Anda di halaman 1dari 60

.

DWDORJ

6XUYHL
'HPRJUDÀGDQ
.HVHKDWDQ,QGRQHVLD



/DSRUDQ3HQGDKXOXDQ,QGLNDWRU8WDPD
3UHOLPLQDU\.H\,QGLFDWRU5HSRUW

%DGDQ3XVDW6WDWLVWLN

%DGDQ.HSHQGXGXNDQGDQ.HOXDUJD%HUHQFDQD1DVLRQDO

.HPHQWHULDQ.HVHKDWDQ

,&)
6XUYHL
'HPRJUDÀGDQ
.HVHKDWDQ,QGRQHVLD



>ĂƉŽƌĂŶWĞŶĚĂŚƵůƵĂŶ/ŶĚŝŬĂƚŽƌhƚĂŵĂ
;WƌĞůŝŵŝŶĂƌLJ/ŶĚŝĐĂƚŽƌZĞƉŽƌƚͿ

ĂĚĂŶWƵƐĂƚ^ƚĂƟƐƟŬ
:ĂŬĂƌƚĂ͕/ŶĚŽŶĞƐŝĂ

ĂĚĂŶ<ĞƉĞŶĚƵĚƵŬĂŶĚĂŶ<ĞůƵĂƌŐĂĞƌĞŶĐĂŶĂEĂƐŝŽŶĂů
:ĂŬĂƌƚĂ͕/ŶĚŽŶĞƐŝĂ
<ĞŵĞŶƚĞƌŝĂŶ<ĞƐĞŚĂƚĂŶ
:ĂŬĂƌƚĂ͕/ŶĚŽŶĞƐŝĂ

/&
ZŽĐŬǀŝůůĞ͕DĂƌLJůĂŶĚ͕h^

ĞƐĞŵďĞƌϮϬϭϳ
SURVEI DEMOGRAFI DAN KESEHATAN INDONESIA:
PRELIMINARY REPORT

No. Publikasi : 04110.1701


Katalog BPS : 4201007

Ukuran Buku : A4
Jumlah Halaman : 48 halaman

Penyusun :
Tim SDKI 2017

Penyunting :
Direktorat Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan

Gambar Kulit :
Direktorat Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS

Diterbitkan oleh :
Badan Pusat Statistik, Jakarta – Indonesia

i
Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya

ii
KATA PENGANTAR

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017 (SDKI 2017) merupakan SDKI kedelapan yang
memberikan gambaran mengenai kondisi demografi dan kesehatan di Indonesia. Survei yang pertama
adalah Survei Prevalensi Kontrasepsi Indonesia pada tahun 1987. Survei yang kedua sampai ketujuh
adalah SDKI 1991, SDKI 1994, SDKI 1997, SDKI 2002-2003, SDKI 2007, dan SDKI 2012. SDKI 2017
merupakan survei yang dirancang untuk menyajikan informasi mengenai tingkat kelahiran, kematian,
keluarga berencana dan kesehatan. Cakupan SDKI 2017 kali ini sama dengan SDKI 2012, yaitu seluruh
wanita usia subur (WUS) umur 15-49 tahun, pria kawin umur 15-54 tahun, dan remaja pria belum
kawin umur 15-24 tahun. Remaja wanita sudah tercakup dalam WUS.

SDKI 2017 bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai fertilitas, kesertaan KB,
kesehatan ibu dan anak, prevalensi imunisasi, serta pengetahuan tentang HIV/AIDS dan infeksi
menular seksual (IMS) lainnya. Kegiatan lapangan dilakukan pada bulan Juli sampai dengan September
2017 di 34 provinsi. Kerangka sampel yang digunakan adalah daftar blok sensus pada PSU (Primary
sampling Unit) terpilih dilengkapi dengan informasi jumlah rumah tangga hasil listing Sensus
Penduduk 2010. Sampel SDKI 2017 dirancang untuk menghasilkan estimasi nasional berdasarkan
karakteristik penting dari wanita usia subur umur 15-49 tahun. Namun demikian, beberapa indikator
dapat disajikan menurut provinsi dengan memperhatikan kecukupan sampel.

Hasil pelaksanaan SDKI 2017 disajikan dalam bentuk laporan yang berisi indikator-indikator
utama. Laporan ini memberikan gambaran mengenai hasil kunjungan, karakteristik responden dan
indikator fertilitas dan keluarga berencana, kesehatan ibu dan anak, kematian bayi dan anak, serta
pemahaman tentang HIV-AIDS. Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk
perbaikan laporan dimasa mendatang. Apresiasi dan terima kasih diucapkan kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini dapat menjadi masukan yang
berarti untuk penentuan kebijakan terkait fertilitas, keluarga berencana, dan kesehatan di Indonesia.

Jakarta, Desember 2017

Kepala Badan Pusat Statistik,

iii
iv
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................. xi

ABSTRAK................................................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

BAB II PELAKSANAAN SURVEI……………………………………………………………………………. ....... 3

A Kuesioner……………………………………………………………………………………… ............ 3

B Rancangan Sampel ........................................................................................ 4

C Pelatihan ....................................................................................................... 4

D Organisasi Lapangan ...................................................................................... 5

D.1. Struktur Organisasi SDKI 2017 ............................................................... 5

D.2. Tugas dan Tanggung jawab ................................................................... 7

BAB III HASIL ............................................................................................. .................. 9

A Hasil Kunjungan ............................................................................................ 9

B Karakteristik Responden ............................................................................... 10

C Fertilitas ........................................................................................................ 11

D Keinginan Mempunyai Anak ......................................................................... 12

E Keluarga Berencana ...................................................................................... 13

F Kebutuhan Pelayanan Keluarga Berencana .................................................. 20

G Kematian Anak ............................................................................................... 22

H Pelayanan Kesehatan Ibu .............................................................................. 23

I Imunisasi Anak ............................................................................................... 25

J Penyakit Pada Anak ....................................................................................... 28

K Pola Pemberian Makanan ............................................................................. 30

L Pengetahuan tentang HIV/AIDS ………………………………………………… ............... 32

LAMPIRAN........................................................................................... ............................ 35

v
vi
DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman

1 Hasil wawancara rumah tangga dan perseorangan………………………………..…... 9

2 Karakteristik latar belakang responden ……….…..……………………………………..…. 10

3 Angka fertilitas ..……………………..…………………………………………………………....…… 11

4 Keinginan mempunyai anak menurut jumlah anak masih hidup……………..….. 13

5.1 Pengetahuan tentang alat/cara KB …………………………..…………………...……… 15

5.2 Pemakaian kontrasepsi saat ini menurut karakteristik latar belakang …... 17

6.1 Tingkat putus pakai kontrasepsi ……………………………………………………………..…. 18

6.2 Alasan berhenti memakai alat/cara KB ………………...………..………………………… 19

7 Kebutuhan pelayanan KB diantara wanita kawin ………………………….……………. 21

8 Kematian bayi dan anak ……………………………………….……………………….…………... 22

9 Indikator pelayanan kesehatan ibu …....……….…..…………………………….……….…. 24

10 Imunisasi menurut karakteristik latar belakang …………………………………….…… 27

11 Pengobatan untuk ISPA, demam, dan diare …………………………………………..….. 29

12 Pemberian ASI menurut umur …….…………………………..………………….………… 31

13 Pengetahuan tentang HIV/AIDS ……..…………………………………………………….. 32

14 Pengetahuan tentang metode pencegahan HIV/AIDS……………………………..…. 34

vii
viii
DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Gambar Halaman

1 Struktur organisasi SDKI 2017 di daerah ……………………………………………….…..... 6

2 Tren angka kelahiran total, Indonesia 1991-2017 ………………………………..….…… 12

3 Tren pemakaian kontrasepsi pada wanita kawin, Indonesia 1991-2017…..…... 16

4 Tren angka kematian neonatum, bayi, anak, dan balita, Indonesia 1991-

2017…………………………………………………………………………………………………………….. 23

5 Tren imunisasi anak umur 12-23 bulan, Indonesia 2002-2003, 2007, 2012,

2017 ……………………………………………………………………………………………………..…..... 28

ix
x
DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Lampiran Halaman

A-1 Karakteristik latar belakang responden menurut provinsi ………………………. 35

A-2 Angka fertilitas menurut provinsi …………………………...…………………………… 36

A-3 Pengetahuan tentang alat/cara KB menurut provinsi ………………………..…… 37

A-4 Pemakaian kontrasepsi saat ini menurut provinsi …………………….......…..…. 38

A-5 Kebutuhan pelayanan KB diantara wanita kawin menurut provinsi ..……… 39

A-6 Indikator pemeriksaan kehamilan menurut provinsi ………………………….…… 40

A-7 Pengobatan infeksi saluran pernapasan akut, demam dan diare menurut

provinsi.………………………………………..…………………….………....……………..………. 41

A-8 Pengetahuan tentang HIV/AIDS menurut provinsi ……...........................……. 42

A-9 Pengetahuan tentang metode pencegahan HIV/AIDS menurut provinsi…. 43

xi
xii
ABSTRAK

Sesuai dengan tujuan umum penyelenggaraan SDKI 2017, laporan ini menyajikan hasil kunjungan,
karakteristik responden, dan temuan pokok dari SDKI tahun 2017, khususnya untuk fertilitas dan
keluarga berencana, kesehatan ibu dan anak, kematian bayi dan anak, serta kesadaran tentang HIV-
AIDS. Hasil SDKI 2017 menunjukkan angka fertilitas total turun dari 2,6 anak pada SDKI 2012 menjadi
2,4 anak per wanita. Terjadi peningkatan pemakaian kontrasepsi (semua cara) dari 62 persen pada
SDKI 2012 menjadi 64 persen pada SDKI 2017. Pada kematian bayi dan anak, semua angka kematian
bayi dan anak hasil SDKI 2017 selalu lebih rendah dibandingkan dengan hasil SDKI 2012. Pada indikator
pelayanan kesehatan ibu, terjadi peningkatan pada ibu yang anak terakhirnya terlindung dari tetanus
neonatum, kelahirannya ditolong oleh tenaga kesehatan, dan yang melahirkan di fasilitas kesehatan
dibandingkan dengan tahun 2012 yaitu masing masing 60,4 persen menjadi 77,4 persen, 83,1 persen
menjadi 90,9 persen, dan 63,2 persen menjadi 79 persen. Sedangkan pada ibu yang kehamilannya
diperiksa oleh tenaga kesehatan menurun dari 95,7 persen pada tahun 2012 menjadi 93,9 pada tahun
2017. Anak yang tidak pernah mendapatkan imunisasi menurun dari 7,4 persen pada tahun 2012
menjadi 5,8 persen pada tahun 2017. Persentase anak yang menderita ISPA, demam, dan diare yang
dibawa ke fasilitas atau petugas kesehatan tahun 2017 lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 yaitu
masing-masing meningkat dari 75,3 persen menjadi 83,6 persen, 73,5 persen menjadi 84,6 persen,
dan 64,6 persen menjadi 74,1 persen. Begitu pula dengan pengetahuan tentang cara/metode yang
dapat dilakukan untuk mencegah HIV-AIDS, untuk ketiga metode yaitu menggunakan kondom,
membatasi berhubungan seks hanya dengan satu pasangan, dan menggunakan kondom serta
membatasi untuk berhubungan seks, persentase wanita dan pria yang mengetahui cara/metode
pencegahan HIV-AIDS tersebut selalu lebih tinggi dibandingkan dengan hasil SDKI 2012.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan
Kementerian Kesehatan. Pembiayaan survei disediakan oleh Pemerintah Indonesia. ICF International
menyediakan bantuan teknis melalui proyek MEASURE DHS, sebuah program oleh U.S. Agency for
International Development (USAID) yang menyediakan dana dan bantuan teknis dalam pelaksanaan
survei kependudukan dan kesehatan di banyak negara.

xiii
ABSTRACT

In accordance with the general purpose of the implementation of 2017 IDHS, this report presents the
results of visits, characteristics of respondents and key findings of the 2017 IDHS, particularly for
fertility and family planning, maternal and child health, infant and child mortality, and HIV-AIDS
awareness. Results of IDHS 2017 showed total fertility rate fell from 2.6 children in 2012 IDHS to 2.4
children per woman. There is an increase in the use of contraceptives (all ways) from 62 percent in
the 2012 IDHS to 64 percent in the 2017 IDHS. In infant and child mortality, all infant and child
mortality results from the 2017 IDHS is always lower than the results of the 2012 IDHS. On the
indicator of maternal health services , an increase in mothers whose last child was protected from
tetanus neonatum, whose birth was assisted by health personnel, and who gave birth at health
facilities compared to 2012, respectively 60.4 percent to 77.4 percent, 83.1 percent to 90.9 percent,
and 63.2 percent to 79 percent. Whereas in mothers whose pregnancies were examined by health
workers decreased from 95.7 percent in 2012 to 93.9 in 2017. Children who never get immunization
decline from 7.4 percent in 2012 to 5.8 percent by 2017. The percentage of children suffering from
ARI, fever, and diarrhea brought to health facilities or health workers in 2017 is higher than in 2012,
which increased from 75.3 percent to 83.6 percent, 73.5 percent to 84.6 percent, and 64.6 percent to
74.1 percent. Similarly, knowledge of methods/methods can be used to prevent HIV/AIDS, for all three
methods: using condoms, limiting sex with only one partner, using condoms and limiting sex,
percentage of women and men who know how HIV/AIDS prevention is always higher than the results
of the 2012 IDHS.

