KEPERAWATAN GERONTIK
Disusun oleh:
Kelompok 3
FEBY SEPTI MUSWARI (1710142010006)
MAYANG AFRIOLA (1710142010015)
MERI ARDIANTI (1710142010016)
RIKA OKTA WISMA (1710142010033)
TIOVANNY OKTAVIA D (1710142010040)
TIOVYNNA OKTAVIA D (1710142010041)
ZAINUL EFINA (1710142010044)
Dosen Pembimbing:
NS. Ade Sriwahyuni SY, S.Kep, MNS
PRODI S1 KEPERAWATAN
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-
Nya lah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah keperawatan gerontik
ini yang berjudul ”Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Depresi" ini tepat pada waktu yang
telah ditentukan.
Pada kesempatan ini juga kami berterimakasih atas bimbingan dan masukan dari semua
pihak yang telah member kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah ini
baik itu secara langsung mau pun tidak langsung.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi
kalimat, isi maupun dalam penyusunan.Oleh Karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.3.Tujuan Penulisan............................................................................................................5
3.1 Pengkajian................................................................................................................22
3. 4 Diagnosa Keperawatan
.................................................................................................................................................
......26
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan................................................................................................................33
4.2 Saran..........................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................34
BAB I
PENDAHULUAN
Lanjut usia adalah seseorang yang usianya mencapai lebih dari sama dengan 60
tahun berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia (Kemenkes, 2016). Menurut WHO, lansia dibagi menjadi tiga kategori yaitu, usia
lanjut (60-70 tahun), usia tua (75-89 tahun) dan usia sangat lanjut (>90 tahun). Seorang
lansia akan mengalami kemunduran secara fisik dan psikis. Aspek fisik dan psikis pada
proses penuaan memiliki keterkaitan yang erat. Pada lansia, menurunnya kemampuan
merespon stres dan perubahan fisik menempatkan mereka pada resiko terkena penyakit
dan perburukan fungsional. Proses menua merupakan proses alamiah yang telah melalui
tiga tahap kehidupan diantaranya masa anak, masa dewasa, dan masa tua. Tiga tahap ini
memliki perbedaan baik biologis maupun psikologis (Mubarok dkk, 2011).
Depresi merupakan masalah psikologis yang banyak terjadi pada lanjut usia.
Masalah tersebut ditandai dengan perasaan sedih mendalam yang berdampak pada
gangguan interaksi sosial. Tidak jarang gejala depresi juga berupa gangguan fisik seperti
insomnia dan berkurangnya napsu makan. Depresi seringkali tidak terdeteksi pada lanjut
usia karena dianggap sebagai akibat dari proses penuaan dan penyakit kronis yang
dialami oleh lanjut usia. Depresi yang sering dialami lansia tersebut juga menyebabkan
gangguan mekanisme koping pada penderitanya, kebanyakan pada klien lansia dengan
depresi mengalami koping individu yang tidak efektif (Irawan, 2013). Deteksi dini dan
penanganan yang tepat terhadap depresi dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas
hidup bagi lanjut usia (Dewi, 2014).
Menurut WHO (2013), depresi merupakan gangguan psikologis terbesar ketiga yang
diperkirakan terjadi pada 5% penduduk di dunia. Penelitian yang dilakukan oleh
Pracheth &Chowti (2013) di India, memberikan hasil dari 218 lanjut usia yang diteliti,
terdapat 64 orang (29,36%) yang mengalami depresi. Di Indonesia, belum ada penelitian
yang menyebutkan secara pasti tentang jumlah prevalensi lanjut usia yang mengalami
depresi. Namun peningkatan jumlah penderita depresi dapat diamati bertambah dari
waktu ke waktu melalui peningkatan jumlah kunjungan pasien yang berobat ke
pelayananan kesehatan maupun peningkatan obat psikofarmaka yang diresepkan oleh
dokter (Hawari, 2013).
1.3.Tujuan Penulisan
1) Mahasiswa memahami Pengertian, Batasan, Karakteristik dan Klasifikasi Lansia
2) Mahasiswa mampu memahami Proses Menua
3) Mahasiswa mampu memahami Apa yang dimaksud dengan Depresi
4) Mahasiswa mampu memahami faktor penyebab Depresi
5) Mahasiswa mampu memahami Tanda Dan Gejala Depresi
6) Mahasiswa mampu memahami Tingkat Depresi Pada Lansia
7) Mahasiswa mampu memahami Dampak Depresi Pada Lansia
8) Mahasiswa mampu memahami Psikososial pada lansia
9) Mahasiswa mampu memahami Faktor Yang Mendasari Interaksisosial
10) Mahasiswa mampu memahami skala Pengukuran Psikososial
11) Mahasiswa mampu memahami Skala Pengukuran Depresi Pada Lansia
12) Mahasiswa mampu memahami Penatalaksanaan Depresi Pada Lansia
13) Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Depresi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai
dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika
manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan
melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas
dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi
manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru
dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkunganya (Darmojo&Martono, 2004). Seseorang dikatakan lansia ialah apabila
berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya baik secara jasmani, rohani, maupun sosial (Nugroho, 2012).
Lansia memiliki karakteristik yaitu berusia lebih dari 60 tahun, kebutuhan dan
masalah yang bervariasi dari dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan
biopsikososial dan spiritual, kondisi adaptif sehingga kondisi maladaptif
(maryam,2008).
2.1.4 Klasifikasi Lansia
c) Lansia resiko tinggi ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan
d) Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
e) Lansia yang tidak potnsial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada orang lain
Proses menua merupakan suatu proses yang wajar, bersifat alami dan pasti
akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur panjang (Nugroho,2000).
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu (stanley and patricia,2006).
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Wahyulingsih
dan Sukamto, 2004).
a) Faktor Biologis
Berdasarkan faktor biologis, faktor genetik menjadi penyebab timbulnya
depresi. Depresi lebih sering terjadi pada orang yang mempunyai riwayat
trauma, kekerasan seksual, kekerasan fisik, cacat fisik, dan penyakit kronis.
b) Faktor Psikososial
Berdasarkan faktor psikososial, terdapat empat kategori yang berpotensi
menyebabkan depresi, yaitu: stress, perasaan tidak berdaya dan kehilangan
harapan, pertahanan yang ekstrim melawan stress dan pengaruh hubungan
interpersonal dari gangguan afektif. Stress dengan faktor pencetus karena
depresi biasanya terjadi karena adanya stressor. Menurut (Friedman 1998 dalam
Kristiyaningsih 2011) stress sangat rentan terjadi pada lanjut usia karena faktor
kehilangan, penurunan kesehatan fisik, dan kurangnya dukungan dari keluarga.
Stress pada usia lanjut, akan mempengaruhi koping pada lansia tidak adekuat.
Koping yang tidak adekuat dalam menghadapi masalah, yang akan
menyebabkan krisi yang bertumpuk dan berkepanjangan yang akhirnya dapat
menimbulkan gejala depresi.
c) Faktor Kognitif
Pendekatan kognitif memberikan sudut pandang lain terhadap gangguan suasana
hati. Individu-individu yang depresi memiliki pikiran yang positif. Mereka
memaknai hidup mereka dalam cara-cara memukul diri sendiri dan memiliki
harapan negatif tentang masa depan mereka.
c) Kehilangan
kehilangan yang mencakup kejadian nyata atau hanya khayalan (yang
diakibatkan persepsi seseorang terhadap kejadian), seperti kasih sayang,
kehilangan orang yang berarti, fungsi sisik, harga diri, dan dapat juga mencakup
kehilangan teman lama, kenangan terindah, dan tetangga yang baik, Kehilangan
pasangan hidup, kehilangan teman dekat, dan kehilangan anggota tubuh karena
penyakit. Faktor kehilangan menyebabkan stres yang berlebihan dan
berkepanjangan, kehilangan salah satu penyebab terjadinya depresi pada lansia.
Fisik
Merasa kondisi menurun, lelah, pegal-pegal, kehilangan nafsu makan, sakit,
gangguan tidur, kehilangan berat badan, tidak bisa bersantai, berdebar-debar
dan berkeringat, agitasi dan konstipasi.
Faktor Genetik Faktor Usia Faktor Gender Penyakit kronis Stress Harga diri Pola pikir Kepribadian
Mudah stress
DEPRESI pada Lansia
Gejala Depresi Lansia
Kelliat (1996)
Menurut (Maslin, 1997 dalam Lilik Ma’rifatul, 2011) , tingkatan depresi ada tiga
berdasarkan gejala-gejalanya yaitu:
a) Depresi Ringan
Gejalanya:
Kehilangan minat dan kegembiraan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Konsentrasi dan perhatian yang kurang
Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.
b) Depresi Sedang
Gejalanya:
Kehilangan minat dan kegembiraan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
Kosentrasi dan perhatian yang kurang
Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
Lamanya kejala tersebut berlangsung minimum sekitar 2 minggu
Mengadaptasi kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial pekerjaan dan
urusan rumah tangga
c) Depresi berat
Gejalanya:
Mood depresif
Kehilangan minat dan kegembiraan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
Konsentrasi dan perhatian yang kurang
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
Perbuatan yang membahayakan dirinya atau bunuh diri
Tidur terganggu
Disertai waham, dan halusinasi
Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu.
b) Faktor sugesti
Faktor psikis ini ialah pengaruh psikis, baik yang datang dari dirinya sendiri
maupun dari orang lain yang pada umumnya diterima tanpa adanya daya
kritik. Faktor sugesti dalam dunia psikologi meliputi :
auto sugesti, yaitu sugesti terhadap diri yang datang dari dirinya sendiri.
Hereto sugesti, yaitu sugesti yang datang dari orang lain.
Baik auto sugesti maupun hetero sugesti dalam kehidupan sehari-hari
memegang peranan yang cukup penting. Dalam dunia psikologi sosial
peranan hetero sugesti akan lebih menonjol daripada auto sugesti. psikologi
sosial banyak individu-individu menerima sesuatu cata atau pun pedoman-
pedoman, pandangan, norma-norma dan sebagainya dari orang lain tanpa
adanya kritik terlebih dahulu terhadap apa yang diterima itu.
c) Faktor Identifikasi
Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama)
dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun secara batiniah. Misalnya
identifikasi seoarang anak laki-laki untuk menjadi sama seperti ayahnya atau
seorang anak perempuan untuk menjadi sama dengan ibunya. Proses
identifikasi ini mula-mula berlangsung secara tidak sadar kemudian irasional,
yaitu berdasarkan perasaan-perasaan atau kecenderungan dirinya yang tidak
diperhitungkan secara rasional, dan yang ketiga identifikasi berguna untuk
melengkapi sistem norma-norma, cita-cita dan pedoman-pedoman tingkah
laku orang yang mengidentifikasi itu.
d) Faktor simpatik
Simpatik adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang
lain. Simpati timbul atas dasar logis rasional, melainkan berdasarka penelitian
peraaan seperti juga pada proses identifikasi. Bahkan orang tiba-tiba dapat
merasa tertarik kepada orang lain dengan sendirinya karena keseluruhan cara-
cara bertingkah laku menarik baginya.
2.3.3 Pengukuran Psikososial
Pengukuran gejala psikososial ini didasarkan pada indicator hilangnya peran sosial,
penurunan kesehatan, penurunan kepercayaan diri, penurunan fungsi kognitif dan
kesepian (Kaplan, 2010, Kane, 2001).
Jika dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian
yang terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan memang dirancang untuk
diujikan kepada lansia. Salah satu yang paling mudah digunakan untuk diinterprestasikan
diberbagai tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis adalah Geriatric Depression
Scale (GDS). Alat ini diperkenalkan oleh Yesavagepada tahun 1983 dengan indikasi
utama pada lanjut usia, dan memiliki keunggulan mudah digunakan dan tidak
memerlukan keterampilan khusus dari pengguna. Instrument GDS ini memiliki
sensitivitas 84 % danspecificity 95 %. Tes reliabilitas alat ini correlates significantly of
0,85 (Burns, 1999). Alat ini terdiri dari 30 poin pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan
depresi pada lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri
dengan menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan waktu sekitar 5-
10 menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan alat psikomotorik dan tidak
mencakup hal-hal somatik yang tidak berhubungan dengan pengukuran mood lainnya.
