PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
PEMBAHASAN
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat
di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan
lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor
stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan
perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah
besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2004). Hospitalisasi
juga dapat diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab
anak dirawat di rumah sakit (Stevens, 1999).
Perubahan psikis terjadi dikarenakan adanya suatu tekanan atau krisis pada anak.
Jika seorang anak di rawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami
krisis yang disebabkan anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status
kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari. Selain itu, anak
mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi
masalah maupun kejadian kejadian yang sifatnya menekan (Nursalam, Susilaningrum,
dan Utami, 2005).
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak
(Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). Jika seorang anak dirawat di rumah
sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stres
akibat perubahan yang dialaminya,yaitu :
Berbagai perasaan yang muncul pada anak yang mengalami hospitalisasi yaitu :
Cemas
Marah
Sedih
Takut
Rasa bersalah
Untuk mengurangi dampak rawat nginap di rumah sakit, peran perawat sangat
berpengaruh dalam mengurangi ketegangan anak. Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengurangi dampak stress hospitalisasi antara lain :
a. Meminimalkan dampak perpisahan.
Respon perilaku anak akibat perpisahan di bagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap
protes ( phase of protest), tahap putus asa (phase of despair), dan tahap menolak
(phase of denial).
b. Mengurangi kehilangan kontrol.
c. Meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan nyeri.
Seorang anak yang menginap di rumah sakit dapat mengalami kecemasan akibat
kehilangan kendali atas dirinya. Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan
kehilangan kebebasan dalam mengembangkan otonominya. Anak akan bereaksi negatif
terhadap ketergantungan yang dialaminya, terutama anak akan menjadi cepat marah dan
agresif (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).
Seseorang yang mengalami kecemasan memiliki rentang respon dan tingkatan yang
berbeda-beda. Menurut Suliswati (2005), ada empat tingkat kecemasan yang dialami
individu, yaitu
Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan
anak,pengalaman sebelumnya terhadap sakit,sistem pendukung yang tersedia dan
kemampuan koping yang dimilikinya,pada umumnya,reaksi anak terhadap sakit adalah
kecemasan karena perpisahan,kehilangan,perlukaan tubuh,dan rasa nyeri.
Berikut reaksi anak berdasarkan usia perkembangannya :
a. Infant
Cemas akibat perpisahan dengan orang tua akan menyebabkan gangguan
pembentukan rasa percaya dan kasih sayang.
Pada usia lebih 6 bulan akan menyebabkan Stranger Anxiety ( cemas
karena perpisahan ) dimana anak akan menangis,marah,gerakan yang
berlebihan.
Pada usia 6 bulan akan memperlihatkan Separation Anxiety dimana
bayimenangis keras jika ditinggal ibunya.Pada bayi yang mengalami
perlakuan dan rasa sakit : ekspresi wajah tidak menyenangkan,pergerakan
tubuh yang berlebihan dan menangis kuat.
b. Toddler
Toddler belum mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang
memadai dan pengertian terhadap realitas terbatas.Hubungan anak dengan ibu
sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan
orang yang terdekat bagi diri anak dan lingkungan yang dikenal serta akan
mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas.Dissebutkan bahwa sumber
stress utama pada anak yaitu akibat perpisahan usia (15-30 bulan). Anxietas
perpisahn disebut “Analitic Depression”
c. Prasekolah
Restrain atau immobilisasi dapat menimbulkan kecemasan
a) Pengertian tentang sakit
anak usia 4 – 6 tahun mendefinisikan bahwa mereka sakit sehingga
membuat mereka harus istirahat di tempat tidur.
Pengalaman anak yang terdahulu selalu mempengaruhi pengertian anak
tentang penyakit yang di alaminya.
b) Separation /Perpisahan
Dengan semakin meningkatnya usia anak, anak mulai memahami
mengapa perpisahan terjadi.
Anak mulai mentolerir perpisahan dengan orang tua yang berlangsunng
lama.
Perpisahan dengan teman sekolah dan guru merupakan hal yang berarti
bagi anak sehingga dapat mengakibatkan anak menjadi cemas.
c) Kehilangan Fungsi Dan Kontrol
Bagi anak usia pertengahan ancaman akan harga diri mereka sehingga
sering membuat anak frustasi, marah dan depresi.
Dengan adanya kehilangan fungsi dan control anak merasa bahwa inisiatif
mereka terhambat.
d) Gangguan body image dan nyeri
anak mulai menyadari tentang nyeri
Anak tidak mau melihat bagian tubuhnya yang sakit atau adanya luka
insisi.
d. Usia Sekolah
a) Pengertian tentang sakit
Anak mulai mulai memahami konsep sakit yang bias disebbkan oleh factor
eksternal atau bakteri, virus dan lain-lain.
Mereka percaya bahwa penyakit itu bisa dicegah
b) Separation / Perpisahan
Perpisahan dengan orang tua buakan merupakan suatu masalah
Perpisahan dengan teman sebaya / peer group dapat mengakibatkan stress
Anak takut kehilangan status hubungan dengan teman
c) Kehilangan fungsi control
Anak takut kehilangan control diri karena penyakit dan rasa nyeri yang
dialaminya.
d) Gangguan body Image
Anak takut mengalami kecacatan dan kematian
Anak takut sesuatu yang terjadi atau berpengaruh terhadap alat
genitalianya
e. Usia Remaja
a) Pengertian tentang sakit
Anak mulai memahami konsep yang abstrak dan penyebab sakit yang
bersifat kompleks
Anak mulai memahami bahwa hal-hal yang bias mempengaruhi sakit.
b) Separation / Perpisahan
Anak remaja sangat dipengaruhi oleh peer groupnya, jika mereka sakit
akan menimbulkan stress akan perpisahan dengan teman sebayanya.
Anak juga kadang menghinda dan mencoba membatasi kontak dengan
peer groupnya jika mereka mengalami kecacatan.
c) Kehilangan fungsi control
Bagi remaja sakit dapat mempengaruhi fungsi kemandirian mereka.
Penyakit kronis dapat menimbulkan kehilangan dan mengncam konsep
diri remaja.
Reaksi anak biasanya marah frustasi atau menarik diri
d) Gangguan body image
Sakit pada remaja mengakibatkan mereka merasa berbeda dengan peer
groupnya dan sangat mempengaruhi kemampuan anak dalam menangani
stress karena adanya perubahan body image. Remaja khawatir diejek oleh
teman / peer groupnya.
Mengalami stress apabila dilakukan pemeriksaan fisik yang berhubungan
dengan organ seksual.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi
tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua
dan keluarga (Wong, 2000).
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan bagi perawat dapat mengatasi atau
menurunkan dampak dari hospitalisasi pada anak.agar anak dan keluarga betah
untuk berada di ruang inap dan melakukan keperawatan yang sesuai dengan
prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
file:///http/jtptunimus-gdl-sriindahek-5180-3-babii.pdf
file:///http/ka_1_slide_konsep_hospitalisasi_pada_anak.pdf
file:///http/konsep-hospitalisasi-compatibility-mode.pdf