dipengaruhi
komponen intrasel, yang menghambat apoptosis yang otomatis akan menyebabkan
sel kanker resisten terhadap Cisplatin (Siddik, 2003).
 Doxorubicin
Doxorubicin adalah antibiotik anthracycline yang banyak digunakan sebagai agen
terapeutik antitumor manusia. Sensitivitas Doxorubicin adalah hasil difusi obat ke
nukleus dan serangkaian pensinyalan yang diprakarsai oleh interaksi doxorubicin
dengan DNA. Hal ini akhirnya mengarah ke serangkaian respon terprogram yang
mencapai puncaknya dalam apoptosis sel. Doxorubicin tampaknya memiliki
banyak efek antitumor tetapi yang paling baik dipahami adalah interaksinya
dengan topoisomerase IIα (TOP2A). Enzim ini terlibat dalam memisahkan benang
DNA yang terjerat dan sebagai bagian dari fungsinya yang secara transien
menghasilkan dan kemudian memperbaiki pemecahan DNA untai ganda protein-
terikat (DSBs). Doxorubicin menstabilkan potongan intermediat untaian, tekanan
terhadap penyelesaian proses tersebut, menghasilkan banyak protein yang terikat
DSBs. DSBs memiliki banyak konsekuensi negatif bagi sel dan terutama memicu
program apoptosis tergantung- caspase yang melibatkan aktivasi master regulator
p53 dan FOXO3, dan penekanan terhadap jalur sinyal pro-pertumbuhan, yang
mengarah ke perubahan rasio protein keluarga Bcl-2 anti / pro-apoptosis. Respon
kerusakan DNA ini, adalah faktor utama yang menjelaskan efek antitumor dari
doxorubicin dan hanya dengan memblokir respons hilir terhadap kerusakan DNA

13
ini, sudah cukup untuk menumpulkan toksisitas doxorubicin. Beberapa mekanisme
lain telah diamati juga terlibat dalam sitotoksisitas doxorubicin dan ini termasuk
pembentukan

TOP2Aindependent DNA adducts, penghambatan sintesis DNA dan RNA dan


produksi mitochondrial ROS memicu apoptosis (Josiah, 2016).
2.5.2.2. Adjuvant Kemoterapi (Post operatif)
Kemoterapi post operatif dimulai 2 minggu setelah reseksi pembedahan dengan asumsi
luka operasi telah sembuh sempurna. Kemoterapi post operatif menggunakan regimen terpi
yang sama dengan kemoterapi pre operatif jika 90% nekrosis tumor ditemukan pada saat
operasi (Messerschmitt, et al., 2009)

2.5.3. Radioterapi, atau terapi kombinasi

Terapi radiasi menggunakan energi pancaran atau partikel-partikel yang terionisasi tinggi
untuk mengobati kanker. Terapi ini merupakan terapi lokal yang digunakan sendiri maupun
secara kombinasi dengan terapi lainnya seperti pembedahan, kemoterapi, dan keduanya.

2. Tindakan keperawatan

Menurut Smeltzer, 2001 : 2350

a) Manajemen nyeri

Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan
bimbingan imajinasi) dan farmakologi (pemberian analgetika).

b) Mengajarkan mekanisme koping yang efektif

Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan
secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.

c) Memberikan nutrisi yang adekuat

Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan
radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat

14
mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan
indikasi dokter.

d) Pendidikan kesehatan

Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi,
program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.

e) Jika diperlukan traksi, Prinsip Perawatan Traksi

1) Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung) dan
aktivitas terapeutik.

2) Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.

3) Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.

4) Beri penguatan pada balutan awal / pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik
aseptic dengan tepat.

5) Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.

6) Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.

7) Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas
dalam.

8) Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan

9) Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema

15
BAB III

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
a. Osteosarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung. Mereka
secara umum dibagi kedalam dua kelompok yaitu tulang dan jaringan lunak
b. Osteosarkoma sering ditemukan pada daerah metafisis tulang panjang; femur
distal, tibia proksimal, dan humerus proksimal merupakan daerah yang paling
sering, karena merupakan daerah pertumbuhan yang aktif pada tubuh (Wang et al.,
2012). Distribusi statistik berhubungan dengan pertumbuhan tulang: osteosarkoma
lebih sering terjadi pada orang yang tinggi dibanding orang yang pendek dan pada
binatang yang besar dari pada yang lebih kecil. Dua studi telah menunjukan bahwa
pada pasien osteosarkoma muda pada usia pertumbuhan, mereka lebih tinggi
daripada populasi normal dengan usia sama (Lamoureux et al., 2007).
c. Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang
sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling
sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.
Penyebab osteosarkoma belum jelas diketahui, adanya hubungan kekeluargaan
menjadi suatu predisposisi. Begitu pula adanya hereditery. Dikatakan beberapa
virus onkogenik dapat menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi
ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma. Akhir-akhir ini
dikatakan ada 2 tumor suppressor gene yang berperan secara signifikan terhadap
tumorigenesis pada osteosarkoma yaitu protein P53 ( kromosom 17) dan Rb
(kromosom 13).
d. Pemeriksaan Diagnostik osteosarcoma meliputi: Pemeriksaan Radiologi,
pemeriksaan Darah, pemeriksaan Urine, Biopsi.
e. Pemberian Terapi pada pasien osteosarcoma dibagi menjadi 2, yaitu:
 Penatalaksanaan medis meliputi: Pembedahan, kemoterapi dan radioterapi, atau
terapi kombinasi
 Tindakan keperawatan meliputi: manajemen nyeri, mengajarkan mekanisme
koping yang efektif, memberikan nutrisi yang adekuat, pendidikan kesehatan

16
17
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda juall. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku / Elizabeth J. Corwin. Jakarta: EGC.
Doenges, E, Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan
keperawatan pasien. Edisi 3 .Jakarta : EGC
Hadaming, Elvi. 2014. Askep Osteosarkoma. http://evyhadaming.blogspot.com/2014/04/askep-
osteosarkoma.html. diakses tanggal 19 Desember 2014. Pukul 20.00 wita
Kurniasih, Amanda. 2013. Laporan Pendahuluan Askep Osteosarkoma.
https://id.scribd.com/doc/168720911/Laporan-Pendahuluan-Osteosarcoma. Diakses tanggal 19
Desember 2014. Pukul 21.05 wita.
Nanda NIC-NOC.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi
Revisi Jilid 1. Jakarta : ECG
Nanda NIC-NOC.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi
Revisi Jilid 2. Jakarta : ECG
Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta : EGC
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi 8.
Jakarta : EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai