Anda di halaman 1dari 23

TRENDS DAN ISSUE SISTEM PERSARAFAN

TERAPI KOMPLEMENTER PADA NYERI KEPALA


PRIMER (MIGRAINE)

OLEH
KELOMPOK 2
B12-A

1. Putu Eka Ambarawati (193223104)


2. I Wayan Eddy Wirawinata (193223070)
3. Putu Ayu Dharmaning (193223102)
4. I Gst Ayu Md Indriya Sari (193223061)
5. Md Tantri Indraswari (193223077)

PROGRAM ALIH JENJANG


STIKES WIRA MEDIKA BALI
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “trends dan
issue sistem persarafan ”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas KMB III.
Dalam penulisannya penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
berpartisipasi dalam kelancaran pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat dan
membangun demi menyempurnakan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Denpasar, April, 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............…………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 4
1.3 Tujuan ..........………….………………….………………...….…. 4
1.4 Mamfaat............................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Cephalgia............................................................................. 6
2.2 Klasifikasi Cephalgia......................................................................... 6
2.3 Definisi Migraine............................................................................... 7
2.4 Etiologi Migraine............................................................................. 7
2.5 Klasifikasi ......................................................................................... 8
2.6 Manifestasi Klinis ........................................................................ 9
2.7 Diagnosis .......................................................................................... 10
2.8 Penatalaksanaan................................................................................. 11
2.9 Komplikasi......................................................................................... 12
2.10 Prognisis ......................................................................................... 12

BAB III ANALISA JURNAL


BAB IV PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan .......……….......…………………………….....……........ 18
3.2 Saran ........................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Nyeri kepala atau cephalgia adalah nyeri yang dirasakan didaerah kepala atau
merupakan suatu sensasi tidak nyaman yang dirasakan pada daerah kepala.
Klasifikasi The Internasional Headache Society (HIS) tahun 1988 membagi nyeri
kepala menjadi dua kategori utama yaitu primer dan sekunder. Nyeri kepala
sekunder terjadi karena gangguan organik lain seperti infeksi, trombosis, penyakit
metabolisme, tumor atau penyakit sistemik lain, sedangkan nyeri kepala primer
mencakup nyeri kepala karena ketegangan, nyeri kepala cluster dan migren (Price,
2006).

Nyeri kepala primer merupakan 90% dari semua keluhan nyeri kepala,
migren merupakan salah satu nyeri kepala primer (Goadsby, 2002). Migren
menempati urutan kedua terbanyak (29,5%) dari seluruh nyeri kepala primer
setelah tipe tegang (Lipton, 2006). Prevalensi migren pada orang dewasa adalah
10 – 12% setahun, laki – laki 6% dan perempuan 15 – 15%. Rasio migren tanpa
aura berbanding migren dengan aura adalah 5:1 (Ropper A, 2005).

Laporan WHO menunjukan bahwa 3000 serangan migren terjadi setiap hari
untuk setiap juta populasi di dunia (WHO 2001). Di negara barat angka kejadian
migren berkisar antara 8 – 14% (WHO, 2001), sedangkan menurut penelitian
Cheung (2000) tentang prevalence of migraine, tension type headache and
otherheadache in Hongkong Asia lebih rendah yaitu 4 – 8%. Data di Indonesia
yaitu dari penelitian Zuraini dkk (2005), yang membahas tentang karakteristik
nyeri kepala migren dan tension type headeche menunjukan angka kejadian
migren di Medan sebesar 18,26% pada perempuan dan 14,87% pada laki – laki
sedangkan di Jakarta 52,5% pada perempuan dan 35,8% pada laki. Serangan
migren pertama kebanyakan dialami pasien pada 3 dekade pertama kehidupan dan
angka kejadian tertinggi didapatkan pada usia produktif yaitu rentang usia 25 – 55
tahun (Lipton et al., 2006).

