Anda di halaman 1dari 23

KEPERAWATAN GERONTIK

“KONSEP KOMUNIKASI DENGAN LANSIA”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I

1. AMELZA PRAMITHA : 1710142010002


2. FELMI DWI ANNUR : 17101420100
3. INTAN PERMATA SURYA : 1710142010011
4. LIVIA PERMATA GITA : 1710142010012
5. TESYA NANDRA CIMBERLY : 17101420100
6. RAKES : 17101420100

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Ade Sriwahyuni ,MNS

STIKES YARSI SUMBAR BUKITINGGI

TAHUN AJARAN 2020/ 2021


Kata Pengantar

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi


rahmat dan petunjuk kepada penulis untuk menyelesaikan penyusunan makalah
ini. Tujuan penulis menyusun makalah ini adalah dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah keperawatan gerontik. Disamping itu juga untuk menambah
wawasan mengenai konsep komunikasi perawat dengan lansia.

Makalah ini penulis selesaikan berdasarkan acuan dari berbagai sumber,


baik itu buku maupun hasil penjelajahan dari dunia maya (internet). Penulis
mengucapkan terimakasih kepada ibuk Ns.Ade Sriwahyuni,MNS sebagai dosen
pembimbing yang telah memberikan kesempatan untuk menyusun makalah ini.
Dan penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Bukittinggi,12 Desember 2020

Penulis

i
Daftar Isi
Kata Pengantar...............................................................................................i
Daftar Isi ........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
1.1. Latar Belakang................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan.............................................................................2
1.4. Manfaat penulisan...........................................................................3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................
2.1. Konsep Lansia...............................................................................4
2.1. Definisi dari Lansia.......................................................................4
2.1.2 Klasifikasi Lansia.......................................................................5
2.1.3 Karakteristik Lansia....................................................................5
2.2 Konsep Komunikasi..........................................................................
2.2.1 Definisi Komunikasi...................................................................5
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi komunikasi dengan lansia..............6
2.2.3 Teknik komunikasi berkomunikasi dengan lansia......................8
2.2.4 Suasana Yang Harus diciptakan saat Berkomunikasi dengan
Lansia..................................................................................................10
2.2.5 Hambatan Komunikasi Pada Lansia..........................................11
2.2.6 Cara mengatasi Hambatan dalam Komunikasi
dengan Lansia.....................................................................................12
2.2.7 Strategi Pendekatan Komunikasi Pada Klien Lansia
dan Keluarga.......................................................................................14
2.3 Komunikasi Teraupetik Pada Lansia..............................................
2.3.1 Definisi Komunikasi teraupetik pada Lansia.............................16
2.3.2 Manfaat Komunikasi Teraupetik...............................................16
2.3.3 Tahap-Tahap Komunikasi Teraupetik.......................................17
BAB IV PENUTUP.........................................................................................
3.1. Kesimpulan....................................................................................19
3.2. Saran...............................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi merupakan kebutuhan bagi setiap orang dalam kehidupan


sehari-hari untuk melakukan interaksi dengan orang lain bahkan dengan
dirinya sendiri. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari
komunikator terhadap komunikan yang akan menimbulkan efek atau
akibat Komunikasi pada lansia misalnya, perlu membutuhkan perhatian
khusus dari semua orang. Indonesia termasuk dalam lima besar negara
dengan populasi kelompok lanjut usia (lansia) terbanyak di dunia. Usia
lanjut merupakan tahap akhir perkembangan pada sebuah fase kehidupan
manusia yang tidak dapat dihindari. Semakin bertambah usia seseorang
maka semakin turun fungsi tubuh orang tersebut baik dari segi fisik
maupun psikologis. Penurunan fungsi-fungsi tersebut berakibat pada
kemampuan seorang yang berada pada tahap lanjut usia dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.
Berbagai permasalahan dalam kehidupan lansia di Indonesia, seperti
masalah kesehatan, kesejahteraan sosial serta ketiadaan pekerjaan maupun
penghasilan yang memadai, terutama bagi penduduk lansia yang waktu
mudanya lebih banyak menganggur, tidak berpendidikan serta tidak
memiliki kompetensi dan keterampilan tertentu (Maylasari et al., 2019).
Hal tersebut membuat banyak keluarga yang tidak lagi menghormati lansia
sebagai orang tua serta memperlakukan lansia dengan kasar, baik secara
fisik maupun secara verbal berupa pengagunaan bahasa yang kasar,
umpatan-umpatan serta makian pada lansia (Muhtar & Aniharyati, 2019) .
Perlakuan keluarga yang kasar terhadap lansia bisa terjadi akibat keluarga
yang kurang memahami tentang komunikasi dengan lansia atau cara
keluarga yang salah dalam berkomunikasi dengan lansia (Taviyanda &
Aris Siswanto, 2016)

1
1.2 Rumusan Masalah

a. Untuk mengetahui Definisi dari Lansia

b. Untuk mengetahui Klasifikasi Lansia

c. Untuk mengetahui Karakteristik Lansia

d. Untuk mengetahui Definisi Komunikasi

e. Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi komunikasi dengan


lansia

f. Untuk mengetahui Teknik komunikasi dengan Lansia

g. Untuk mengetahui Suasana Yang Harus diciptakan saat


Berkomunikasi dengan Lansia

h. Untuk mengetahui Hambatan Komunikasi Pada Lansia

i. Untuk mengetahui definisi komunikasi teraupetik

j. Untuk mengetahui manfaat Komunikasi Teraupetik

k. Untuk mengetahui tahap-tahap komunikasi teraupetik

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan khusus


1. Agar mahasiswa/i dapat meningkatkan wawasan dan ilmu
pengetahuan serta untuk pegangan dalam memberikan bimbingan
dan penerapan konsep komunikasi pada lansia ini dalam
memberikan askep kepada klien.

2
1.3.2 Tujuan umum

1. Agar mahasiswa/i dapat untuk mengetahui definisi dari Lansia


2. Agar mahasiswa/i dapat untuk mengetahui Klasifikasi Lansia
3. Agar mahasiswa/i dapat untuk mengetahui Karakteristik
Lansia
4. Agar mahasiswa/i dapat untuk mengetahui Definisi
Komunikasi
5. Agar mahasiswa/i dapat untuk mengetahui Faktor yang
mempengaruhi komunikasi dengan lansia
6. Agar mahasiswa/i dapat untuk mengetahui Teknik komunikasi
berkomunikasi dengan Lansia
7. Agar mahasiswa/i dapat untuk mengetahui Suasana Yang
Harus diciptakan saat Berkomunikasi dengan Lansia
8. Agar mahasiswa/i dapat untuk mengetahui penatalaksanaan
dari ARDS
9. Agar mahasiswa/i dapat untuk mengetahui Asuhan
Keperawatan ARDS
10. Agar mahasiswa/I dapat untuk mengetahui Hambatan
Komunikasi Pada Lansia
11. Agar mahasiswa/I dapat untuk mengetahui definisi komunikasi
teraupetik pada lansia
12. Agar mahasiswa/I dapat mengetahui manfaat Komunikasi
Teraupetik
13. Agar mahasiswa/I dapat untuk mengetahui tahap-tahap
komunikasi teraupetik

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa mendapatkan


informasi dan memahami tentang konsep Komunikasi pada Lansia

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Definis Lansia

Lansia adalah seorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas baik


pria maupun wanita, yamg masih aktif beraktifitas yang bekerja maupubn
mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafka sendiri hingga bergantung
pada orang lain untuk menghidupi drinya sendiri (nugroho, 2006). Lansia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua
(Nugroho, 2006).
Keperawatan Gerontik adalah Suatu bentuk pelayanan profesional
yang didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk
bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada klien
lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.

