Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MIKROGNATIA DAN MAKROGNATIA

Disusun Oleh:
Brandon Widjaja Wong
G99172054
Periode: 24 Desember 2018 – 6 Januari 2019

Pembimbing:
Sandy Trimelda, drg., Sp.Ort.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2019
MIKROGNATIA

A. DEFINISI
Mikrognatia digambarkan sebagai hipoplasia mandibular yang disebabkan
penyusutan dagu (Pilu, 2009). Mikrognatia adalah kecilnya ukuran salah satu atau
semua bagian mandibula. Mikrognatia harus dibedakan dari retrognatia.
Retrognatia memiliki ukuran mandibula normal, namun posisinya yang
mengalami kemunduran ke belakang yang berhubungan dengan dasar tulang
tengkorak (Stevenson, 2006).

B. EPIDEMIOLOGI
Insidensi dari janin dengan mikrognatia yakni sebanyak 1:1000 kelahiran.
Kelainan ini selalu diikuti dengan retrognatia, meskipun janin dengan retrognatia
dapat berdiri sendiri tanpa mikrognatia (Copel, 2012).

1
C. ETIOPATOGENESIS
Etiologi hipoplasia mandibular masih belum jelas. Hal ini mungkin terjadi
akibat hasil dari malformasi posisi, abnormalitas pertumbuhan intrinsik, atau oleh
sebuah kelainan jaringan ikat. Beberapa usaha telah dilakukan untuk menjelaskan
mengapa janin dengan micrognatia disertai dengan sindrom yang berbeda-beda
(Copel, 2009). Mikrognatia biasanya disertai dengan sindrom genetik (seperti
Treacher Collins, Robin and Robert syndrome); abnormalitas kromosomal
(terutama trisomi 18 dan triploidi); dan obat-obat teratogenik (seperti
methotrexate) (Arulkumaran, 2011).
Perkembangan yang harmonis dari struktur-struktur anatomik yang berbeda
pada mandibula dan pertumbuhan keseluruhan dari mandibula diatur oleh
beberapa faktor, seperti aktifitas otot-otot mastikasi prenatal, pertumbuhan lidah,
nervus alveolar inferior dan percabangannya, serta perkembangan dan migrasi
gigi. Karena perkembangan mandibula pada janin normalnya melibatkan proses
multifaktorial, maka kelainan perkembangan otot-otot mastikasi atau nervus-
nervusnya dapat menyebabkan hipoplastik mandibula. Kegagalan pembentukan
mandibula membuat posisi lidah lebih ke atas, mencegah palatina lateral menyatu
di garis tengah dan menjelaskan bahwa micrognathia disertai dengan adanya bibir
sumbing (Copel, 2012).
Perkembangan normal mandibula dapat terganggu oleh faktor genetik atau
lingkungan (kromosom dan sindrom non kromosom) atau hanya oleh faktor
lingkungan saja. Pada beberapa kondisi neuromuskular terjadi kontraktur sendi
temporomandibular yang mencegah mulut terbuka. Hal ini berhubungan dengan
mikrognatia sekunder di mana terjadi kegagalan perkembangan mandibula (Copel,
2012).
Mikrognatia telah dikaitkan dengan paparan teratogen yang berbeda, seperti
pada sindrom alkohol janin dan penggunaan tamoxifen dan isotretinoin selama
kehamilan. Spektrum anomali terkait dengan embriopati asam retinoat meliputi
asimetri wajah, mikrotia, mikrognatia, dan palatoskisis sekunder. Malformasi

2
serupa telah diamati pada beberapa bayi yang terpapar tamoxifen. Kemungkinan
kedua agen tersebut dapat menghasilkan efek embriotoksik sebanding jika
keduanya berfungsi dengan cara yang sama selama embryogenesis (Copel, 2012).

D. PATOFISIOLOGI
Mikrognatia terjadi karena hipoplasia mandibula di antara minggu ke 7 dan ke
11 pada masa kehamilan. Lidah tetap terletak tinggi di rongga mulut, karena
terbelahnya langit-langit mulut. Teori ini menjelaskan langit-langit berbentuk U
terbalik dan ketiadaan hubungan antara langit-langit dan bibir. Oligohidramnion
dapat berperan sebagai etiologi sindroma ini karena terjadinya kekurangan cairan
amnion dapat mengakibatkan deformasi dari dagu dan terjepitnya lidah di antara
langit-langit. Kegagalan pembentukan mandibula menyebabkan posisi lidah lebih
ke atas, mencegah palatina lateral menyatu di garis tengah dan menjelaskan bahwa
mikrognatia sering disertai dengan adanya bibir sumbing.

E. KLASIFIKASI
Mikrognatia dibedakan menjadi dua yaitu mikrognatia sejati dan palsu.
1. Mikrognatia sejati (true mikrognatia)
Keadaan dimana rahang cukup kecil yang terjadi akibat hipoplasia rahang
2. Mikrognatia palsu (false mikrognatia)
Keadaan mikrognatia jika terlihat posisi pada salah satu rahang terletak
lebih ke posterior atau hubungan abnormal maksila dan mandibula

F. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis dari mikrognatia yakni (Paul, 2012):
1. Mikrognatia sering mengakibatkan rusaknya keselarasan gigi,
sempitnya cavum oris dan maloklusi (kontak abnormal antara gigi-gigi
rahang atas dan rahang bawah yang diakibatkan oleh perbedaan ukuran
rahang dan gigi yaitu rahang terlalu kecil atau gigi terlalu besar)

3
2. Dagu yang mengalami penyusutan dengan wajah yang kecil
3. Kesulitan pemberian makanan pada anak-anak
4. Kesulitan dalam menyebutkan artikulasi yang tepat dan berbicara
Tanda klinis ini disebabkan oleh rahang kecil yang belum tumbuh. Saat
membuka bibir, biasanya pada neonatus ada ketidak-selarasan dari tepi alveolar,
sementara pada pasien yang lebih tua ada ketidak-selarasan gigi. Dagu kecil atau,
pada pasien dewasa, sering tumbuh tetapi mungkin memiliki tampakan dagu yang
mengalami penyusutan (Paul, 2012).

G. DIAGNOSIS
Manifestasi klinis dari mikrognatia meliputi:
1. Kerusakan keselarasan gigi, menyempitnya cavum oris dan maloklusi
2. Dagu yang mengalami penyusutan dengan wajah yang kecil
3. Kesulitan pemberian makanan pada anak-anak
4. Kesulitan dalam menyebutkan artikulasi yang tepat dan berbicara
Diagnosis mikrognatia berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan ukuran rahang yang lebih kecil dari normal,
pada bayi tampak kesusahan dalam minum dan adanya maloklusi. Modalitas yang
dapat digunakan untuk mendiagnosis mikrognatia, yaitu sebagai berikut (Copel,
2012):
1. Two-dimensional ultrasound
2. Three-dimensional ultrasound
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

H. MASALAH LAIN YANG DIKAITKAN


Organ tubuh dan struktur oral dapat mengalami sejumlah besar kelainan, yang
terjadi dalam hidup janin atau setelah kelahiran atau kadang-kadang muncul saat
lahir. Kemudian setiap tahap kehidupan berkembang, begitu pula pada gigi.
Anomali perkembangan secara luas diklasifikasikan sebagai dua jenis:

4
1. Anomali kongenital: yang cacat saat lahir atau sebelum lahir atau melalui
gen, mungkin tidak menular.
2. Cacat yang didapat atau cacat bawaan yang tidak turun temurun.
Cacat tulang rahang juga merupakan masalah umum dan terbaru. Hal ini
terutama disebabkan oleh kelainan genetik dan faktor lingkungan lain yang
mempengaruhi kesehatan.
1. Agnathia, merupakan hal yang langka, pengembangannya mencerminkan
kegagalan lengkap. Lebih sering pada bagian dari rahang, untuk premaxila
misalnya, kondilus dan ramus.
2. Mikrognathia berarti rahang kecil, di sisi lain mikrognati dapat dikaitkan
dengan mikrognatia kongenital, sindrom Pierre Robin atau cacat jantung
bawaan. Mikrognathia adalah salah satu penyebab abnormal alignment
gigi.
3. Makrognatia yaitu ukuran rahang leih besar dari normal. Jika rahang kecil
dibandingkan dengan ukuran rahang yang lain normal, maka kemudian
terlihat lebih besar. Ini yang disebut pseudomakrognatia.

I. PENATALAKSANAAN
1. Prenatal
Pada kasus mikrognatia yang berat di mana terdapat polihidramnion,
amnioreduksi dapat dipertimbangkan untuk mengurangi tekanan intrauterin
dan memperpanjang masa kehamilan (Copel, 2012).
2. Postnatal
Pengobatan pada kasus-kasus mikrognatia yang berat harus
direncanakan secara hati-hati. Untuk mencegah obstruksi jalan napas dan
sulitnya melakukan intubasi neonatus pada saat kelahiran, maka ex utero
intrapartum treatment (EXIT) harus dipertimbangkan sebelum kelahiran.
EXIT dirancang untuk mempertahankan sirkulasi uteroplasenta dan
menstabilkan bayi saat jalan napas sedang diselamatkan (Copel, 2012).

5
Tidak ada kriteria standar untuk memilih kasus micrognathia yang
mungkin cukup berat untuk menjamin potensi risiko ibu dan janin dari EXIT.
Morris et al merekomendasikan menggunakan kriteria seleksi micrognathia
dengan indeks rahang bawah di persentil 5 dan dengan tanda obstruksi saluran
aerodigestif. Pada kasus yang berat, beberapa penulis lebih suka melakukan
trakeostomi sementara untuk dukungan uteroplasenta, untuk memastikan
transisi yang aman dari oksigenasi ibu ke pertukaran gas postnatal (Copel,
2012).
Neonatus dengan hipoplasia mandibular berat mungkin memiliki
obstruksi jalan napas berat, yang secara sederhana dapat ditangani dengan
trakeostomi. Distraction Osteogenesis (DO) dianggap sebagai pengobatan
alternatif. Teknik ini digunakan dengan menginduksi pembentukan tulang
baru antara permukaan tulang, dengan pembedahan osteotomy. Pilihan terapi
ini sebagai alternatif untuk trakeostomi dianggap sangat penting karena
tingkat kematian dari trakeostomi sendiri bedasarkan diagnosis yang
mendasari adalah sebanyak 5% (Copel, 2012).

J. PROGNOSIS
Prognosis kelainan mikrognatia ini bergantung pada ada tidaknya kelainan
anomali. Beratnya mikrognatia bisa jadi merupakan kegawat-daruratan neonatal
yang disebabkan karena adanya obstruksi jalan napas oleh lidah pada cavitas oral
yang kecil. Bila sebelumnya telah dibuat diagnosis prenatal terhadap kecurigaan
micrognatia ini, maka seorang ahli anak harus hadir saat proses kelahiran bayi
yang menderita kelainan ini dan mempersiapkan intubasi pada bayi (Arulkumaran,
2011).
Dalam sebuah studi retrospektif di Harvard Medical School didapatkan data
bahwa dari 20 fetus yang didiagnosis prenatal sebagai mikrognatia, hanya 4 dari
20 fetus (20%) tersebut yang dapat bertahan hidup. Sementara itu, ada 25% fetus
yang memiliki kariotipe yang abnormal. Hanya ada 3 fetus (15%) dengan

6
mikrognatia yang dapat ditentukan dengan temuan sonografi, dua di antaranya
dapat hidup, yakni satu fetus dengan keterbatasan pertumbuhan intrauterin dan
satu lagi dengan sindrom Pierre-Robin. Berdasarkan hasil studi tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa fetus yang didiagnosis in utero sebagai mikrognatia
memiliki prognosis yang buruk dan memiliki resiko tinggi mengalami defek
kongenital serius (Nyberg, 2003).

7
MAKROGNATIA

A. DEFINISI
Makrognatia adalah suatu keadaan dimana mandibular dan region
protuberansia lebih besar daripada ukuran normal. Makrognatia juga disebut
dengan megagnitia. Makrognatia mengalami gejala klinis yaitu dagu berkembang
lebih besar (Patel, 2009).

Gambar 3. (Kiri) Makrognatia, (Kanan) Mikrognatia

B. EPIDEMIOLOGI
Insidensi dari janin dengan mikrognatia yakni sebanyak 1:1000 kelahiran.
Kelainan ini selalu diikuti dengan retrognatia, meskipun janin dengan retrognatia
dapat berdiri sendiri tanpa mikrognatia (Copel, 2012).

C. ETIOPATOGENESIS
Etiologi makrognatia berhubungan dengan perkembangan protuberantia yang
berlebih, dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat didapat melalui
penyakit. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan macrognatia adalah
gigantisme pituitary, Paget’sdisease, dan akromegali. Pertumbuhan berlebihan ini
akibat pelepasan hormon pertumbuhan berlebihan yang disebabkan oleh tumor
hipofisa jinak (adenoma). Penderita biasanya menunjukkan hipertiroidisme, lemah

8
otot, parestesi, pada tulang muka dan rahang terlihat perubahan orofasial seperti
penonjolan tulang frontal, hipertrofi tulang hidung, dan pertumbuhan berlebih
tulang rahang (mandibula) yang dapat menyebabkan rahang menonjol
(prognatisme) (Morokumo, 2010).

D. PATOFISIOLOGI
Makrognatia disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan akibat pelepasan
hormon pertumbuhan yang berlebihan yang disebabkan oleh tumor hipofisa jinak
(adenoma). Etiologinya antara lain kelainan bawaan (penyebab terbanyak),
pituitary gigantism (peningkatan hormon pertumbuhan), Paget’s disease,
akromegali, dan leantosis ossea.

E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis dari makrognatia meliputi:
1. Rahang bawah lebih besar dari normal menyebabkan dagu protrusi
2. Peningkatan volume maxilla sehingga terlihat seperti senyum
3. Dagu prominen
4. Sudut rahang yang curam
Makrognatia digambarkan dengan pertumbuhan berlebih dari mandibula atau
maxilla di atas ukuran yang seharusnya diamana klinisnya tampak jelas saat
puncak pertumbuhan rahang sekitar umur 12,2 tahun pada perempuan dan 14
tahun pada laki-laki. Deteksi sonografi digunakan untuk diagnosis prenatal pada
mikrognatia terisolasi (manifestasi maloklusi tingkat II) yang normalnya berbeda
dari keadaan actual kelahiran pada sebagian besar kasus.

F. DIAGNOSIS
Lebih dari 90% fetus didiagnosis dengan mikrognathia terisolasi melalui USG
3D yang menampilkan deformitas tambahan celah palatum mole yang merupakan
anomali terbanyak (73% dari kasus mikrognathia). Hal ini terkait ukuran

9
mandibula yang kecil menyebabkan lidah menempel pada atap mulut dan
menghambat pertumbuhan optimal vertikal, elevasi dan fusi susunan palatum
sekunder (Joshi et al., 2014).
Modalitas yang dapat digunakan untuk mendiagnosis makrognatia, yaitu
sebagai berikut (Copel, 2012):
1. Two-dimensional ultrasound
2. Three-dimensional ultrasound
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

G. MASALAH LAIN YANG DIKAITKAN


Organ tubuh dan struktur oral dapat mengalami sejumlah besar kelainan, yang
terjadi dalam hidup janin atau setelah kelahiran atau kadang-kadang muncul saat
lahir. Kemudian setiap tahap kehidupan berkembang, begitu pula pada gigi.
Anomali perkembangan secara luas diklasifikasikan sebagai dua jenis:
1. Anomali kongenital: yang cacat saat lahir atau sebelum lahir atau melalui gen,
mungkin tidak menular.
2. Cacat yang didapat atau cacat bawaan yang tidak turun temurun.
Cacat tulang rahang juga merupakan masalah umum dan terbaru. Hal ini
terutama disebabkan oleh kelainan genetik dan faktor lingkungan lain yang
mempengaruhi kesehatan.
a. Agnathia, merupakan hal yang langka, pengembangannya mencerminkan
kegagalan lengkap. Lebih sering pada bagian dari rahang, untuk premaxila
misalnya, kondilus dan ramus.
b. Mikrognathia berarti rahang kecil, di sisi lain mikrognati dapat dikaitkan
dengan mikrognatia kongenital, sindrom Pierre Robin atau cacat jantung bawaan.
Mikrognathia adalah salah satu penyebab abnormal alignment gigi.
c. Makrognatia yaitu ukuran rahang leih besar dari normal. Jika rahang kecil
dibandingkan dengan ukuran rahang yang lain normal, maka kemudian terlihat
lebih besar. Ini yang disebut pseudomakrognatia.

10
H. PENATALAKSANAAN
Makrognatia membutuhkan tatalaksana perpaduan dari (Soni, 2013):
1. Bedah reduksi dagu (genioplasty)
2. Osteotomi
3. Terapi ortodontik

11
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan bukti terkini, jelas bahwa mayoritas bayi dengan PRS yang
terisolasi dapat diobati dengan nonbedah. Sedangkan tatalaksana distraksi
mandibula dan TLA biasanya dilakukan pada pasien PRS yang gagal dilakukan
tatalaksana nonbedah. Anak-anak dengan sindrom mikrognatia dan penyakit
sistemik komorbid serta bayi prematur dengan PRS lebih cenderung
membutuhkan intervensi bedah tapi kandidat buruk dilakukan distraksi
mandibula dini. Sehingga trakeostomi merupakan pilihan terbaik dalam
penanganan obstruksi jalan nafas karena angka mortalitas dan komplikasinya
lebih rendah daripada distraksi mandibula.
Saat ini banyak bukti yang mempublikasikan peran dari distraksi
mandibular pada beberapa bayi, tetapi hal ini tidak menggantikan pendekatan
nonbedah yang juga teruji dengan baik dalam beberapa kasus, ataupun
intervensi bedah alternatif seperti TLA dan trakeostomi pada beberapa kasus
yang lain juga.

B. SARAN
 Dokter atau tenaga medis lainnya dianjurkan evaluasi klinis menyeluruh
dan pemeriksaan tambahan oleh tim interdisipliner yang mengarah
kepada keputusan berdasarkan bukti yang berlaku. Perlu penelitian
prospektif lebih lanjut untuk menggambarkan kesempatan tatalaksana
mana yang terbaik pada bayi dengan mikrognotia.

12
DAFTAR PUSTAKA

Arulkumaran, S., Regan, L., Papageorghiou, A., Monga, A., Farquharson, D. (2011).
Oxford Desk Reference: Obstetrics and Gynaecology. New York : Oxford
University Press.

Bartlett S dan Taylor J. (2014). Micrognathia. Philadelphia.


http://www.chop.edu/conditions-diseases/micrognathia - diakses pada 28
November 2018.

Carr MM, Poje CP, Kingston L, et al. (2001). Complications in pediatric


tracheostomies. Laryngoscope 111:1925.

Carter P, Benjamin B. (1983). Ten year review of pediatric tracheostomy in infants and
young children. Ann Otol Rhinol Laryngol. 92:398.

Chigurupati R, Massie J, Dargaville P, et al. (2004). Internal mandibular distraction to


relieve airway obstruction in infants and young children with micrognathia.
Pediatr Pulmonol 37:230

Cohen SR, Simms C, Burnstein FD. (1998). Mandibular distraction osteogenesis in the
treatment of upper airway obstruction in children with craniofacial deformities.
Plast Reconstr Surg. 101:312

Cohen SR, Suzman K, Simms C, et al. (1998). Sleep apnea surgery versus
tracheostomy in children: An exploratory study of the comparative effects on
quality of life. Plast Reconstr Surg 102:1855.

Copel, J.A. (2012). Obstetric Imaging. Philadelphia : Elsevier Saunders Inc.

Joshi N, Hamdan AM, Fakhouri WD. (2014). Skeletal Malocclusion: A Developmental


Disorder with a Life-Long Morbidity. http://www.jocmr.org/Review.pdf -
diakses pada 28 November 2018.

Lubowitz AH. (1957). Macrognathia: Diagnosis, Treatment and Cephalometric


Appraisal. Philadelphia.

Nyberg, D.A., McGaham, J.P., Pretorius, D.H., Pilu, G. (2003). Diagnostic Imaging of
Fetal Anomalies. USA : Lippincott Williams & Walkins.

Patel A (2009). The developmental disturbences of jaws. Philadelphia.

13
Paul, R.R., Ray, J.G., Pal, T.K. (2012). Essential of Oral Pathology. Thrid edition.
USA : Jaypee.

Pilu, G., Nicolaides, K.H. (2009). Diagnosis of Fetal Abnormalities: The 18-23-Week
Scan. New York : Parthenon Publishing Group..

Reardon, W. (2008). The Bedside Dysmorphologist. New York : Oxford University


Press.

Soni P. (2013). Macrognathia: Its Causes, Signs, Symptoms & Treatment. Pulp.

Stevenson, R.E., Hall, J.G. (2006). Human Malfromations and Related Anomalies.
Second edition. New York : Oxford University Press.

Sumartono (2008). Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi ke 2. Jakarta: IDAI

14

Anda mungkin juga menyukai