OLEH :
Wahyuni Taslim
N 111 17 087
Pembimbing :
dr.Melda M M sinolungan Sp.OG
1
BAB I
PENDAHULUAN
Hepatitis berasal dari bahasa Yunani kuno “hepar”, dengan akar kata “hepat”
yang berarti hati (liver), dan akhiran –itis yang berarti peradangan, sehingga dapat
diartikan peradangan hati. Hepatitis adalah istilah umum yang berarti peradangan sel-
sel hati, yang bisa disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan
(termasuk obat tradisional), konsumsi alkohol, lemak yang berlebih dan penyakit
autoimmune. Hepatitis dapat disebabkan oleh berbagai macam virus seperti virus
hepatitis A (HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), hepatitis D (HDV) dan
hepatitis E (HEV).
Penyakit hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia
termasuk Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan endemisitas tinggi Hepatitis
B terbesar kedua di negara South East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar. Virus
Hepatitis B (VHB) telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia, sekitar 240
juta orang diantaranya menjadi pengidap Hepatitis B kronik. Sebanyak 1,5 juta
penduduk meninggal dunia setiap tahunnya karena Hepatitis Menurut Rinkesdas
2013, prevalensi hepatitis 1,2% dari penduduk di Indonesia, dimana 1-5% merupakan
ibu hamil dengan virus hepatitis B.
Penularan infeksi VHB dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu penularan horizontal
dan vertikal. Penularan horizontal VHB dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu
penularan perkutan, melalui selaput lendir atau mukosa. Mother-to-child-transmission
(MTCT) terjadi dari seorang ibu hamil yang menderita hepatitis B akut atau pengidap
persisten HBV kepada bayi yang dikandungnya atau dilahirkannya. Penularan HBV
vertikal dapat dibagi menjadi penularan HBV in-utero, penularan perinatal dan
penularan post natal. Penularan HBV in-utero ini sampai sekarang belum diketahui
dengan pasti, karena salah satu fungsi dari plasenta adalah proteksi terhadap bakteri
atau virus. Bayi dikatakan mengalami infeksi in-utero jika dalam 1 bulan postpartum
sudah menunjukkan HbsAg positif.
2
Penularan perinatal adalah penularan yang terjadi pada saat persalinan.
Sebagian besar ibu dengan HbeAg positif akan menularkan infeksi HBV vertikal
kepada bayi yang dilahirkannya sedangkan ibu yang anti- Hbe positif tidak akan
menularkannya. Penularan post natal terjadi setelah bayi lahir misalnya melalui ASI
yang diduga tercemar oleh HBV lewat luka kecil dalam mulut bayi. Pada kasus
persalinan lama cenderung meningkatkan penularan vertikal (lebih dari 9 jam)
Kehamilan tidak akan memperberat infeksi virus, akan tetapi jika terjadi infeksi akut
bisa mengakibatkan hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan mortalitas tinggi
pada ibu dan bayi. Jika penularan virus hepatitis B dapat dicegah berarti mencegah
terjadinya kanker hati secara primer yang dipengaruhi titer DNA virus hepatitis B
tinggi pada ibu (semakin tinggi kemungkinan bayi akan tertular). Infeksi akut terjadi
pada kehamilan trisemester ketiga, persalinan lama dan mutasi virus hepatitis B.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hepatitis B
B. Epidemiologi
Diperkirakan 350-400 juta individu diseluruh dunia telah terinfeksi oleh virus
Hepatitis B,prevalensi infeksi virus ini bervariasi diseluruh dunia, dengan setengah
dari populasinya hidup di daerah-daerah dimana Hepatitis B merupakan suatu
penyakit endemik.3Tingkat infeksi virus Hepatitis B masih tetap tinggi, di Cina
mencapai 7,18%, sedangkan data dari Nigeria mencapai 2-15% dari total
populasinya, dengan rentang umur antara 25-35 tahun.8 Berdasarkan data yang
dihimpun WHO tahun 2008, Indonesia merupakan salah satu negara dengan
prevalensi tinggi yaitu 7,2%-9% diikuti dengan Filipina 7,0-9,0% sedangkan
Malaysia berkisar antara 6,0-9,0%. Data dari Negara maju seperti Amerika Serikat
menunjukkan angka hanya 1-2% dari populasinnya.5,7
4
diperkirakan akan berkembang mengalamigangguan hati kronis dan 10% di antaranya
berpotensimenjadi kanker hepatoseluler.5
C. Etiologi
5
Telah ditemukan beberapa bentuk antigen yang penting secara klinis dalam
mengkonfirmasi perkembangan infeksi virus Hepatitis B, yaitu Hepatitis B
surfaceantigen (HBsAg) yang menandakan adanya infeksi virus Hepatitis B, Hepatitis
B e Antigen (HBeAg) yang menandakan adanya replikasi virus, serta transaktivator
HBx yang berkaitan dengan kemampuan virus tersebut dalam menyatukan genomnya
dengan genom host serta kemampuannya dalam menyebabkan suatu bentuk penyakit
keganasan (onkogenisitas).3
3.4 Patogenenesis
6
Gambar 2. Skema pathogenesis Hepatitis B akut.6
Dalam darah pasien pada fase ini akanditemukanHBeAg positif dengan kadar
HBV-DNA yang tinggi (≥108 kopi/ml) sedangkan kadar ALT normal atau
hanya sedikit tinggi (< 35 IU/ml wanita). Pada pemeriksaan Histologi sel hati
tidak akan ditemukan adanya peradangan atau fibrosis.