4
2.1.2 Klasifikasi Lansia

Menurut WHO, lansia dapat diklasifikasikan menjadi (Nugroho,


2009):

1. Usia pertengahan : 45-59 tahun (middle age)


2. Lansia : 60-74 tahun (elderly)
3. Lansia tua : 75-90 tahun (old)
4. Lansia sangat tua : >90 tahun (very old)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 dalam Bab 1
Pasal 1 Ayat 2,Indonesia mengakui bahwa batasan lansia adalah seseorang
dengan usia lebih dari 60 tahun.

2.1.3 Karakteristik Lansia ( Dewi 2014)

1. Berusia > 60 tahun.


2. Kebutuhan dan masalah sangat bervariasi dari rentang sehat hingga
sakit, dari kebutuhan biologis hingga spiritual, serta dari koping
yang adaptif hingga maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.2 Konsep Komunikasi

2.2.1 Definisi Komunikasi pada Lansia

Menurut ilham havifi (2014), komunikasi efektif pada lansia adalah


komunikasi interpersonal yang sangat penting dalam membangun
hubungan yang baik antara perawat dan lansia.

Komunikasi pada lansia misalnya, perlu membutuhkan perhatian


khusus dari semua orang. Akibat perubahan fisik, psikologi, emosi dan
sosialnya lansia menuntut pola komunikasi yang berbeda. Perubahan yang
berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris, dapat mengakibatkan
kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan
luar menghalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran
terhadap suara dan pembicaraan orang (Setiawan, 2008).

5
Komunikasi dengan lansia adalah suatu proses penyampaian
pesan/gagasan dari perawat atau pemberi asuhan keperawatan kepada
lansia dan diperoleh tanggapan dari lansia , sehingga diperoleh
kesepakatan bersama tentang isi pesan komunikasi. Tercapainya
komunikasi berupa pesan yang disampaikan oleh komunikator (perawat)
sama dengan pesan yang diterima oleh komunikan (lansia)

2.2.2 Faktor yang mempengaruhi komunikasi dengan lansia

2.2.2.1 Manusia

Manusia, baik perawat atau pemberi asuhan lain seba gai komunikator
dan lansia sebagai komunikan dapat memengaruhi proses komunikasi.
Berikut ini faktor manusia yang dapat memengaruhi komunikasi:

1.Tingkat pengetahuan.

Pengetahuan seorang perawat atau pemberi asuhan


memengaruhi pengiriman pesan. Misalnya, untuk memilih kata-
kata, menentukan kapan pesan harus disampaikan, mengembang
kan berbagai teknik komunikasi verbal dan non-verbal. Begitu pula
seorang lansia sebagai komunikan atau penerima informasi,
pengeta huannya sangat penting untuk menginterpreta sikan isi
pesan yang disampaikan oleh perawat/ komunikator, sekaligus
untuk memberi umpan balik kepada pemberi pesan/perawat.

2. Perkembangan.Perkembangan manusia memengaruhi bentuk


komunikasi dalam dua aspek, yaitu kemam puan untuk
menggunakan teknik komunikasi

3. Hubungan

Hubungan yang erat antar-individu pada suatu. proses


komuniksi dapat memengaruhi teknik : dan materi komunikasi.
Pada komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang belum

6
saling kenal, umumnya seting komunikasi terjadi pada situasi
formal.

4. Status fisik, mental, dan emosional.Kondisi fisik, mental, dan


sosial individu sangat berpengaruh pada kemampuan individu
melakukan komunikasi. Individu yang meng alami cemas berat,
mengalami nyeri kepala, mengalami sakit gigi, atau sedang sesak
napas sangat tidak mungkin melakukan komunikasi secara kontinu
dengan orang lain.

2.2.2.2 Pesan

Pesan merupakan isi dari komunikasi. Pesan yang mengandung


bahasa verbal, non verbal, dan simbolik. Teknik penyampaian pesan yang
digunakan sering terganggu karena faktor bahasa. Oleh karena itu,
penyampaian pesan harus menggunakan bahasa yang dimengerti.