1
Migren merupakan penyakit nyeri kepala berulang yang idiopatik, dengan
serangan nyeri yang berlangsung 4 – 72 jam, biasanya sesisi, berdenyut, intensitas
nyeri sedang-berat, diperhebat oleh aktivitas fisik rutin, dapat disertai nausea,
fotofobia dan fonofobia dan lokasi nyeri lebih sering bifrontal ( Mansjoer, 2002).
Nyeri merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan yang bersifat subyektif
yang dapat mengganggu aktivitas. Walaupun merupakan pengalaman subyektif
dengan komponen sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, nyeri
memperlihatkan beberapa bukti obyektif, hal tersebut dapat dibuktikan dengan
mengamati ekspresi wajah pasien, mendengarkan tangisan atau erangan dan
mengamati tanda – tanda vital seperti tekanan darah, kecepatan denyut jantung
(Price, 2006). Menurut Mc Caffery (1979) nyeri adalah pengalaman apapun yang
dikatakan oleh pasien dan timbul pada saat hal tersebut diungkapkan. Dampak
nyeri pada perilaku dapat diamati dari ungkapan verbal pasien, respon vokal,
gerakan muka dan tubuh serta interaksi sosial. Nyeri yang tidak diatasi akan
menurunkan energi yang akhirnya mempengaruhi aspek kehidupan. Pasien yang
merasakan nyeri sering kali kesulitan melakukan aktivitas sehari –hari. Nyeri yang
menetap juga akan mengganggu konsentrasi pasien (Craven & Hirnle, 2000).

Manajemen nyeri yang efektif dapat meningkatkan kualitas hidup,


mengurangi ketidaknyamanan secara fisik, menstimulus mobilisasi lebih awal
sehingga dapat kembali bekerja, serta berakibat pada menurunnya jumlah
kunjungan ke rumah sakit atau klinik dan meperpendek jangka waktu perawatan
di rumah sakit (Potter, 2010). Untuk mengatasi serangan sakit kepala orang
biasanya mengggunakan terapi farmakologi seperti minum obat pereda nyeri,
tetapi tidak jarang orang mengatasi nyeri dengan terapi non farmakologik seperti
biofeedback, pijat, akupunktur, aerobic, peregangan, yoga, latihan relaksasi, terapi
panas dingin dan aromaterapi. Aromaterapi adalah salah satu terapi komplementer
yang menggunakan minyak essensial dari bau harum tumbuhan untuk mengurangi
masalah kesehatan dan meperbaiki kualitas hidup (Argi, 2013).

Aromaterapi digunakan untuk mempengaruhi emosi seseorang dan


membantu meredakan gejala penyakit. Sari minyak yang digunakan dalam
aromaterapi ini berkhasiat untuk mengurangi stress, melancarkan sirkulasi darah,
meredakan nyeri, mengurangi bengkak, menyingkirkan zat racun dari tubuh,

2
mengobati infeksi virus atau bakteri, luka bakar, tekanan darah tinggi, gangguan
pernafasan, insomnia (susah tidur), gangguan pencernaan dan penyakit lainnya.
Aromaterapi mempengaruhi sistem limbik di otak yang mempengaruhi emosi,
suasana hati dan memori, untuk menghasilkan neurohormon di endorphin dan
encephalin yang berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit dan serotonin yang
berfungsi menghilangkan stress serta kecemasan (Perez, 2003, dalam Astuti
2015). Salah satu aromaterapi yang sering digunakan adalah lavender. Lavender
selain mampu mengusir nyamuk ternyata juga memberikan efek meningkatkan
ketenangan, keseimbangan, rasa nyaman, rasa keterbukaan dan keyakinan. Selain
itu juga mengurangi rasa tertekan, stres, rasa sakit saat menstruasi, emosi yang
tidak seimbang, histeria, rasa frustrasi dan kepanikan. Kandungan utama bunga
lavender adalah linalyl asetat dan linalool (C10H18O) sedangkan linalool
merupakan kandungan aktif utama yang berperan pada efek ati cemas (relaksasi)
pada lavender (Yamada, 2005). Berbagai teknik relaksasi dengan (aromaterapi
lavender) sudah sering digunakan dalam tatanan klinik dan efeknya terhadap nyeri
dan kecemasan sudah dijelaskan dalam literature dan hasil riset, namun apakah
efektifitas dapat lebih dicapai apabila relaksasi (aromaterapi lavender) digunakan
untuk mengatasi respon nyeri pada pasien dengan cephalgia primer (migren).