7
2) Fase imun aktif
Pada fase ini akan ditemukan HBeAg positif dengan kadar HBV-DNA yang
tinggi (106-107 kopi/ml) sedangkan kadar ALT meningkat diatas normal dan
berfluktuasi . Pada pemeriksaan Histologi sel hati akan ditemukan adanya
peradangan sedang hingga berat.
Pada fase ini akan ditemukan HBeAg negative dan tergantikan dengan
munculnya anti-HBe . Kadar HBV-DNA rendah ( ≤103 kopi/ml) atau bahkan
tidak terdeteksi lagi, selain itu kadarAlanine Aminotransferase (ALT)menjadi
normal. Pada pemeriksaan Histologi sel hati akan ditemukan peradangan
minimal namun disertai dengan fibrosis hingga sirosis.
5) Fase Resolusi
Pada fase ini, bentuk infeksi dari virus HepatitisB akan sembuh yang ditandai
dengan HBsAg negative dan kadar HBV-DNA tidak ditemukan lagi, selain itu
kadar ALT juga dalam batas normal. Jika dalam perkembangan fase
sebelumnya telah terbentuk fibrotic atau sirosis hati, maka hal tersebut akan
menetap walaupun infeksinya telah sembuh. Pada kasus supresi imun yang
berat, reaktivasi biasa terjadi.
8
Gambar 3.Fase Hepatitis B kronik.panah putih, perubahan histopatologi; panah
abu-abu, perubahan marker serologi antara fase.5
Pada daerah endemik, cara penting dalam penularan Hepatitis B dari individu
ke individu yang lain diperankan olehkontak dengan pasien (bagi tenaga kesehatan),
kontak seksual serta penggunaan obat-obatan melalui intravena. Sedangkan pada
daerah yang memiliki prevalensi rendah, cara penularan yangsangat berperan adalah
melalui parenteral atau perkutaneus seperti saat melakukan piercing, membuat
tatoatau saat berbagi pisau cukur maupun sikat gigi. Selain itu, tindakan operasi dan
perawatan gigi dapat menjadi sumber infeksi sedangkan penularan infeksi melalui
9
transfusi darah di negara berkembang telah menurun angka kejadiannya oleh karena
telah diterapkannya pemeriksaan serologi serta molekuler darah namun tetap menjadi
suatu sumber infeksi di negara-negara miskin.2Cara penularan lainnya yang juga
merupakan cara penularan yang menyebabkan angka kroniksitas yang tinggi adalah
melalui transmisi ibu-anak.8
Transmisi infeksi dari ibu ke anak secara tradisional disebut sebagai infeksi
perinatal.2 Transmisi ini merupakan transmisi yang terpenting diantara transmisi
vertikal lainnya dalam hal penyebab terbentuknya penyakit Hepatitis B kronik. 6 Dari
definisinya periode perinatal yang dimulai dari usia gestasional 28 minggu-28 hari
postpartum maka infeksi diluar masa tersebut tidak termasuk dalam infeksi perinatal,
oleh karena itu saat ini istilah tersebut telah berubah menjadi transmisi ibu-anak yang
mencakup keseluruhan infeksi yang terjadi sebelum, saat dan sesudah kelahiran,
termasuk infeksi yang terjadi pada usia dini.3
Mekanisme pasti terjadinya infeksi prenatal/ intrauterine ini masih belum jelas,
namun demikian terdapat beberapa kemungkinan diantaranya:
10
sering menjadi penyebab infeksi intrauterine. sebuah penelitian juga
menunjukkan bahwa tindakan amniosisntesis yang dilakukan pada wanita
hamil dengan HBsAg positif dapat menyebabkan darah ibu yang infeksius
terbawa melalui jarum amniosintesis ke dalam rongga intrauterine, namun
demikian transmisi dengan cara ini sangat jarang terjadi.2