2.2.2.3 Lingkungan

Lingkungan merupakan tempat interaksi bagi pengirim dan


penerima. Lingkungan yang efektif harus memenuhi kebutuhan fisik,
emosional dan keamanan peserta komunikasi. Tujuan komunikasi akan
tercapai jika lingkungan disiptakan senyaman mungkin pada
lansiaBerkomunikasi dengan lansia mengandung ciri khusus dibanding
komunikasi secara umum. Pemberi asuhan atau dalam menyampaikan
pesan harus bersifat komu nikasi terapeutik yaitu komunikasi yang
singkat, jelas, lengkap, dan sederhana sehingga proses komunikasi dapat
berlangsung sempurna, tidak menimbulkan banyak interpretasi bagi
penerima pesan, dan isi pesan dapat dipahami secara lengkap.Kesabaran
perawat atau pemberi asuhan dan ke mauan mendengarkan serta dorongan
lisan merupakan perilaku bijaksana. Tanggapan serasi tanpa menyalah kan
atau menggurui membuktikan rasa tulus yang juga disebut "empati". Sikap
sopan santun dan jawaban jujur (apalagi bila diucapkan pada saat yang
tepat dan bijak sana) merupakan keharusan. Empati menjadi landasan
perilaku perawat atau pemberi asuhan.

7
2.2.3 Teknik komunikasi berkomunikasi dengan Lansia

Mundakir (2006) mengidentifikasi beberapa teknik komunikasi yang dapat


digunakan perawat dalam berkomunikasi dengan lansia adalah:

2.2.3.1 Teknik asertif

Asertif adalah menyatakan dengan sesungguhnya, terima klien


apaadanya. Perawat bersikap menerima yang menunjukkan sikap peduli
dan sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan klien serta berusaha
untuk mengerti/memahami klien. Sikap ini membantu perawat untuk
menjaga hubungan terapeutik dengan lansia.

2.2.3.2 Responsif

Reaksi spontan perawat terhadap perubahan yang terjadi pada klien


dan segera melakukan klarifikasi tentang perubahan tersebut. Teknik
inimerupakan bentuk perhatian perawat kepada klien yang dilakukan
secara aktif untuk memberikan ketenangan klien. Berespon berarti
bersikap aktiftidak menunggu permintaan dari klien.

Contoh :“apa yang ibu fikirkan saat ini? Apa yang bisa saya bantu
untuk ibu?

2.2.3.3 Fokus

Dalam berkomunikasi sering kita jumpai lansia berbicara panjang


lebar dan mengungkapkan pernyataan-pernyataan di luar materi dan tidak
relevan dengan tujuan terapi. Sehubungan dengan hal tersebut
makaperawat harus tetap fokus pada topik pembicaraan dan mengarahkan
kembali komunikasi lansia pada topik untuk mencapai tujuan
terapi.Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap
materi komunikasi yang diinginkan.

8
2.2.3.4 Supportif

Lansia sering menunjukkan sikap labil atau berubah-ubah.


Perubahan iniperlu disikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia
dengan cara memberikan dukungan (suppotif)

Contoh sikap supportif : Tersenyum dan mengangguk ketika lansia


mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat dan menghargai lansia
berbicara.

Contoh ungkapan yang bisa memberi suppor/motivasi kepada


lansiaadalah:“saya yakin bapak mampu melakukan tugas bapak dengan
baik”

2.2.3.5 Klarifikasi

Klarifikasi adalah teknik yang digunakan perawat untuk


memperjelas informasi yang disampaikan klien, klarifikasi dilakukan
dengan cara mengajukan pertanyaan ulang atau meminta klien memberi
penjelasan ulang atau meminta klien memberi penjelasan ulang dengan
tujuan menyamakan persepsi.Contoh :“coba ibu jelaskan kembali
bagaimana perasaan ibu saat ini?

