Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2019


UNIVERSITAS TADULAKO

KEHAMILAN DENGAN HEPATITIS B

OLEH :
Wahyuni Taslim
N 111 17 087

Pembimbing :
dr.Melda M M sinolungan Sp.OG

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

Hepatitis berasal dari bahasa Yunani kuno “hepar”, dengan akar kata “hepat”
yang berarti hati (liver), dan akhiran –itis yang berarti peradangan, sehingga dapat
diartikan peradangan hati. Hepatitis adalah istilah umum yang berarti peradangan sel-
sel hati, yang bisa disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan
(termasuk obat tradisional), konsumsi alkohol, lemak yang berlebih dan penyakit
autoimmune. Hepatitis dapat disebabkan oleh berbagai macam virus seperti virus
hepatitis A (HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), hepatitis D (HDV) dan
hepatitis E (HEV).
Penyakit hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia
termasuk Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan endemisitas tinggi Hepatitis
B terbesar kedua di negara South East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar. Virus
Hepatitis B (VHB) telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia, sekitar 240
juta orang diantaranya menjadi pengidap Hepatitis B kronik. Sebanyak 1,5 juta
penduduk meninggal dunia setiap tahunnya karena Hepatitis Menurut Rinkesdas
2013, prevalensi hepatitis 1,2% dari penduduk di Indonesia, dimana 1-5% merupakan
ibu hamil dengan virus hepatitis B.
Penularan infeksi VHB dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu penularan horizontal
dan vertikal. Penularan horizontal VHB dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu
penularan perkutan, melalui selaput lendir atau mukosa. Mother-to-child-transmission
(MTCT) terjadi dari seorang ibu hamil yang menderita hepatitis B akut atau pengidap
persisten HBV kepada bayi yang dikandungnya atau dilahirkannya. Penularan HBV
vertikal dapat dibagi menjadi penularan HBV in-utero, penularan perinatal dan
penularan post natal. Penularan HBV in-utero ini sampai sekarang belum diketahui
dengan pasti, karena salah satu fungsi dari plasenta adalah proteksi terhadap bakteri
atau virus. Bayi dikatakan mengalami infeksi in-utero jika dalam 1 bulan postpartum
sudah menunjukkan HbsAg positif.

2
Penularan perinatal adalah penularan yang terjadi pada saat persalinan.
Sebagian besar ibu dengan HbeAg positif akan menularkan infeksi HBV vertikal
kepada bayi yang dilahirkannya sedangkan ibu yang anti- Hbe positif tidak akan
menularkannya. Penularan post natal terjadi setelah bayi lahir misalnya melalui ASI
yang diduga tercemar oleh HBV lewat luka kecil dalam mulut bayi. Pada kasus
persalinan lama cenderung meningkatkan penularan vertikal (lebih dari 9 jam)
Kehamilan tidak akan memperberat infeksi virus, akan tetapi jika terjadi infeksi akut
bisa mengakibatkan hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan mortalitas tinggi
pada ibu dan bayi. Jika penularan virus hepatitis B dapat dicegah berarti mencegah
terjadinya kanker hati secara primer yang dipengaruhi titer DNA virus hepatitis B
tinggi pada ibu (semakin tinggi kemungkinan bayi akan tertular). Infeksi akut terjadi
pada kehamilan trisemester ketiga, persalinan lama dan mutasi virus hepatitis B.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hepatitis B

Virus Hepatitis B(VHB) ditemukan pertama kali tahun 1965


olehDr.Blumberg ketika sedang mempelajari tentang hemophilia. VHB merupakan
double stranded DNA 42nm dari klass Hepadnaviridae. 1-6Permukaan paling luar dari
membrannya mengandung antigen yang disebut HBsAg yang bersirkulasi dalam
darah sebagai partikel spheris dan tubuler dengan ukuran 22 nm. Inti paling dalam
dari virus mengandung HBcAg. VHB (partikel dane), antigen inti (HBcAg), dan
antigen permukaan (HBsAg) serta semua jenis antibodi yang bersesuaian dapat
dideteksi melalui berbagai cara pemeriksaan.6

B. Epidemiologi

Diperkirakan 350-400 juta individu diseluruh dunia telah terinfeksi oleh virus
Hepatitis B,prevalensi infeksi virus ini bervariasi diseluruh dunia, dengan setengah
dari populasinya hidup di daerah-daerah dimana Hepatitis B merupakan suatu
penyakit endemik.3Tingkat infeksi virus Hepatitis B masih tetap tinggi, di Cina
mencapai 7,18%, sedangkan data dari Nigeria mencapai 2-15% dari total
populasinya, dengan rentang umur antara 25-35 tahun.8 Berdasarkan data yang
dihimpun WHO tahun 2008, Indonesia merupakan salah satu negara dengan
prevalensi tinggi yaitu 7,2%-9% diikuti dengan Filipina 7,0-9,0% sedangkan
Malaysia berkisar antara 6,0-9,0%. Data dari Negara maju seperti Amerika Serikat
menunjukkan angka hanya 1-2% dari populasinnya.5,7

Pada akhir tahun 2013, KementerianKesehatan (Kemenkes) Republik


Indonesia mencatatsebanyak 9 dari 100 orang atau sekitar 25 juta penduduk Indonesia
terinfeksi virus hepatitis. Sekitar 50% dari penderita hepatitis B dan Cdi Indonesia

4
diperkirakan akan berkembang mengalamigangguan hati kronis dan 10% di antaranya
berpotensimenjadi kanker hepatoseluler.5

Pada negara-negara dengan prevalensi tinggi seperti disebutkan diatas, wanita


hamil yang memiliki kadar Hepatitis B e Antigen (HBeAg) yang lebih tinggidan
memiliki kemampuan dalam menyalurkan infeksinya secara transmisi dari ibu ke
anak. Transmisi secara vertikal tersebut diatas diketahui sebagai penyebab terjadinya
infeksi perinatal yang berkaitan dengan angka kroniksitas yang sangat tinggi
(>95%).5

C. Etiologi

Gambar 1. Morfologi virus Hepatitis B.5

Virus Hepatitis B merupakan virus berkapsul, berdiameter 42 nm yang


termasuk dalam keluarga Hepadnaviridae dan memiliki genom yang tersusun
melingkar dengan panjang molekul 3,2 kb terdiri dari molekul DNA Ganda. Molekul
tersebut mengandung 4 rangkaian yang saling tumpang tindih yaituprotein permukaan
(HBsAg), Protein inti/core (HBc/HBeAg), polymerase virus serta transaktivator
transkripsi HBx.5

5
Telah ditemukan beberapa bentuk antigen yang penting secara klinis dalam
mengkonfirmasi perkembangan infeksi virus Hepatitis B, yaitu Hepatitis B
surfaceantigen (HBsAg) yang menandakan adanya infeksi virus Hepatitis B, Hepatitis
B e Antigen (HBeAg) yang menandakan adanya replikasi virus, serta transaktivator
HBx yang berkaitan dengan kemampuan virus tersebut dalam menyatukan genomnya
dengan genom host serta kemampuannya dalam menyebabkan suatu bentuk penyakit
keganasan (onkogenisitas).3