c. Suatu penelitian mengungkapkan adanya DNA HBV pada oosit dan sperma
individu yang terinfeksi, oleh karena itu infeksi pada fetus dapat terjadi
selama masa konsepsi.3
11
Walaupun DNA HBV, HBsAg dan HBeAg telah terbukti di eksresikan
bersama dengan kolostrum dan air susu pada ibu yang terinfeksi Hepatitis B, tidak
ditemukan bukti bahwa menyusui meningkatkan resiko transmisi secara ibu-
anak.8
Gejala klinis pada pasien yang terinfeksi virus Hepatitis B seperti pada
umumnya, tidak berbeda antara wanita hamil dengan wanita yang tidak hamil. Pada
kasus infeksi akut akan timbul keluhan yang tidak spesifik, termasuk kelemahan,
kelelahan, anoreksia, mual, sakit kepala, nyeri otot dan demam derajat rendah. Gejala
seperti mual muntah pada stadium prodromal ini terkadang membingungkan dengan
gejala yang timbul pada wanita hamil muda tanpa penyakit Hepatitis B. Jika penyakit
ini sembuh sebelum terbentuknya kerusakan hati yang menyebabkan disfungsi hati
sekunder maka gejala prodromal seperti diatas akan dianggap seperti suatu sindrom
flu biasa akibat virus atau bahkan akan dianggap sebagai bentuk efek fisiologis
normal dari kehamilan itu sendiri.6
Ikterus akan muncul sekitar 2-10 hari setelah gejala prodromal muncul, pasien
juga akan mengeluhkan rasa tidak nyaman di region perut kanan atas dan pada
pemeriksaan fisik bisa ditemukan adanya hepatomegali. Namunpemeriksaan untuk
menemukan adanya hepatomegali tersebut akan sulit dilakukan pada pasien dengan
usia kehamilan lanjut. 6
Umumnya ikterus dan gejala penyakit hati lainnya akan sembuh dalam 6
minggu, namun beberapa diantaranya dapat berlanjut menjadi gagal hati yang
fulminant yang ditandai dengan kegagalan organ multiple, edema cerebri dan
koagulopati. Ada pula yang kemudian menetap lebih dari 6 bulan dan menjadi
Hepatitis B kronik. 6
12
Pada sebagian besar individu yang mengalami Hepatitis B kronik tidak akan
memberikan gejala klinis hingga stadium akhir. Infeksi kronik Hepatitis B kadang
kala diketahui secara tidak sengaja saat pasien hamil tersebut memeriksakan
kehamilannya. Temuan laboratorium lain umumnya normal kecuali kadar ALT yang
cenderung tidak normal. 6
Efek infeksi Hepatitis B pada ibu hamil umumnya tidak bermakna. Namun
bagi ibu yang telah mengalami sirosis sebelum kehamilannya akan memiliki resiko
lebih besar untuk terjadinya ruptur varises esophagus yang menyebabkan
perdarahan.9
Penelitian lainmenunjukkaninfeksi kronik Hepatitis B berhubungan dengan
terjadinya diabetes melitus gestasional, perdarahan antepartum, kelahiran premature
dan kondisi skor apgar yang rendah pada bayi baru lahir. Selain itu ibu hamil dengan
gangguan hati yang berat dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum,
distress hingga kematian janin, asfiksia neonatorum dan berat badan lahir
rendah.Perdarahan postpartum dan intrapartum dapat terjadi oleh karena kurangnya
vitamin K yang terjadi akibat adanya gangguan hati.6
3.7 Diagnosis
13
pasien diduga mengalami infeksi akut dengan kadarHBsAg negatif, pasien pada kasus
ini harus dicurigai sedang berada pada “fase jendela” (window phase).5
3.8 Penatalaksanaan
14
Pada kasus tertentu, obat-obatan antiviral harus digunakan.Terdapat 7
pengobatan antivirus yang telah diterima oleh Food & Drugs Administration (FDA)
sebagai terapi untuk Hepatitis B. Namun tidak satu pun dari obat-obat tersebut yang
diterima untuk digunakan pada ibu hamil.5
15
Tabel 2 : Penggolongan obat yang digunakan pada pasien yang sedang mengandung.7
16
Penggunaan antiviral selama kehamilan didasarkan pada data keamanan
penggunaan antiviral virus Hepatitis B yang berasal dari 2 sumber utama yaitu
Antiviral Pregnancy Registry (APR) dan Development of Antiretroviral Therapy
Study (DART).5
Data dari APR yang dilaporkan pada tahun 2012 menunjukkan bahwa
lamivudine dan tenovovir merupakan 2 obat dengan pengalaman penggunaan secara
in vivo di trimester pertama kehamilan yang paling aman.7
Oleh sebab itu didunia saat ini terdapat 2 jenis obat yang paling sering
digunakan sebagai terapi Hepatitis B pada ibu hamil, yaitu lamivudin dan
tenovovir.7Walaupun lamivudine digolongkan obat kelas C oleh FDA atas dasar
ditemukannya toksisitas saat penggunaanya di kelinci hamil saat trimester pertama.
Namun penelitian di Cina telah menunjukkan kesuksesan lamivudine dalam
menghambat transmisi vertikal selama trimester ke 3 kehamilan, saat digunakan pada
pemberian pertama di usia kehamilan 28 minggu, dengan kadar DNA-HBV ≤
108IU/ml. Penelitian ini juga menunjukkan penurunan kadar DNA-HBV hingga ≤
106IU/ml bagi pasien dengan kadar DNA-HBV ≥ 108IU/ml yang mendapatkan terapi
lamivudine. Penelitian lain yang juga menggunakan lamivudin selama trimester 3
kehamilan menunjukan penurunan angka transmisi intrauterine dan tidak
ditemukannya abnormalitas pada bayi baru lahir dalam kelompok tersebut.7
17
Tenovovir termasuk kategori kelas B, obat ini memiliki kelebihan tambahan
berupa kemampuannya dalam mencegah resistensi virus, bahkan hingga saat ini tidak
terdapat laporan mengenai terjadinya resistensi virus Hepatitis B terhadap obat ini.4
Obat lain yang mulai digunakan adalah telbivudin yang masuk dalam kategori
kelas B menurut FDA, namun penggunaanya masih terbatas oleh karena kurangnya
data keamanan penggunaan obat ini dalam penelitian in vivo pada ibu hamil dan
mudahnya obat ini menjadi resisten.4
18
Penjaringan HBsAg wanita hamil pada kunjungan awal antenatal
HBsAg Negatif
HBsAg Positif
YA
Melengkapi TIDAK
Vaksinasi Hep B
Pertimbangkan Terapi
sesuai jadwal
Akhir Trimester II (UK 26-28 dengan Lamivudine /
mgg) periksa : ALT, Kadar Tenofovir
HBV-DNA
YA
TIDAK
Anak HBV (-) Anak HBV
(+)
HBV-DNA HBV-DNA
< 107 kopi/ml > 107 kopi/ml Pertimbangkan terapi dengan
Lamivudine / Tenofovir pada awal
Pengawasan setelah partus : periksa kadar Trimester III (UK 28-30 mgg)
ALT, HBV-DNA saat bulan 1, 3 & 6
19
Bagi ibu dengan HBsAg negative, pemberian vaksinasi sangat dianjurkan,
sama halnya dengan pemberian vaksinasi bagi bayi yang dilahirkannya. Selanjutnya
pemberian vaksinasi pada bayi mengikuti jadwal yang telah ada.10
3.9 Pencegahan
20
(HBIG). HBIG ini merupakan bentuk anti-HBs yang di ambil dari individu donor
yang dalam plasmanya mengandung kadar anti-HBs yang tinggi.10
21
Karena korelasi kuat antara resiko transmisi intrauterin dari HBV dengan level
viremia ibu, maka dari itu nukleosid analog digunakan sebagai imunisasi standar pada
akhir kehamilan dan profilaksis untuk mengurangi tingkat viremia ibu dan MTCT.
Nukleosid analog oral diindikasikan untuk memanajemen infeksi HBV yang
termasuk dalam kategori B dan C yang dikeluarkan oleh US Food and Drug
Administration (FDA). Lamivudine, adefovir dan entecavir termasuk dalam obat-obat
kategori C ; telbifudine dan tenofovir termasuk dalam obat-obat kategori B.7
22
- Pencegahan Tansmisi Perinatal3
Immunoprofilaksis disediakan untuk bayi yang baru lahir guna mengurangi
insiden transmisi perinatal Hepatitis B. Vaksin neonatus dari ibu yang menderita
HBsAg positif merupakan hal yang sangat penting dan langkah yang sangat efektif
untuk mengeradikasi infeksi virus Hepatitis B yang kronik.
23
Tabel 4. Jadwal vaksinasi aktif dan pasif.10
Cara pemberian vaksin adalah injeksi intramuscular, dimana pada bayi usia>
1 tahun dapat diberikan di regio deltoid, sedangkan pada bayi usia < 1 tahun
diberikan di regio lateral paha. Vaksin Hepatitis B dapat ditoleransi dengan sangat
baik, efek samping yang biasa ditemukan adalah bengkak dan kemerahan di tempat
suntikan sedangkan efek yang lebih sistemik seperti demam, nyeri kepala, mual dan
nyeri perut sangat jarang ditemukan. Satu-satunya kontraindikasi pemberian vaksin
adalah riwayat hipersensitivitas terhadap vaksin tersebut atau riwayat syok anafilaktik
pada pemberian vaksin sebelumnya.10
24
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS OBSTETRI
Tanggal Pemeriksaan : 19 Oktober 2019 Ruangan : IGD KB RS Anutapura
Jam : 05.30 WITA
IDENTITAS
0Nama : Ny. K
Umur : 31 tahun
Alamat :Pasangkayu
Pekerjaan : IRT
Agama : Hindu
Pendidikan : SD
ANAMNESIS
G2P1A0 Usia Kehamilan : 37-38minggu
HPHT : 10-01-2019 Menarche : 12 tahun
TP : 17-10-2019 Perkawinan : pertama
Pasien masuk RS rujukan dari PKM Pasangkayu dengan keluhan nyeri perut
tembus kebelakang dialami sejak subuh hari sebelum masuk RS, nyeri dirasakan
hilang timbul, nyeri awalnya sebatas perut namun lama kelamaan tembus kebelakang
hingga ke paha.Pasien juga mengeluh adanya pengeluaran darah, lendir, dan air,
pengeluaran darah mulai dirasakan sejak malam hari sebelum pasien diantar oleh
keluarganya ke Puskesmas, beberapa saat setelah pengeluaran darah, pasien
merasakan adanya pengeluaran air bening seperti kencing dan pengeluaran
25
lendir,sedangkan nyeri kepala, pusing, pandangan kabur disangkal oleh pasien, sesak
napas, mual, muntah, dan nyeri uluhati tidak dikeluhkan oleh pasien, BAB dan BAK
Lancar
Riwayat Obstetri :
1. Hamil Pertama : Lahir pada tahun 2013, cukup bulan, lahir dirumah dan
ditolong oleh dukun, BB 2.500 gram
2. Hamil Kedua : Hamil sekarang
1. Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran
KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
2. Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, massa (-), retraksi (-), sikatrik (-)
26
P : Ekspansi thoraks simetris kanan dan kiri,vocal fremitus simetris kanan dan
kiri, krepitasi (-), nyeri tekan (-).
P : Sonor pada seluruh lapangan paru, batas paru heparSIC VII linea
midclavicula dextra, batas jantung dalam batas normal.
A : Suara napas vesikular, ronkhi (-/-), wheezing (-/-). Bunyi jantung I/II murni
reguler
3. Abdomen :
Pemeriksaan Obstetri :
Leopold I : 29 cm
Leopold II : Punggung Kanan
Leopold III : Presentasi Kepala
Leopold IV : Konvergen (bagian terendah belum masuk PAP)
DJJ : 126 x/menit
HIS : 2x40”/10’
TBJ : 2635 gram
Pergerakan Janin : +
Janin Tunggal :+
4. Pemeriksaan dalam :
Portio tebal dan lunak, posisi portio antefleksi, pembukaan 1cm, ketuban pecah,
warna putih keruh disertai pelepasan darah dan lendir, penurunan kepala hodge I.
5. Ekstremitas :
Ekstremitas atas = akral hangat, edema (-),
Ekstremitas bawah = akral hangat, edema (-)
27
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Lab : 19-10-2019
Parameter Nilai Normal Hasil
WBC 4.0-12 x 103/ µL 9,3
RBC 4.0-6.2 x 106/ µL 4,6
Hb 11-17 g/dL 13,5
HCT 35-55% 36,8
PLT 150-400 x 103/µL 264
HbsAG Non Reaktif Reaktif
Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif
RESUME
Wanita, 31 tahun, masuk IGD RSU Anutapura atas rujukan dari PKM
Pasangkayu dengan G2P1A0 usia kehamilan 37-38 minggu, masuk dengan keluhan
nyeri perut tembus kebelakang dialami sejak subuh hari sebelum masuk RS, nyeri
dirasakan hilang timbul, nyeri awalnya sebatas perut namun lama kelamaan tembus
kebelakang hingga ke paha.Pasien juga mengeluh adanya pengeluaran darah, lendir,
dan air, pengeluaran darah mulai dirasakan sejak malam hari sebelum pasien diantar
oleh keluarganya ke Puskesmas, beberapa saat setelah pengeluaran darah, pasien
merasakan adanya pengeluaran air bening seperti kencing dan pengeluaran lender.
Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 88 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36,7ºC.
Sklera ikterus (-/-), TFU = 29 cm, punggung kanan ibu, presentasi kepala, dan bagian
terendah belum masuk pintu atas panggul, DJJ=126 x/menit, HIS:2x40”/10’,
TBJ:2635 gram. Pemeriksaan dalam (VT) 1 cm, portio tebal lunak.darah (+), lendir
(+) air (+)
Pemeriksaan Laboratorium didapatkan WBC : 9,3 x 103/ µL, RBC : 4,6 x 106/
µL, HB : 13,5 g/dL, PLT : 264 x 103/ µL, HbsAG : Reaktif, Anti HIV : Non Reaktif.
DIAGNOSIS
28
G2P1A0 Gravid 37-38minggu + Inpartu Kala 1 fase laten + KPD + Hepatitis B
PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL 20 tetes/menit
2. Induksi ½ Oxytocin mulai 8 Tpm naik 4 Tpm/30 menit
3. Observasi kemajuan persalinan, BJF, HIS, Tanda vital
FOLLOW UP
Subject :
Nyeri perut tembus belakang (+), sakit kepala (-), pusing (-), keluar cairan seperti air
dari jalan lahir (+), PPV (+),tangan terasa keram (+), BAK (+) biasa, BAB (-).
Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :90/60 mmHg Nadi : 65x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36.70C,
BJF : 128x/menit TFU : 29 cm
HIS : 4x10’ (40-45) Edema :-/-
Sklera ikterik : -/- VT : Lengkap HIII
Assesment :
Pukul 20.40
Hasil:
29
Bayi ♂ , BB 2700 gram , PB 47 cm, LK 33 cm, LD 30 cm dan
bayi segera diberika vaksin HBIG 0,5 IM dan HB0 0,5 IM
Planing :
Hecting perineum
Ivfd RL 20 tpm
Amoxicilin 500 mg 3x1]
Asam mefenamat 500 mg 3x1
2. Post Partus hari I, 20-10-2019
Subject :
Nyeri perut tembus belakang (-), nyeri bekas jahitan (+), sakit kepala (-), pusing (+),
PPV (+)berkurang,tangan terasa keram (-), BAK (+) biasa, BAB (-).
Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :100/70 mmHg Nadi : 82x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36,80C,
Kontraksi : Baik TFU : 1 jari dibawah pusat
ASI : +/+ Lokia :+
Sklera ikterik : -/-
Assesment :
P2A0 + post partus H1 +Ruptur perineum grade II+ HBsAg
Planing :
Aff infus
30
Amoxicilin 500 mg 3x1]
Asam mefenamat 500 mg 3x1
3. Post partus hari II, 21-10-2019
Subject :
Nyeri perut tembus belakang (-), nyeri bekas jahitan (+), sakit kepala (-), pusing (+),
PPV (+)berkurang,tangan terasa keram (-), BAK (+) biasa, BAB (-).
Object :
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :110/80 mmHg Nadi : 80x/menit
RR : 18x/menit Suhu : 36,80C,
Kontraksi : Baik TFU : 1 jari dibawah pusat
ASI : +/+ Lokia :+
Sklera ikterik : -/-
Assesment :
P2A0 + post Partus H2 + Ruptur Perineum gradeII + HBsAg
Planing :
Amoxicilin 500 mg 3x1]
Asam mefenamat 500 mg 3x1
Subject :
Nyeri perut tembus belakang (-), nyeri bekas jahitan (+), sakit kepala (-), pusing (+),
PPV (+)berkurang,tangan terasa keram (-), BAK (+) biasa, BAB (-).
Object :
31
KU : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD :100/70 mmHg Nadi : 82x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36,80C,
Kontraksi : Baik TFU : 1 jari dibawah pusat
ASI : +/+ Lokia :+
Sklera ikterik : -/-
Assesment :
P2A0 + post Partus H3 + HBSAG
Planing :
Amoxicilin 500 mg 3x1]
Asam mefenamat 500 mg 3x1
BAB III
32
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, Wanita 31 tahun, masuk IGD RSU Anutapura atas rujukan
dari PKM Pasangkayu dengan G2P1A0 usia kehamilan 37-38 minggu, masuk dengan
keluhan nyeri perut tembus kebelakang dialami sejak subuh hari sebelum masuk RS,
nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri awalnya sebatas perut namun lama kelamaan
tembus kebelakang hingga ke paha. Pasien juga mengeluh adanya pengeluaran darah,
lendir, dan air, pengeluaran darah mulai dirasakan sejak malam hari sebelum pasien
diantar oleh keluarganya ke Puskesmas, beberapa saat setelah pengeluaran darah,
pasien merasakan adanya pengeluaran air bening seperti kencing dan pengeluaran
lender. Dari anamnesis tidak didapatkan keluhan keluhan kelelahan, anoreksia, mual,
sakit kepala, nyeri otot,rasa tidak nyaman pada perut kanan atas dan demam. Secara
teori, pasien yang terinfeksi virus Hepatitis B tidak berbeda antara wanita hamil
dengan wanita yang tidak hamil, sehingga untuk menegakkan diagnosis hepatitis B
pada pasien sangat sulit.
Pada pemeriksaan fisis tanda tanda vital dalam batas normal, tidak tampak
ikterus pada sklera, saat dilakukan palpasi abdomen tidak dapatkan nyeri abdomen
kanan atas. Secara teori, ikterus akan muncul sekitar 2-10 hari setelah gejala
prodromal muncul, pasien juga biasanya akan mengeluhkan rasa tidak nyaman pada
region perut kanan atas dan adanya hepatomegali, namun pemeriksaan untuk
menemukan adanya hepatomegali tersebut akan sulit pada pasien dengan usia
kehamilan lanjut sebab dapat tersamarkan oleh perubahan kondisi fisik akibat
kehamilan tersebut, umumnya ikterus dan gejala lainnya akan menghilang dalam 6
minggu, namun beberapa diantaranya dapat berlanjut menjadi gagal hati yang
fulminant, adapula yang menetap lebih dari 6 bulan dan menjadi hepatitis B kronik.2,3
Penegakan diagnosis hepatitis B pada pasien ini baru ditegakkan setelah
dilakukan pemeriksaan laboratorium HbSAg sebelum di putuskan untuk rawat inap
dan persiapan partus. Hasil pemeriksaan laboratorium HbSAg yang menunjukkan
hasil reaktif, hal ini sesuai dengan teori yang mana kebanyakan pasien tidak
33
merasakan adanya gejala yang spesifik, namun saat dilakukan pemeriksaan
laboratorium biasanya didapatkan meningkatnya kadar ALT serta ditemukannya
antigen Hepatitis B virus (HBsAg) di serum pasien. Pemeriksaan tambahan seperti
anti-HBe IgM kadang kala dibutuhkan pada beberapa kasus dimana pasien diduga
mengalami infeksi akut dengan kadar HBsAg negatif, pasien pada kasus ini harus
dicurigai sedang berada pada “fase jendela” (window phase).3
Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu memberikan Induksi ½ Oxytocin mulai
8 Tpm naik 4 Tpm/30 menit untuk menaikkan pembukaan pada ibu tersebut karena
pasien tersebut datang dengan pembukaan 1 cm dan sesuai dengan teori bahwa
injeksi oxytocin memiliki efek yang sama dengan hormone oxytocin yang berfungsi
untuk memicu atau memperkuat kontraksi pada otot rahim. Pemberian induksi
oxytocin selain untuk memajukan pembukaan dan memperkuat kontraksi uterus juga
dimaksudkan untuk menyelamatkan janin dari lingkungan inta uterin yang potensial
berbahaya pada kehamilan lanjut untuk berbagai alasan atau karena kelanjutan
kehamilan membahayakan ibu dan pada kasus ini pasien masuk dengan KPD. Tetapi
pada kasus ini tidak diberikan terapi antibiotic sementara pasien dating dengan
ketuban pecah dini >24 jam berdasarkan teori harus diberikan terapi antibiotic guna
mencegah terjadinya infeksi karena membrane janin berfungsi sebagai penghalang
untuk menghalangi merambatnya infeksi. Setelah ketuban pecah ibu dan janin
beresiko infeksi hal ini terjadi karena setelah ketuban pecah maka akan ada jalan
masuk mikroorganisme dari luar uterus apalagi jika sering dilakukan pemeriksaan
dalam.
Pada kasus ini diputuskan untuk dilahirkan secara normal mengingat status
parietas pasien yaitu G2P1`A0+Aterm+KPD+HBSAG tidak memiliki riwayat operasi
sectio caesaria sebelumnya. Dan juga pasien sudah pada tahap pembukaan lengkap
yang dimana keadaan ibu juga mendukung untuk melahirkan normal. Merujuk pada
teori bahwa komplikasi dari KPD sberupa hipoksia karena kompresi tali pusat
apabila usia kehamilan < 37 minggu.Selain itu pilihan metode persalinan normal pada
34
ibu hamil dengan hepatitis B ini akan menekan resiko infeksi apabila para penolong
persalinan normal menggunakan APD sesuai protapnya.
Pada kasus ini bayi yang telah dilahirkan diberikan vaksin hepatitis dan HIB
dalam 12 jam pertama setelah kelahiran. US Preventive Task Force (USPSTF)
merekomendasikan pemberian dosis pertama vaksin Hepatitis B dan HBIG adalah
dalam 12 jam pertama kelahiran, sedangan Center for Disease Control (CDC)
menganjurkan pemberian vaksin Hepatitis B dengan atau tanpa HBIG diberikan
segera setelah bayi lahir, kemudian dilanjutkan 1 dosis saat usia 1-2 bulan dan 1 dosis
lagi pada saat 6-8 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
35
3. Chowdhury SD, Eapen CE. (2012). Perinatal Transmission of Hepatitis B.
Hepatitis Annual Journal : 80-88.
4. POGI. Himpunan Kedokteran Feto Maternal. Pedoman Pelayanan Kedkteran.
Ketuban Pecah Dini. 2016.
5. Mustika S, Hasanah D. (2018). Prevalensi Infeksi Hepatitis B pada Ibu Hamil
di Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya. Vol. 30, No. 1 : 3-6.
6. Bzowej NH. (2010). Hepatitis B Therapy in Pregnancy. Curr Hepatitis Rep 9:
197-204.
7. Han GR, Xu CL, Zhao W, Yang YF. (2012). Management of Chronic
Hepatitis B in Pregnancy. World Journal of Gastroenterology Vol 18 (33):
4517-4521.
8. Osazuwa F, Ankiwe HC (2012). Risk of Mother to Child Transmision of
Hepatitis B among Children. Internasional Journal of Tropical Medicine 7 (1):
34-37.
9. Surya IGP. (2010). Penyakit Infeksi. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta. Hal. 906-907
10. Chowdhury SD, Eapen CE. (2012). Perinatal Transmission of Hepatitis B.
Hepatitis Annual Journal : 80-88.
11. Apuzzio J, et al (2012) Chronic Hepatitis B in Pregnancy: A workshop
Consensus Statement on Screening, Evaluation and Management, Part 1. The
Female Patient Journal Vol 37: 22-27.
12. Samkomkamhang US, Lumbiganon P, Laopaiboon M. (2011). Hepatitis B
Vaccination during Pregnancy for Preventing Infant Infection (Review). The
Cochrane library (3):1-13.
13. Nabi Biopharmaceuticals. (2012).Hepatitis B immune globulin (human).
Available from: http://wwwHepatitis-b-immune-globulin-human.html
14. Biofarma. (2012). Hepatitis B Vaccine Recombinant. Available from:
http://wwwHepatitis-b-immune-globulin-human.html
36
37