2017 IDHS is implemented by BPS in cooperation with National Population and Family Planning Board
(BKKBN) and Ministry of Health. Survey financing is provided by the Government of Indonesia. ICF
International provides technical assistance through the MEASURE DHS project, a program by U.S.
Agency for International Development (USAID) that provides funding and technical assistance in the
implementation of population and health surveys in many countries.

xiv
PENDAHULUAN

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 dilaksanakan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
dan Kementerian Kesehatan. Pendanaan survei disediakan oleh Pemerintah Indonesia. Dalam
teknis/pelaksanaannya, pemerintah Indonesia dibantu oleh ICF Internasional melalui proyek
MEASURE DHS, yaitu program U.S Agency for International Development (USAID) yang menyediakan
dana dan bantuan teknis dalam pelaksanaan survei kependudukan dan kesehatan di banyak negara.
SDKI 2017 merupakan survei kedelapan yang diselenggarakan di Indonesia melalui program
Demographic and Health Surveys (DHS). Data yang dikumpulkan dalam SDKI 2017 menghasilkan
estimasi terkini indikator utama kependudukan dan kesehatan, utamanya Total Fertility Rate (TFR),
Contraceptive Prevalency Rate (CPR), Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), unmet need, Angka
Putus Pakai, dan indikator kesehatan lainnya.
SDKI 2017 dirancang untuk menyediakan data kependudukan, keluarga berencana, dan
kesehatan. Sama seperti SDKI 2012, responden yang didata mencakup wanita usia subur (WUS) usia
15-49 tahun yang belum pernah kawin maupun pernah kawin. Selain itu, SDKI 2017 juga
mewawancarai sejumlah pria kawin usia 15-54 tahun dan pria usia 15-24 tahun yang belum pernah
kawin.
Responden WUS ditanyakan mengenai latar belakang pribadinya, anak yang dilahirkan,
pengetahuan dan praktik keluarga berencana, kesehatan ibu dan anak, kesehatan reproduksi,
pengetahuan tentang HIV-AIDS, dan infeksi menular seksual lainnya. Selain itu juga ditanyakan
perilaku merokok, minum-minuman beralkohol dan pemakaian obat-obatan terlarang, perilaku
pacaran dan hubungan seksual, serta informasi lain yang berguna bagi penyusun kebijakan serta
pengelola di bidang kesehatan dan keluarga berencana.
Responden pria berstatus kawin ditanya mengenai pengetahuan dan partisipasi mereka dalam
perawatan kesehatan istri dan anaknya. Remaja pria yang belum pernah kawin ditanyakan
pengetahuan dan sikap mereka terhadap kesehatan reproduksi, perilaku dalam hal merokok, minum
minuman beralkohol dan pemakaian obat-obatan terlarang, persepsi terhadap perkawinan dan anak,
pengetahuan tentang HIV-AIDS, serta perilaku pacaran dan hubungan seksual.
Key Indicator Report (KIR) ini menyajikan indikator-indikator utama hasil SDKI 2017. Laporan
ini merupakan laporan pendahuluan yang memberikan gambaran mengenai indikator utama SDKI
2017 yang lebih lengkapnya akan dipublikasikan pada laporan analisis lengkap hasil SDKI 2017 pada
tahun 2018.

1
2
II PELAKSANAAN SURVEI

A. Kuesioner

Pelaksanaan SDKI 2017 menggunakan 4 (empat) jenis kuesioner yaitu kuesioner untuk rumah
tangga, wanita usia subur, pria kawin, dan remaja pria. Seluruh kuesioner SDKI 2017 mengacu pada
kuesioner DHS (Demographic Health Survey) 2015 versi terbaru yang sudah mengakomodasi beberapa
isu terbaru sesuai keterbandingan internasional. Namun demikian, ada beberapa pertanyaan yang
tidak diadopsi dalam SDKI 2017 karena kurang sesuai dengan kondisi di Indonesia. Selain itu juga ada
penambahan pertanyaan yang disesuaikan dengan muatan lokal terkait program dibidang kesehatan
dan keluarga berencana di Indonesia, dan penyesuaian kategori jawaban.

Kuesioner rumah tangga digunakan untuk mencatat seluruh anggota rumah tangga dan tamu
serta keterangan keadaan tempat tinggal rumah tangga terpilih. Selain itu juga digunakan untuk
menentukan responden anggota rumah tangga/tamu wanita dan pria yang memenuhi syarat untuk
dilakukan wawancara. Pertanyaan dasar anggota rumah tangga yang dikumpulkan adalah umur, jenis
kelamin, status perkawinan, pendidikan, dan hubungan dengan kepala rumah tangga. Keterangan
keadaan tempat tinggal yang dikumpulkan meliputi sumber air minum, jenis kakus, jenis lantai, jenis
atap, jenis dinding, dan kepemilikan aset rumah tangga. Informasi mengenai kepemilikan aset ini
menggambarkan status sosial-ekonomi rumah tangga.

Kuesioner untuk wanita usia subur (WUS) digunakan untuk mengumpulkan informasi wanita
umur 15-49 tahun. Topik yang ditanyakan adalah:
Latar Belakang Responden
Riwayat Kelahiran
Kontrasepsi
Kehamilan dan Pemeriksaan Sesudah Melahirkan
Imunisasi Anak (Kelahiran Terakhir dan Kelahiran Sebelum Anak Terakhir)
Kesehatan dan Gizi Anak
Perkawinan dan Kegiatan Seksual
Preferensi Fertilitas
Latar Belakang Suami/Pasangan dan Pekerjaan Responden
HIV-AIDS
Isu Kesehatan Lainnya
Latar Belakang Tambahan Responden
Pengetahuan dan Pengalaman Mengenai Sistem Reproduksi Manusia
Perkawinan dan Anak
Peran Keluarga, Sekolah, Masyarakat dan Media
Rokok, Minuman Beralkohol dan Obat-obatan Terlarang
Pacaran dan Perilaku Seksual

Kuesioner pria kawin (PK) digunakan untuk mengumpulkan informasi pria kawin umur 15-54
tahun. Topik yang ditanyakan adalah:
Latar Belakang Responden
Riwayat Kelahiran
Kontrasepsi
Perkawinan dan Aktifitas Seksual
Preferensi Fertilitas
Pekerjaan dan Peran Gender

3
HIV-AIDS
Isu Kesehatan Lainnya

Sementara kuesioner remaja pria (RP) digunakan untuk mengumpulkan informasi remaja pria
umur 15-24 tahun yang memiliki topik pertanyaan sebagai berikut:
Latar Belakang Responden
Pengetahuan dan Pengalaman Mengenai Sistem Reproduksi Manusia
Perkawinan dan Anak
Peran Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat
Rokok, Minuman Beralkohol, dan Obat-obatan Terlarang
HIV-AIDS
Pacaran dan Perilaku Seksual

B. Rancangan Sampel

Sampel SDKI 2017 mencakup 1.970 blok sensus yang meliputi daerah perkotaan dan
perdesaan. Berdasarkan jumlah blok sensus tersebut diharapkan akan dapat diperoleh jumlah sampel
rumah tangga sebanyak 49.250 rumah tangga. Dari seluruh sampel rumah tangga tersebut diharapkan
dapat diperoleh sekitar 59.100 responden wanita usia subur umur 15-49 tahun, 24.625 responden
remaja pria belum kawin umur 15-24 tahun, dan 14.193 responden pria kawin umur 15-54 tahun.
Kerangka sampel SDKI 2017 menggunakan Master Sampel Blok Sensus Kegiatan Sensus Penduduk
2010. Sedangkan kerangka sampel pemilihan rumah tangga menggunakan daftar rumah tangga biasa
hasil pemutakhiran rumah tangga dari blok sensus terpilih. Daftar rumah tangga biasa ini tidak
termasuk institutional household (panti asuhan, barak polisi/militer, penjara, dan sebagainya) dan
rumah tangga khusus (indekos dengan makan minimal 10 orang).

Desain sampling yang digunakan dalam SDKI 2017 adalah sampling dua tahap berstrata, yaitu:
Tahap 1: Pada setiap Kabupaten/Kota, dilakukan pemilihan sejumlah blok sensus secara PPS
(Probability Proportional to Size) sistematik dengan size jumlah rumah tangga hasil listing
SP2010 serta proses implisit stratifikasi dengan pengurutan blok sensus berdasarkan
kategori Urban/Rural dan Wealth Index.
Tahap 2: Memilih 25 rumah tangga biasa di setiap blok sensus terpilih secara sistematik dari hasil
pemutakhiran rumah tangga. Sampel pria kawin dipilih 8 dari 25 rumah tangga.

C. Pelatihan

Pelatihan petugas merupakan salah satu kegiatan penting dalam pelaksanaan SDKI 2017.
Pelatihan bertujuan untuk menyamakan persepsi petugas terhadap konsep dan definisi operasional
dari variabel-variabel yang ditanyakan dalam survei. Pelatihan SDKI 2017 dimulai dengan pelatihan
Instruktur Utama (INTAMA), pelatihan koordinator lapangan, pelatihan Instruktur Nasional (INNAS),
dan pelatihan petugas lapangan. Tiga hal penting yang harus dicapai dalam setiap proses pelatihan
meliputi:
1. Setiap peserta pelatihan harus membaca dan memahami isi kuesioner yang akan
digunakan;
2. Setiap peserta pelatihan harus membaca dan memahami konsep definisi yang
terdapat dalam buku pedoman;
3. Setiap peserta pelatihan harus memahami cara wawancara dan cara mengisikan hasil
wawancara ke dalam kuesioner.

4
Sejumlah 1.160 orang berpartisipasi dalam pelatihan sebagai pewawancara, editor, dan
pengawas. Pelatihan berlangsung pada awal bulan Juli 2017 di sembilan pusat pelatihan yaitu
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan,
Papua, dan Papua Barat. Pelatihan dilaksanakan dalam bentuk workshop untuk memudahkan proses
belajar mengajar. Materi pelatihan meliputi konsep dan definisi, pengetahuan, pengalaman, alur
pertanyaan, dan konsistensi antar pertanyaan terkait dengan rumah tangga, WUS, PK, RP,
pengawasan, dan editor lapangan. Selain itu juga dilakukan latihan wawancara (role playing) dan try
out di lapangan. Hal ini dilakukan agar seluruh petugas dapat melakukan wawancara dengan baik dan
dapat mengisi kuesioner dengan benar sesuai buku pedoman.
Dalam kegiatan try out, setiap pewawancara mencari respoden yang sesuai (eligible). Setelah
wawancara selesai, kuesioner diserahkan kepada editor oleh petugas pewawancara untuk diperiksa.

D. Organisasi Lapangan Dan Pelaksanaan

D.1. Struktur Organisasi SDKI 2017

Struktur organisasi dikelompokkan menjadi Pengarah, Penanggung Jawab Pusat, Operasional


Pusat, dan Operasional Daerah. Bagan alur struktur organisasi tingkat pusat dan tingkat daerah
adalah sebagai berikut:

Tingkat Pusat
1. Pengarah adalah Kepala BPS, Deputi Bidang Statistik Sosial, dan Deputi Bidang Metodologi
dan Informasi Statistik;
2. Penanggung jawab survei adalah Direktur Statistik Kependudukan dan
Ketenagakerjaan;
3. Penanggung jawab metodologi survei adalah Direktur P engembangan Metodologi Sensus
dan Survei;
4. Penanggung jawab pengolahan data adalah Direktur Sistem Informasi Statistik;
5. Penanggung jawab teknis adalah Kepala Subdirektorat (Kasubdit) Statistik Demografi,
dibantu anggota lainnya mencakup Kepala Subdirektorat dan Kepala Seksi dari direktorat
terkait.

Tingkat Daerah
1. Pengarah di daerah adalah Kepala BPS Provinsi;
2. Penanggung jawab survei adalah Kepala Bidang Statistik Sosial;
3. Penanggungjawab teknis adalah Kepala Bidang Statistik Sosial;
4. Koordinator lapangan adalah Kepala Bidang Statistik Sosial;
5. Penanggung jawab administrasi keuangan adalah Kepala Bagian Tata Usaha;
6. Pengawas adalah kepala seksi atau staf inti;
7. Editor adalah kepala seksi atau staf inti;
8. Pencacah adalah staf BPS atau mitra statistik;
9. Penunjuk jalan adalah KSK.

5
Kepala BPS Provinsi

Kabag Tata Kepala Bidang Kepala BPS


Usaha Statistik Sosial Kabupaten/Kota

Kepala Pengawas Penunjuk Jalan


Subbagian
Keuangan

Editor WUS dan PK Editor RP

Pewawancara WUS 1 Pewawancara RP

Pewawancara WUS 2

Pewawancara WUS 3

Pewawancara WUS 4

Pewawancara PK
(Merangkap Editor
RP)

Gambar 1. Struktur Organisasi SDKI 2017 di Daerah

D.2. Tugas dan Tanggung jawab

Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan


Sebagai penanggung jawab survei, Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan
bertanggung jawab secara penuh atas penyelenggaraan SDKI 2017, dari persiapan survei, pelaksanaan,
pengolahan, dan diseminasinya.

Direktur Pengembangan Metodologi Sensus dan Survei


Direktur Pengembangan Metodologi Sensus dan Survei bertanggung jawab atas metodologi
SDKI 2017 yang terdiri dari desain sampling, penyusunan kerangka sampel dan pembobotan
(weighting) hasil survei.

Direktur Sistem Informasi Statistik (SIS)


Direktur Sistem Informasi Statistik bertanggung jawab terhadap pengolahan data SDKI 2017,
mulai dari pembuatan program pengolahan, penyusunan buku pedoman pengolahan (data entry),
pemantauan pelaksanaan pengolahan data, dan kompilasi hasil pengolahan.

Kepala Subdirektorat Statistik Demografi


Sebagai penanggung jawab teknis kegiatan, Kepala Subdirektorat Statistik Demografi
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan survei dimulai dari perencanaan (menyusun anggaran
kegiatan, kuesioner dan buku pedoman, workshop instruktur utama (intama), pelatihan instruktur
nasional (innas), supervisi, serta validasi data.

6
Kepala BPS Provinsi
Kepala BPS Provinsi mengkoordinasikan Kepala Bagian Tata Usaha (Kabag TU), Kepala Bidang
Statistik Sosial (Kabidsos) dan Kepala BPS Kabupaten/kota untuk membagi tugas dan memonitor
seluruh kegiatan SDKI 2017 mulai dari persiapan, pelatihan petugas, updating, dan pencacahan
lapangan, serta menginventarisir dan memecahkan seluruh permasalahan yang terjadi dalam
pelaksanaan SDKI 2017.
Dalam rangka meningkatkan kualitas data, Kepala BPS Provinsi melakukan monitoring dan
evaluasi pencacahan.

Kepala Bidang Statistik Sosial


Kabidsos berkoordinasi dengan Kabag TU dan Kepala BPS Kabupaten/Kota yang terkena
sampel SDKI 2017 dalam pelaksanaan kegiatan SDKI 2017. Selain itu Kabidsos melakukan seleksi
petugas lapangan (pencacah dan pengawas) berdasarkan pengalaman sebagai petugas survei dan
rekam jejaknya (track record). Kemudian Kabidsos memonitor pelaksanaan lapangan, melakukan
evaluasi terhadap pengawas/editor tim SDKI 2017, dan melaporkan hasil evaluasi kepada Kepala BPS
Provinsi.

Kepala BPS Kabupaten/Kota


Kepala BPS Kabupaten/Kota yang terkena sampel bertanggung jawab dalam kegiatan
lapangan SDKI 2017. BPS Kabupaten/Kota harus menyiapkan peta SP2010-WB/ST2013-WB/SE2106-
WB pada blok sensus yang terpilih sebagai sampel, menugaskan Koordinator Statistik Kecamatan
(KSK) melakukan pemutakhiran rumah tangga sebagai penunjuk jalan, ikut memonitor pelaksanaan
lapangan, dan mematuhi jadwal pelaksanaan SDKI 2017.

7
8
III HASIL

Bab ini diawali dengan menyajikan hasil kunjungan, karakteristik responden, dan indikator
utama hasil SDKI 2017, mencakup indikator fertilitas dan keluarga berencana, kesehatan ibu dan
anak, kematian bayi dan anak, serta kesadaran tentang HIV-AIDS. Penyajian indikator difokuskan
pada temuan-temuan di Indonesia secara keseluruhan, sedangkan gambaran provinsi dapat dilihat
pada Lampiran A.

A. Hasil Kunjungan

Tabel 1 menunjukkan hasil kunjungan petugas SDKI 2017 di 49.261 rumah tangga yang
memenuhi syarat untuk diwawancarai. Namun dem ikian, hanya 48.216 rumah tangga yang
dapat ditemui petugas. Di antara rumah tangga tersebut, 47.963 rumah tangga berhasil
diwawancarai, dengan kata lain responnya sebesar 99,5 persen.

Tabel 1. Hasil wawancara rumah tangga dan perseorangan


Jumlah rumah tangga, jumlah kunjungan dan hasil kunjungan, menurut
tempat tinggal (tidak tertimbang), Indonesia 2017

Tempat Tinggal
Hasil Perkotaan Perdesaan Jumlah

Wawancara rumah Tangga


Rumah Tangga Sampel 25.306 23.955 49.261
Rumah tangga ditemui 25.306
24.707 23.955
23.509 49.261
48.216
Rumah tangga diwawancarai 24.560 23.403 47.963
1
Hasil kunjungan 99,4 99,5 99,5
Wawancara perseorangan wanita
Wanita yang memenuhi syarat 27.039 23.691 50.730
Wanita yang diwawancarai 26.425 23.202 49.627
Hasil kunjungan2 97,7 97,9 97,8
Wawancara perseorangan pria3
Pria yang memenuhi syarat 5.306 5.134 10.440
Pria yang diwawancarai 5.054 4.955 10.009
Hasil kunjungan2 95,3 96,5 95,9
1
Rumah tangga yang diwawancarai/rumah tangga yang ditemui
2
Responden yang diwawancarai/responden yang memenuhi syarat
3
Termasuk pria yang berstatus hidup bersama

Dari 47.963 rumah tangga yang berhasil diwawancarai, terdapat 50.730 Wanita Usia Subur
(WUS) yang memenuhi syarat dan hanya 49.627 WUS yang berhasil diwawancarai, atau tingkat
responnya sebesar 98 persen. Disamping itu, sepertiga dari rumah tangga terpilih SDKI 2017, 10.440
pria kawin yang memenuhi syarat untuk diwawancarai, dimana sebanyak 10.009 orang di antaranya
atau 96 persen berhasil diwawancarai petugas. Secara umum, jika dilihat dari tempat tinggal, tingkat
respon wawancara baik rumah tangga, wanita usia subur maupun pria kawin di perdesaan relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan.

9
B. Karakteristik Responden

Tabel 2 menyajikan distribusi persentase wanita umur 15-49 tahun (WUS) dan pria kawin
umur 15-54 tahun menurut karakteristik latar belakang. Ada sebanyak 29 persen WUS remaja
(15-24 tahun), 23 persen berstatus belum kawin, dan 72 persen berstatus kawin atau hidup
bersama, serta lebih dari separuh (52 persen) WUS tinggal di daerah perkotaan.

Tabel 2. Karakteristik latar belakang responden


Distribusi persentase wanita umur 15-49 tahun dan pria kawin umur 15-54 tahun¹ menurut karakteristik latar belakang,
Indonesia 2017
Wanita Pria
Persentase Tidak Persentase Tidak
Karakteristik latar belakang tertimbang Tertimbang tertimbang tertimbang Tertimbang tertimbang

Umur
15-19 15,1 7.501 7.936 0,3 29 31
20-24 13,5 6.716 6.830 3,3 329 337
25-29 13,4 6.643 6.785 10,2 1.016 1.042
30-34 14,4 7.154 7.190 15,9 1.593 1.644
35-39 15,8 7.865 7.611 18,3 1.837 1.879
40-44 14,3 7.093 7.010 18,6 1.860 1.828
45-49 13,4 6.655 6.265 18,2 1.824 1.766
50-54 0,0 0 0 15,2 1.521 1.482

Status perkawinan
Belum kawin 23,3 11.582 12.701 0,0 0 0
Kawin 71,5 35.479 34.086 99,6 9.973 9.941
Hidup bersama 0,4 201 381 0,4 36 68
Cerai hidup 3,0 1.488 1.532 0,0 0 0
Cerai mati 1,8 877 927 0,0 0 0

Daerah tempat tinggal


Perkotaan 51,5 25.543 26.425 49,0 4.901 5.054
Perdesaan 48,5 24.084 23.202 51,0 5.108 4.955

Pendidikan
Tidak Sekolah 1,7 823 904 1,9 186 204
Tidak Tamat SD 8,0 3.968 4.036 12,0 1.205 1.208
Tamat SD 19,3 9.595 8.223 22,0 2.206 1.883
Tidak tamat SMTA 30,1 14.925 14.423 21,5 2.154 2.202
Tamat SMTA+ 40,9 20.315 22.041 42,5 4.258 4.512

Kuintil Kesejahteraan
Terbawah 17,1 8.479 11.014 17,6 1.757 2.264
Menengah bawah 19,1 9.485 9.452 20,0 2.002 1.977
Menengah 20,4 10.109 9.473 20,9 2.094 1.964
Menengah atas 21,3 10.571 9.703 20,6 2.058 1.898
Teratas 22,1 10.982 9.985 21,0 2.097 1.906

Jumlah 100,0 49.627 49.627 100,0 10.009 10.009


na = tidak sesuai
Catatan: Kategori pendidikan mengacu pada tingkat pendidikan tertinggi yang diduduki, tamat maupun tidak.
¹ Termasuk pria yang berstatus hidup bersama

Di antara pria kawin yang diwawancarai dalam survei, 4 persen berumur 15-24 tahun, 14
persen berumur kurang dari 30 tahun, 34 persen berumur 30-39 tahun, dan 44 persen berumur 40
tahun ke atas. Persentase pria kawin yang tinggal di perkotaan relatif sama dengan persentase WUS

10
yakni 51 persen. Secara umum, responden pria kawin memiliki pendidikan yang lebih baik
dibandingkan dengan WUS. Terlihat pria kawin yang berpendidikan tamat SMTA ke atas (43 persen)
lebih tinggi dibandingkan wanita (41 persen).

C. Fertilitas

Informasi tentang fertilitas diperoleh dengan menanyakan kepada semua WUS yang
menjadi sampel SDKI 2017 mengenai jumlah anak yang pernah dilahirkan seumur hidupnya, baik
pria maupun wanita, yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Untuk mendapatkan laporan
lengkap tentang anak, WUS ditanya tentang jumlah anak yang tinggal di rumah, tinggal di tempat
lain, dan yang sudah meninggal. Setiap anak yang lahir hidup ditanyakan jenis kelamin, tanggal lahir,
dan status kelangsungan hidup. Sedangkan anak yang sudah meninggal ditanyakan umur ketika
meninggal.

Tabel 3. Angka fertilitas


Angka fertilitas menurut kelompok umur, angka fertilitas
total, angka fertilitas umum, angka fertiltas kasar untuk
tiga tahun sebelum survei, menurut daerah perkotaan/
perdesaan, Indonesia 2017

Daerah
Kelompok

Umur Perkotaan Perdesaan Jumlah


15-19 24 51 36
20-24 98 126 111
25-29 138 138 138
30-34 116 109 113
35-39 63 63 63
40-44 19 20 20
45-49 2 6 4
TFR 15-49 2,3 2,6 2,4

GFR 75 85 80
CBR 17,7 18,5 18,1

Catatan : Angka fertilitas menurut umur ibu per 1.000 wanita. Angka
untuk kelompok umur 45-49 kemungkinan sedikit bias karena
pembulatan. Angka fertilitas untuk periode 1-36 bulan sebelum
bulan wawancara.
TFR: Angka fertilitas total per wanita umur 15-49 tahun
GFR: Angka fertilitas umum (jumlah kelahiran dibagi jumlah wanita
umur 15-44 tahun), per 1.000 wanita
CBR: Angka fertilitas kasar per 1.000 penduduk

Tabel 3 menyajikan angka fertilitas berdasarkan kelompok umur (Age Specific Fertility Rate atau
ASFR) dan angka fertilitas total (Total Fertility Rate atau TFR) untuk periode tiga tahun sebelum survei.
Periode tiga tahun dipilih untuk memperoleh estimasi fertilitas di Indonesia pada saat ini dengan jumlah
sampel yang mencukupi untuk mengurangi sampling error. Angka ASFR memberikan gambaran pola
fertilitas menurut kelompok umur, sedang TFR menunjukkan jumlah anak yang akan dilahirkan seorang
wanita sampai akhir masa reproduksinya bila ia mengikuti pola ASFR saat ini. Hasil SDKI 2017
menunjukkan TFR sebesar 2,4 yang berarti seorang wanita di Indonesia rata-rata melahirkan 2,4 anak
selama masa reproduksinya. Pada Tabel 3 terlihat bahwa TFR wanita yang tinggal di perkotaan

11
mempunyai selisih 0,3 lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang tinggal di perdesaan. Namun
angka kelahiran untuk kelompok umur 30-34 tahun di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding di daerah
perdesaan.

Tabel 3 juga menyajikan angka fertilitas umum (General Fertility Rate atau GFR) dan angka
fertilitas kasar (Crude Birth Rate atau GFR). Sama dengan TFR, GFR dan CBR di daerah perkotaan
lebih rendah dibanding di daerah perdesaan.
Gambar 2 menyajikan TFR hasil SDKI 1991 sampai dengan SDKI 2017. TFR hasil SDKI 1991 turun
dari 3 anak per wanita menjadi 2,4 anak pada SDKI 2017. Namun, terjadi perlambatan penurunan sejak
tahun 2002-2003 sampai tahun 2012 di mana selama sepuluh tahun TFR cenderung stagnan. Variasi
antar provinsi dalam angka fertilitas dapat dilihat pada Lampiran Tabel A-2.

3 2.9 2.8
2.6 2.6 2.6
2.4

SDKI 1991 SDKI 1994 SDKI 1997 SDKI 2002- SDKI 2007 SDKI 2012 SDKI 2017
2003

Gambar 2. Tren Angka Kelahiran Total, Indonesia 1991-2017

D. Keinginan Mempunyai Anak

SDKI 2017 menanyakan informasi mengenai keinginan mempunyai anak pada masa
mendatang kepada wanita berstatus kawin. Pertanyaan-pertanyaan mencakup keinginan menambah
anak, menjarangkan kelahiran anak berikutnya, dan membatasi kelahiran. Tabel 4 memperlihatkan
bahwa hampir separuh (49 persen) wanita kawin tidak menginginkan anak lagi, dan 4 persen
menyatakan telah dioperasi sterilisasi. Sebanyak 42 persen wanita kawin menginginkan mempunyai
anak lagi, 17 persen ingin mempunyai anak lagi dalam waktu kurang dari dua tahun, 22 persen ingin
menunda kelahiran berikutnya setelah dua tahun atau lebih, dan 3 persen menyatakan belum dapat
menentukan waktunya. Tiga dari empat wanita kawin ingin menjarangkan kelahiran berikutnya atau
tidak ingin mempunyai anak lagi. Angka ini menggambarkan proporsi wanita yang secara potensial
memerlukan pelayanan keluarga berencana (KB).
Tabel 4 juga memperlihatkan bahwa keinginan membatasi kelahiran meningkat sejalan dengan
jumlah anak yang masih hidup. Sebanyak 93 persen wanita yang tidak/belum mempunyai anak
menyatakan ingin mempunyai anak (baik segera atau ditunda kemudian) dibandingkan dengan 30
persen wanita dengan dua anak (baik segera atau ditunda kemudian). Di sisi lain, proporsi wanita yang
tidak ingin mempunyai anak lagi meningkat dari 13 persen pada wanita yang mempunyai satu
anak menjadi 61 persen pada wanita yang mempunyai dua anak, dan 79 persen atau lebih pada
wanita yang mempunyai enam orang anak atau lebih.

12
Tabel 4. Keinginan mempunyai anak menurut jumlah anak masih hidup

Distribusi persentase wanita berstatus kawin umur 15-49 tahun1 menurut keinginan mempunyai anak dan jumlah anak masih
hidup, Indonesia 2017

Jumlah anak masih hidup2

Keinginan Mempunyai Anak 0 1 2 3 4 5 6+ Jumlah

Ingin anak segera3 87,3 27,9 8,8 4,3 2,7 2,8 0,9 16,7

Ingin anak kemudian4 4,2 49,7 17,8 8,4 4,2 2,9 0,9 21,9

Ingin anak, belum menentukan 1,8 5,5 3,3 1,7 1,2 0,7 1,4 3,2

Belum memutuskan 0,7 2,8 5,1 3,0 2,8 1,3 2,2 3,5

Tidak ingin anak lagi 2,2 12,7 61,4 73,0 76,4 78,8 78,7 49,3

Disterilisasi5 0,3 0,3 2,6 8,0 11,1 11,4 11,8 3,9

Tidak dapat hamil lagi 3,4 0,9 0,7 1,1 1,0 1,6 3,6 1,1

Tidak terjawab 0,0 0,1 0,2 0,4 0,5 0,6 0,6 0,2

Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0


Jumlah wanita 2.048 9.355 13.284 6.844 2.587 901 661 35.681

1 Termasuk wanita yang berstatus hidup bersama


2 Termasuk kehamilan pada waktu survei
3 Ingin anak lagi dalam 2 tahun
4 Ingin menunda kelahiran anak berikutnya dalam 2 tahun atau lebih
5 Termasuk sterilisasi wanita dan pria

E. Keluarga Berencana

Pengetahuan tentang alat/cara kontrasepsi

Pengetahuan mengenai pengaturan kelahiran dan keluarga berencana (KB) merupakan salah
satu prasyarat pemahaman dan penggunaan metode kontrasepsi yang tepat dan efektif.
Pengetahuan responden mengenai metode kontrasepsi diperoleh dengan cara menanyakan semua
jenis alat atau cara kontrasepsi yang pernah didengar untuk menunda atau menghindari terjadinya
kehamilan dan kelahiran.
Metode atau cara kontrasepsi dibagi dalam dua kategori, yaitu metode kontrasepsi modern
dan cara tradisional. Metode kontrasepsi modern meliputi sterilisasi wanita, sterilisasi pria, pil KB,
IUD, suntik KB, susuk, kondom pria, intravag, diafragma, kontrasepsi darurat, dan metode
amenorrhea laktasi (MAL). Cara tradisional meliputi pantang berkala (kalender), senggama terputus,
dan jamu.