3.4 Patogenenesis

Virus Hepatitis B memiliki masa inkubasi antara 6 minggu sampai dengan 6


bulan dengan rata-rata yaitu 90 hari (3 bulan). 1Virusini menular secara perkutaneus
(luka pada kulit) atau mukosa yang terpapar oleh darah, cairan tubuh seperti serum,
semen dan air liur yang telah tercemar oleh virus tersebut. Replikasi virus Hepatitis B
sebagian besar terjadi di sel hati.1-5
Virus Hepatitis B yang menginfeksi manusia akan menyebabkan terjadinya
infeksi akut yang kemudian dapat berkembang menjadi kronik sebanyak 10%,
memberi gejala Hepatitis akut sebanyak 25% yang kemudian sembuh, 65% akan
tidak bergejala kemudian sembuh dan < 1% yang akan menjadi Hepatitis B
fulminan.8

6
Gambar 2. Skema pathogenesis Hepatitis B akut.6

Secara alamiah, perjalanan penyakit virus Hepatitis B dapat dikelompokkan


dalam 5 fase yang terjadi walau tidak selalu harus terjadi secara berurutan yaitu.6

1) Fase toleransi Imun

Dalam darah pasien pada fase ini akanditemukanHBeAg positif dengan kadar
HBV-DNA yang tinggi (≥108 kopi/ml) sedangkan kadar ALT normal atau
hanya sedikit tinggi (< 35 IU/ml wanita). Pada pemeriksaan Histologi sel hati
tidak akan ditemukan adanya peradangan atau fibrosis.

7
2) Fase imun aktif

Pada fase ini akan ditemukan HBeAg positif dengan kadar HBV-DNA yang
tinggi (106-107 kopi/ml) sedangkan kadar ALT meningkat diatas normal dan
berfluktuasi . Pada pemeriksaan Histologi sel hati akan ditemukan adanya
peradangan sedang hingga berat.

3) Fase inaktif/carrier (Fase Laten)

Pada fase ini akan ditemukan HBeAg negative dan tergantikan dengan
munculnya anti-HBe . Kadar HBV-DNA rendah ( ≤103 kopi/ml) atau bahkan
tidak terdeteksi lagi, selain itu kadarAlanine Aminotransferase (ALT)menjadi
normal. Pada pemeriksaan Histologi sel hati akan ditemukan peradangan
minimal namun disertai dengan fibrosis hingga sirosis.

4) Fase reaktif (Hepatitis B HBeAg (-) kronik Aktif)

Fase ini ditandai dengan meningkatnya ALT disertai dengankadar HBV-DNA


yang tinggi (≥104 kopi/ml), biasanya disertai juga dengan ditemukan
kembalinya HBeAg dalam darah yang menggantikan anti-HBe yang ada
sebelumnya. Pada pemeriksaan Histologi sel hati akan ditemukan peradangan
aktif disertai dengan fibrosis progresif.

5) Fase Resolusi

Pada fase ini, bentuk infeksi dari virus HepatitisB akan sembuh yang ditandai
dengan HBsAg negative dan kadar HBV-DNA tidak ditemukan lagi, selain itu
kadar ALT juga dalam batas normal. Jika dalam perkembangan fase
sebelumnya telah terbentuk fibrotic atau sirosis hati, maka hal tersebut akan
menetap walaupun infeksinya telah sembuh. Pada kasus supresi imun yang
berat, reaktivasi biasa terjadi.

8
Gambar 3.Fase Hepatitis B kronik.panah putih, perubahan histopatologi; panah
abu-abu, perubahan marker serologi antara fase.5

Secara umumtidak terdapat perbedaan cara atau tahapan infeksi maupun


gejala yang timbul antara wanita hamil atau manusia lainnya. Namun demikian
adanya perubahan fisiologis selama kehamilan dimana terjadi peningkatan
metabolisme seperti peningkatan konsumsi nutrisi yang diakibatkan oleh
pertumbuhan janin maka eksarsebasi kerusakan dan penyakit hati yang telah ada
sebelumnya akan lebih mudah terjadi.5

3.5 Transmisi Virus Hepatitis B

Pada daerah endemik, cara penting dalam penularan Hepatitis B dari individu
ke individu yang lain diperankan olehkontak dengan pasien (bagi tenaga kesehatan),
kontak seksual serta penggunaan obat-obatan melalui intravena. Sedangkan pada
daerah yang memiliki prevalensi rendah, cara penularan yangsangat berperan adalah
melalui parenteral atau perkutaneus seperti saat melakukan piercing, membuat
tatoatau saat berbagi pisau cukur maupun sikat gigi. Selain itu, tindakan operasi dan
perawatan gigi dapat menjadi sumber infeksi sedangkan penularan infeksi melalui

9
transfusi darah di negara berkembang telah menurun angka kejadiannya oleh karena
telah diterapkannya pemeriksaan serologi serta molekuler darah namun tetap menjadi
suatu sumber infeksi di negara-negara miskin.2Cara penularan lainnya yang juga
merupakan cara penularan yang menyebabkan angka kroniksitas yang tinggi adalah
melalui transmisi ibu-anak.8

Transmisi infeksi dari ibu ke anak secara tradisional disebut sebagai infeksi
perinatal.2 Transmisi ini merupakan transmisi yang terpenting diantara transmisi
vertikal lainnya dalam hal penyebab terbentuknya penyakit Hepatitis B kronik. 6 Dari
definisinya periode perinatal yang dimulai dari usia gestasional 28 minggu-28 hari
postpartum maka infeksi diluar masa tersebut tidak termasuk dalam infeksi perinatal,
oleh karena itu saat ini istilah tersebut telah berubah menjadi transmisi ibu-anak yang
mencakup keseluruhan infeksi yang terjadi sebelum, saat dan sesudah kelahiran,
termasuk infeksi yang terjadi pada usia dini.3