Tindakan untuk mengatasi nyeri kepala primer dengan menggunakan terapi


farmakologi dan non-farmakologi. Tindakan untuk penanganan nonfarmakologi
dan tanpa efek samping yang merugikan dapat berupa terapi komplementer. Salah
satu terapi komplementer tersebut adalah terapi akupunktur. Akupunktur
merupakan teknik yang sederhana, hanya menggunakan jarum khusus serta dapat
menunjukkan efek positif dalam waktu yang relatif singkat. Jarum yang
ditusukkan akan merangsang hipotalamus pituitary untuk melepaskan beta-
endorfin yang berefek dalam mengurangi nyeri (Kiswojo, Widya, dan Lestari,
2009). Penelitian yang dilakukan oleh Keristianto, Suardana dan Sumarni (2014)
dengan judul pengaruh terapi akupunktur terhadap penurunan nyeri lutut pada
klien dengan osteoarthritis di prakik perawat mandiri Latu Usadha Abiansemal
dengan hasil terdapat penurunan skala nyeri setelah diberikan terapi akupunktur.
Skala nyeri responden sebelum diberikan akupunktur didapatkan rerata skor nyeri
sebesar 5,37 berdasarkan kategori termasuk nyeri sedang (4-6). Setelah diberikan

3
terapi akupunktur didapatkan rerata skor nyeri sebesar 2,48 yang termasuk
kategori nyeri ringan (1-3), dapat disimpulkan bahwa terapi akupunktur efektif
dalam menurunkan nyeri.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana pengertiaan cephalgia?
2. Bagaimana klasifikasi cephalgia?
3. Bagaimana pengertian migren?
4. Bagaimana etiologi migren?
5. Bagaimana klasifikasi migraine?
6. Bagaimana manifestasi klinis migren?
7. Bagaimana Diagnosis migren?
8. Bagaimana penatalaksanaan migraine?
9. Bagaimana komplikasi ?
10. Bagaimana prognosis migraine?
11. Bagaimana pengaruh terapi komplementer terhadap migren berdasarkan
jurnal ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa pengertiaan cepalgia?
2. Mengetahui klasifikasi cepalgia?
3. Mengetahui apa pengertian migren?
4. Mengetahui apa etiologi migren?
5. Mengetahui apa klasifikasi migraine?
6. Mengetahui apa manifestasi klinis migren?
7. Mengetahui apa Diagnosis migren?
8. Mengetahui apa penatalaksanaan migraine?
9. Mengetahui komplikasi migraine?
10. Mengetahui apa prognosis migraine?
11. Mengetahui apa pengaruh terapi komplementer terhadap migren
berdasarkan

4
1.4 Manfaat
Dapat digunakan sebagai evidence base practice untuk menambah
wawasan baru bagi dunia keperawatan sehingga menjadi bahan rujukan untuk
pengembangan materi dan bisa diterapkan dalam aplikasi terapi
komplementer.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Cephalgia atau nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak
mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbital sampai ke
daerah belakang kepala ( area oksipital dan sebagian daerah tengkuk ).
Chefalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama
manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan
dapat menunjukkan penyakit organik( neurologi atau penyakit lain), respon
stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau
kombinasi respon tersebut (Brunner & Suddart).
2.2 Klasifikasi
1. Nyeri kepala primer
Beberapa jenis nyeri kepala primer meliputi :
a. Migrain
b. Tension Type Headache ( nyeri kepala tipe tegang)
c. Cluster Headache ( nyeri kepala cluster)
d. Other Primary Headache ( nyeri kepala primer lainnya)
2. Nyeri kepala sekunder
Beberapa jenis nyeri sekunder meliputi :
a. Nyeri kepala berkaitan dengan trauma kepala dan / atau leher
b. Nyeri kepala berkaitan dengan kelainan vaskuler cranial atau servikal
c. Nyeri kepala berkaitan dengan kelainan non vaskuler intracranial
d. Nyeri kepala berkaitan dengan substansi dan withdrawalnya
e. Nyeri kepala berkaitan dengan infeksi
f. Nyeri kepala berkaitan dengan kelainan homoestasis
g. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler berkaitan dengan kelainan cranium,
leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur facial atau
cranial lainnya
h. Nyeri kepala berkaitan dengan kelainan psikiatrik
3. Neuralgia cranial, sentral atau nyeri facial primer kepala lainnya terbagi :
a. Neuralgia cranial dan penyebab sentral nyeri facial

6
b. Nyeri kepala lainnya, neuralgia cranial, sentral atau nyeri facial primer
2.3 Pengertian migrain

Migrain adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan


selama 4-72 jam. Karakteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas
sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan
diikuti dengan mual dan/atau fotofobia dan fonofobia.
Konsep klasik mengatakan migren adalah gangguan fungsional otak
dengan manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya mendenyut atau
mendentum yang terjadi mendadak disertai mual atau muntah.Konsep
tersebut telah diperluas oleh The Research Group On Migraine and
Headache of The World Federation Of Neurology. Migren merupakan
gangguan bersifat familial dengan karakteristik serangan nyeri kepala yang
berulang-ulang yang intensitas, frekuensi dan lamanya bervariasi.Nyeri
kepala umumnya unilateral, disertai anoreksia, mual, dan muntah.Dalam
beberapa kasus migren ini didahului oleh gangguan neurologik dan gangguan
perasaan hati.