Tabel 5.1 memperlihatkan bahwa hampir semua responden pernah mendengar suatu
metode/cara kontrasepsi. Pil KB dan suntik KB merupakan metode kontrasepsi yang paling dikenal
oleh responden dengan persentase masing-masing sebesar 98 persen dan 99 persen. Pengetahuan

13
tentang metode kontrasepsi tradisional sanggama terputus hampir sama dengan pantang berkala
(masing-masing 56 persen dan 53 persen).

Secara umum, kelompok wanita umur 30-34 tahun yang berdomisili di wilayah perkotaan,
dan yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi mempunyai pengetahuan tertinggi mengenai
metode kontrasepsi, baik metode kontrasepsi modern maupun tradisional. Sebaliknya, wanita kawin
umur 15-19 tahun, tinggal di perdesaan, dan berpendidikan rendah memiliki pengetahuan yang
rendah tentang metode kontrasepsi.

14
15
Pemakaian alat/cara kontrasepsi

Informasi mengenai pemakaian kontrasepsi penting untuk mengukur keberhasilan program


KB. Informasi ini diperoleh dengan cara menanyakan apakah pada saat wawancara responden atau
pasangannya menggunakan suatu jenis alat atau cara kontrasepsi.

Tabel 5.2 menyajikan informasi tentang prevalensi pemakaian kontrasepsi pada wanita kawin
usia 15-49 tahun menurut karakteristik latar belakang. Hasil survei menunjukkan bahwa 64 persen
wanita kawin usia 15-49 tahun menggunakan alat cara KB, sebagian besar di antaranya menggunakan
metode kontrasepsi modern (57 persen) dan sisanya menggunakan metode kontrasepsi tradisional (6
persen). Di antara cara KB modern yang dipakai, suntik KB merupakan alat kontrasepsi yang terbanyak
digunakan (29 persen), diikuti oleh pil KB (12 persen).

Pemakaian alat kontrasepsi pada wanita kawin kelompok umur 15-19 tahun dan 45-49 tahun
lebih rendah dibandingkan mereka yang berumur 20-44 tahun. Wanita muda cenderung untuk
memakai alat kontrasepsi berupa suntikan, sementara mereka yang lebih tua cenderung untuk
memakai kontrasepsi jangka panjang seperti IUD dan sterilisasi wanita. Namun pada wanita kelompok
umur 45-49 tahun, tingkat kecenderungannya kembali menurun.

Gambar 3 menunjukkan tren penggunaan kontrasepsi pada wanita kawin sejak tahun 1991
sampai 2017. Terlihat adanya peningkatan prevalensi kontrasepsi dari 50 persen pada tahun 1991
menjadi 64 persen pada tahun 2017. Namun, ada perlambatan peningkatan sejak tahun 2002-2003 di
mana selama lima belas tahun terakhir penggunaan kontrasepsi modern cenderung stagnan. Variasi
antar provinsi dalam pengetahuan tentang kontrasepsi dan prevalensi pemakaian kontrasepsi dapat
dilihat pada Lampiran Tabel A-3 dan A-4.

62 64
60 61
57
55 57
57 57 58
55
50 52

47

SDKI 1991 SDKI 1994 SDKI 1997 SDKI 2002- SDKI 2007 SDKI 2012 SDKI 2017
2003

Suatu Cara Suatu Cara Modern

Gambar 3. Tren Pemakaian Kontrasepsi pada Wanita Kawin, Indonesia 1991-2017

16
17
Tingkat Putus Pakai

Indikator penting untuk mengukur kualitas pemakaian kontrasepsi adalah angka putus pakai
metode kontrasepsi. Tabel 6.1 menyajikan tingkat ketidaklangsungan pemakaian metode kontrasepsi
di antara wanita kawin umur 15-49 tahun dalam 12 bulan terakhir sebelum survei dilakukan.

Hasil pada Tabel 6.1 merupakan proporsi pengguna kontrasepsi yang menghentikan
pemakaian dalam satu tahun setelah mulai menggunakan kontrasepsi. Secara umum, 29 persen
wanita yang memulai episode pemakaian kontrasepsi dalam lima tahun sebelum survei menghentikan
pemakaian kontrasepsi dalam jangka waktu 12 bulan setelah memulai pemakaian kontrasepsi. Tingkat
putus pakai lebih tinggi pada pil (46 persen), suntik (28 persen), dan kondom (27 persen) dibandingkan
dengan metode jangka panjang seperti IUD (9 persen) dan susuk KB (6 persen). Jika dibandingkan
dengan kontrasepsi modern, tingkat putus pakai metode tradisional dan MAL lebih tinggi. Tabel 6.1
juga menunjukkan tingkat ganti cara sebesar 13 persen untuk semua metode kontrasepsi. Tingkat
ganti cara untuk kontrasepsi modern paling tinggi terjadi pada pemakai pil dan suntik (masing-masing
22 persen dan 13 persen).

Tabel 6.1 Tingkat putus pakai kontrasepsi


Di antara wanita umur 15-49 tahun yang memulai episode penggunaan kontrasepsi dalam lima tahun sebelum survei, persentase episode
dihentikan dalam waktu 12 bulan, menurut alasan untuk penghentian dan metode tertentu, Indonesia 2017
Ingin Jumlah
metode segmen
Alasan Efek yang Alasan pemakaian
Metode Ingin fertilitas samping/masalah lebih cara Alasan Emua Ganti alat/cara
Alat/cara KB gagal hamil lain2 kesehatan efektif KB3 lainnya alasan4 cara5 KB6

Sterilisasi wanita 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,7 0,7 0,5 638
IUD 0,6 0,8 0,3 4,8 0,2 1,1 1,1 9,0 5,5 1.418
Suntik 0,5 4,5 4,7 13,8 1,4 1,3 1,5 27,8 13,3 13.122
Susuk KB 0,2 0,6 0,2 5,1 0,1 0,2 0,1 6,4 3,2 1.760
Pil 3,1 9,5 6,2 16,7 6,0 1,6 3,1 46,2 21,9 6.065
Kondom pria 2,1 4,5 6,7 2,4 2,7 5,9 2,3 26,5 11,3 1.088
Pantang berkala 5,8 4,6 9,1 0,8 4,2 0,1 1,9 26,5 4,9 746
Senggama terputus 5,5 6,6 3,3 1,2 6,6 0,5 1,8 25,5 8,7 1.730
Lainnya1 (3,8) (5,6) (2,7) (3,9) (26,7) (1,4) (9,8) (53,8) (36,4) 212

Semua cara 1,6 5,2 4,5 11,4 2,9 1,3 1,9 28,9 13,4 26.804
Catatan:
Angka pada tabel berdasarkan perhitungan life table menggunakan informasi tentang episode pemakaian kontrasepsi yang dimulai 3-62 bulan
sebelum survei,
Angka dalam kurung berdasarkan pada observasi 25-49 kasus. Tanda kurung menunjukkan jumlah n setiap bulan selama 12 bulan sebanyak 25-49
wanita.
1 Termasuk MAL dan metode tradisional lainnya.
2 Termasuk jarang berhubungan seks/suami pergi, sulit untuk hamil/menopause, dan bercerai/berpisah
3 Termasuk akses terbatas/terlalu jauh, terlalu mahal, dan tidak nyaman digunakan
4 Alasan putus pakai alat/cara KB saling bebas dan menambahkan pada jumlah yang ada pada total kolom
5 Episode pemakaian alat/cara KB yang termasuk dalam kolom adalah subset dari episode pemakaian yang dihentikan termasuk tingkat

penghentian. Seorang wanita dianggap telah beralih ke metode lain jika dia menggunakan metode yang berbeda pada bulan setelah penghentian
atau jika dia memberi alasan "ingin metode yang lebih efektif" sebagai alasan untuk penghentian dan mulai metode lain dalam waktu dua bulan
setelah penghentian.
6 Jumlah episode pemakaian alat/cara KB meliputi episode pemakaian yang dihentikan selama periode pengamatan dan episode pemakaian yang

tidak dihentikan selama periode pengamatan.

18
Alasan Putus Pakai Metode Kontrasepsi

Aspek penting lainnya terkait putus pakai metode kontrasepsi adalah alasan utama
penghentian pemakaian alat/cara KB. Tabel 6.2 menyajikan distribusi persentase putus pakai
metode kontrasepsi dalam lima tahun sebelum survei berdasarkan alasan utama untuk penghentian,
menurut metode tertentu. Alasan utama untuk menghentikan pemakaian suatu metode kontrasepsi
adalah keinginan untuk hamil (30 persen), takut efek samping atau masalah kesehatan (33 persen).

Tabel 6.2 Alasan berhenti memakai alat/cara KB


Distribusi persentase penghentian metode kontrasepsi dalam lima tahun sebelum survei menurut alasan utama
untuk berhenti pakai, berdasarkan metode tertentu, Indonesia 2017
Alasan berhenti
memakai alat/cara Susuk Kondom Pantang Senggama Semua
KB IUD Suntikan KB Pil pria berkala terputus Lainnya cara

Hamil ketika memakai 3,8 2,7 2,8 10,2 12,8 29,1 26,1 12,1 6,8
Ingin hamil 30,4 31,2 21,4 29,3 29,8 32,9 35,0 15,5 30,3
Suami tidak setuju 0,9 0,3 0,6 0,3 0,8 1,7 1,2 0,2 0,4
Ingin cara yangg lebih
5,3 5,2 8,1 9,5 13,3 11,8 16,9 35,5 7,6
efektif
Efek samping/masalah
30,4 40,3 40,1 28,8 6,0 3,7 3,4 6,1 33,2
kesehatan
Akses/ketersediaan 0,0 0,6 1,1 0,5 0,5 0,0 0,0 0,1 0,5
Ongkos terlalu mahal 0,8 1,1 3,7 0,3 1,2 0,2 0,1 1,0 0,9
Tidak nyaman 6,0 2,8 4,6 3,6 13,8 1,1 1,8 1,6 3,4
Fatalistik 0,7 1,4 1,1 2,1 1,4 0,0 0,3 1,1 1,5
Sulit hamil/
4,2 1,2 2,1 1,4 1,2 1,5 1,0 6,0 1,4
menopause
Jarang kumpul/
1,2 7,1 2,2 8,2 12,6 11,9 5,8 1,0 7,1
suami jauh
Cerai/berpisah 6,1 3,4 2,5 2,2 1,7 1,9 2,0 2,8 3,0
IUD terlepas 5,5 0,2 5,1 0,3 0,6 0,4 0,1 1,1 0,7
Lainnya 4,7 2,0 4,4 3,1 4,0 3,4 4,9 15,8 2,8
Tidak tahu 0,0 0,3 0,1 0,2 0,1 0,4 0,5 0,1 0,2
Tak terjawab 0,0 0,2 0,2 0,2 0,3 0,0 1,0 0,0 0,2

Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Jumlah yang
751 12.475 1.092 5.611 631 535 1.074 164 22.332
diberhentikan
SDM (Standard days method)

Hal yang perlu mendapat perhatian adalah alasan berhenti memakai bervariasi menurut
metode kontrasepsi yang digunakan. Alasan berhenti memakai karena kegagalan kontrasepsi (hamil
saat memakai alat kontrasepsi) paling sering terjadi pada pemakaian metode pantang berkala (29
persen), senggama terputus (26 persen), dan kondom (13 persen), tapi tidak untuk IUD (4 persen),
susuk KB, dan suntik (masing-masing sebesar 3 persen).

19
F. Kebutuhan Pelayanan Keluarga Berencana

Sebagaimana pada SDKI 2012, penghitungan kebutuhan pelayanan KB pada SDKI 2017
mengacu kepada metode penghitungan oleh Bradley dkk, (2012). Data pada Tabel 7 memperlihatkan
tingkat kebutuhan pelayanan KB yang tidak terpenuhi (unmet need for family planning), kebutuhan
KB yang terpenuhi (met need for family planning), dan total kebutuhan KB (demand for family
planning) pada wanita kawin umur 15-49 tahun. Angka-angka dalam tabel ini dapat dibandingkan
dengan angka-angka yang diterbitkan dalam laporan SDKI 2012.

Tabel 7 menunjukkan 11 persen wanita berstatus kawin di Indonesia mempunyai


kebutuhan pelayanan KB yang tidak terpenuhi; 4 persen untuk penjarangan (ingin menunda
kelahiran anak berikutnya untuk jangka waktu dua tahun atau lebih), dan 7 persen untuk pembatasan
(tidak ingin mempunyai anak lagi). Tabel 7.1 juga memperlihatkan bahwa dari 64 persen kebutuhan
KB yang terpenuhi, 24 persen wanita kawin menggunakan kontrasepsi untuk menjarangkan kelahiran
dan 40 persen untuk membatasi jumlah anak. Persentase wanita kawin yang memerlukan
pelayanan KB di Indonesia saat ini adalah 74 persen, di mana 86 persen di antaranya telah terpenuhi
kebutuhannya. Jika semua kebutuhan pelayanan KB terpenuhi, maka prevalensi kontrasepsi
pada wanita kawin di Indonesia saat ini dapat ditingkatkan dari 64 persen menjadi 74 persen.

Kebutuhan pelayanan KB yang tidak terpenuhi bervariasi menurut kelompok umur, paling
besar pada kelompok umur 40-49 tahun (14 persen). Pemenuhan kebutuhan pelayanan KB yang tidak
terpenuhi sedikit lebih tinggi pada wanita di perkotaan (11 persen) dibandingkan dengan wanita di
perdesaan (10 persen). Terdapat pula variasi menurut tingkat pendidikan, paling besar pada wanita
yang tidak sekolah dan tidak tamat SD, yaitu masing-masing 12 persen.

20
21
G. Kematian Bayi dan Anak

SDKI merupakan sumber data utama untuk mengukur tingkat kematian anak dan tren
kematian anak di Indonesia. Angka kematian anak hasil SDKI dihitung dengan metode langsung
berdasarkan informasi riwayat kelahiran setiap anak yang dilahirkan hidup yang secara detail
mencatat tanggal lahir, status kelangsungan hidupnya, dan umur saat meninggal untuk anak yang
sudah meninggal. Angka kematian yang diperoleh dan definisi kematian anak dari SDKI adalah
sebagai berikut:
- Kematian neonatum: peluang kematian pada bulan pertama setelah lahir (0-28 hari).
- Kematian post neonatum: selisih antara kematian bayi dan kematian neonatum (1-11
bulan).
- Kematian bayi: peluang kematian sebelum mencapai ulang tahun pertama (0-11 bulan).
- Kematian anak: peluang kematian antara ulang tahun pertama dan ulang tahun kelima
(1-4 tahun).
- Kematian balita: peluang kematian sebelum mencapai ulang tahun kelima (0-4 tahun).

Tabel 8 Kematian bayi dan anak

Angka Kematian neonatum, post-neonatum, bayi, anak, dan balita untuk periode lima tahun sebelum survei, Indonesia 2017
Kematian
Kematian Kematian Kematian
Post- Kematian Bayi
Neonatum anak Balita
neonatum (1q0)
(NN) (4q1) (5q0)
(PNN)1
Tahun sebelum survei
0-4 15 8 24 8 32
5-9 19 10 29 7 36
10-14 22 15 37 9 45
1 Dihitung dari selisih antara angka kematian bayi dan kematian neonatum

Tabel 8 menunjukkan hasil penghitungan kematian bayi dan anak lima tahun sebelum survei,
sepuluh tahun sebelum survei, dan lima belas tahun sebelum survei. Hasil penghitungan
memperlihatkan penurunan antar periode. Angka kematian anak di Indonesia pada periode lima
tahun sebelum survei diperoleh hasil angka kematian neonatum sebesar 15 per 1000 kelahiran hidup,
angka kematian bayi sebesar 24 per 1000 kelahiran hidup, dan angka kematian balita sebesar 32 per
1000 kelahiran hidup. Kematian neonatum masih berkontribusi besar terhadap kematian bayi
maupun kematian balita. Angka kematian neonatum merupakan salah satu target indikator SDGs
dengan target penurunan menjadi 12 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2030.
Gambar 4 menyajikan tren kematian neonatum (neonatal mortality), kematian bayi (infant
mortality), dan kematian balita (child mortality) berdasarkan hasil SDKI sejak 1991. Tren kematian anak
di Indonesia menunjukkan bahwa setelah mengalami stagnasi pada hasil SDKI 2017 terlihat adanya
penurunan pada semua kematian anak. Kematian neonatum turun dari 19 per 1000 kelahiran hidup
menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup. Kematian bayi turun dari 32 per 1000 kelahiran hidup menjadi
24 per 1000 kelahiran hidup, dan kematian balita dari 40 per 1000 kelahiran hidup menjadi 32 per
1000 kelahiran hidup.

22
97

81
68
57 58
46 46 44
40
32 30 35 34 32 32 32
24 26
22 20 19 19
15 13 11 10
9 8

Kematian neonatum Kemtian bayi Kematian anak Kematian balita

SDKI 1991 SDKI 1994 SDKI 1997 SDKI 2002-03 SDKI 2007 SDKI 2012 SDKI 2017

Gambar 4. Tren angka kematian neonatum, bayi, anak dan balita, Indonesia 1991-2017.

H. Pelayanan Kesehatan Ibu

Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan sampai nifas
bertujuan untuk: a) menjamin kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan
berkualitas; b) mengurangi angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi baru lahir; c) menjamin
tercapainya kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak reproduksi; dan d) mempertahankan dan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang bermutu, aman, dan
bermanfaat.
Pada SDKI 2017, ibu yang bersalin pada periode lima tahun sebelum survei ditanya tentang
serangkaian informasi yang terkait dengan pelayanan kesehatan yang mereka terima selama masa
hamil sampai masa nifas. Indikator utama pelayanan kesehatan ibu meliputi indikator cakupan
Antenatal Care (ANC) K4 (pemeriksaan kehamilan pada tenaga kesehatan yang ke empat atau lebih)
dan persalinan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan yang merupakan indikator Rencana Strategis
(Renstra) Kementerian Kesehatan 2015-2019, serta cakupan pelayanan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang merupakan indikator SDGs.
Tabel 9 menyajikan capaian indikator kesehatan ibu dari masa kehamilan sampai persalinan.
Persentase ibu dengan ANC oleh tenaga kesehatan merupakan gambaran adanya akses setiap ibu
hamil kepada tenaga kesehatan, tanpa memperhatikan periode umur kehamilan dan frekuensi
mendapat layanan. Terlihat bahwa secara umum, hampir 94 persen ibu hamil di Indonesia telah
mendapat akses pelayanan kesehatan. Namun, persentase ibu yang dapat melakukan akses yang
memenuhi kriteria ANC minimal 4 kali menurun menjadi 77 persen. Kriteria indikator cakupan K4
adalah satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester
ketiga. Hal ini berarti masih ada sekitar 23 persen ibu hamil yang akses terlambat atau tidak sesuai
kriteria minimal.
Secara umum, ibu yang tinggal di perkotaan lebih mudah aksesnya dibandingkan di

23
perdesaan. Cakupan antenatal sedikit lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan di daerah
perdesaan dengan persentase masing-masing sebesar 97 persen dan 91 persen. Cakupan antenatal
meningkat secara nyata seiring dengan meningkatnya pendidikan ibu (dari 60 persen di antara ibu
yang tidak pernah sekolah hingga 97 persen di antara ibu dengan pendidikan SMA keatas). Demikian
pula ibu dengan pendidikan tinggi cenderung melakukan ANC sesuai kriteria K4 (dari 36 persen di
antara wanita yang tidak pernah sekolah hingga 85 persen di antara wanita dengan pendidikan SMA
keatas). Capaian cakupan layanan ANC menurut provinsi dapat dilihat pada Tabel A-6.

Tabel 9. Indikator pelayanan kesehatan ibu


Persentase wanita umur 15-49 tahun yang mempunyai anak lahir hidup terakhir selama lima tahun sebelum survei yang mendapat
pelayanan pemeriksaan kehamilan dari tenaga kesehatan, persentase pemeriksaan kehamilan 4 kali (K4), dan persentase yang
anak terakhirnya terlindung dari tetanus neonatum, dan di antara anak lahir hidup selama lima tahun sebelum survei, persentase
persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, dan persentase persalinan di fasilitas kesehatan, menurut latar belakang
karakteristik, Indonesia 2017
Persentase yang
kehamilannya Persentase Persentase yang Persentase Persentase
diperiksa1 oleh pemeriksaan anak terakhirnya persalinan yang persalinan
Latar belakang tenaga kehamilan 4 terlindung dari Jumlah ditolong oleh tenaga di fasilitas Jumlah
karakteristik kesehatan kali (K4)2 tetanus neonatum 3 wanita kesehatan1 kesehatan4 kelahiran
Umur ibu saat
melahirkan
<20 89,7 64,8 53,2 1.223 86,9 71,9 1.404
20-34 94,9 80,0 58,3 10.972 91,4 79,6 12.613
35-49 92,3 72,7 56,8 2.827 90,8 79,8 3.003

Tempat tinggal
Perkotaan 97,2 82,4 55,9 7.284 95,8 90,7 8.257
Perdesaan 90,9 72,7 59,1 7.737 86,2 68,0 8.762

Pendidikan ibu
Tidak sekolah 59,9 35,6 27,7 150 46,4 33,8 198
Tidak tamat SD 83,8 57,3 49,0 1.003 73,2 54,6 1.167
Tamat SD 91,3 71,2 56,6 2.911 83,0 67,9 3.230
Tidak tamat SMTA 94,2 76,4 62,5 4.317 92,3 79,4 4.814
Tamat SMTA+ 97,2 84,7 56,8 6.641 97,2 88,4 7.610

Kuintil
Kesejahteraan
Terbawah 83,2 60,9 56,8 2.982 74,4 52,0 3.522
Menengah bawah 93,4 72,5 58,3 3.040 89,9 75,8 3.429
Menengah 96,2 78,5 58,7 3.085 95,1 84,0 3.407
Menengah atas 97,9 85,3 60,6 3.078 97,1 89,2 3.437
Teratas 99,2 90,0 53,1 2.836 98,9 95,9 3.224

Jumlah 93,9 77,4 57,5 15.020 90,9 79,0 17.019


Catatan: Jika responden menyebutkan lebih dari satu orang yang menolong saat melahirkan, maka hanya penolong kelahiran yang kualifikasinya tertinggi yang dicatat
dalam tabel
1 Pemeriksaan kehamilan dilakukan pada periode trimester pertama oleh dokter, dokter ahli kandungan, kebidanan, perawat, bidan, atau bidan desa
2 Pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali (K4) adalah pemeriksaan oleh tenaga kesehatan sedikitnya 4 kali selama kehamilan, berdasarkan kriteria sedikitnya satu kali

pada trimester pertama, minimal satu kali pada trimester kedua, dan minimal dua kali pada trimester ketiga.
3 Termasuk ibu yang sudah menerima dua kali suntikan TT pada saat hamil anak lahir hidup lima tahun sebelum survei, menerima dua atau lebih suntikan (tiga tahun

terakhir anak lahir hidup kurun waktu lima tahun sebelum survei), atau menerima tiga atau lebih suntikan (lima tahun terakhir untuk anak lahir hidup terakhir selama
lima tahun sebelum survei), atau menerima lima atau lebih suntikan (untuk anak lahir hidup terakhir lima tahun sebelum survei).
4 Fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit atau klinik pemerintah/swasta, puskesmas, poskesdas, polindes, rumah sakit/rumah bersalin, dokter umum/kandungan

praktek, bidan praktek, bidan di desa, dan fasilitas swasta dan pemerintah lainnya.

Tetanus neonatum merupakan salah satu penyebab kematian bayi baru lahir, sehingga
terdapat program layanan pemberian imunisasi tetanus pada ibu untuk melindungi bayi baru lahir

24
dari risiko kematian akibat tetanus. Tabel 9 memperlihatkan bahwa secara umum cakupan imunisasi
TT sebesar 58 persen. Di perdesaan lebih banyak ibu yang mendapat imunisasi TT dibanding di
perkotaan dan tidak menunjukkan pola khusus pada ibu menurut pendidikan.
Pelayanan kesehatan ibu yang juga erat kaitannya dengan kelangsungan hidup ibu dan anak
adalah pelayanan persalinan. Persentase persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan indikator
SDGs Goal ke 3. Tabel 9 menunjukkan bahwa secara umum persalinan tenaga kesehatan sebesar 91
persen dan bervariasi menurut karakteristik, di mana ibu pada usia muda (<20 tahun) justru lebih
rendah persentasenya dibandingkan kelompok usia lain (20 tahun+), akses ibu bersalin ke tenaga
kesehatan lebih besar di perkotaan dibanding perdesaan dengan kesenjangan sebesar 10 persen dan
terlihat adanya hubungan searah antara pendidikan dengan peningkatan persentase persalinan oleh
tenaga kesehatan.
Kementerian Kesehatan bertekad untuk menggeser persalinan di rumah ke persalinan oleh
tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai upaya untuk menurunkan angka kematian
ibu dan bayi baru lahir. Tujuan program persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan adalah untuk mempercepat akses ibu dan bayi baru lahir dalam memperoleh penanganan
yang adekuat apabila terjadi situasi kegawatdaruratan ibu bersalin atau bayi baru lahir. Hasil SDKI
2017 menunjukkan bahwa terdapat 79 persen ibu di Indonesia yang telah bersalin dengan tenaga
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Tabel 9 menunjukkan masih terdapat kesenjangan antara
perkotaan (91 persen) dibandingkan dengan di perdesaan (68 persen). Pendidikan berperan penting
dalam cakupan program ini. Terdapat perbedaan yang cukup lebar antara ibu yang tidak
berpendidikan (34 persen) dengan ibu berpendidikan SMA keatas (88 persen).
Variasi antar provinsi untuk keempat parameter pemeriksaan kehamilan dapat dilihat pada
Lampiran A-6.

I. Imunisasi Anak

Program Imunisasi di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1980 untuk menghilangkan
penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, termasuk hepatitis B, polio, tuberkulosis, difteri, pertusis,
tetanus, pneumonia, dan pada tahun 2013 ditambahkan vaksinasi untuk meningitis yang disebabkan
oleh Hemophilus Influenza tipe B (Hib). Cakupan imunisasi lengkap merupakan indikator utama
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian Kesehatan 2015-2019. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013, anak dikategorikan menerima imunisasi
lengkap apabila jika telah mendapatkan satu dosis vaksin BCG; tiga dosis vaksin DPT-HB atau DPT-HB-
Hib; empat dosis vaksin polio (polio 1-4); dan satu dosis vaksin campak. Cakupan imunisasi lengkap
pada SDKI 2017 dan 2012 berbeda dengan survei SDKI 2007 dan sebelumnya, karena imunisasi
hepatitis B tidak dimasukan kedalam imunisasi dasar anak. Oleh sebab itu, dalam laporan ini disajikan
dua indikator yang memperhitungkan vaksinasi Hepatitis B dan tanpa hepatitis B. Selain itu, imunisasi
polio dalam imunisasi dasar lengkap SDKI 2012 hanya dilaporkan untuk tiga kali vaksinasi, sedangkan
pada SDKI 2017 dilaporkan untuk tiga kali dan empat kali vaksinasi.
Pada SDKI 2017, data imunisasi anak dikumpulkan untuk semua anak yang masih hidup berusia
12-59 bulan. Informasi tentang cakupan vaksinasi dikumpulkan dengan dua cara yaitu dari kartu
kesehatan anak dan laporan ibu. Jika kartu kesehatan tersedia, pewawancara menyalin pada
kuesioner tanggal setiap vaksinasi yang diterima dari kartu tersebut. Jika seorang anak tidak pernah
menerima kartu kesehatan atau jika sang ibu tidak dapat menunjukkan kartu tersebut kepada
pewawancara, atau jika vaksinasi tertentu tidak dicatat pada kartu kesehatan, maka ibu ditanyakan
apakah imunisasi yang diterima anak tersebut. Pertanyaan diajukan secara terpisah untuk setiap jenis
vaksin. Hasil yang disajikan ini berdasarkan informasi kartu kesehatan dan informasi yang diberikan
oleh ibu.

25
Tabel 10 menunjukkan persentase anak usia 12 sampai 23 bulan yang menerima berbagai
imunisasi menurut kartu kesehatan atau laporan ibu. Cakupan imunisasi lengkap meningkat dari 66
persen pada SDKI 2012 menjadi 70 persen pada tahun 2017. Namun, apabila menyertakan vaksinasi
hepatitis B maka cakupan imunisasi lengkap menjadi 65 persen. Cakupan menurut jenis imunisasi
menunjukkan 85 persen anak telah menerima vaksinasi HB saat lahir, 91 persen telah menerima BCG,
77 persen menerima tiga dosis DPT, 83 persen menerima tiga dosis vaksin polio, dan 87 persen
menerima vaksin campak. Sedangkan imunisasi polio empat dosis sebesar 72 persen dan 6 persen
anak usia 12-23 bulan sama sekali tidak menerima vaksinasi. Cakupan imunisasi lengkap yang sesuai
dengan definisi PMK No 42 tahun 2013 (vaksin Polio diberikan 4 dosis) yang ditunjukkan pada kolom
berikutnya menunjukkan angka dengan sedikit sekali perbedaan, sehingga tidak terlihat adanya
perbedaan.
Cakupan imunisasi sedikit berbeda berdasarkan jenis kelamin anak, namun sangat bervariasi
menurut karakteristik latar belakang lainnya. Secara khusus, cakupan imunisasi lengkap meningkat
seiring dengan meningkatnya pendidikan ibu, dari 53 persen pada anak dengan ibu yang tidak pernah
sekolah sampai dengan 74 persen pada anak dengan ibu berpendidikan SMA keatas. Proporsi anak
yang tidak mendapat imunisasi juga menurun seiring dengan meningkatnya pendidikan ibu, dari 17
persen pada anak-anak dengan ibu yang tidak bersekolah sampai dengan 5 persen pada anak dengan
ibu berpendidikan SMA ke atas. Terdapat perbedaan yang mencolok antara daerah perkotaan dan
pedesaan di mana 5 persen anak-anak di daerah perkotaan tidak mendapat imunisasi, sementara di
daerah pedesaan sebesar 7 persen.

26
27
Gambar 5 menunjukkan bahwa cakupan imunisasi untuk setiap vaksin dan imunisasi penuh
telah meningkat sejak SDKI 2002-2003. Seperti telah disebutkan di atas, vaksinasi hepatitis B bukan
merupakan bagian dari jadwal imunisasi dasar sebelum SDKI 2017 sehingga persentase yang
menerima semua vaksinasi merujuk pada anak-anak yang menerima vaksinasi BCG, DPT1-3, polio 1-
3, dan vaksinasi campak. Cakupan imunisasi penuh telah meningkat secara substansial dari 52
menjadi 70 persen. Selanjutnya, setiap jenis vaksin menunjukkan pola yang sama.

89 91 87
83 85 83
80
77 74 76 76
72 72 70
67 66 66
58 59
52

BCG DPT 3 Polio 3 Campak Lengkap

SDKI 2002-2003 SDKI 2007 SDKI 2012 SDKI 2017

Gambar 5. Tren Imunisasi Anak Umur 12-23 Bulan, Indonesia 2002-2003, 2007.
2012 dan 2017

J. Penyakit pada anak

SDKI 2017 mengumpulkan informasi tentang morbiditas pada balita melalui serangkaian
pertanyaan prevalensi dan praktek pengobatan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), panas, dan
diare. Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyakit penyebab kematian anak. Informasi tentang
penyakit balita ditanyakan berdasarkan persepsi dan ingatan ibu tanpa konfirmasi catatan medis.
Estimasi prevalensi ISPA diperoleh dengan menanyakan kepada ibu, apakah balita mereka
pernah sakit dengan batu, bernafas lebih cepat atau tersengal-sengal dalam dua minggu sebelum
survei dan ditanyakan tentang upaya mencari pengobatan. Pada setiap balita di rumah tangga
sampel, ibu juga ditanya tentang pengalaman balita mereka yang menderita sakit demam dan diare
dalam periode dua bulan sebelum survei serta upaya mencari pengobatan. Khusus balita yang pernah
diare, ditanyakan tentang jenis pengobatan yang diberikan.
Tabel 11 menyajikan persentase balita yang mendapat pengobatan untuk penyakit ISPA,
panas, dan diare. Secara umum, di antara 693 balita yang menderita ISPA, 86 persen mendapat
pengobatan ISPA di fasilitas kesehatan. Hasil survei menjaring 5.161 balita yang menderita panas dan
85 persen di antaranya mendapat pengobatan.
Secara umum, tempat tinggal di perkotaan dan ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi
cederung membawa balitanya yang sakit untuk mendapat pengobatan. Pada balita yang mengalami
episode diare, terdapat 74 persen diantara 2.328 balita yang mendapat pengobatan di fasilitas
kesehatan, 36 persen diberi pengobatan oralit, dan 44 persen balita diberi larutan garam termasuk
paket oralit yang disarankan. Secara umum, tidak ada kecenderungan perbedaan persentase balita
pengobatan menurut jenis kelamin.

28
Tabel 11 Pengobatan untuk ISPA, demam dan diare
Di antara anak-anak di bawah lima tahun yang memiliki gejala ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) atau dengan demam dalam 2 minggu sebelum
survei, persentase mereka yang mencari pengobatan dari penyedia layanan kesehatan, atau di antara anak-anak di bawah usia 5 tahun yang sakit
dengan diare selama 2 minggu sebelum survei, persentase mereka yang mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan atau penyedia layanan, persentase
anak yang diberikan cairan yang terbuat dari paket khusus yang disebut oralit dan persentase diberikan terapi rehidrasi oral (ORT) berdasarkan
karakteristik latar belakang, SDKI 2017

Anak dengan gejala


Anak dengan demam Anak dengan diare
ISPA1
Persentase
Persentase
anak yang Persentase
anak yang Persentase anak
mencari Jumlah Jumlah yang Persentase Jumlah
mencari yang mencari
saran atau anak anak mendapat yang anak
pengobatan pengobatan dari
berobat ke dengan dengan paket diberikan dengan
dari fasilitas/ fasilitas/ penyedia
fasilitas / ISPA demam berupa ORT3 diare
Karakteristik Latar penyedia kesehatan2
penyedia cairan oralit
kesehatan2
Belakang kesehatan
Umur dalam bulan
<6 (89,0) 41 66,9 317 46,3 12,2 14,1 131
6-11 87,1 57 87,4 631 69,2 25,9 31,3 315
12-23 90,2 159 87,7 1.271 76,8 37,3 44,8 674
24-35 84,9 166 84,5 1.087 80,5 46,2 54,4 512
36-47 85,6 132 85,1 966 73,8 36,9 46,5 392
48-59 83 136 83,9 890 74,5 36,1 44,5 305
Jenis kelamin
Laki-laki 87,2 372 84,3 2.702 72,6 35,8 44,1 1.226
Perempuan 85,2 321 84,9 2.460 75,7 36,4 43,1 1.103

Tempat tinggal

Perkotaan 90,0 307 86,8 2.435 75,1 36,7 42,5 1.028


Perdesaan 83,3 386 82,6 2.726 73,2 35,6 44,4 1.300
Pendidikan ibu

Tidak berpendidikan * 10 56,1 51 (46,8) (22,4) (29,4) 24

Tidak tamat SD 80,9 63 75,7 347 65,9 35,2 41,5 176


Tamat SD 86,0 157 81,7 1.065 76,8 35,9 43,4 504
Tidak tamat SMTA 87,1 199 86,7 1.529 76,9 37,6 45,9 698

Tamat SMTA+ 88,1 263 86,6 2.170 72,7 35,6 42,7 926
Kuintil
Kesejahteraan
Terbawah 78,8 204 75,3 1087 71,0 31,8 41,5 536
Menengah bawah 93,1 161 85,0 1116 73,9 38,7 4,07 534
Menengah 82,0 119 86,0 1099 74,3 37,2 43,6 470
Menengah atas 91,5 113 89,9 1063 76,6 40,3 47,0 467
Teratas 89,8 95 87,5 796 75,6 31,1 36,5 321

Total 86,3 693 84,6 5.161 74,1 36,1 43,6 2.328


Catatan:
Angka dalam kurung berdasarkan pada 25-49 kasus yang tidak tertimbang.
Tanda bintang menunjukkan bahwa angka tidak ditampilkan karena jumlah kasus kurang dari 25.
1Gejala ISPA (batuk disertai pernapasan pendek dan cepat yang berhubungan dengan dada dan/atau sulit bernafas yang berhubungan dengan dada)

dianggap sebagai proksi untuk pneumonia.


2Tidak termasuk apotek, toko obat, dan praktisi tradisional
3Termasuk oralit dari paket dan cairan rumah yang direkomendasikan

Untuk variasi antar provinsi dalam perawatan untuk infeksi saluran pernapasan akut, demam,
dan diare pada anak dapat dilihat pada Lampiran Tabel A-7.

29
K. Pola Pemberian Makanan

Praktek pemberian makan yang tepat sangat penting untuk kelangsungan hidup,
pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan bayi dan anak kecil. The United Nations Children’s Fund
(UNICEF) dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan agar anak-anak harus disusui
setidaknya selama enam bulan. Makanan padat hanya diberikan setelah anak berusia 6 bulan, dan
menyusui harus terus berlanjut sampai anak usia dua tahun.
SDKI 2017 mengumpulkan data tentang pemberian makanan bayi untuk anak-anak yang lahir
dalam kurun waktu dua tahun terakhir sebelum survei dan tinggal bersama ibu mereka. Tabel 12
menunjukkan bahwa proporsi bayi 0-5 bulan yang disusui secara eksklusif dalam SDKI 2017 lebih
tinggi dibandingkan dengan SDKI 2007 (52 dan 42 persen). Namun, cakupan anak yang terus
menyusui sampai usia 2 tahun sedikit menurun dari 55 persen di tahun 2012 menjadi 54 persen pada
2017. Hampir 70 persen anak usia 6-8 bulan mengkonsumsi ASI dan makanan tambahan. Sebesar 61
persen anak usia 0-1 bulan yang segera diletakkan di dada ibu setelah lahir, dan sebesar 60 persen
anak usia 0-1 bulan yang melakukan kontak kulit ke kulit dengan ibu segera setelah lahir.
Pemberian makan bayi menggunakan botol dengan dot/kempeng sangat tidak dianjurkan
pada usia berapapun. Pemberian botol biasanya dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit,
terutama penyakit diare, karena kesulitan mensterilkan puting susu dengan baik. Hasil SDKI 2017
menunjukkan 43 persen anak di bawah usia 2 bulan diberi makan menggunakan botol dengan
dot/kempeng.

30
31
L. Pengetahuan tentang HIV-AIDS

Pada tahun 2016, terdapat 620 ribu orang yang hidup dengan infeksi HIV di Indonesia (UNAIDS,
2017). Sejak tahun 2010, terjadi peningkatan infeksi HIV pada penderita baru sebesar 68% (UNAIDS,
2017). Terdapat kebutuhan yang kuat bagi setiap negara untuk berupaya mencapai salah satu target SDG’s
dalam mengakhiri epidemi AIDS pada tahun 2030. Rencana Strategis dan Rencana Aksi 2015-2019
Tanggap HIV-AIDS di Indonesia berfokus pada pencegahan dan pengurangan risiko penularan HIV.
peningkatan kualitas hidup orang yang hidup dengan HIV-AIDS dan mengurangi dampak sosial dan
ekonomi dari HIV-AIDS di antara individu, keluarga, dan masyarakat pada umumnya (Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional, 2014). Hal ini termasuk menekankan pada pentingnya peningkatan
pengetahuan tentang HIV-AIDS.
Pada tahun 2017, responden wanita dan pria ditanya apakah mereka pernah mendengar tentang
AIDS, juga dari mana sumber informasi tersebut berasal, dan persepsi mereka mengenai pencegahan dan
penanganan penyakit tersebut. Tabel 13 menunjukkan persentase tingkat pengetahuan HIV-AIDS tidak
jauh berbeda antara wanita 15-49 dan pria yang saat ini menikah pada usia 15-49 (82 persen dan 83
persen).

Tabel 13. Pengetahuan tentang HIV-AIDS


Persentase wanita usia 15-49 tahun dan pria kawin usia 15-541 yang pernah mendengar AIDS, berdasarkan
karakteristik latar belakang, Indonesia 2017

Wanita Pria
Pernah
Jumlah Pernah mendengar Jumlah
Karakteristik Latar Belakang mendengar HIV-
Wanita HIV-AIDS Pria
AIDS
Usia
15-24 88,8 14.217 83,4 358
15-19 88,0 7.501 62,2 29
20-24 89,8 6.716 85,3 329
25-29 87,3 6.643 90,6 1.016
30-39 83,1 15.019 87,8 3.430
40-49 72,7 13.748 81,6 3.684
50-59 * 0 69,9 1.521

Status Pernikahan
Belum Menikah 90,8 11.582 na na
Pernah berhubungan seksual 82,3 210 na na
Belum pernah berhubungan
91,0 11.371 na na
seksual
Menikah atau tinggal bersama 80,3 35.681 82,9 10.009
Cerai Hidup/Berpisah/Cerai Mati 73,2 2.365 na na

Tempat Tinggal
Perkotaan 90,1 25.543 90,7 4.901
Perdesaan 74,3 24.084 75,5 5.108

Pendidikan
Tidak sekolah 20,1 823 25,9 186
Tidak Tamat SD 43,5 3.968 52,9 1205
Tamat SD 65,9 9.595 72,4 2.206
Tidak Tamat SMTA 86,7 14.925 87,2 2.154
Tamat SMTA+ 97,2 20.315 97,2 4.258

Total 15-49 82,4 49.627 82,9 10.009


Catatan: Tanda bintang menunjukkan bahwa angka tidak ditampilkan karena jumlah kasus kurang dari 25.
na = tidak sesuai
1 Termasuk pria yang telah menikah atau hidup bersama dengan pasangannya.

32
Tabel 13 menunjukkan bahwa pengetahuan tentang HIV-AIDS di kalangan wanita usia 15-24
tahun lebih tinggi dibandingkan wanita dengan usia yang lebih tua. Pengetahuan tentang HIV-AIDS di
antara wanita yang belum pernah menikah lebih tinggi dibandingkan wanita yang telah menikah. Di
antara wanita yang belum pernah menikah, mereka yang telah melakukan hubungan seksual lebih
mungkin pernah mendengar tentang HIV-AIDS daripada wanita yang tidak pernah berhubungan seks.
Pengetahuan tentang HIV-AIDS jauh lebih tinggi di kalangan wanita perkotaan dibandingkan wanita
pedesaan. Pengetahuan tentang HIV-AIDS meningkat sebanding dengan tingkat pendidikan wanita.
Pengetahuan HIV-AIDS antara pria kawin menurut tempat tinggal dan pendidikan sama dengan pola
pada wanita. Namun, tingkat pengetahuan mengenai HIV-AIDS lebih tampak pada pria kawin di
kelompok usia 25-29 tahun.
Tingkat pengetahuan mengenai HIV-AIDS berdasarkan provinsi dapat dilihat pada Lampiran
Tabel A-8.

Pengetahuan untuk mengurangi resiko penularan HIV-AIDS

Tingkat prevalensi HIV pada penduduk usia di atas 15 mencapai 0,3% pada tahun 2015.
Epidemi ini sebagian besar terkonsentrasi pada populasi kunci, seperti pekerja seks, hubungan
seksual antara sesama pria (LSL), pengguna narkoba suntikan, dan orang transgender. Oleh karena
itu, hubungan seksual masih merupakan jalur utama penularan HIV-AIDS, yang secara tidak
proporsional mempengaruhi LSL.
Program pencegahan HIV telah memfokuskan usaha mereka pada tiga aspek perilaku yang
penting yaitu penggunaan kondom; membatasi jumlah pasangan seksual atau tetap setia kepada satu
pasangan yang tidak terinfeksi; dan menunda hubungan seksual untuk orang muda (pantang). Untuk
memastikan apakah program telah menerapkan upaya ini secara efektif, responden SDKI diminta
untuk mengajukan pertanyaan spesifik mengurangi kemungkinan terkena HIV dengan menggunakan
kondom pada setiap hubungan seksual dan membatasi hubungan seksual dengan satu pasangan.
SDKI 2017 mengumpulkan informasi untuk menyajikan indikator ini, kecuali hubungan seksual
dengan satu pasangan, terlepas dari status HIV-AIDS pasangannya.
Tabel 14 menunjukkan tingkat pengetahuan metode pencegahan HIV-AIDS berdasarkan
karakteristik latar belakang. Secara keseluruhan, 54 persen wanita usia 15-49 tahun dan 61 persen
pria yang sudah menikah berusia 15-49 tahun tahu bahwa menggunakan kondom dapat mengurangi
kemungkinan tertular HIV-AIDS. Terdapat 68 persen wanita usia 15-49 tahun dan 70 persen pria usia
15-49 tahun mengatakan bahwa membatasi hubungan seksual dengan satu pasangan bisa
mengurangi risiko penularan HIV-AIDS. Selain itu, terdapat 49 persen wanita usia 15-49 tahun dan 55
persen pria percaya bahwa menggunakan kondom dan membatasi hubungan seksual dengan satu
pasangan dapat mencegah seseorang dari infeksi HIV-AIDS.
Di antara wanita usia 15-49 tahun, pengetahuan tentang metode pencegahan HIV-AIDS
menggunakan kondom dan membatasi hubungan seksual dengan satu pasangan meningkat seiring
bertambahnya usia. Namun persentase ini mulai menurun di antara wanita pada kelompok usia 30-
39 tahun. Wanita yang tinggal di daerah perkotaan lebih mengetahui metode pencegahan HIV-AIDS
daripada wanita yang tinggal di daerah pedesaan (masing-masing 62 persen dan 46 persen).
Pengetahuan tentang metode pencegahan HIV-AIDS meningkat seiring dengan meningkatnya
pendidikan.
Pola yang sama dalam pengetahuan tentang metode pencegahan HIV-AIDS yaitu pada 2
metode pencegahan menggunakan kondom dan membatasi hubungan seksual dengan satu pasangan
ditunjukkan pada kelompok pria yang sudah menikah usia 15-49 tahun. Pria yang menikah usia 25-29
tahun sebagian besar mengetahui metode pencegahan HIV-AIDS (70 persen). Perbedaan

33
pengetahuan berdasarkan tempat tinggal dan tingkat pendidikan pada responden pria yang sudah
menikah relatif sama dengan responden wanita usia 15-49 tahun.
Pengetahuan tentang metode pencegahan HIV-AIDS menurut provinsi dapat dilihat pada
Lampiran Tabel A-9.

Tabel 14. Pengetahuan tentang metode pencegahan HIV-AIDS


Persentase wanita dan pria usia 15-491 yang merupakan tanggapan atas pertanyaan yang diajukan, mengatakan bahwa orang dapat
mengurangi risiko terkena HIV-AIDS dengan menggunakan kondom setiap kali mereka melakukan hubungan seksual dan dengan memiliki satu
pasangan seks yang tidak terinfeksi dan tidak berganti pasangan, sesuai karakteristik latar belakang, Indonesia, 2017

Persentase wanita yang menyatakan bahwa HIV-AIDS dapat Persentase pria yang menyatakan bahwa HIV-AIDS
dicegah melalui: dapat dicegah melalui
Penggunaan Penggunaan
Kondom Kondom
dan dan
Pembatasan Pembatasan Pembatasan
aktivitas aktivitas aktivitas
Pembatasan seksual seksual seksual
aktivitas hanya hanya hanya
seksual hanya dengan 1 dengan 1 dengan 1
Penggu- dengan 1 pasangan pasangan pasangan
Karakteristik naan pasangan yang yang tidak Jumlah Penggunaan yang tidak yang tidak Jumlah
Latar Belakang Kondom1 tidak terinfeksi2 terinfeksi 3 wanita Kondom1 terinfeksi2 terinfeksi 3 pria

Usia
15-19 45,8 68,5 40,3 7.501 54,6 56,0 53,5 29
20-24 58,3 76,1 53,5 6.716 59,2 68,5 50,7 329
25-29 59,4 73,7 54,3 6.643 70,3 79,1 64,6 1.017
30-39 57,3 69,9 52,1 15.019 65,2 73,8 58,4 3.432
40-49 49,8 60,3 45,0 13.748 59,2 68,4 53,3 3.683
50-54 * * * 0 49,4 58,1 44,7 1.520

Tempat Tinggal
Perkotaan 61,5 76,5 55,8 25.543 67,9 76,3 60,8 4.901
Perdesaan 45,9 59,8 41,4 24.084 54,2 63,4 49,1 5108

Education
Tidak Sekolah 7,7 10,8 5,7 823 15,2 21,2 13,5 186
Tidak tamat SD 23,0 30,5 20,0 3.968 31,9 39,8 27,9 1.205
Tamat SD 39,5 50,9 34,4 9.595 48,2 56,9 41,9 2.206
Tidak tamat
52,0 69,7 46,5 14.925 63,8 72,7 57,5 2.154
SMTA
Tamat SMTA+ 70,0 85,4 64,7 20.315 76,2 85,4 69,6 4.258

Kuintil
Kesejahteraan
Terbawah 31,7 43,0 27,7 8.479 38,3 47,1 33,5 1.757
Menengah
46,9 61,4 41,9 9.485 55,8 64,6 50,2 2.002
bawah
Menengah 53,0 70,2 48,4 10.109 62,0 69,9 55,8 2.094
Menengah
62,1 77,5 56,5 10.571 68,4 76,7 60,3 2.058
atas
Teratas 70,0 83,6 64,1 10.982 76,1 86,5 70,7 2.097

Jumlah 53,9 68,4 48,8 49.627 60,9 69,7 54,8 10.009


na = tidak sesuai
1
Termasukpria kawin atau tinggal bersama dengan pasangannya.
2
Menggunakan kondom setiap melakukan hubungan seksual
3
Pasangan yang tidak memiliki pasangan lainnya.

34
LAMPIRAN

Tabel A-1. Karakteristik latar belakang responden menurut provinsi

Distribusi wanita umur 15-49 tahun dan pria kawin umur 15-54 tahun1 menurut provinsi Indonesia 2017

Jumlah wanita Jumlah pria


Persentase Tidak Persentase Tidak
Provinsi Tertimbang Tertimbang tertimbang tertimbang Tertimbang tertimbang

Sumatera
Aceh 1,9 955 2.447 1,7 166 445
Sumatera Utara 5,1 2.545 2.459 4,8 476 473
Sumatera Barat 1,9 958 1.130 1,5 154 178
Riau 2,6 1.272 1.080 2,6 257 218
Jambi 1,4 683 698 1,5 154 160
Sumatera Selatan 3,0 1.501 1.126 3,4 341 262
Bengkulu 0,7 364 797 0,7 75 173
Lampung 3,0 1.513 1.228 3,3 331 273
Bangka Belitung 0,6 282 768 0,6 62 179
Kepulauan Riau 0,7 364 1.073 0,7 70 217

Jawa
Jakarta 4,0 1.996 1.815 3,7 373 330
Jawa Barat 19,9 9.867 5.090 20,5 2.051 1.081
Jawa Tengah 13,1 6.486 3.414 12,5 1.254 688
Yogyakarta 1,6 785 652 1,7 166 144
Jawa Timur 14,9 7.391 3.729 15,5 1.550 822
Banten 4,6 2.260 1.722 4,4 442 355

Bali dan Nusa Tenggara


Bali 1,8 903 751 2,2 218 185
Nusa Tenggara Barat 2,1 1.030 1.368 1,9 188 261
Nusa Tenggara Timur 1,8 882 2.223 1,6 164 434

Kalimantan
Kalimantan Barat 1,9 943 1.026 2,1 211 223
Kalimantan Tengah 0,8 413 587 1,0 98 143
Kalimantan Selatan 1,6 790 802 1,6 163 170
Kalimantan Timur 1,2 593 1.221 1,3 125 234
Kalimantan Utara 0,2 108 712 0,2 19 130

Sulawesi
Sulawesi Utara 0,8 411 585 0,8 80 115
Sulawesi Tengah 1,1 537 1.199 1,1 114 263
Sulawesi Selatan 3,2 1.582 1.873 2,7 275 321
Sulawesi Tenggara 1,0 476 1.557 0,9 90 302
Gorontalo 0,5 231 676 0,4 45 135
Sulawesi Barat 0,5 242 1.682 0,4 40 293

Maluku dan Papua


Maluku 0,6 301 1.858 0,6 56 345
Maluku Utara 0,4 209 1.050 0,4 40 203
Papua Barat 0,3 137 571 0,2 24 104
Papua 1,2 618 658 1,4 136 150

Jumlah 100,0 49.627 49.627 100,0 10.009 10.009

na = tidak sesuai
Catatan: Kategori pendidikan mengacu pada tingkat pendidikan tertinggi yang diduduki, tamat maupun tidak.
1 termasuk pria yang berstatus kawin atau hidup bersama dengan pasangan

35
Tabel A-2. Angka fertilitas menurut provinsi
Angka fertilitas total tiga tahun sebelum survei, persentase wanita umur 15-49 tahun yang sedang hamil, dan rata-rata jumlah anak yang
dilahirkan hidup oleh wanita 40-49 tahun menurut provinsi, Indonesia 2017
Persentase wanita
Rata-rata jumlah anak yang dilahirkan
Provinsi Angka fertilitas total umur 15-49 tahun yang
hidup oleh wanita umur 40-49 tahun
sedang hamil

Sumatera
Aceh 2,7 4,3 3,4
Sumatera Utara 2,9 4,8 3,5
Sumatera Barat 2,5 4,1 3,0
Riau 2,9 4,4 3,4
Jambi 2,3 4,5 2,9
Sumatera Selatan 2,6 5,0 3,2
Bengkulu 2,3 5,0 3,1
Lampung 2,3 4,0 3,0
Bangka Belitung 2,3 5,1 2,8
Kepulauan Riau 2,2 3,7 2,7

Jawa
DKI Jakarta 2,2 2,9 2,5
Jawa Barat 2,4 4,4 2,8
Jawa Tengah 2,3 3,0 2,5
DI Yogyakarta 2,2 2,9 2,1
Jawa Timur 2,1 3,1 2,3
Banten 2,3 4,2 3,2

Bali dan Nusa Tenggara


Bali 2,1 3,4 2,4
Nusa Tenggara Barat 2,5 4,0 3,0
Nusa Tenggara Timur 3,4 4,1 4,0

Kalimantan
Kalimantan Barat 2,7 4,2 3,4
Kalimantan Tengah 2,5 3,4 3,0
Kalimantan Selatan 2,4 4,7 2,9
Kalimantan Timur 2,7 4,4 3,1
Kalimantan Utara 2,8 4,9 4,0

Sulawesi
Sulawesi Utara 2,2 3,0 2,6
Sulawesi Tengah 2,7 4,2 3,3
Sulawesi Selatan 2,4 3,3 3,0
Sulawesi Tenggara 2,8 4,7 3,8
Gorontalo 2,5 4,1 3,1
Sulawesi Barat 2,7 3,2 3,6

Maluku dan Papua


Maluku 3,3 5,8 4,0
Maluku Utara 2,9 4,8 3,8
Papua Barat 3,2 5,3 3,6
Papua 3,3 5,5 3,9

Jumlah 2,4 3,9 2,8


Catatan: TFR untuk periode 3 tahun sebelum survei.

36
37
38
39
Tabel A-6. Indikator pemeriksaan kehamilan menurut provinsi

Persentase wanita umur 15-49 tahun yang mempunyai anak lahir hidup terakhir selama lima tahun sebelum survei yang mendapat
pelayanan pemeriksaan kehamilan dari tenaga kesehatan, persentase yang anak terakhirnya terlindung dari tetanus neonatum dan di
antara anak lahir hidup selama lima tahun sebelum survei, persentase yang ditolong oleh tenaga kesehatan ketika dilahirkan, dan
persentase yang dilahirkan di fasilitas kesehatan menurut provinsi, Indonesia 2017
Persentase
Persentase Persentase Persentase
yang anak Persentase
yang dengan yang
terakhirnya yang
kehamilannya ANC dan Jumlah kelahirannya Jumlah
Latar belakang karakteristik terlindung dilahirkan
diperiksa paling wanita ditolong Kelahiran
dari di fasilitas
oleh tenaga sedikit 4 oleh tenaga
tetanus kesehatan4
kesehatan 1 kali K42 kesehatan 1
neonatum3
Sumatera
Aceh 90,4 63,3 51,1 318 94,9 78,5 376
Sumatera Utara 86,7 63,6 31,9 816 89,2 61,1 1.048
Sumatera Barat 97,7 83,7 61,0 285 98,1 92,7 340
Riau 86,5 63,2 36,1 426 88,1 52,9 510
Jambi 90,9 71,6 69,3 212 88,0 56,4 227
Sumatera Selatan 92,3 74,3 48,3 507 91,7 77,5 584
Bengkulu 88,9 75,1 60,5 117 92,8 66,0 128
Lampung 96,4 85,6 52,1 497 92,2 76,7 529
Bangka Belitung 91,3 76,2 57,0 87 96,7 79,7 99
Kepulauan Riau 94,7 72,2 47,0 108 99,5 89,4 125
Jawa
Jakarta 98,6 88,8 52,0 520 98,7 97,3 599
Jawa Barat 97,1 83,0 65,6 3.042 88,9 81,3 3.331
Jawa Tengah 98,0 86,4 64,9 1.861 98,0 95,7 2.034
Yogyakarta 98,5 90,2 65,4 200 98,6 99,1 219
Jawa Timur 94,8 82,6 37,2 1.944 96,8 93,9 2.138
Banten 94,5 76,9 58,7 690 80,9 72,3 756
Bali dan Nusa Tenggara
Bali 99,6 85,2 73,9 266 98,9 98,6 304
Nusa Tenggara Barat 95,5 82,5 68,6 343 93,9 87,6 377
Nusa Tenggara Timur 87,6 66,8 66,7 338 72,6 65,8 417
Kalimantan
Kalimantan Barat 88,9 75,3 50,7 314 86,4 59,9 345
Kalimantan Tengah 88,5 64,9 67,1 145 90,2 40,9 163
kalimantan Selatan 96,2 74,1 74,0 251 92,4 66,9 273
Kalimantan timur 95,1 70,1 64,2 208 95,8 81,3 241
Kalimantan Utara 92,8 73,9 73,3 34 90,9 75,6 44
Sulawesi
Sulawesi Utara 93,6 57,7 77,6 114 93,6 82,2 126
Sulawesi Tengah 82,7 57,2 76,3 170 83,9 58,1 199
Sulawesi Selatan 94,0 68,4 77,5 442 88,0 76,1 519
Sulawesi Tenggara 88,9 61,3 84,0 167 84,0 48,3 201
Gorontalo 87,7 51,8 80,2 66 88,6 77,7 79
Sulawesi Barat 85,4 64,4 72,1 77 83,6 63,0 94
Maluku dan Papua
Maluku 81,8 51,9 65,6 109 72,5 28,5 139
Maluku Utara 82,2 59,1 71,1 75 72,2 34,1 88
Papua Barat 84,8 52,0 67,0 47 74,8 50,5 63
Papua 76,4 42,9 52,9 225 62,5 44,0 303
Jumlah 93,9 77,4 57,6 15.021 90,9 79,0 17.019
Catatan: Jika responden menyebutkan lebih dari satu orang yang menolong saat melahirkan, maka hanya penolong kelahiran yang
kualifikasinya tertinggi yang dicatat dalam tabel
1 Tenaga pemeriksa kehamilan termasuk dokter, dokter ahli kandungan dan kebidanan, perawat, bidan, dan bidan desa.
2 Pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali (K4) adalah pemeriksaan oleh tenaga kesehatan sedikitnya 4 kali selama kehamilan,berdasarkan
kriteria sedikitnya satu kali pada trimester pertama, minimal satu kali pada trimester kedua, dan minimal dua kali pada trimester ketiga.
3 Termasuk ibu yang sudah menerima dua kali suntikan TT pada saat hamil anak lahir hidup lima tahun sebelum survei, menerima dua

atau lebih suntikan (tiga tahun terakhir anak lahir hidup kurun waktu lima tahun sebelum survei), atau menerima tiga atau lebih suntikan
(lima tahun terakhir untuk anak lahir hidup terakhir selama lima tahun sebelum survei), atau menerima lima atau lebih suntikan (untuk
anak lahir hidup terakhir lima tahun sebelum survei).
4 Fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit atau klinik pemerintah/swasta, puskesmas, poskesdas, polindes, rumah sakit/rumah bersali,

dokter umum/kandungan praktek, bidan praktek, bidan di desa, dan fasilitas swasta dan pemerintah lainnya.

40
Table A-7. Pengobatan infeksi saluran pernapasan akut, demam, dan diare menurut provinsi
Persentase anak dengan gejala ISPA yang dibawa ke fasilitas kesehatan/petugas kesehatan, persentase anak menderita demam yang dibawa
ke fasilitas /petugas kesehatan, dan persentase anak menderita diare yang dibawa ke fasilitas/petugas kesehatan, persentase yang
menerima oralit dan persentase yang menerima oral rehydration therapy (ORT) menurut provinsi, Indonesia 2017
Anak dengan gejala Anak menderita
ISPA1 demam Anak yang menderita diare
Persentase Persentase
yang yang
dibawa ke Jumlah dibawa ke
fasilitas anak fasilitas Persentase yang Persentase Jumlah
atau dengan atau Jumlah yang dibawa ke fasilitas yang Persentase anak yang
petugas gejala petugas menderita atau petugas menerima yang menerima menderita
Provinsi kesehatan2 ISPA kesehatan2 deman kesehatan2 oralit ORT3 diare
Sumatera
Aceh (92,0) 13 88,0 119 76,2 27,1 40,3 56
Sumatera Utara (91,3) 45 83,4 348 73,7 28,5 35,2 174
Sumatera Barat * 23 88,6 137 70,8 27,7 32,8 53
Riau * 11 80,6 162 76,8 35,8 41,8 81
Jambi * 4 83,6 76 (62,3) (23,0) (30,3) 30
Sumatera Selatan * 22 87,3 162 85,5 51,6 57,8 88
Bengkulu * 6 84,0 39 66,1 28,5 36,9 24
Lampung * 19 90,4 185 74,5 42,1 52,0 82
Bangka Belitung * 6 88,7 29 * * * 8
Kepulauan Riau * 7 83,1 38 (78,6) (43,3) (59,4) 16

Java
Jakarta * 20 86,7 152 81,0 45,6 56,3 75
Jawa Barat 83,1 190 83,6 1.069 75,5 43,7 48,2 492
Jawa Tengah * 47 88,0 562 71,9 28,4 34,4 247
Yogyakarta * 6 (84,6) 51 * * * 12
Jawa Timur (100,0) 55 89,9 592 77,9 29,5 36,5 245
Banten (72,2) 46 82,1 232 71,2 32,6 37,1 78

Bali and Nusa


Tenggara
Bali * 16 (92,6) 58 * * * 31
Nusa Tenggara Barat * 14 87,0 112 79,1 59,3 68,6 58
Nusa Tenggara
Timur 84,9 21 83,6 92 73,4 47,9 58,2 54

Kalimantan
Kalimantan Barat * 10 71,9 87 (69,0) (37,7) (49,4) 38
Kalimantan Tengah * 4 85,0 59 (70,4) (31,5) (35,5) 30
Kalimantan Selatan * 14 87,1 89 76,0 28,6 36,6 52
Kalimantan Timur (88,9) 17 83,6 78 58,2 32,7 49,9 44
Kalimantan Utara * 3 86,9 18 (75,4) (68,3) (73,0) 7

Sulawesi
Sulawesi Utara * 4 85,7 39 (80,0) (45,3) (59,2) 19
Sulawesi Tengah (89,0) 15 80,5 67 66,3 31,1 44,6 29
Sulawesi Selatan * 13 71,9 202 68,2 18,5 24,9 85
Sulawesi Tenggara (75,2) 13 73,6 83 59,6 24,4 35,7 29
Gorontalo * 8 90,8 35 (81,4) (30,7) (47,0) 13
Sulawesi Barat (75,1) 6 77,1 31 55,1 31,7 38,2 14

Maluku and Papua


Maluku (83,6) 5 78,6 35 74,7 37,1 49,2 14
Maluku Utara (80,9) 6 74,0 33 61,7 39,6 49,6 15
Papua Barat * 1 81,9 14 (72,7) (52,7) (58,8) 7
Papua * 3 75,7 77 (72,6) (56,0) (60,0) 28
Jumlah 86,3 693 84,6 5.161 74,1 36,1 43,6 2.328
Catatan:
Angka dalam kurung berdasarkan pada 25-49 kasus yang tidak tertimbang.
Tanda bintang menunjukkan bahwa angka tidak ditampilkan karena jumlah kasus kurang dari 25.
1
Gejala ISPA (nafas pendek, cepat, dan tersengal sengal) dipakai sebagai proksi pneumonia
2
Tidak termasuk apotik, toko, praktek tradisional
3
Termasuk ORALIT paket dan cairan rumah yang direkomendasikan (gula dan garam buatan sendiri)

41
Tabel A-8. Pengetahuan tentang HIV-AIDS menurut provinsi
Persentase wanita umur 15-49 tahun dan pria kawin umur 15-54 tahun1 yang pernah mendengar tentang AIDS menurut provinsi, Indonesia
2017

Wanita Pria
Pernah dengar Pernah dengar
Provinsi HIV-AIDS Jumlah HIV-AIDS Jumlah

Sumatera
Aceh 72,0 955 61,8 166
Sumatera Utara 81,4 2.545 86,9 476
Sumatera Barat 85,7 958 85,0 154
Riau 79,9 1.272 80,6 257
Jambi 78,6 683 75,5 154
Sumatera Selatan 71,2 1.501 83,4 341
Bengkulu 74,9 364 82,0 75
Lampung 82,5 1.513 81,6 331
Bangka Belitung 88,4 282 93,4 62
Kepulauan Riau 93,5 364 95,3 70

Jawa
DKI Jakarta 95,5 1.996 98,4 373
Jawa Barat 84,9 9.867 82,2 2.051
Jawa Tengah 87,5 6.486 87,9 1.254
DI Yogyakarta 93,8 785 93,7 166
Jawa Timur 86,6 7.391 81,1 1.550
Banten 79,4 2.260 88,4 442

Bali dan Nusa Tenggara


Bali 94,0 903 94,2 218
Nusa Tenggara Barat 68,2 1.030 76,7 188
Nusa Tenggara Timur 64,6 882 69,2 164

Kalimantan
Kalimantan Barat 59,2 943 70,1 211
Kalimantan Tengah 68,2 413 79,7 98
Kalimantan Selatan 80,5 790 87,3 163
Kalimantan Timur 88,7 593 91,0 125
Kalimantan Utara 80,6 108 85,4 19

Sulawesi
Sulawesi Utara 92,7 411 96,5 80
Sulawesi Tengah 70,3 537 75,7 114
Sulawesi Selatan 71,8 1.582 63,4 275
Sulawesi Tenggara 72,4 476 72,2 90
Gorontalo 73,4 231 70,2 45
Sulawesi Barat 61,4 242 57,7 40

Maluku dan Papua


Maluku 79,2 301 81,3 56
Maluku Utara 67,4 209 59,8 40
Papua Barat 83,5 137 95,7 24
Papua 71,1 618 85,5 136

Jumlah 82,4 49.627 82,9 10.009


1
Termasuk pria yang berstatus hidup bersama

42
Tabel A-9. Pengetahuan tentang metode pencegahan HIV-AIDS menurut provinsi
Persentase wanita umur 15-49 tahun dan pria kawin umur 15-54 tahun1 yang memberikan jawaban atas pertanyaan, mengatakan bahwa
menggunakan kondom setiap berhubungan sek,s dan membatasi hubungan seks hanya dengan satu pasangan dapat mengurangi risiko terkena HIV-
AIDS, Indonesia 2017

Persentase wanita yang mengatakan HIV-AIDS bisa Persentase pria yang mengatakan HIV-AIDS bisa dihindari
dihindari dengan: dengan:
Menggunakan Menggunakan
kondom dan kondom dan
Membatasi membatasi Membatasi membatasi
berhubungan berhubungan berhubungan berhubungan
Meng- seks hanya seks hanya Meng- seks hanya seks hanya
gunakan dengan satu dengan satu Jumlah gunakan dengan satu dengan satu
Karakteristik Latar Belakang kondom1 pasangan2 pasangan3 Wanita kondom1 pasangan2 pasangan3 Jumlah Pria

Sumatera
Aceh 41,2 52,4 35,0 955 47,1 42,6 35,9 166
Sumatera Utara 47,0 63,9 41,8 2.545 68,4 76,0 61,5 476
Sumatera Barat 57,3 72,7 52,0 958 54,8 60,5 42,4 154
Riau 47,4 58,3 41,0 1.272 61,8 69,8 56,7 257
Jambi 44,6 62,1 40,9 683 51,3 50,1 37,3 154
Sumatera Selatan 40,2 50,5 34,9 1.501 61,7 68,7 56,0 341
Bengkulu 43,8 59,1 38,8 364 54,3 67,9 49,1 75
Lampung 50,5 66,2 45,1 1.513 56,1 73,1 53,6 331
Bangka Belitung 53,7 62,9 45,9 282 74,0 75,4 62,9 62
Kepulauan Riau 59,7 75,4 53,8 364 83,5 88,3 78,9 70

Jawa
Jakarta 68,2 84,7 63,3 1.996 80,7 84,4 71,8 373
Jawa Barat 56,4 70,1 50,2 9.867 59,3 67,8 52,3 2.051
Jawa Tengah 64,4 75,1 58,9 6.486 66,2 73,3 58,3 1.254
Yogyakarta 69,3 85,0 66,2 785 83,2 91,4 82,6 166
Jawa Timur 57,7 76,0 53,6 7.391 62,3 71,2 59,3 1.550
Banten 50,0 60,9 42,6 2.260 49,6 72,1 41,6 442

Bali dan Nusa Tenggara


Bali 74,1 87,4 71,1 903 65.7 78.5 57.9 218
Nusa Tenggara Barat 42,4 56,5 39,4 1.030 64.3 68.2 60.1 188
Nusa Tenggara Timur 37,0 53,1 34,3 882 43.3 55.3 39.8 164

Kalimantan
Kalimantan Barat 37,4 47,7 33,6 943 59,0 66,0 56,0 211
Kalimantan Tengah 47,7 62,2 46,3 413 50,4 64,0 47,7 98
Kalimantan Selatan 52,6 67,0 48,2 790 59,5 73,4 54,3 163
Kalimantan Timur 53,5 76,0 49,0 593 50,2 61,5 43,2 125
Kalimantan Utara 43,2 67,3 39,7 108 51,0 61,2 42,4 19

Sulawesi
Sulawesi Utara 57,0 77,1 50,5 411 86,3 88,0 82,0 80
Sulawesi Tengah 39,4 56,2 35,3 537 48,8 61,6 43,2 114
Sulawesi Selatan 42,8 59,6 39,1 1.582 43,9 49,6 36,8 275
Sulawesi Tenggara 39,1 59,5 35,6 476 47,4 58,2 41,8 90
Gorontalo 37,0 63,5 33,5 231 53,3 62,7 51,1 45
Sulawesi Barat 33,7 44,4 28,0 242 40,2 55,6 39,1 40

Maluku dan Papua


Maluku 49,5 66,9 45,0 301 56,1 72,2 53,7 56
Maluku Utara 34,8 48,5 30,1 209 25,8 50,0 23,2 40
Papua Barat 55,0 56,9 44,5 137 73,6 75,4 64,3 24
Papua 39,1 47,5 34,5 618 65,4 76,0 63,1 136

Jumlah 53,9 68,4 48,8 49.627 60,9 69,7 54,8 10.009


1Termasuk pria yang berstatus hidup bersama
2Menggunakan kondom setiap kali berhubungan seksual
3Pasangan yang tidak memiliki pasanga lain

43
'$7$
0(1&(5'$6.$1%$1*6$

-OGU6XWRPR1R-DNDUWD
7HOS  )D[   %DGDQ3XVDW6WDWLVWLN
+RPHSDJHKWWSZZZESVJRLG(PDLOESVKT#ESVJRLG

Anda mungkin juga menyukai