Skor 0-10 menunjukkan tidak ada depresi, nilai 11-20 menunjukkan depresi ringan dan
skor 21-30 termasuk depresi sedang/berat yang membutuhkan rujukan guna mendapatkan
evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya merupakan alat
penapisan.
a) Terapi fisik
Obat
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis
antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap
berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh
dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.
Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau
retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT
diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk
mengurangi confusion/memory problem.Terapi ECT diberikan sampai ada
perbaikan mood(sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk
mencegah kekambuhan.
b) Terapi Psikologik
Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama-
sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun
kognitif behavior sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak
sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses
terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih
mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri.
Terapi kognitif
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu
negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan
sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia lanjut
dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan
secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas
tertentu terapi kognitif bertujuan merubah perilaku dan pola pikir.
Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi,
sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan
mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi
dependen pada orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang
depresi adalah untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan
memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang menghambat proses
penyembuhan pasien.
Penanganan Ansietas (Relaksasi)
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara
langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape
recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk
menguasai teknik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.
Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga lansia dan
masyarakat, yaitu:
a) Diri Sendiri (Lansia)
Berfikir positif
Terbuka bila ada masalah
Menerima kondiri apa adanya
Ikut Kegiatan pengajian
Tidur yang cukup
Olahraga teratur
Optimis
Rajin beribadah
Latihan relaksasi
Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan
b) Keluarga
Dukung lansia tetap berkomunikasi
Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali
Mendengarkan keluahan lansia
Berikan bantuan ekonomi
Dukung kegiatan lansia
Ikut serta anak dan cucu merawat lansia
Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan kemampuan
c) Masyarakat
Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia
Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas lansia
Support group
BAB III
3.1 PENGKAJIAN
a) Identitas diri klien
b) Struktur keluarga : Genogram
c) Riwayat Keluarga
d) Riwayat Penyakit Klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik adanya tanda dan gejala karakteristik yang
berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
a) Kaji adanya depresi.
b) Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti geriatric
depresion scale.
c) Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
d) Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.
c) Respon kognitif
Bagaimana tingakat orientasi klien?
Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru saja atau
yang sudah lama terjadi?
Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau meng-abstrakan?
Kurang mampu membuat penilaian?
Terbukti mengalami afasia, agnosia atau apraksia?
Pencegahan cidera
Observasi
Identifikasi obat yang berpotensi
menyebabkan cidera
Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking
elastis pada ekstermitas bawah
Teraupetik
Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan
lingkungan rawat inap
Sediakan alas kaki antislip
Tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien sesuai kebutuhan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Depresi merupakan masalah psikologis yang banyak terjadi pada lanjut usia. Depresi
seringkali tidak terdeteksi pada lanjut usia karena dianggap sebagai akibat dari proses
penuaan dan penyakit kronis yang dialami oleh lanjut usia. Lansia merupakan kelompok
umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya yang usianya
mencapai lebih dari sama dengan 60 tahun.
4.2 Saran
Diharapkan setelah mempelajari makalah seminar “asuhan keperawatan depresi lansia”
pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan mampu mengaplikasikan
asuhan keperawatan sesuai rencana keperawatan secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
http://akpersehat-binjai.ac.id/data/1544754425.pdf
https://www.academia.edu/14546510/Asuhan_Keperawatan_Lansia_Dengan_Depresi
https://olhachayo.files.wordpress.com/2014/09/askep-depresi-pd-lansia.
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/153/jtptunimus-gdl-ikapurnawa-7619-3-bab2.pdf
http://repository.um-surabaya.ac.id/368/1/PENDAHULUAN.pdf
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3660/10/BAB%20I.pdf
http://repository.ump.ac.id/1268/3/MAOLA%20SABILA%20JAZMI%20BAB%20II.pdf
http://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/article/viewFile/447/269
http://ejurnal.poltekkestasikmalaya.ac.id/index.php/BMI/article/viewFile/5/
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI