Efikasi Dan Efektivitas Penerapan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) Pada Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorders)
Efikasi Dan Efektivitas Penerapan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) Pada Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorders)
Disusun oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
SURAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Efikasi dan
Efektivitas Penerapan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) pada Gangguan
Kecemasan (Anxiety Disorders) ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu
Farida Hidayati, S.Psi., M.Si pada mata kuliah Psikologi Klinis. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang efikasi dan efektivitas
penerapan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) pada gangguan kecemasan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Farida Hidayati, S.Psi., M.Si, selaku
dosen mata kuliah Psikologi Klinis yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan kecemasan (anxiety disorders) adalah masalah yang paling
umum dialami oleh manusia dalam semua jenjang umur (Pamungkas, 2015).
Secara keseluruhan, prevalensi gangguan ini kira-kira adalah 10% (Williams,
2003 dalam Pamungkas, 2015). Gangguan kecemasan adalah gangguan dengan
prevalensi tertinggi dari gangguan mental yang lain, dengan prevalensi sebesar
21,3% di Amerika Serikat dan 11,6% di seluruh dunia (Carpenter et al., 2018).
Selanjutnya berdasarkan data dari American Psycological Association (APA)
dalam Nevid et al. (2018) berdasarkan DSM-V memperkirakan prevalensi
gangguan kecemasan dalam populasi berdasarkan jenisnya: gangguan panik
(panic disorder) sebesar 5,1%; gangguan kecemasan menyeluruh (generalized
anxiety disorder/GAD) sebesar 9%; fobia spesifik (specific phobia) sebesar
12,5%; dan gangguan kecemasan sosial (social anxiety disorder/SAD) sebesar
12,1%. Bandelow dkk menambahkan bahwa prevalensi tertinggi dari gangguan
kecemasan dan yang paling umum adalah fobia spesifik (10,3%), disusul oleh
gangguan panik (6,0%), gangguan kecemasan sosial (2,7%) dan gangguan
kecemasan menyeluruh (2,2%) (Urban & Raś, 1998). Angka-angka tersebut
tentu tidak lah kecil dimana jika mengacu pada data tersebut maka 1 dari 10
orang di sekitar kita memiliki gangguan kecemasan.
1
Selain itu dalam beberapa kasus, gangguan kecemasan juga dapat memberikan
dampak secara fisik seperti kegelisahan, kecemasan, gemetar, sesak di bagian
perut atau dada, berkeringat hebat, telapak tangan berkeringat, kepala pusing
atau rasa ingin pingsan, mulut atau tenggorokan terasa kering, napas tersenggal-
senggal, jantung berdegup kencang, jari atau anggota tubuh merasa dingin dan
mual (Nevid et al., 2018). Karenanya, diperlukan penanganan yang tepat untuk
menyelesaikan masalah gangguan kecemasan ini.
2
1.3 Tujuan
Mengidentifikasi efikasi dan efektivitas penerapan cognitive behavioral
therapy (CBT) terhadap tiap jenis gangguan kecemasan (anxiety disorders)
berdasarkan DSM-V.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Literatur ini diharapkan dapat menambah wawasan seputar efikasi dan
efektivitas penerapan cognitive behavioral therapy (CBT) terhadap tiap
jenis gangguan kecemasan (anxiety disorders) berdasarkan DSM-V.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Cognitive behavioral therapy (CBT) didefinisikan sebagai sebuah
campuran dari intervensi kognitif dan perilaku yang dipandu oleh prinsip-
prinsip ilmu sains terapan (Otte, 2011). Intervensi perilaku bertujuan untuk
mengurangi perilaku maladaptif dan meningkatkan perilaku adapif dengan
memodifikasi anteseden dan konsekuensi melalui pelatihan behavioral yang
menghasilkan pembelajaran baru. Intervensi kognitif bertujuan untuk
memodifikasi maladaptif kognisi, pernyataan diri atau kepercayaan. Ciri khas
dari CBT adalah strategi intervensi berbasis problem-focused yang diadaptasi
dari teori belajar dan prinsip-prinsip teori kognitif (Otte, 2011).
Sesuai dengan model medis dari psikiatri, tujuan umum dari pendekatan ini
adalah pengurangan gejala, peningkatan fungsi, dan pengurangan gangguan.
Demi mencapai tujuan-tujuan ini, pasien harus menjadi partisipan yang aktif
dalam kolaborasi proses problem-solving untuk menguji validitas dari kognisi
maladaptif dan untuk memodifikasi pola perilaku maladaptif (Hofmann et al.,
2012).
4
1) Exposure
Teknik ini didesain untuk membantu pasien menghadapi situasi yang
mereka takuti dan tetap terikat secara psikologis sehingga proses
pengondisian natural terlibat dalam pengurangan atau pemunahan
ketakutan yang dapat terjadi. Tahap pertama, pasien dan terapis
membuat peringkat situasi yang dapat memicu kecemasan/ketakutan.
Untuk menjaga kecemasan masih dalam batas toleransi, pasien akan
memulai dari ketakutan dengan ranking paling rendah dan terus
meningkat ke situasi yang lebih sulit apabila situasi di bawahnya telah
dikuasai. Pelaksanaannya dapat berupa imajinasi, role play, atau
menghadapi ketakutannya secara langsung. Pasien akan diminta untuk
terus menghadapi situasi-situasi ini dan berlanjut hingga kecemasannya
secara natural surut.
2) Cognitive Restructuring
Penemuan dari berbagai penelitian psikopatologi eksperimental
menyatakan bahwa penting bagi pasien untuk melawan pemikiran
mereka akan situasi menakutkan dan kepercayaan yang mungkin
membutakan mereka. Pada teknik ini, pasien akan diminta untuk 1)
mengidentifikasi pemikiran negatif yang pernah dialami sebelumnya,
2) mengevaluasi akurasi dari pemikiran mereka pada data yang berasal
dari socratic questioning, dan 3) memperoleh pemikiran alternatif yang
rasional berdasarkan informasi yang telah didapatkan. Teknik ini
mengandung eksposur komponen substantif. Walau pun demikian,
fokus dari eksposur pada konteks ini adalah pada koleksi informasi
yang akan memperbolehkan pasien untuk merevisi penilaian mereka
atas tingkatan resiko akan situasi yang ditakuti.
3) Relaxation Training
Teknik ini membantu pasien mempelajari cara mengontrol tingkat
gairah psikologis yang dialami ketika atau sebagai antisipasi dari
peristiwa yang ditakuti. Pasien akan belajar untuk rileksi melalui
pelatihan yang melibatkan bagian-bagian otot yang berbeda, diawali
dengan latihan sesi dan dapat dilanjutkan di rumah. Pasien akan fokus
5
pada bagian otot tertentu, menegangkannya selama 5 sampai 10 detik,
dan kemudian melepaskan tegangannya, menyadari perbedaan antara
perasaan akan tegangan dan rileks yang berfokus pada sensasi dari
relaksasi tersebut (seperti kehangatan, rasa berat). Pasien kemudian
akan mempelajari cara untuk mendeteksi tubuh mereka melalui
ketegangan otot dan pelepasan tegangan dengan mengingat bagaimana
sensasi dari otot-otot tersebut ketika rileks.
4) Social Skills Training
Pada teknik ini pasien akan dilatih dengan beberapa pelatihan sosial
umum seperti therapist modelling, pelatihan perilaku, tanggapan balik
berupa koreksi, reinforcement sosial, dan tugas rumahan. Teknik ini
dapat memberikan dampak positif dikarenakan aspek pada pelatihan
(seperti pengulangan pelatihan dari perilaku sosial yang ditakuti), aspek
eksposur (seperti konfrontasi akan situasi yang ditakuti), atau elemen
kognitif (seperti tanggapan balik koreksi tentang kecukupan perilaku
sosial). Teknik ini juga dapat dengan mudah dikombinasikan dengnan
teknik-teknik lain seperti cognitive restructuring atau exposure.
6
1) Ciri fisik
Meliputi kegelisahan, kecemasan, gemetar, sesak di bagian perut atau
dada, berkeringan hebat, telapak tangan berkeringat, kepala pusing atau
rasa ingin pingsan, mulut atau tenggorokan terasa kering, napas
tersenggal-senggal, jantung berdegup kencang, jari atau anggota tubuh
terasa dingin dan mual adalah beberapa dari banyaknya simtom-simtom
fisik lainnya.
2) Ciri perilaku
Meliputi perilaku menghindar, perilaku bergantung dan perilaku
gelisah.
3) Ciri kognitif
Meliputi kekhawatiran, merasa takut atau cemas akan masa depan,
terlalu memikirkan atau sangat waspada dengan sensasi yang muncul
di tubuh, takut kehilangan kendali, memikirkan pikiran yang
mengganggu secara terus-menerus, memiliki pemikiran yang
membingungkan, sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikirannya
dan berpikir bahwa segala sesuatunya menjadi tidak terkendali.
7
biasanya diikuti oleh agoraphobia, yang didefinisikan sebagai rasa
takut yang berlebihan ketika berada di keramaian pada tempat atau
situasi yang dirasa sulit untuk keluar atau sulit mendapatkan bantuan
(Otte, 2011;Berle et al., 2008). Namun, serangan panik tanpa disertai
agoraphobia lebih umum ditemukan daripada serangan panik dengan
disertai agoraphobia (Grant et al., 2006 dalam Nevid, 2018).
b) Gangguan Fobia Spesifik (Specific Phobia)
Kata fobia (phobia) berasal dari bahasa Yunani yaitu phobos, yang
berarti “takut”. Konsep rasa takut dan kecemasan sangat berhubungan.
Ketakutan adalah kecemasan yang dialami sebagai respons terhadap
ancaman tertentu. Fobia adalah ketakutan akan sebuah objek atau
situasi yang tidak sepadan dengan ancaman yang dimilikinya.
Sedangkan, fobia spesifik (specific phobia) adalah ketakutan berlebih
yang persisten terhadap objek atau situasi tertentu yang tidak sesuai
dengan bahaya yang sebenarnya dimiliki objek atau situasi ini (Nevid
et al., 2018).
c) Gangguan Kecemasan Menyeluruh (Generalized Anxiety
Disorder/GAD)
Gangguan kecemasan menyeluruh ditandai oleh kecemasan
berlebihan dan tidak terkendalikan. Gangguan ini dipercaya
dipengaruhi oleh bias kognitif (atensi dan pertimbangan) terhadap
stimulus yang dianggap sebagai ancaman yang relevan dan fungsi dari
kecemasan dan perilaku waspada berlebihan sebagai upaya
penghindaran dari gambaran bahaya (Otte, 2011).
d) Gangguan Kecemasan Sosial (Social Anxiety Disorder/SAD)
Gangguan kecemasan sosial (atau fobia sosial) dikarakteristikkan
oleh ketakutan akan kinerja, ketakutan yang berlebihan akan adanya
pengawasan, dan ketakutan akan perilaku yang mungkin memalukan.
Kebanyakan dari pasien bersikap oversensitif terhadap pendapat dan
asumsi dari orang lain serta memiliki self-esteem yang rendah,
meskipun mereka merasa ketakutan mereka berlebihan dan di luar batas
wajar. Ketika menjalani situasi yang ditakuti, atau bahkan
8
menghindarinya, beberapa pasien menderita gejala fisik seperti
berkeringat, gemetar, atau merasa malu, dan gejala-gegala ini dapat
menjadi pemicu kecemasan mereka sendiri akan situasi sosial tertentu
(Otte, 2011).
r
X Y
Keterangan:
9
Efektivitas Cognitive Pamungkas, D. Retno
Behavior Therapy (CBT)
3. untuk Gangguan Kecemasan 2015
pada Anak: Sebuah Studi
Literatur
Psychodynamic Therapy and F. Leichsenring
Cognitive-Behavioral
4. Therapy in Social Anxiety 2013
Disorder: A Multicenter
Randomized Controlled Trial
Cognitive Reappraisal Self- P. Goldin, M. Ziv, H.
Efficacy Meditates the Effects Jazaieri, K. Werner, H.
5. of Individual Cognitive- Kraemer, R.G. 2013
Behavioral Therapy for Social Heimberg, & J.J. Gross
Anxiety Disorder
Effects of Cognitive- Lipka, Judith
Behavioral Therapy on Brain: Hoffmann, Marius
Responses to Subliminal and Miltner, Wolfgang H R
6. 2013
Supraliminal Threat and Straube, Thomaset
Their Functional Significance
in Specific Phobia
The Efficacy of CBT: A S.G. Hofmann, A.
7. Review of Meta-Analyses Asnaani, I.J.J. Vonk, 2012
A.T. Sawyer, & A. Fang
Cognitive Behavioral Therapy C. Otte
8. in Anxiety Disorders: Current 2011
State of The Evidence
A Randomized Clinical Trial M. Dugas , P. Brillion,
of Cognitive-Behavioral P. Savard, J. Trucotte,
9. Therapy and Applied A. Gaudet, R. 2010
Relaxation for Adults With Ladouceur, R. Leblanc,
Generalized Anxiety Disorder & N.J. Gervais
10
Cognitive-Behavioral M.W. Otto & C.
Therapy and The Treatment of Deveney
10. 2005
Panic Disorder: Efficacy and
Strategies
Cognitive-Behavioral R.G. Heimberg
Therapy for Social Anxiety
11. `2002
Disorder: Current Status and
Future Directions
11
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Cognitive Behavioral Therapy (CBT) pada Gangguan Panik
Penerapan CBT pada gangguan panik biasanya melibatkan pendidikan
seputar alam dan fisiologi dari respon panik. Teknik terapi kognitif didesain
untuk memodifikasi kesalahan interpretasi dari gejala-gejala panik dan
konsekuensinya, yang juga menghasilkan eksposur pada sensasi tubuh yang
berhubungan dengan panik dan penghindaran akan situasi tertentu (Otte, 2011).
Pemberian perawatan diinisiasi dengan diskusi informasional yang didesain
untuk memberikan pemahaman kepada pasien tentang gejala dari gangguan
kecemasan dan gangguan panik, peran dari pikiran, pengondisian rasa takut,
dan penghindaran yang menjadi bagian dari gangguan panik. Intervensi
informasional juga diberikan pada awal perawatan dan diikuti oleh sesi
pelatihan konsep dan prosedur, dengan pemberian tugas pascapelatihan di luar
klinik. Penting untuk menolong pasien gangguan panik agar cepat
mendapatkan pemahaman pada bagaimana gangguannya bekerja dan
bagimana intervensinya dapat diaplikasikan (Otto & Deveney, 2005).
12
Hasil meta analisis yang dilakukan oleh Otte (2011) menyatakan bahwa
terdapat 5 studi yang meneliti efikasi dari CBT pada gangguan panik dengan
randomized placebo-controlled design. Didapatkan efek yang diberikan
sebesar 0.35 dan terindikasi sebagai efek yang rendah menuju sedang.
Selanjutnya, beberapa studi yang meneliti efektivitas dari penerapan CBT pada
gangguan panik menunjukkan hasil dimana ukuran efek yang diberikan pada
gangguan panik sebesar 1,01 (tinggi). Hasil lain ditunjukkan oleh penelitian
yang dilakukan oleh Hofmann et al. (2012) yang menyatakan bahwa pemberian
teknik exposure dalam penerapan CBT pada gangguan panik memiliki
efektivitas sedang. Selanjutnya, secara keseluruhan pada pemberian CBT jarak
jauh (RCBT) memiliki efektivitas yang tinggi (1,18) apabila diberikan dengan
within-group, dan pada between-group juga didapatkan hasil yang tinggi yaitu
(0,82) (Efron & Wootton, 2021).
13
et al. (2010) prosedur CBT yang diterapkan adalah psychoeducation and worry
awareness training (1 sesi), uncertainty recognition and behavioral exposure
(3 sesi), reevaluation of the usefulness of worry (1 sesi), problem-solving
training (3 sesi), imaginal exposure (3 sesi), tension-release training (4 sesi),
relaxation by recall (2 sesi), relaxation by counting (1 sesi) dan conditioned
relaxation (3 sesi).
Didapatkan hasil bahwa ukuran efek kontrol dari CBT pada GAD sebesar
0,51 dengan indikasi efek tergolong sedang. Kemudian, pada 11 studi yang
meneliti efektivitas efek CBT pada GAD didapatkan hasil sebesar 0,92 (tinggi)
(Otte, 2011). Hasil ini juga didukung oleh penelitian lain yang menyatakan
bahwa pada GAD, CBT lebih unggul jika dibandingkan dengan pil plasebo,
dan memiliki efikasi yang setara dengan terapi relaksasi, terapi suportif, atau
psikofarmakologi (Hofmann et al., 2012). Hasil serupa juga didapatkan pada
penelitian yang dilakukan oleh Dugas et al. (2010) dimana CBT lebih unggul
dalam menunjukkan perkembangan akan menurunnya GAD dibandingkan
dengan pengaplikasian relaksasi.
14
pascaperawatan seketika jika dibandingkan dengan perawatan kontrol atau
daftar tunggu (Hofmann et al., 2012). Dalam percobaan multicenter
randomized controlled, didapatkan bahwa CBT memiliki efikasi yang lebih
tinggi dIbandingkan dengan terapi psychodynamic pada SAD (Leichsenring,
2013). Dalam 11 studi, didapatkan efektivitas dari dampak CBT terhadap SAD
sebesar 1,04 (tinggi) (Otte, 2011).
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan berbagai penelitian yang telah direview, penerapan cognitive
behavioral therapy (CBT) pada gangguan kecemasan (anxiety disorders)
secara keseluruhan memiliki efikasi sedang ke tinggi dengan efektivitas yang
tinggi. Efikasi penerapan CBT pada gangguan panik (panic disorder) adalah
rendah menuju sedang dengan efektivitas yang tinggi namun menjadi sedang
apabila dilakukan secara jarak jauh (RCBT). Efikasi penerapan CBT pada
gangguan fobia spesifik (specific phobia) adalah tinggi dan dinilai efektif.
Efikasi penerapan CBT pada gangguan kecemasan menyeluruh (generalized
anxiety disorder/GAD) adalah sedang dengan efektivitas tinggi. Dan efikasi
penerapan CBT pada gangguan kecemasan sosial (social anxiety
disorder/SAD) adalah sedang menuju tinggi dengan efektivitas tinggi.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil review tersebut, maka CBT sangat direkomendasikan
untuk diterapkan sebagai terapi pada gangguan kecemasan. Jenis gangguan
kecemasan yang paling sesuai untuk diintervensi menggunakan CBT adalah
gangguan kecemasan sosial. Studi ini masih memiliki kekurangan di antaranya
kurangnya sumber referensi sebagai perbandingan dimana pada studi ini hanya
terdapat 2-4 studi di setiap jenis gangguan kecemasan. Sehingga, apabila
terdapat peneliti yang tertarik untuk mebahas topik serupa, peneliti bisa
mengupayakan untuk mencari refensi lain agar hasil yang diberikan juga lebih
mendalam.
16
DAFTAR PUSTAKA
Boydston, L., French, W. P., & Varley, C. K. (2015). Anxiety disorders. Behavioral
Pediatrics: Fourth Edition, 80(5), 265–275.
https://doi.org/10.1177/0091217416636575
Dugas, M. J., Brillon, P., Savard, P., Turcotte, J., Gaudet, A., Ladouceur, R.,
Leblanc, R., & Gervais, N. J. (2010). A Randomized Clinical Trial of
Cognitive-Behavioral Therapy and Applied Relaxation for Adults With
Generalized Anxiety Disorder. Behavior Therapy, 41(1), 46–58.
https://doi.org/10.1016/j.beth.2008.12.004
Efron, G., & Wootton, B. M. (2021). Remote cognitive behavioral therapy for panic
disorder: A meta-analysis. Journal of Anxiety Disorders, 79(February),
102385. https://doi.org/10.1016/j.janxdis.2021.102385
Goldin, P., Ph, D., Ziv, M., Ph, D., Jazaieri, H., Werner, K., Ph, D., Kraemer, H.,
Ph, D., Heimberg, R. G., Ph, D., Gross, J. J., & Ph, D. (2013). NIH Public
Access. 80(6), 1034–1040. https://doi.org/10.1037/a0028555.Cognitive
Hofmann, S. G., Asnaani, A., Vonk, I. J. J., Sawyer, A. T., & Fang, A. (2012). The
efficacy of CBT: a review of meta-analyses. Cognitive Therapy Research,
36(5), 427–440. https://doi.org/10.1007/s10608-012-9476-1.The
Lipka, J., Hoffmann, M., Miltner, W. H. R., & Straube, T. (2013). Effects of
Cognitive-Behavioral Therapy on Brain. Biological Psychiatry, 76(11), 869–
877. https://doi.org/10.1016/j.biopsych.2013.11.008
17
Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2018). Psikologi Abnormal di Dunia yang
Terus Berubah. Jakarta: Penerbit Erlangga
Otto, M. W., & Deveney, C. (2005). Cognitive-behavioral therapy and the treatment
of panic disorder: Efficacy and strategies. Journal of Clinical Psychiatry,
66(SUPPL. 4), 28–32.
Urban, S., & Raś, P. (1998). Treatment of anxiety disorders. Wiadomości Lekarskie
(Warsaw, Poland : 1960), 51(1–2), 82–89.
https://doi.org/10.4135/9781452229546.n28
18