2.2.3.6 Sabar dan ikhlas

Perubahan yang terjadi pada lansia terkadang merepotkan dan


seperti kekanak-kanakan. Perubahan ini harus disikapi dengan sabar dan
ikhlas agar hubungan antara perawat dengan klien lansia dapat efektif dan
terapeutik. Sabar dan ikhlas dilakukan supaya tidak muncul
kejangkelanperawat yang dapat merusak komunikasi dengan hubungan
perawat dan klien.

9
2.2.4. Suasana Yang Harus diciptakan saat Berkomunikasi dengan Lansia

Disamping sikap komunikasi pada orang dewasa, kita harus


memperlihatkan atau mampu menciptakan suasana yang dapat mendorong
efektivitas komunikasi pada kelompok usia dewasa maupun lansia dan juga
menciptaan suasana komunikasi yang dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Ada beberapa suasana yang harus diciptakan :

2.2.4.1.Suasana hormat menghormati

Lansia akan mampu berkomunikasi dengan baik apabila pendapat


pribadinya dihormati, ia lebih senang kalau ia boleh turut berfikir dan
mengemukakan fikirannya.

2.2.4.2 Suasana saling menghargai

Segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, sistem nilai yang dianut perlu
dihargai. Meremehkan dan menyampingkan harga diri mereka akan dapat
menjadi kendala dalam jalannya komunikasi.

2.2.4.3.Suasana saling percaya

Saling mempercayai bahwa apa yang disampaikan itu benar adanya


akandapat membawa hasil yang diharapkan. Jangan melakukan
penyangkalan pada apa yang dikomunikasikan oleh lansia. Karena mereka
akan tidak percaya dengan anda dan mengakibatkan tujuan komunikasi
tidak tercapai.

2.2.4.4.Suasana saling terbuka

Keterbukaan dalam komunikasi dangat diperlukan baik bagi orang


dewasa maupun lansia.Maksud terbuka adalah terbuka untuk
mengungkapkan diri dan terbuka untuk mendengarkan orang lain. Hanya
dalam suasan keterbukaan segala alternatif dapai tergali.

10
2.2.5 Hambatan Komunikasi Pada Lansia Dan Cara Mengatasinya

Hambatan komunikasi yang efektif pada lansia berhubungan dengan


keterbatasan fisik yang terjadi akibat dari proses menua (aging process), antara
lain fungsi pendengaran menurun, mata yang kabur, tidak adanya gigi, suara
yang mulai melemah dan sebagainya. Faktor penghambat dapat muncul baik dari
komunikator maupun komunikan. Adapun kendala-kendala dan hambatan dalam
berkomunikasi dengan lansia :

2.2.5.1 Gangguan neurology

Serring menyebabkan gangguan bicara danberkomunikasi dapat


juga karena pengobatan medis, mulut yang keringdan lain-lain.

2.2.5.2 Penurunan daya pikir

Sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan, mengingat


dan respon pada pertanyaan seseorang.

2.2.5.3 Perawat sering memanggil dengan nenek, sayang, dan lain-


lain.

Hal tersebut membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan


memanggil nama panggilannya.

2.2.5.4 Dianjurkan tidak menegur dan mendengarkan dengan tidak


penuh perhatian.

2.2.5.5 Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin


hubungan saling percaya.

2.2.5.6 Gangguan sensoris dalam pendengarannya

2.2.5.7 Gangguan penglihatan : Sehingga sulit menginterprestasikan


pesan-pesannon-verbal.

11
2.2.5.8 Overload dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu
waktu ataubanyak orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga
kognitifberkurang.

2.2.5.9 Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam


pembicaraan misalnya focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung
kemih penuh, udara yang tidak enak, dan lain-lain.

2.2.5.10 Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan


fisik, efek pengobatan dan kondisi patologi, gangguan fungsi
psikososial,karena depresi atau dimensia, gangguan kontak dengan realita.

2.2.5.11 Hambatan dalam suasana/lingkungan : tempat wawancara :


ribut/berisik, terlalu banyak informasi dalam waktu yang sama,
terlalubanyak orang yang ikut bicara, peerbedaan budaya, perbedaan
bahasa,prejudice, dan strereotipes.

2.2.6 Cara Mengatasi Hambatan komunikasi dengan Lansia

2.2.6.1 Gunakan umpan balik (feedback)

Setiap orang yang berbicara memperhatikan umpan balik yang


diberikan lawan bicaranya baik bahasa verbal maupun non verbal,
kemudian memberikan penafsiran terhadap umpan balik itu secara benar.

2.2.6.2 Pahami perbedaan individu atau kompleksitas individu dengan


baik

Setiap individu merupakan pribadi yang khas yang berbeda baik


dari latar belakang psikologis, sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan.
Dengan memahami, seseorang dapat menggunakan taktik yang tepatdalam
berkomunikasi.

12
2.2.6.3 Gunakan komunikasi langsung (face to face)

Komunikasi langsung dapat mengatasi hambatan komunikasi


karena sifatnya lebih persuasif. Komunikator dapat memadukan bahasa
verbaldan bahasa non verbal. Disamping kata-kata yang selektif dapat pula
digunakan kontak mata, mimik wajah, bahasa tubuh lainnya dan
jugameta-language (isyarat diluar bahasa) yang membuat komunikasi
lebih berdaya guna.

2.2.6.4 Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah.

Kosa kata yang digunakan hendaknya dapat dimengerti dan


dipahamijangan menggunakan istilah-istilah yang sukar dimengerti
pendengar.

2.2.6.5 Gunakan pola kalimat sederhana (kanonik) karena kalimat


yang mengandung banyak anak kalimat membuat pesan sulit
dimengerti.

Berikut adalah cara lainnya untuk mengatasi hambatan komunikasi


pada lansia :

1. Menjaga agar tingkat kebisingan minimum


2. Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk
mengobrol
3. Menjamin alat bantu dengar berfungsi dengan baik
4. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pase.
5. Jangan berbicara dengan keras/berteriak
6. Jangan terlalu jauh berdiri di depan klieng.
7. Perhatikan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhanah.
8. Beri kesempatan pada klien untuk berfikiri.
9. Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti
perkumpulan orang tua dan kegiatan rohani.
10. Berbicara pada tingkat pemahaman klienk.

13
11. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan
suatu tugas atau keahlian.
12. Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat dalam
ruanganbersama anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan
pola komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.

2.2.7 Strategi Pendekatan Komunikasi Pada Klien Lansia dan Keluarga

2.2.7.1 Pendekatan fisik

Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan,


kejadiankejadian yang dialami pasien lanjut usia semasa hidupnya,
perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa
dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau ditekan
progresivitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi pasien lanjut usia
dapat dibagi atas dua bagian, yakni pasien lanjut usia yang masih aktif,
yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain
sehingga untuk kebutuhan sehari-hari masih mampu melakukan sendiri;
pasien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui
dasar perawatan pasien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal yang
berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan
kesehatannya. Kebersihan perorangan (personal hygiene) sangat penting
dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi
dapat timbul bila keberihan kurang mendapat perhatian.
2.2.7.2 Pendekatan Psikis
Perawat harus mempunyai peranan penting untuk mengadakan
pendekatan edukatif pada lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai
supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, dan sebagai
sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian
dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk
menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip “Triple S”, yaitu sabar, simpatik,
dan service. Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan

14
mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan
dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah
pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban, bila perlu diusahakan agar dimasa lanjut usia ini mereka
dapat merasa puas dan bahagia.
2.2.7.3 Pendekatan Sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah
satu upaya perawat dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia berarti menciptakan
sosialisasi mereka. Pendekatan sosial ini merupakan suatu pegangan bagi
perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat
menciptakan hubungan sosial antara lanjut usia dan lanjut usia maupun
lanjut usia dan perawat sendiri. Para lanjut usia perlu dirangsang untuk
mengetahui dunia luar, seperti menonton tv, mendengar radio, atau
membaca majalah dan surat kabar. Dapat disadari bahwa pendekatan
komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya
pengobatan medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan para
pasien lanjut usia.
2.2.7.4 Pendekatan Spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya, terutama bila
pasien lanjut usia dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi pasien lanjut usia yang
menghadapi kematian, Dr. Tony Setyabudhi mengemukakan bahwa maut
seringkali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini didasari oleh
berbagai macam faktor, seperti tidakpastian akan pengalaman selanjutnya,
adanya rasa sakit atau penderitaan yang sering menyertainya, kegelisahan
untuk tidak kumpul lagi dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya.
Adapun 4 (empat) keharusan yang harus dimiliki oleh seorang
perawat, yaitu pengetahuan, ketulusan, semangat dan praktik. Dalam usaha
berkomunikasi dengan baik, seorang perawat harus mempunyai

15
pengetahuan yang cukup, sehingga memudahkan dalam melaksanakan
tugasnya setiap hari. Untuk ketulusan, jika seseorang telah memutuskan
sebagai perawat harus dapat dipastikan mempunyai ketulusan yang
mendalam bagi para pasiennya siapa pun itu. Semangat serta pantang
menyerah harus selalu dikobarkan setiap harinya agar para pasiennya
selalu ikut bersemangat pada akhirnya terutama bagi para pasien lansia
yang terkadang suka merasa dirinya “terbuang” dan “sakit karena tua”.
Sedangkan untuk praktiknya, seorang perawat harus dapat berbicara
komunikatif dengan para pasiennya, sehingga tidak saja hanya jago dalam
teori namun praktiknya pun harus bisa melakukan dengan baik dan benar.

2.3 Konsep Komunikasi Teraupetik


2.3.1 Definisi Komunikasi Teraupetik

Menurut Nugroho (2012), ciri hubungan atau komunikasi


teraupetik adalah berpusat pada klien lansia, menghargai klien lansia
sebagai individu yang unik dan bebas, serta meningkatkan kemampuan
klien lansia untuk berpartisipasi dengan aktif dalam mengambil keputusan
mengenai pengobatan dan perawatannya.Selain itu,juga dengan
menghargai keluarga, kebudayaan, kepercayaan, nilai-nilai hidup, dan hak
asasi dari lansia. Perawat harus menghargai privasi dan kerahasian klien
lansia,saling percaya, dan saling menerima. Hubungan membantu ini akan
lebih efektif apabila ada rasa saling percaya dan saling menerima antara
perawat atau pemberi asuhan dengan lansia.Perawat atau pemberi asuhan
memfokuskan seluruh perhatiannya tidak pada apa yang disampaikan
lansia, tetapi bagaimana lansia itu menyampaikannya.

2.3.2 Manfaat Komunikasi Teraupetik

Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan


menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan
perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan
mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat
(Indrawati, 2003 : 50)

16
2.3.3 Tahap Komunikasi Teraupetik pada Lansia
Menurut Nugroho (2012), hubungan teraupetik memiliki tahapan yang
meliputi tahap prainteraksi,pengenalan,tahap kerja,dan tahap terminal

2.3.3.1 Tahap I (Prainteraksi)

Pada tahap ini perawat atau pemberi asuhan sudah memiliki


beberapa informasi tentang klien lansia,seperti
nama,alamat,umur,jenis kelamin, riwayat kesehatan, dan lain-
lainnya.Pertemuan pertama dengan lansia membuat cemas perawat
yang belum mempunyai banyak pengalaman.

2.3.3.2 Tahap II (Pengenalan)

Perawat dank lien lansia saling mengenal dan mencoba


menumbukan rasa percaya satu sama lain. Pada tahap pertemuan
ini perawat atau pemberi asuhan mengusahakan untuk membuat
klien lansia merasa nyaman dengan beberapa interaksi
sosial,seperti membicarakan tentang cuaca.Hl ini mungkin karena
lansia belum siap untuk mengungkapkan dan menghadapi
masalahnya, ada rasa malu untuk mengakui bahwa lansia
memrlukan bantuan, tidak siap mengubah pola tingkah laku yang
menyebabkan masalah kesehatannya, dan lain sebagainya. Disini
perawat atau pemberi asuhan perlu menunjjukan sikap ketulusaan
dan kepedulian
2.3.3.3.Tahap III (Kerja)
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Marootoli et al.
(1993 dalam Rahayu Wijayanti,2007) bahwa factor usia
tua,penurunan pendapat,tingkat mempunyai pekerjaan,penyakit
neurologis,adanya katarak, penurunan tingkat aktivitas fisik, dan
ketidak mampuan fungsi mempengaruhi kemampuan lansia dalam
mengemudi atau menggunakan kendaraan. Lebih lanjut dikatakan
bahwa kehilangan kemandirian dalam transportasi.

17
2.3.3.4 Tahap IV (Terminal)
Menurut Nugroho (2012) tahap ini dapat disertai bermacam-
macam perasaan.Mungkin lansia merasa kehilangan
sesuatu,merasa bimbang tentang kemampuannya tanpa bantuan
dari perawat atau pemberi asuhannya.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Komunikasi merupakan kebutuhan bagi setiap orang dalam


kehidupan sehari-hari untuk melakukan interaksi dengan orang lain
bahkan dengan dirinya sendiri. Komunikasi adalah proses penyampaian
pesan dari komunikator terhadap komunikan yang akan menimbulkan efek
atau akibat Komunikasi pada lansia misalnya, perlu membutuhkan
perhatian khusus dari semua orang.

Menurut ilham havifi (2014), komunikasi efektif pada lansia


adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting dalam membangun
hubungan yang baik antara perawat dan lansia. Strategi dalam
berkomunikasi dengan lansia seperti : Menjaga agar tingkat kebisingan
minimum,Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk
mengobrol,Menjamin alat bantu dengar berfungsi dengan baik,Yakinkan
bahwa kacamata bersih dan pase.Jangan berbicara dengan keras/berteriak

3.2 Saran

3.2.1 Kepada perawat diharapkan dapat memberikan komunikasi  yang


jelas kepada pasien dalam mempercepat penyembuhan. Berikan pula
Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan
hasil yang maksimal
3.2.2 Kepada tenaga keperawatan untuk dapat memberikan asuhan
keperawatan kepada klien lansia dengan teknik dan konsep komunikasi
dengan lansia yang sudah di tetapkan
3.2.3 Kepada dosen pembimbing dapat memberian penjelasan secara
merinci tentang Konsep Komunikasi dengan Lansia

19
DAFTAR PUSTAKA

https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=U6ApDgAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=komunikasi
+dengan+lansia+keperawatan&ots=k-AMNB74BN&sig=sS-
7PnLGvVsmJoo1AlF4HptoJwU&redir_esc=y#v=onepage&q=komuni
kasi%20dengan%20lansia%20keperawatan&f=false
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=BHTxm3mVA5EC&oi=fnd&pg=PA1&dq=komunikas
i+dengan+lansia+keperawatan&ots=3SPasv7dDC&sig=RG1LwH2p_
vfZltHD3T1b9Wgfen8&redir_esc=y#v=onepage&q=komunikasi
%20dengan%20lansia%20keperawatan&f=false
Anas Tamsuri. (2006). Komunikasi Dalam Keperawat
an. Jakarta: EGC. FKUI. (1999).
Buku Ajar Geriatri (Buku Ilmu Kesehatan Lanjut usia). Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. John Tondowidjojo.
(2000).
https://feismo.com/doc-viewer
http://jak.stikba.ac.id/index.php/jak/article/download/36/24
https://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2016/05/Jurnal%20(05-13-16-07-21-58).pdf

20

Anda mungkin juga menyukai