Transmisi ibu-anak secara garis besar dapat dibagi atas :3

1. Transmisi intrauterine/ prenatal


2. Transmisi intrapartum/ saat melahirkan
3. Transmisi Postpartum (selama perawatan bayi )

1. Transmisi intrauterin (transmisi prenatal)

Mekanisme pasti terjadinya infeksi prenatal/ intrauterine ini masih belum jelas,
namun demikian terdapat beberapa kemungkinan diantaranya:

a. Kerusakan sawar plasenta

Kebocoran transplasenta yang terjadi oleh karena kontraksi uterus selama


kehamilan dan adanya robekan pada sawar plasenta merupakan cara yang

10
sering menjadi penyebab infeksi intrauterine. sebuah penelitian juga
menunjukkan bahwa tindakan amniosisntesis yang dilakukan pada wanita
hamil dengan HBsAg positif dapat menyebabkan darah ibu yang infeksius
terbawa melalui jarum amniosintesis ke dalam rongga intrauterine, namun
demikian transmisi dengan cara ini sangat jarang terjadi.2

b. Infeksi plasenta dan transmisi transplasenta

Penelitian Wang & Zhu menunjukkan kemampuan Hepatitis B untuk


bergabung dengan jaringan plasenta dan mengakibatkan terbentuknya fokus
infeksi. Penelitian Zhang dkk menunjukkan adanya konsentrasi dari 2 antigen
(HBsAg dan HBeAg) yang turun dari sisi ibu ke fetus melalui sel-sel desidua
maternal > sel-sel trofoblas> sel-sel vili mesenkim> sel endotel kapiler
dengan hasil tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa cara ini merupakan cara
yang dominan pada transmisi intrauterine.2

c. Suatu penelitian mengungkapkan adanya DNA HBV pada oosit dan sperma
individu yang terinfeksi, oleh karena itu infeksi pada fetus dapat terjadi
selama masa konsepsi.3

2. Transmisi intrapartum / saat melahirkan


Transmisi virus Hepatitis B ke bayi saat lahir dimungkinkan oleh adanya
beberapa faktor diantaranya perpindahan dari ibu ke janin saat kontraksi selama
persalinan atau sebagai konsekuensi ruptur membran plasenta yang terjadi, selain
itu dapat pula terjadi melalui cairan amnion, darah maupun sekret yang terdapat
sepanjang jalan lahir tertelan oleh bayi.8
Okada dkk menemukan 85 % dari infeksi neonatal terjadi selama intrapartum
hal ini disebabkan oleh karena paparan darah dan sekret vagina yang infeksius.8

3. Transmisi Postpartum / post natal/ saat perawatan

11
Walaupun DNA HBV, HBsAg dan HBeAg telah terbukti di eksresikan
bersama dengan kolostrum dan air susu pada ibu yang terinfeksi Hepatitis B, tidak
ditemukan bukti bahwa menyusui meningkatkan resiko transmisi secara ibu-
anak.8

3.6 Manifestasi Klinik

Gejala klinis pada pasien yang terinfeksi virus Hepatitis B seperti pada
umumnya, tidak berbeda antara wanita hamil dengan wanita yang tidak hamil. Pada
kasus infeksi akut akan timbul keluhan yang tidak spesifik, termasuk kelemahan,
kelelahan, anoreksia, mual, sakit kepala, nyeri otot dan demam derajat rendah. Gejala
seperti mual muntah pada stadium prodromal ini terkadang membingungkan dengan
gejala yang timbul pada wanita hamil muda tanpa penyakit Hepatitis B. Jika penyakit
ini sembuh sebelum terbentuknya kerusakan hati yang menyebabkan disfungsi hati
sekunder maka gejala prodromal seperti diatas akan dianggap seperti suatu sindrom
flu biasa akibat virus atau bahkan akan dianggap sebagai bentuk efek fisiologis
normal dari kehamilan itu sendiri.6

Ikterus akan muncul sekitar 2-10 hari setelah gejala prodromal muncul, pasien
juga akan mengeluhkan rasa tidak nyaman di region perut kanan atas dan pada
pemeriksaan fisik bisa ditemukan adanya hepatomegali. Namunpemeriksaan untuk
menemukan adanya hepatomegali tersebut akan sulit dilakukan pada pasien dengan
usia kehamilan lanjut. 6

Umumnya ikterus dan gejala penyakit hati lainnya akan sembuh dalam 6
minggu, namun beberapa diantaranya dapat berlanjut menjadi gagal hati yang
fulminant yang ditandai dengan kegagalan organ multiple, edema cerebri dan
koagulopati. Ada pula yang kemudian menetap lebih dari 6 bulan dan menjadi
Hepatitis B kronik. 6

12
Pada sebagian besar individu yang mengalami Hepatitis B kronik tidak akan
memberikan gejala klinis hingga stadium akhir. Infeksi kronik Hepatitis B kadang
kala diketahui secara tidak sengaja saat pasien hamil tersebut memeriksakan
kehamilannya. Temuan laboratorium lain umumnya normal kecuali kadar ALT yang
cenderung tidak normal. 6

Pemeriksaan fisik wanita hamil dengan infeksi kronik Hepatitis B terkadang


tampak normal oleh karena tanda-tanda sirosis dini seperti eritema Palmaris,
splenomegali dan ukuran hati yang kecil dapat tersamarkan dengan perubahan
kondisi fisik akibat kehamilan tersebut. 9

Efek infeksi Hepatitis B pada ibu hamil umumnya tidak bermakna. Namun
bagi ibu yang telah mengalami sirosis sebelum kehamilannya akan memiliki resiko
lebih besar untuk terjadinya ruptur varises esophagus yang menyebabkan
perdarahan.9
Penelitian lainmenunjukkaninfeksi kronik Hepatitis B berhubungan dengan
terjadinya diabetes melitus gestasional, perdarahan antepartum, kelahiran premature
dan kondisi skor apgar yang rendah pada bayi baru lahir. Selain itu ibu hamil dengan
gangguan hati yang berat dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum,
distress hingga kematian janin, asfiksia neonatorum dan berat badan lahir
rendah.Perdarahan postpartum dan intrapartum dapat terjadi oleh karena kurangnya
vitamin K yang terjadi akibat adanya gangguan hati.6

3.7 Diagnosis

Diagnosis sering didasarkan pada riwayat klinik, meningkatnya kadar ALT


serta ditemukannya antigen Hepatitis B virus (HBsAg) di serum pasien. Pemeriksaan
tambahan seperti anti-HBe IgM kadang kala dibutuhkan pada beberapa kasus dimana

13
pasien diduga mengalami infeksi akut dengan kadarHBsAg negatif, pasien pada kasus
ini harus dicurigai sedang berada pada “fase jendela” (window phase).5

Pada pasien dengan dugaan Hepatitis B kronik harus dilakukan pemeriksaan


HBsAg dan HBV DNA guna diagnosis, indikasi terapi dan untuk mengamati
perkembangan dari pasien tersebut.5

3.8 Penatalaksanaan

Beberapa faktor yang mempengaruhi pilihan terapi bagi wanita usia


reproduktif yang terinfeksi virus Hepatitis B diantaranya adalah keamanan saat
bersalin dan menyusui, efektivitas agen terapi, lama masa terapi dan yang paling
penting adalah akibat dari terapi tersebut bagi ibu dan janin.7

Keputusan untuk memulai terapi selama kehamilan harus mempertimbangkan


beberapa hal mengenai resiko dan keuntungan bagi ibu serta janin yang
dikandungnya, bahkan harus pula dipikirkan mengenai kapan atau pada trimester
berapa terapi harus dimulai.7

Pada kasus Hepatitis B akut, tidak diberikan penanganan khusus, penanganan


hanya berupa tirah baring (bedrest) dan tinggi protein, diet rendah lemak. Sedangkan
indikasi untuk rawat inap seperti anemia berat, diabetes, mual muntah hebat,
gangguan protrombin time, kadar serum albumin yang rendah, kadar bilirubin
>15mg/dl.4 Bagi wanita hamil yang merasa dirinya telah terpapar dengan virus
Hepatitis B dapat diberikan immunoglobulin Hepatitis B (HBIG) untuk melawan
virus tersebut, idealnya diberikan dalam 72 jam pertama setelah paparan. Selain itu ,
sebagai profilaksis, pasien tersebut dapat diberikan vaksin Hepatitis B dalam 7 hari
pertama setelah terpapar, dilanjutkan dengan 1 dosis pada bulan berikutnya (vaksin
yang kedua) dan 1 dosis (vaksin yang ketiga) lagi setelah 5 bulan dari vaksin ke dua
atau 6 bulan dari saat terpapar.4

14
Pada kasus tertentu, obat-obatan antiviral harus digunakan.Terdapat 7
pengobatan antivirus yang telah diterima oleh Food & Drugs Administration (FDA)
sebagai terapi untuk Hepatitis B. Namun tidak satu pun dari obat-obat tersebut yang
diterima untuk digunakan pada ibu hamil.5

Tabel 1 : Terapi Hepatitis B yang diterima oleh FDA.

15
Tabel 2 : Penggolongan obat yang digunakan pada pasien yang sedang mengandung.7

Obat-obatan antiviral memiliki kemampuan dalam menghambat nukleotida


maupun polimerasenya, walaupun targetnya adalah RNA-dependent DNA polymerase
virus Hepatitis B, namun karena obat ini mampu dengan bebas melalui plasenta,
mereka juga dapat mengganggu replikasi DNA dalam mitokondria, jika hal ini terjadi
maka akan menganggu organogenesis janin.7 oleh karena itu pasien yang sedang
dalam terapi obat antivirus yang kemudian menjadi hamil harus menghentikan
pengobatan tersebut khususnya bagi pasien yang tidak memiliki penyakit hati yang
berat,selain itu pengobatan saat kehamilan muda juga tidak disarankan untuk
diterapkan pada wanita hamil yang infeksinya masih berada dalam fase toleransi
imun (serum HBV-DNA tinggi namun kadar ALT normal serta hasil biopsy hani
normal). Hal tersebut diterapkan guna mengurangi paparan antiviral pada fetus
selama trimester pertama.3,8Sedangkan bagi mereka yang ingin hamil, harus mengatur
rencana kehamilannya. sebagai contoh, pasien yang sebelumnya menggunakan terapi
interferon harus menghentikan terapi tersebut selama minimal 6 bulan sebelum
merencanakan kehamilannya, oleh karena interferon merupakan obat antipolimerase
yang menjadi kontraindikasi bagi kehamilan.7

16
Penggunaan antiviral selama kehamilan didasarkan pada data keamanan
penggunaan antiviral virus Hepatitis B yang berasal dari 2 sumber utama yaitu
Antiviral Pregnancy Registry (APR) dan Development of Antiretroviral Therapy
Study (DART).5

Data dari APR yang dilaporkan pada tahun 2012 menunjukkan bahwa
lamivudine dan tenovovir merupakan 2 obat dengan pengalaman penggunaan secara
in vivo di trimester pertama kehamilan yang paling aman.7

Tabel 3. Data Antiviral Pregnancy Registry (APR).7

Oleh sebab itu didunia saat ini terdapat 2 jenis obat yang paling sering
digunakan sebagai terapi Hepatitis B pada ibu hamil, yaitu lamivudin dan
tenovovir.7Walaupun lamivudine digolongkan obat kelas C oleh FDA atas dasar
ditemukannya toksisitas saat penggunaanya di kelinci hamil saat trimester pertama.
Namun penelitian di Cina telah menunjukkan kesuksesan lamivudine dalam
menghambat transmisi vertikal selama trimester ke 3 kehamilan, saat digunakan pada
pemberian pertama di usia kehamilan 28 minggu, dengan kadar DNA-HBV ≤
108IU/ml. Penelitian ini juga menunjukkan penurunan kadar DNA-HBV hingga ≤
106IU/ml bagi pasien dengan kadar DNA-HBV ≥ 108IU/ml yang mendapatkan terapi
lamivudine. Penelitian lain yang juga menggunakan lamivudin selama trimester 3
kehamilan menunjukan penurunan angka transmisi intrauterine dan tidak
ditemukannya abnormalitas pada bayi baru lahir dalam kelompok tersebut.7

17
Tenovovir termasuk kategori kelas B, obat ini memiliki kelebihan tambahan
berupa kemampuannya dalam mencegah resistensi virus, bahkan hingga saat ini tidak
terdapat laporan mengenai terjadinya resistensi virus Hepatitis B terhadap obat ini.4

Obat lain yang mulai digunakan adalah telbivudin yang masuk dalam kategori
kelas B menurut FDA, namun penggunaanya masih terbatas oleh karena kurangnya
data keamanan penggunaan obat ini dalam penelitian in vivo pada ibu hamil dan
mudahnya obat ini menjadi resisten.4

Penelitian yang melibatkan penggunaan telbivudine telah dilaksanakan pada


wanita hamil dengan usia kehamilan 20-32 minggu yang memiliki HBsAg positif dan
kadar DNA-HBV ¿ 107 IU/ml menunjukan adanya penurunan angka transmisi
perinatal, selain itu terjadi penurunan kadar HBV-DNA, HBeAg dan normalnya
kadar ALT sebelum tiba saatnya bersalin.7

Terapi pada wanita hamil dengan HBsAg positif harusdidasarkan pada


evaluasi dasar seperti kondisi kadar HBV-DNA, HBV-M (HBsAg, HBeAg, anti-
HBe) serta penyulit-penyulit lain seperti fibrosis hati berat ( kadar ALT meningkat
lebih dari 2 kali nilai normal, kadar HBV-DNA > 10 5 kopi/ml), atau telah mengalami
sirosis hepatis. Dengan kondisi diatas maka terapi antiviral harus dimulai sejak
kehamilan muda.jika pada pemeriksaan awal fungsi hati, ALT, kadar HBV-DNA
didapatkan dalam keadaan normal maka evaluasi ulang harus dilakukan kembali pada
usia kehamilan 28 minggu. Jika pada saat itu ditemukan kadar HBV-DNA > 10 7
kopi/ml atau pasien memiliki riwayat melahirkan anak yang mengidap HepatitisB
maka antiviral seperti lamivudin, tenofovir harus diberikan saat usia kehamilan 28-
30 minggu hingga 6 bulansetelah melahirkan, selanjutnya pengobatan dapat
dilanjutkan tergantung dari kondisi pasien, namun sebaiknya terapi dihentikan bila
ibu yang ingin menyusui karena antiretroviral tidak di anjurkan saat
menyusui.Pemantauan ALT dan HBV-DNA harus dilakukan pada bulan ke 1, 3 dan
6 setelah melahirkan.7

18
Penjaringan HBsAg wanita hamil pada kunjungan awal antenatal

HBsAg Negatif
HBsAg Positif

Pemberian vaksin Pemberian vaksin Trimester I Periksa:


Hep B pada Bayi Hep B pada Ibu HBs Ab, HBeAg, Ada dugaan suatu
saat lahir selama kehamilan HBeAb, PLT, ALT, bentuk infeksi aktif /
Kadar HBV-DNA
sirosis,

YA
Melengkapi TIDAK
Vaksinasi Hep B
Pertimbangkan Terapi
sesuai jadwal
Akhir Trimester II (UK 26-28 dengan Lamivudine /
mgg) periksa : ALT, Kadar Tenofovir
HBV-DNA

Riwayat melahirkan anak sebelumnya

YA
TIDAK
Anak HBV (-) Anak HBV
(+)
HBV-DNA HBV-DNA
< 107 kopi/ml > 107 kopi/ml Pertimbangkan terapi dengan
Lamivudine / Tenofovir pada awal
Pengawasan setelah partus : periksa kadar Trimester III (UK 28-30 mgg)
ALT, HBV-DNA saat bulan 1, 3 & 6

Pertimbangkan penghentian terapi


setelah melahirkan

Gambar 3. Alur penatalaksanaan terapi Hepatitis B pada kehamilan.6,8

19
Bagi ibu dengan HBsAg negative, pemberian vaksinasi sangat dianjurkan,
sama halnya dengan pemberian vaksinasi bagi bayi yang dilahirkannya. Selanjutnya
pemberian vaksinasi pada bayi mengikuti jadwal yang telah ada.10

3.9 Pencegahan

Penjaringan merupakan teknik yang tepat untuk pencegahan dan


penatalaksanaan lanjutan bagi pasien hamil yang terinfeksi Hepatitis B serta pasien
resiko tinggi.Sehingga penjaringan Hepatitis B menjadi standar pada saat asuhan
antenatal.Penjaringan ini juga memungkinkan tenaga kesehatan menilai janin yang
memerlukan imunoprofilaksis baik dengan vaksin maupun immunoglobulin Hepatitis
B (HBIG), mengetahui indikasi terapi antiviral pada pasien karier, serta berguna
dalam konseling aktivitas seksual. The American Association Study of Liver Disease
(AASLD), merekomendasikan penjaringan untuk HBsAg pada semua wanita hamil
selama trimester pertama kehamilan.4

Vaksinasi merupakan salah satu cara pencegahan penularan penularan virus


Hepatitis B dari ibu ke anak. Dengan pemberian vaksinasi pada ibu yang hamil akan
memungkinkan terjadinya penyaluran pasif antibodi ke janin yang memungkinkan
suatu bentuk perlindungan dari infeksi horizontal hingga bayi tersebut mendapatkan
imunisasi aktif, vaksinasi juga terbukti aman bagi ibu dan janin, efeksamping yang
paling sering muncul adalah nyeri ditempat suntikan dan demam ringan sampai
dengan sedang.10

Sejak dikembangkan vaksin rekombinan Hepatitis B tahun 1982, sebagian


besar otoritas kesehatan, termasuk World Health Organitation (WHO)
merekomendasikan penggunaan vaksin pada bayi baru lahir terutama yang lahir dari
ibu dengan HBsAg positif atau dari kelompok resiko tinggi. 4 Bentuk vaksinasi
lainnya adalah vaksinasi pasif yang dikenal dengan nama immunoglobulin HepatitisB

20
(HBIG). HBIG ini merupakan bentuk anti-HBs yang di ambil dari individu donor
yang dalam plasmanya mengandung kadar anti-HBs yang tinggi.10

- Pencegahan terhadap transmisi prenatal : 2


Transmisi transplasenta (intrauterine) dianggap sebagai penyebab infeksi yang
kecil yang tidak dapat dicegah dengan imunisasi segera. Ada beberapa faktor resiko
bagi transmisi transplasenta Hepatitis B virus termasuk :

a. Titer HBsAg maternal


Beberapa studi menunjukkan korelasi positif antara titer HBsAgdan resiko
transmisi Hepatitis B intrauterine.
b. Ibu dengan HBeAg positif
HBeAg merupakan sekret protein kecil yang dihasilkan oleh virus Hepatitis
B.HBeAgdapat melewati barier plasenta dari ibu ke janin.Transplasental
HBeAgdari ibu dengan status HBeAg positif menyebabkan sel T helper
neonatus menjadi tidak respon terhadap HBeAg dan HbcAg (toleransi
imun).Toleransi imun ini bisa bertahan selama bertahun-tahun untuk dekade
setelah bayi terinfeksi.
c. Level HBV-DNA ibu
Resiko transmisi ibu-janin ini dihubungkan dengan virus Hepatitis B ibu yang
bereplikasi.Status HBeAg ibu dan HBV-DNA serum ibu merupakan marker
yang bagus untuk replikasi virus dan keduanya berkorelasi baik dengan resiko
transmisi.
d. Genotipe HBV
Ada 8 genotipe virus Hepatitis B yang telah ditemukan (A-H).Perbedaan
genotipe ini terdistribusi di daerah-daerah yang berbeda, contohnya genotipe B
dan C lebih banyak ditemukan di Asia, sedangkan genotipe A dan D lebih
banyak ditemukan di Eropa, Timur Tengah, dan India.Genotipe ini merupakan
faktor yang berhubungan dengan tingkat dan frekuensi dari transmisi vertikal.

21
Karena korelasi kuat antara resiko transmisi intrauterin dari HBV dengan level
viremia ibu, maka dari itu nukleosid analog digunakan sebagai imunisasi standar pada
akhir kehamilan dan profilaksis untuk mengurangi tingkat viremia ibu dan MTCT.
Nukleosid analog oral diindikasikan untuk memanajemen infeksi HBV yang
termasuk dalam kategori B dan C yang dikeluarkan oleh US Food and Drug
Administration (FDA). Lamivudine, adefovir dan entecavir termasuk dalam obat-obat
kategori C ; telbifudine dan tenofovir termasuk dalam obat-obat kategori B.7

Dari 5 penelitian hanya ada satu penelitian yang menunjukkan keuntungan


dari profilaksis lamivudine. Penelitian A Meta-analisis of Ten menyimpulkan bahwa
penambahan terapi lamivudine pada kehamilan untuk dijadikan vaksinasi standar
HBV dan profilaksis HBIG secara signifikan dapat mengurangi MTCT (Mother to
child transmition). 10

Mengingat poin-poin di atas, profilaksis lamivudine masih merupakan


kontroversi walaupun masih digunakan pada wanita hamil yang memiliki level HBV
DNA yang sangat tinggi (HBV DNA ≥ 8-9 log 10 copies / ml). Pendekatan lain untuk
mencegah transmisi HBV intrauterin adalah pemberian HBIG selama kehamilan.
Beberapa laporan telah didokumentasikan mengenai alasan dari intervensi ini, dengan
sebagian melaporkan keuntungan dari penggunaan HBIG selama kehamilan,
sementara penelitian yang lain tidak menyebutkan efek sampingnya. 10

- Pencegahan MCTC (Mother to child transmition)3


Pencegahan MCTC ini merupakan langkah yang sangat esensial untuk mengurangi
penyebaran yang luas dari Hepatitis B virus yang kronik.MCTC yang paling sering
ditemukan adalah transmisi natal dan penyediaan imunoprofilaksis bagi bayi yang
baru lahir merupakan langkah yang sangat baik untuk memblok transmisi natal.

22
- Pencegahan Tansmisi Perinatal3
Immunoprofilaksis disediakan untuk bayi yang baru lahir guna mengurangi
insiden transmisi perinatal Hepatitis B. Vaksin neonatus dari ibu yang menderita
HBsAg positif merupakan hal yang sangat penting dan langkah yang sangat efektif
untuk mengeradikasi infeksi virus Hepatitis B yang kronik.

Gambar 4. Contoh Vaksin Hepatitis B (kanan) &HBIG (kiri)11,12

Gabungan vaksin Hepatitis B dengan Hepatitis B immunoglobulin (HBIG)


yang merupakan bentuk imunisasi pasif sering diberikan pada bayi baru lahir yang
lahir dari ibu dengan HBsAg positif.US Preventive Task Force (USPSTF)
merekomendasikan pemberian dosis pertama vaksin Hepatitis B dan HBIG adalah
dalam 12 jam pertama kelahiran, sedangan Center for Disease Control (CDC)
menganjurkan pemberian vaksin Hepatitis B dengan atau tanpa HBIG diberikan
segera setelah bayi lahir, kemudian dilanjutkan 1 dosis saat usia 1-2 bulan dan 1 dosis
lagi pada saat 6-8 bulan. Dengan pemberian vaksin tersebut, antibodi yang timbul
guna melawan HBsAg yang disebut anti-HBs mendekati 100% pada anak kecil dan
hampir 95% pada dewasa muda.10

23
Tabel 4. Jadwal vaksinasi aktif dan pasif.10

Penelitian Beasley dkk menunjukkan pemberian HBIG dapat menurunkan


transmisi dari ibu HBsAg positif yang mencapai lebih dari 90% menjadi kurang lebih
26% sedangkan ketika digabungkan dengan vaksin, laju transmisi ibu-anak menurun
hingga hanya 2-7%.10

Cara pemberian vaksin adalah injeksi intramuscular, dimana pada bayi usia>
1 tahun dapat diberikan di regio deltoid, sedangkan pada bayi usia < 1 tahun
diberikan di regio lateral paha. Vaksin Hepatitis B dapat ditoleransi dengan sangat
baik, efek samping yang biasa ditemukan adalah bengkak dan kemerahan di tempat
suntikan sedangkan efek yang lebih sistemik seperti demam, nyeri kepala, mual dan
nyeri perut sangat jarang ditemukan. Satu-satunya kontraindikasi pemberian vaksin
adalah riwayat hipersensitivitas terhadap vaksin tersebut atau riwayat syok anafilaktik
pada pemberian vaksin sebelumnya.10

24
BAB III

LAPORAN KASUS

STATUS OBSTETRI
Tanggal Pemeriksaan : 19 Oktober 2019 Ruangan : IGD KB RS Anutapura
Jam : 05.30 WITA

IDENTITAS
0Nama : Ny. K
Umur : 31 tahun
Alamat :Pasangkayu
Pekerjaan : IRT
Agama : Hindu
Pendidikan : SD

ANAMNESIS
G2P1A0 Usia Kehamilan : 37-38minggu
HPHT : 10-01-2019 Menarche : 12 tahun
TP : 17-10-2019 Perkawinan : pertama

Keluhan Utama : Nyeri perut tembus kebelakang

Rw. Penyakit Sekarang :

Pasien masuk RS rujukan dari PKM Pasangkayu dengan keluhan nyeri perut
tembus kebelakang dialami sejak subuh hari sebelum masuk RS, nyeri dirasakan
hilang timbul, nyeri awalnya sebatas perut namun lama kelamaan tembus kebelakang
hingga ke paha.Pasien juga mengeluh adanya pengeluaran darah, lendir, dan air,
pengeluaran darah mulai dirasakan sejak malam hari sebelum pasien diantar oleh
keluarganya ke Puskesmas, beberapa saat setelah pengeluaran darah, pasien
merasakan adanya pengeluaran air bening seperti kencing dan pengeluaran

25
lendir,sedangkan nyeri kepala, pusing, pandangan kabur disangkal oleh pasien, sesak
napas, mual, muntah, dan nyeri uluhati tidak dikeluhkan oleh pasien, BAB dan BAK
Lancar

Riwayat Penyakit Dahulu :


Kejang (-), Hipertensi (-), Penyakit Jantung (-), Diabetes Mellitus (-), Asma (-)

Riwayat Obstetri :
1. Hamil Pertama : Lahir pada tahun 2013, cukup bulan, lahir dirumah dan
ditolong oleh dukun, BB 2.500 gram
2. Hamil Kedua : Hamil sekarang

Riwayat KB :Tidak pernah menggunakan KB

Riwayat ANC :Pemeriksaan kehamilan tidak dilakukan

Riwayat Imunisasi :imunisasi TT (-)


PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sedang Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Kesadaran : Kompos mentis Nadi : 88 kali/menit
BB : 53 kg Pernapasan : 20 kali/menit
TB : 146 cm Suhu : 36,7ºC

1. Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran
KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
2. Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, massa (-), retraksi (-), sikatrik (-)

26
P : Ekspansi thoraks simetris kanan dan kiri,vocal fremitus simetris kanan dan
kiri, krepitasi (-), nyeri tekan (-).
P : Sonor pada seluruh lapangan paru, batas paru heparSIC VII linea
midclavicula dextra, batas jantung dalam batas normal.
A : Suara napas vesikular, ronkhi (-/-), wheezing (-/-). Bunyi jantung I/II murni
reguler
3. Abdomen :
Pemeriksaan Obstetri :
Leopold I : 29 cm
Leopold II : Punggung Kanan
Leopold III : Presentasi Kepala
Leopold IV : Konvergen (bagian terendah belum masuk PAP)
DJJ : 126 x/menit
HIS : 2x40”/10’
TBJ : 2635 gram
Pergerakan Janin : +
Janin Tunggal :+

4. Pemeriksaan dalam :
Portio tebal dan lunak, posisi portio antefleksi, pembukaan 1cm, ketuban pecah,
warna putih keruh disertai pelepasan darah dan lendir, penurunan kepala hodge I.

5. Ekstremitas :
Ekstremitas atas = akral hangat, edema (-),
Ekstremitas bawah = akral hangat, edema (-)

27
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Lab : 19-10-2019
Parameter Nilai Normal Hasil
WBC 4.0-12 x 103/ µL 9,3
RBC 4.0-6.2 x 106/ µL 4,6
Hb 11-17 g/dL 13,5
HCT 35-55% 36,8
PLT 150-400 x 103/µL 264
HbsAG Non Reaktif Reaktif
Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif

RESUME
Wanita, 31 tahun, masuk IGD RSU Anutapura atas rujukan dari PKM
Pasangkayu dengan G2P1A0 usia kehamilan 37-38 minggu, masuk dengan keluhan
nyeri perut tembus kebelakang dialami sejak subuh hari sebelum masuk RS, nyeri
dirasakan hilang timbul, nyeri awalnya sebatas perut namun lama kelamaan tembus
kebelakang hingga ke paha.Pasien juga mengeluh adanya pengeluaran darah, lendir,
dan air, pengeluaran darah mulai dirasakan sejak malam hari sebelum pasien diantar
oleh keluarganya ke Puskesmas, beberapa saat setelah pengeluaran darah, pasien
merasakan adanya pengeluaran air bening seperti kencing dan pengeluaran lender.
Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 88 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36,7ºC.
Sklera ikterus (-/-), TFU = 29 cm, punggung kanan ibu, presentasi kepala, dan bagian
terendah belum masuk pintu atas panggul, DJJ=126 x/menit, HIS:2x40”/10’,
TBJ:2635 gram. Pemeriksaan dalam (VT) 1 cm, portio tebal lunak.darah (+), lendir
(+) air (+)
Pemeriksaan Laboratorium didapatkan WBC : 9,3 x 103/ µL, RBC : 4,6 x 106/
µL, HB : 13,5 g/dL, PLT : 264 x 103/ µL, HbsAG : Reaktif, Anti HIV : Non Reaktif.
DIAGNOSIS

28
G2P1A0 Gravid 37-38minggu + Inpartu Kala 1 fase laten + KPD + Hepatitis B

PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL 20 tetes/menit
2. Induksi ½ Oxytocin mulai 8 Tpm naik 4 Tpm/30 menit
3. Observasi kemajuan persalinan, BJF, HIS, Tanda vital

FOLLOW UP

1. Follow up ruang perawatan KB 19-10-2019

Subject :

Nyeri perut tembus belakang (+), sakit kepala (-), pusing (-), keluar cairan seperti air

dari jalan lahir (+), PPV (+),tangan terasa keram (+), BAK (+) biasa, BAB (-).

Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :90/60 mmHg Nadi : 65x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36.70C,
BJF : 128x/menit TFU : 29 cm
HIS : 4x10’ (40-45) Edema :-/-
Sklera ikterik : -/- VT : Lengkap HIII

Assesment :

Pukul 20.40

Hasil:
29
Bayi ♂ , BB 2700 gram , PB 47 cm, LK 33 cm, LD 30 cm dan
bayi segera diberika vaksin HBIG 0,5 IM dan HB0 0,5 IM
Planing :

 Hecting perineum
 Ivfd RL 20 tpm
 Amoxicilin 500 mg 3x1]
 Asam mefenamat 500 mg 3x1
2. Post Partus hari I, 20-10-2019

Subject :

Nyeri perut tembus belakang (-), nyeri bekas jahitan (+), sakit kepala (-), pusing (+),

PPV (+)berkurang,tangan terasa keram (-), BAK (+) biasa, BAB (-).

Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :100/70 mmHg Nadi : 82x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36,80C,
Kontraksi : Baik TFU : 1 jari dibawah pusat
ASI : +/+ Lokia :+
Sklera ikterik : -/-
Assesment :
P2A0 + post partus H1 +Ruptur perineum grade II+ HBsAg

Planing :
 Aff infus

30
 Amoxicilin 500 mg 3x1]
 Asam mefenamat 500 mg 3x1
3. Post partus hari II, 21-10-2019

Subject :

Nyeri perut tembus belakang (-), nyeri bekas jahitan (+), sakit kepala (-), pusing (+),

PPV (+)berkurang,tangan terasa keram (-), BAK (+) biasa, BAB (-).

Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :110/80 mmHg Nadi : 80x/menit
RR : 18x/menit Suhu : 36,80C,
Kontraksi : Baik TFU : 1 jari dibawah pusat
ASI : +/+ Lokia :+
Sklera ikterik : -/-
Assesment :
P2A0 + post Partus H2 + Ruptur Perineum gradeII + HBsAg

Planing :
 Amoxicilin 500 mg 3x1]
 Asam mefenamat 500 mg 3x1

4. Post Partus hari III, 22-10-2019

Subject :

Nyeri perut tembus belakang (-), nyeri bekas jahitan (+), sakit kepala (-), pusing (+),

PPV (+)berkurang,tangan terasa keram (-), BAK (+) biasa, BAB (-).

Object :

31
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :100/70 mmHg Nadi : 82x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36,80C,
Kontraksi : Baik TFU : 1 jari dibawah pusat
ASI : +/+ Lokia :+
Sklera ikterik : -/-
Assesment :
P2A0 + post Partus H3 + HBSAG

Planing :
 Amoxicilin 500 mg 3x1]
 Asam mefenamat 500 mg 3x1

BAB III

32
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, Wanita 31 tahun, masuk IGD RSU Anutapura atas rujukan
dari PKM Pasangkayu dengan G2P1A0 usia kehamilan 37-38 minggu, masuk dengan
keluhan nyeri perut tembus kebelakang dialami sejak subuh hari sebelum masuk RS,
nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri awalnya sebatas perut namun lama kelamaan
tembus kebelakang hingga ke paha. Pasien juga mengeluh adanya pengeluaran darah,
lendir, dan air, pengeluaran darah mulai dirasakan sejak malam hari sebelum pasien
diantar oleh keluarganya ke Puskesmas, beberapa saat setelah pengeluaran darah,
pasien merasakan adanya pengeluaran air bening seperti kencing dan pengeluaran
lender. Dari anamnesis tidak didapatkan keluhan keluhan kelelahan, anoreksia, mual,
sakit kepala, nyeri otot,rasa tidak nyaman pada perut kanan atas dan demam. Secara
teori, pasien yang terinfeksi virus Hepatitis B tidak berbeda antara wanita hamil
dengan wanita yang tidak hamil, sehingga untuk menegakkan diagnosis hepatitis B
pada pasien sangat sulit.
Pada pemeriksaan fisis tanda tanda vital dalam batas normal, tidak tampak
ikterus pada sklera, saat dilakukan palpasi abdomen tidak dapatkan nyeri abdomen
kanan atas. Secara teori, ikterus akan muncul sekitar 2-10 hari setelah gejala
prodromal muncul, pasien juga biasanya akan mengeluhkan rasa tidak nyaman pada
region perut kanan atas dan adanya hepatomegali, namun pemeriksaan untuk
menemukan adanya hepatomegali tersebut akan sulit pada pasien dengan usia
kehamilan lanjut sebab dapat tersamarkan oleh perubahan kondisi fisik akibat
kehamilan tersebut, umumnya ikterus dan gejala lainnya akan menghilang dalam 6
minggu, namun beberapa diantaranya dapat berlanjut menjadi gagal hati yang
fulminant, adapula yang menetap lebih dari 6 bulan dan menjadi hepatitis B kronik.2,3
Penegakan diagnosis hepatitis B pada pasien ini baru ditegakkan setelah
dilakukan pemeriksaan laboratorium HbSAg sebelum di putuskan untuk rawat inap
dan persiapan partus. Hasil pemeriksaan laboratorium HbSAg yang menunjukkan
hasil reaktif, hal ini sesuai dengan teori yang mana kebanyakan pasien tidak

33
merasakan adanya gejala yang spesifik, namun saat dilakukan pemeriksaan
laboratorium biasanya didapatkan meningkatnya kadar ALT serta ditemukannya
antigen Hepatitis B virus (HBsAg) di serum pasien. Pemeriksaan tambahan seperti
anti-HBe IgM kadang kala dibutuhkan pada beberapa kasus dimana pasien diduga
mengalami infeksi akut dengan kadar HBsAg negatif, pasien pada kasus ini harus
dicurigai sedang berada pada “fase jendela” (window phase).3
Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu memberikan Induksi ½ Oxytocin mulai
8 Tpm naik 4 Tpm/30 menit untuk menaikkan pembukaan pada ibu tersebut karena
pasien tersebut datang dengan pembukaan 1 cm dan sesuai dengan teori bahwa
injeksi oxytocin memiliki efek yang sama dengan hormone oxytocin yang berfungsi
untuk memicu atau memperkuat kontraksi pada otot rahim. Pemberian induksi
oxytocin selain untuk memajukan pembukaan dan memperkuat kontraksi uterus juga
dimaksudkan untuk menyelamatkan janin dari lingkungan inta uterin yang potensial
berbahaya pada kehamilan lanjut untuk berbagai alasan atau karena kelanjutan
kehamilan membahayakan ibu dan pada kasus ini pasien masuk dengan KPD. Tetapi
pada kasus ini tidak diberikan terapi antibiotic sementara pasien dating dengan
ketuban pecah dini >24 jam berdasarkan teori harus diberikan terapi antibiotic guna
mencegah terjadinya infeksi karena membrane janin berfungsi sebagai penghalang
untuk menghalangi merambatnya infeksi. Setelah ketuban pecah ibu dan janin
beresiko infeksi hal ini terjadi karena setelah ketuban pecah maka akan ada jalan
masuk mikroorganisme dari luar uterus apalagi jika sering dilakukan pemeriksaan
dalam.
Pada kasus ini diputuskan untuk dilahirkan secara normal mengingat status
parietas pasien yaitu G2P1`A0+Aterm+KPD+HBSAG tidak memiliki riwayat operasi
sectio caesaria sebelumnya. Dan juga pasien sudah pada tahap pembukaan lengkap
yang dimana keadaan ibu juga mendukung untuk melahirkan normal. Merujuk pada
teori bahwa komplikasi dari KPD sberupa hipoksia karena kompresi tali pusat
apabila usia kehamilan < 37 minggu.Selain itu pilihan metode persalinan normal pada

34
ibu hamil dengan hepatitis B ini akan menekan resiko infeksi apabila para penolong
persalinan normal menggunakan APD sesuai protapnya.

Pada kasus ini bayi yang telah dilahirkan diberikan vaksin hepatitis dan HIB
dalam 12 jam pertama setelah kelahiran. US Preventive Task Force (USPSTF)
merekomendasikan pemberian dosis pertama vaksin Hepatitis B dan HBIG adalah
dalam 12 jam pertama kelahiran, sedangan Center for Disease Control (CDC)
menganjurkan pemberian vaksin Hepatitis B dengan atau tanpa HBIG diberikan
segera setelah bayi lahir, kemudian dilanjutkan 1 dosis saat usia 1-2 bulan dan 1 dosis
lagi pada saat 6-8 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bohidir NP. (2012) Hepatitis B Virus Infection in Pregnancy. Hepatitis


Annual Journal :199-209.
2. Christensen PB, Clausen MR, Krarup H, Laursen AL, Schlichting P, Weis N.
(2011). Treatment for Hepatitis B virus (HBV) and Hepatitis C virus (HCV)
infection- Danish National Guidelines 2011. Danish Medical Journal: 1-11.

35
3. Chowdhury SD, Eapen CE. (2012). Perinatal Transmission of Hepatitis B.
Hepatitis Annual Journal : 80-88.
4. POGI. Himpunan Kedokteran Feto Maternal. Pedoman Pelayanan Kedkteran.
Ketuban Pecah Dini. 2016.
5. Mustika S, Hasanah D. (2018). Prevalensi Infeksi Hepatitis B pada Ibu Hamil
di Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya. Vol. 30, No. 1 : 3-6.
6. Bzowej NH. (2010). Hepatitis B Therapy in Pregnancy. Curr Hepatitis Rep 9:
197-204.
7. Han GR, Xu CL, Zhao W, Yang YF. (2012). Management of Chronic
Hepatitis B in Pregnancy. World Journal of Gastroenterology Vol 18 (33):
4517-4521.
8. Osazuwa F, Ankiwe HC (2012). Risk of Mother to Child Transmision of
Hepatitis B among Children. Internasional Journal of Tropical Medicine 7 (1):
34-37.
9. Surya IGP. (2010). Penyakit Infeksi. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta. Hal. 906-907
10. Chowdhury SD, Eapen CE. (2012). Perinatal Transmission of Hepatitis B.
Hepatitis Annual Journal : 80-88.
11. Apuzzio J, et al (2012) Chronic Hepatitis B in Pregnancy: A workshop
Consensus Statement on Screening, Evaluation and Management, Part 1. The
Female Patient Journal Vol 37: 22-27.
12. Samkomkamhang US, Lumbiganon P, Laopaiboon M. (2011). Hepatitis B
Vaccination during Pregnancy for Preventing Infant Infection (Review). The
Cochrane library (3):1-13.
13. Nabi Biopharmaceuticals. (2012).Hepatitis B immune globulin (human).
Available from: http://wwwHepatitis-b-immune-globulin-human.html
14. Biofarma. (2012). Hepatitis B Vaccine Recombinant. Available from:
http://wwwHepatitis-b-immune-globulin-human.html

36
37

Anda mungkin juga menyukai