2.4 Etiologi dan Faktor Pencetus

Menurut Harsono (2005), Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua, sampai


saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migren, diduga sebagai
gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistem saraf dan aktivasi
sistem trigeminal vaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri kepala
primer. Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migren
yaitu :
1. Perubahan hormonal
Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi
serangan akan meningkat saat menstruasi. Bahkan ada diantaranya yang
hanya merasakan serangan migren saat menstruasi.Istilah ‘menstrual
migraine’ sering digunakan untuk menyebut migren yang terjadi pada
wanita saat dua hari sebelum menstruasi dan sehari setelahnya. Ini terjadi
disebabkan penurunan kadar estrogen.

7
2. Kafein
Kafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti
minuman ringan, teh, cokelat, dan kopi. Kafein dalam jumlah yang sedikit
akan meningkatkan kewaspadaan dan tenaga, namun bila diminum dalam
dosis yang tinggi akan menyebabkan gangguan tidur, lekas marah, cemas
dan sakit kepala.
3. Ketegangan jiwa (stres) baik emosional maupun fisik atau setelah
istirahat dari ketegangan.
4. Cahaya kilat atau berkelip

Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang


terlalu tinggi akan menyebabkan sakit kepala pada manusia normal.
Mekanisme ini juga berlaku untuk penderita migren yang memiliki
kepekaan cahaya yang lebih tinggi daripada manusia normal.
5. Banyak tidur atau kurang tidur

Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur,


sering terjaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migren dan
sakit kepala tegang, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini akan
membantu mengurangi frekuensi timbulnya migren.
6. Faktor herediter

2.5 Klasifikasi
Secara umum migrain dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Migrain dengan aura


Migrain dengan aura disebut juga sebagai migrain klasik. Diawali dengan
adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri
kepala unilateral, mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan
dan manifestasi nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu
sekitar 5-20 menit.
2. Migrain tanpa aura

8
Migrain tanpa aura disebut juga sebagai migrain umum. Nyeri kepalanya
hampir sama dengan migrain aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi
kepala dan bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia, dan fonofobia.
Nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam.

2.6 Manifestasi Klinis

Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada


setiap individu.Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren,
tetapi semuanya tidak harus dialami oleh setiap individu.Fase-fase tersebut
antara lain (Aminoff, MJ et al, 2005) :
1. Fase Prodromal
Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya berupa
perubahan mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah,
letih, lesu, tidur berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu
(seperti cokelat) dan gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam
atau hari sebelum fase nyeri kepala.
2. Fase Aura
Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului
atau menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama 5-20
menit. Aura ini dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau
kombinasi dari aura-aura tersebut. Aura visual muncul pada 64% pasien
dan merupakan gejala neurologis yang paling umum terjadi. Yang khas
untuk migren adalah scintillating scotoma (tampak bintik-bintik kecil
yang banyak) , gangguan visual homonym, gangguan salah satu sisi
lapang pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak
pelan (fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah adanya
scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada salah satu mata atau
kedua mata. Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan
berbentuk zig-zag. Aura pada migren biasanya hilang dalam beberapa
menit dan kemudian diikuti dengan periode laten sebelum timbul nyeri
kepala, walaupun ada yang melaporkan tanpa periode laten.
3. Fase nyeri kepala.

9
Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral, dan awalnya
berlangsung didaerah frontotemporalis dan okular, kemudian setelah 1-
2 jam menyebar secara difus kearah posterior. Serangan berlangsung
selama 4-72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada anak-anak
berlangsung selama 1-48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang
sampai berat, dan kadang-kadang sangat mengganggu pasien dalam
menjalani aktivitas sehari-hari.
4. Fase Postdromal.
Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi menurun, dan
terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa “segar”
atau euphoria setelah terjadi serangan, sedangkan yang lainnya merasa
deperesi dan lemas.
2.7 Diagnosis

Diagnosis migren ditegakkan berdasarkan anamnesis, karena nyeri


kepala merupakan keluhan yang sangat subjektif, jarang sekali didapatkan
kelainan neurologis dan bila ada biasanya terjadi saat serangan.
1. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu digali lokasi, penjalaran, intensitas, kualitas,
gejala premonitory, aura, gejala penyerta, faktor pencetus, faktor
peringan/perberat dan riwayat keluarga.Dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang teliti ketepatan diagnosis migren mencapai 95%. Apabila
didapatkan kelainan neurologis saat serangan migren, untuk membedakan
dengan kelainan neurologis lain perlu dilakukan pemeriksaan ulang saat
bebas serangan, sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut
(Jenie MN, Kumpulan Makalah Utama Temu Regional Neurologi, 2002).
2. Pemeriksaan Fisik dan Neurologis
Disamping pemeriksaan fisik secara umum, dilakukan pemeriksaan
neurologis yang meliputi:Nervus kranialis, pupil, lapangan pandang,
gerakan bola mata, funduskopi untuk evaluasi keadaan n. II, retina dan
pembuluh darah retina, kekuatan otot, tonus dan koordinasi,reflex fisiologis
dan patologis, sensorik terutama sensorik kortikal (stereognosis), gait, bising
orbita, palpasi arteri superfisialis temporalis

10
3. Pemeriksaan Penunjang
1. EEG.

Gambaran abnormal yang sering dijumpai adalah perlambatan


aktifitas listrik, peningkatan gelombang teta dan delta di daerah
kepala belakang, pada sisi nyeri kepala kadang-kadang didapatkan
gelombang tajam yang tidak spesifik (Notowardojo, Tinjauan
Neuropsikiatrik, 2005).

2. MRI

(Magnetic Resonance Imaging). (Igarashi, 1998), melakukan


pemeriksaan MRI pada 91 penderita migren dan 98 kontrol,
didapatkan lesi kecil di substansia alba pada 15 dari 51 penderita
(29,4%), sedangkan pada kontrol 11 dari 98 orang (11,2%) dan ini
mempunyai perbedaan bermakna.

3. PET (Positron Emission Tomography).


Sachs membangkitkan serangan migren pada 5 penderita dengan
injeksi reserpin subkutan, kemudian dilakukan pemeriksaan PET 1,5
jam setelah pemberian, terjadi penurunan yang bermakna pada
metabolisme glukosa pada penderita migren (Lance JW, 2003,
Mechanism and Management of Headache, 5th edision).
4. Punksi Lumbal, dilakukan jika diperkirakan ada meningitis atau
perdarahan otak
2.8 Penatalaksanaan Migrain

Tujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan


fisiologis, mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi
media humoral ( misalnya serotonin dan histamin), dan mencegah
vasokonstriksi arteri intrakranial untuk memperbaiki aliran darah otak.
Terapi tahap akut adalah ergotamin tatrat, secara subkutan atau IM
diberikan sebanyak 0,25 – 0,5 mg. Dosis tidak boleh melewati 1mg/24 jam.
Secara oral atau sublingual dapat diberikan 2 mg segera setelah nyeri

11
timbul. Dosis tidak boleh melewati 10 mg/minggu. Dosis untuk pemberian
nasal adalah 0,5 mg (sekali semprot). Dosis tidak boleh melewati 2 mg (4
semprotan). Kontraindikasi adalah sepsis, penyakit pembuluh darah,
trombofebilitis, wanita haid, hamil atau sedang menggunakan pil anti hamil.
Pada wanita hamil, haid atau sedang menggunakan pil anti hamil berikan
pethidin 50 mg IM. Pada penderita penyakit jantung iskemik gunakan
pizotifen 3 sampai 5 kali 0,5 mg sehari. Selain ergotamin juga bisa obat –
obat lain. Terapi profilaksis menggunakan metilgliserid malead,
siproheptidin hidroklorida, pizotifen, dan propranolol
Selain menggunakan obat – obatan, migren dapat diatasi dengan
menghindari faktor penyebab, manajemen lingkungan, memperkirakan
siklus menstruasi, yoga, meditasi, dan hipnotis

2.9 Komplikasi

Komplikasi Migrain adalah rebound headache, nyeri kepala yang


disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin,
asetaminofen, dll yang berlebihan.

2.10 Prognosis

Prognosis migren dapat sembuh sempurna dengan menghindari faktor


pencetus dan meminum obat yang teratur. Tetapi berdasarkan penelitian
dalam beberapa tahun terakhir risiko untuk menderita stroke pada pasien
riwayat migren meningkat. Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke terjadi
pada orang dengan riwayat migrain.

12
BAB III
ANALISA JURNAL
JURNAL 1
Population Intervention Comparation intervention Outcam Time
Populasi dalam Jenis penelitian ini adalah Penelitian yang dilakukan hasil dari uji Shapiro Wilk didapatkan Praktik
penelitian ini preexperimental dengan rancangan oleh Keristianto, Suardana kesimpulan bahwa intensitas nyeri sebelum Perawat
adalah rerata penelitian menggunakan one-group dan Sumarni (2014) dengan dan setelah diberikan terapi akupunktur Mandiri Latu
jumlah pre test-post test design. Dalam judul pengaruh terapi merupakan data yang tidak berdistribusi Usadha
kunjungan klien penelitian ini dilakukan pretest akupunktur terhadap normal dengan nilai p sebelum diberikan antara bulan
dengan nyeri intensitas nyeri sebelum diberikan penurunan nyeri lutut pada terapi akupunktur sebesar 0,005 dan nilai p Agustus-
kepala primer terapi akupunktur dan post-test klien dengan osteoarthritis setelah diberikan terapi akupunktur sebesar Desember
yang datang ke setelah diberikan terapi akupunktur di prakik perawat mandiri 0,028. Selanjutnya dilakukan uji non 2014
Praktik Perawat Data yang dikumpulkan adalah Latu Usadha Abiansemal parametrik yaitu Wilcoxon Signed Rank
Mandiri Latu jenis data primer, yaitu hasil dengan hasil terdapat Test. Hasil analisis data dengan
Usadha antara pengukuran intensitas nyeri dengan penurunan skala nyeri menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank
bulan Agustus- menggunakan Numerical Rating setelah diberikan terapi Test dengan α=0,05 mendapatkan nilai z
Desember 2014 Scale terhadap intensitas nyeri pada akupunktur. Skala nyeri sebesar -5,353. Nilai z bernilai negative (-)
yaitu sebesar 71. klien dengan nyeri kepala primer responden sebelum yang berarti menunjukkan penurunan
Jumlah seluruh dengan menggunkan terapi diberikan akupunktur intensitas nyeri setelah diberikan terapi
sampel yang akupunktur. didapatkan rerata skor nyeri akupunktur dan didapatkan hasil dengan nilai
digunakan Penetapan klien yang akan menjadi sebesar 5,37 berdasarkan signifikan (p) yaitu 0,000 yang artinya
dalam penelitian sampel dalam penelitian sesuai kategori termasuk nyeri p<0,05 dengan tingkat kemaknaan atau
ini adalah 35 dengan kriteria inklusi seperti klien sedang (4-6). Setelah kesalahan 5%. Maka Ha diterima dan H0
orang. yang mengeluh nyeri kepala primer, diberikan terapi akupunktur ditolak yang artinya ada pengaruh terapi
Pengambilan berusia ≥12 tahun dan ≤65 tahun, didapatkan rerata skor nyeri akupunktur terhadap intensitas nyeri pada
sampel dalam tidak mendapatkan terapi sebesar 2,48 yang termasuk klien dengan nyeri kepala primer. Hal ini
penelitian ini farmakologi sebelumnya, kategori nyeri ringan (1-3), dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini
menggunakan responden yang dapat disimpulkan bahwa setelah pemberian terapi akupunktur dapat

13
teknik terapi akupunktur efektif mempengaruhi intensitas nyeri kepala
konsekutif dalam menurunkan nyeri. primer.
sampling.

JURNAL 2
Population Intervention Comparation intervention Outcam Time
Populasi yang Jenis penelitian ini pre pendapat Lipton, et al (2006) yang Hasil penelitian di dapatkan bahwa Penelitian
diambil dalam eksperimental design. Desain bahwa serangan migren pertama ada pengaruh pemberian relaksasi dilakukan di
penelitian ini penelitiannya adalah the one group kebanyakan dialami klien pada 3 (aromaterapi lavender) terhadap poli umum
adalah seluruh pretest – posttest design tanpa dekade pertama kehidupan dan angka penurunan skala nyeri pada klien Puskesmas
klien yang kelompok pembanding (control). kejadian tertinggi didapatkan pada cephalgia primer (migren) Margadana
terdiagnosa karena peneliti ingin melihat usia produktif yaitu rentang usia 25 – diperoleh p value 0,000. Kota Tegal.
cephalgia pengaruh relaksasi aromaterapi 55 tahun Kesimpulan relaksasi aromaterapi Penelitian
primer (migren) lavender terhadap penurunan skala Sejalan dengan hasil penelitian yang lavender mempunyai efektifitas dilakukan
oleh dokter yang nyeri pada klien cephalgia primer dilkakukan oleh Argi (2013) dengan yang baik dalam mengatasi nyeri. pada tanggal
berada di (migren) di Puskesmas Margadana “judul pengaruh aromaterapi Saran penelitian ini adalah relaksasi 23 Mei – 4
Puskesmas Kota Tegal tahun 2016 beserta lavender terhadap intensitas nyeri aromaterapi lavender dapat Juni 2016
Margadana Kota variabel confounding yang pada pasien pasca operasi”, hasil diterapkan sebagai terapi
Tegal dengan mempengaruhinya. Variabel penelitian yang didapatkan dimana koplementer pada tindakan mandiri
rata – rata confounding dalam penelitian ini aromaterapi lavender sangat efektif perawat dalam menejemen nyeri
kunjungan adalah karakteristik responden yang untuk menurunkan intensitas nyeri kepala karena migren.
perbulan terdiri dari umur, jenis kelamin dan dan kecemasa
sebanyak 63 pengalaman nyeri sebelumnya. penelitian Dwijayanti (2014) yang
orang. Teknik pengambilan sampel berjudul” Efek Aromaterapi
dengan cara purposive sampling Lavender Inhalasi Terhadap
yaitu berdasarkan kriteria inklusi. Intensitas Nyeri Pasca Sectio

14
Sampel dalam penelitian ini adalah Caesaria”, hasil penelitian yang
klien yang terdiagnosa cephalgia didapat menunjukkan perbedaan
primer (migren) oleh dokter di intensitas nyeri pasca seksio caesar
Puskesmas Margadana Kota Tegal setelah pemberian aromaterapi
yang berjumlah 20 responden. lavender

15
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisa 2 jurnal diatas didapatkan bahwa migraine dapat
berkurang dengan terapi komplementer akupuntur dan aromaterapi lavender
dengan perbandingan hasil sebagai berikut:

Berdasarkan jurnal 1 , karakteristik responden yang mengalami nyeri


kepala primer berdasarkan usia didapatkan 20 responden (57,2%) berada pada
rentang usia 26-45 tahun, karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin,
didapatkan sebagian besar responden yang menderita nyeri kepala primer berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 18 responden (51,4%) dan karakteristik responden
berdasarkan tipe atau klasifikasi nyeri kepala primer, sebagian besar responden
mengalami nyeri kepala tipe tegang sebanyak 20 responden (57,1%)sedangkan
pada jurnal 2 didapat rata-rata usia responden adalah 36,50 tahun dengan usia
termuda 25 tahun dan tertua 49 tahun. Usia mempunyai hubungan pengalaman
terhadap suatu masalah kesehatan atau penyakit dan pengambilan keputusan.
Seseorang yang berusia lebih tua akan mampu merespon terhadap stressor yang
dihadapi daripada seseorang yang berusia lebih muda. Sejalan dengan pendapat
Lipton, et al (2006) yang bahwa serangan migren pertama kebanyakan dialami
klien pada 3 dekade pertama kehidupan dan angka kejadian tertinggi didapatkan
pada usia produktif yaitu rentang usia 25 – 55 tahun.

Berdasarkan jurnal 1 menunjukkan bahwa sebelum diberikan terapi


akupunktur sebagian besar intensitas nyeri klien dalam kategori nyeri sedang
sebanyak 28 responden (80%), dan setelah diberikan terapi akupunktur
menunjukkan bahwa sebagian besar intensitas nyeri klien dalam kategori nyeri
ringan sebanyak 19 responden (54,3%).sedangkan pada jurnal 2 dari 20 responden
sebelum diberikan relaksasi (aromaterapi lavender) sebagian besar responden
skala nyeri pada kategori berat, tetapi setelah diberikan relaksasi (aromaterapi
lavender) ada penurunan skala nyeri yang signifikan yaitu sebagian besar
responden pada skala nyeri kategori sedang. Sejalan dengan hasil penelitian yang
dilkakukan oleh Argi (2013) dengan “judul pengaruh aromaterapi lavender
terhadap intensitas nyeri pada pasien pasca operasi”, hasil penelitian yang

16
didapatkan dimana aromaterapi lavender sangat efektif untuk menurunkan
intensitas nyeri dan kecemasan, sementara dari hasil penelitian Dwijayanti (2014)
yang berjudul” Efek Aromaterapi Lavender Inhalasi Terhadap Intensitas Nyeri
Pasca Sectio Caesaria”, hasil penelitian yang didapat menunjukkan perbedaan
intensitas nyeri pasca seksio caesar setelah pemberian aromaterapi lavender.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa terapi


komplementer akupuntur lebih efektif dibandingkan dengan aromaterapi lavender
untuk menurunkan intensitas nyeri kepala primer(migrain).

17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Migrain adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan


selama 4-72 jam. Karakteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas
sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan
diikuti dengan mual dan/atau fotofobia dan fonofobia.

Konsep klasik mengatakan migren adalah gangguan fungsional otak


dengan manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya mendenyut atau
mendentum yang terjadi mendadak disertai mual atau muntah.Konsep
tersebut telah diperluas oleh The Research Group On Migraine and
Headache of The World Federation Of Neurology. Migren merupakan
gangguan bersifat familial dengan karakteristik serangan nyeri kepala yang
berulang-ulang yang intensitas, frekuensi dan lamanya bervariasi.Nyeri
kepala umumnya unilateral, disertai anoreksia, mual, dan muntah.Dalam
beberapa kasus migren ini didahului oleh gangguan neurologik dan gangguan
perasaan hati.
Tindakan pemberian terapi akupunktur efektif dalam menurunkan
intensitas nyeri pada klien dengan nyeri kepala primer, dengan rerata skala
nyeri sebelum diberikan terapi akupunktur adalah 5,29 dan setelah diberikan
terapi akupunktur dengan rerata skala nyeri 3,40.
Berdasarkan hasil penelitian maka simpulan yang didapat adalah sebagai
berikut : 1. Ada pengaruh pemberian relaksasi (aromaterapi lavender)
terhadap penurunan skala nyeri pada klien dengan cephalgia primer (migren).
2. Diketahui dari 20 responden dengan cephalgia primer (migren) rata – rata
berumur 36,50, sebagian besar berjenis kelamin perempuan dengan
pengalaman nyeri dalam kategori tidak toleransi. 3. Rata – rata skala nyeri
klien cephalgia primer (migren) sebelum diberikan relaksasi (aromaterapi
lavender) dalam skala nyeri kategori berat, setelah diberikan relaksasi
(aromaterapi lavender) rata – rata skala nyeri dalam kategori sedang sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada penurunan skala nyeri setelah diberika relaksasi

18
(aromaterapi lavender). 4. Pemberian relaksasi (aromaterapi lavender) sangat
efektif untuk menurunkan skala nyeri pada klien cephalgia primer (migren).
5. Ada pengaruh usia dan pengalaman nyeri sebelumnya terhadap penurunan
skala nyeri klien cephalgia primer (migren), sedangkan pada jenis kelamin
tidak ada pengaruh terhadap penurunan skala nyeri.

5.2 Saran
Saran bagi perawat, mengingat bahwa penerapan terapi akupunktur
efektif untuk nyeri kepala primer, maka diharapkan kepada perawat agar
dapat melaksanakan terapi akupunktur dengan efektif serta dapat
mengaplikasikan ke seluruh masyarakat terutama yang mengalami nyeri
kepala primer. Saran bagi masyarakat diharapkan untuk masyarakat umum
dapat mencari pengobatan bukan hanya terapi farmakologi atau dengan obat
tetapi juga dapat memanfaatkan terapi akupunktur ini khususnya pada nyeri
kepala primer yang nantinya dapat mengurangi efek samping dari
penggunaan obat-obatan.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai evidence base practice
untuk menambah wawasan baru bagi dunia keperawatan sehingga menjadi
bahan rujukan untuk pengembangan materi dan bisa diterapkan dalam
aplikasi bahwa terapi komplementer seperti pemberian aromaterapi lavender
merupakan bagian dari intervensi mandiri keperawatan. 2. Institusi pelayanan
Aromaterapi lavender terbukti sangat efektif dalam menurunkan respon nyeri
pada pasien cephalgia primer (migren), maka disarankan agar aromaterapi
lavender dapat menjadi salah satu tindakan mandiri perawat dalam mengatasi
nyeri yang berfokus mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup,
dengan menggunakan terapi komplementer relaksasi aromaterapi lavender. 3.
Pengembangan ilmu keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan bahan literatur untuk penelitian selanjutnya dalam mengatasi nyeri
dengan menggunakan terapi komplementer

19
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Gaya Baru.


Dr. Syaifuddin BAC 1992. Anatomi Fisiologi. EGC. Jakarta.
Soeparman Sarwono W. 1994. Ilmu Penyakit Dalam Gaya Baru. Jakarta.
file:///E:/aromatherapi%20lavender%20pd%20migren7.pdf

file:///E:/akupungtur%20pd%20migren%20bhn%204.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai